Share

Part 4

Author: Ummi Salmiah
last update Last Updated: 2023-04-10 11:05:08

Asa-ku seperti menari-nari. Ragaku seakan mati. Melakukan sesuatu yang tidak disenangi sungguh melelahkan. Kali ini aku tidak bertarung dengan hatiku saja. Namun, pikiran dan jiwaku ikut berjuang agar bisa keluar dari zona ini. (Nina Humaira)

 

****

Aroma rumah sakit menyeruak dihidungku. Ada Miss Dora yang menungguku. Cukup lama otakku berputar mengingat kejadian yang menimpaku. Aku baru sadar ternyata aku pingsan setelah memeluk ibunya Reza. Kuraba ternyata keningku yang diperban.

 

"Syukurlah akhirnya nona sadar juga," ucap miss Dora. Walaupun dia terlihat kaku, tapi dia cukup perhatian. Aku taksir umurnya miss Dora seumuran ibuku. Walau bagaimana pun dia memiliki jiwa keibuan.

 

"Lain kali dengar ucapanku nona. Jangan terlalu percaya diri jika dinasehati," sambungnya. Kali ini aku menarik nafas, bukan merasa bersalah. Hanya disalahkan rasanya menyesakkan sekali. Apa salahnya mencoba mengulurkan tangan berbuat baik meski aku sadar itu bisa berakibat fatal karena nyawaku taruhannya.

 

"Nyonya besar itu ada amarah yang dipendam selama ini. Dia memiliki seorang putra dari suaminya yang terdahulu. Namun, sampai saat ini dia belum bertemu."

 

"Lalu kenapa dia sampai mengalami gangguan jiwa?" tanyaku. Bukannya ada Reza yang mendampingi dia selama ini.

 

"Kabar terakhir putranya masih hidup. Namun, mantan suaminya tidak memberi jalan untuk mereka bertemu. Ada trauma yang menimpa nyonya besar. Suaminya KDRT dan keluarga suaminya pernah melakukan kekerasan terhadap dirinya."

 

"Astagfirullah ...." kasian sekali ibunya Reza.

 

Miss Dora menceritakan bahwa setahun ini dia kambuh karena melihat mantan suaminya kembali. Ada trauma berat yang menimpanya hingga dia merasa ingin dibunuh oleh keluarga mantan suaminya. Dan lebih membuat dia trauma, mantan suaminya saat ini adalah saingan bisnisnya. 

 

Sungguh berat perjuangan ibunya Reza. Dengan almarhum suaminya yang kedua dia menjadi sukses karena ayahnya Reza adalah pengusaha kaya raya di kota ini. Namun, entah mengapa ibunya Reza tiba-tiba mengalami penyakit aneh seperti ini. Rasa trauma dan takut berlebihan.

 

"Miss ... boleh aku bertanya?"

 

"Tanya apa?"

 

"Apa tuan Reza sudah menikah, dan Brayen itu ...." Belum selesai aku bertanya dia langsung memotong pembicaraanku.

 

"Ada hal yang tidak perlu kami pelayannya menceritakan, terutama masalah pribadi. Jadi, mohon maaf Nona, saya tidak bisa menjelaskan."  Hm, aneh sekali miss dora ini, lalu dia menceritakan nyonya besarnya bukannya masalah pribadi juga. 

 

Jujur aku penasaran dengan si Reza. Apa dia sudah menikah atau tidak. Entah mengapa ragaku mulai lelah seperti ini, padahal baru beberapa hari menjadi istrinya. 

 

Kutepis dulu semua tentang Reza saat ini fokusku ke ibunya. Ada rasa penyesalan dihatiku memanfaatkan situasi ibunya Reza dengan masalah yang kualami. Harusnya keilmuwanku kugunakan untuk kesembuhan ibunya Reza. Dia butuh bimbingan psikolog untuk menghilangkan traumanya.

 

Aku sedikit berfikir keras. Tak ingin melibatkan ibunya Reza lagi dengan hal yang menimpaku saat ini. Baiklah mungkin ini saatnya berbakti dengan ibu mertua tanpa balasan apa pun. Setiap kebaikan pasti akan mendatangkan kebaikan yang lainnya. Aku orang baru disini cukup berbuat baik saja saat ini.

 

"Lagi mikir apa?" si Reza lagi-lagi nyelonong, hampir saja ini jantung copot dibuat.

 

"Lain kali jangan terlalu pede, Nona manis. Ini 'kan akibatnya." Dia mengacak-acak jilbabku. Sambil memegang keningku yang diperban. Eh, si Miss Dora senyam senyum.

 

"Berhati-hatilah, tidak mudah beradaptasi dengan hal baru. Dan tidak mudah melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Terkadang kita harus bisa mengontrol hati dan pikiran kita agar seimbang," sahutnya sok bijak.

 

Tiba-tiba asistennya menghampiri. Miss Dora langsung keluar dari ruangan.

 

"Tuan Reza, kita ada meeting di kantor. Dan ...." Laki-laki yang postur tubuhnya terawat itu mendekat.

 

"Nona Pricilia sudah menunggu tuan di kantor. Dia juga ambil bagian di meeting kali ini." Reza mengangguk dan langsung keluar begitu saja.

 

Kelakuan laki kagak jelas gitu masuk tiba-tiba keluar pun tanpa permisi.

 

Nona Pricilia? Mengapa si Reza langsung salah tingkah mendengar nama Pricilia? Sepertinya dia gadis istimewa dihati Reza. Tak masalah bagiku, cuma penasaran saja. Eh.

 

"Miss, aku ingin segera pulang," ucapku memberanikan diri. Rasanya sudah jenuh berlama-lama disini.

 

"Kita tunggu dokternya observasi nona lagi, kata perawat yang jaga dokternya sedang diperjalanan."

 

"Apa lukaku parah, Miss?" Dia mengangguk.

 

"Banyak darah yang keluar, untung saja nona segera dibawa kesini oleh ...." dia tidak melanjutkan padahal aku sungguh penasaran bagaimana hingga bisa ke rumah sakit.

 

"Oleh apa, Miss?" tanyaku memperjelas.

 

"Aku lupa kalau infus nona belum diganti." Miss Dora mengalihkan pembicaraan. Miss Dora keluar mencari perawat. Seperti ada hal yang dia sembunyikan. Maksudnya aku dibawa oleh siapa? Ah, entahlah.

 

Jujur rasanya aku ingin segera pulang, penasaran dengan keadaan ibunya Reza saat ini. Meski kuakui semua ini semakin terasa berat bagiku. Antara hati, jiwa dan pikiranku seperti sedang beradu. Ingin kabur pulang ke rumah rasanya tidak mungkin karena ayah pasti marah besar dan pernikahanku baru beberapa hari. Apa kata orang nanti?

 

Seketika lamunanku terhenti dengan kehadiran perawat yang memeriksaku.

 

"Permisi, Mbak. Saya periksa tensi darah dan infusnya dulu, ya." aku hanya mengangguk.

 

"O, ya sebentar lagi pak dokter datang. Ngomong-ngomong mbaknya kenal ya dengan pak dokter. Dia nampak sangat khawatir sekali dengan keberadaan mbak kemarin." Maksudnya pak dokter yang mana? Ada-ada saja ini baru kali pertamaku ke rumah sakit ini, emang ada yang kenal denganku. 

 

Tiba-tiba seperti biasa ada yang ikut nimbrung.

 

"Ehm ...." Lagi-lagi si Reza nyelonong masuk. Bukannya dia mau meeting. Eh, malah kembali.

 

"Dokter siapa maksudnya, sus?" tanya Reza. Itu pertanyaan atau rasa ...? Ah sudahlah mana mungkin dia cemburu.

 

"Oh, maaf mbaknya sudah punya suami ternyata, saya kira belum ....." Perawat itu terlihat sangat malu.

 

"Santai saja, Sus. Dia itu ...." ingin kulanjutkan, tapi langsung dipotong oleh si Reza.

 

"Mungkin itu praduga suster saja. Dia tidak punya kenalan dokter." Si Reza mengatakan demikian sambil tersenyum.

 

"Oh, begitu. Masalahnya pak dokter punya cinta pertama dan dia bahkan jarang tersenyum. Tapi dengan mbak dia begitu perhatian sekali semalam." Reza makin melotot.

 

"Sepertinya suster salah orang, mana mungkin dia punya kenalan dokter nona ini, dia baru datang dari desa," jawab Reza. Maksudnya? Dikira dari desa tidak punya kenalan dokter gitu. 

 

"Oh, Maaf kalau begitu, ya, sebelumnya." 

 

"Santai saja, sus. Dan juga jangan terlalu di dengar ucapan laki sebelah sana dia memang agak ketus kalau diajak ngomong."

 

"Saya duga malah dia cemburu mba." ih, amit amit dicemburui sama si Reza.

 

Perawat itu senyum-senyum sambil keluar dan si Reza mendekatiku lagi.

 

"Ingat! Jangan terlalu pede baru saja diceritakan telingamu sudah mekar." Astaghfirullah ini orang maksudnya apa. Kalau sedang tidak luka begini sudah kuajak silat.

 

"Aku meeting dulu, jaga dirimu baik-baik. Ingat sekali lagi di kota ini kamu sebatang kara." Aku tidak menyahut, makin malas menjawab ini orang.

 

Dia berjalan keluar begitu saja.

 

"Assalamualaikum, bagaimana keadaannya dek Nina." Nafasku rasanya tercekat, jadi dokter yang merawatku adalah dokter Gunawan.

 

Si Reza berhenti dan balik kembali. Memang niat si Reza merusak suasana.

 

"Waalaikumsalam ... Jadi dokter Gunawan tugas disini?"

 

"Alhamdulillah. Saya dimutasi disini seminggu yang lalu dek Nina." 

 

"Dunia begitu sempit, ya, Dok." Dia tersenyum sementara si Reza seperti patung melihat kami. Ingin kubalas ucapannya yang mengatakan aku tidak punya kenalan dokter. Sekalian pengen diaiarkan lewat speaker rumah sakit ini.

 

"Tuan Reza bukannya mau berangkat ke kantor untuk meeting?" Kali ini dia salah tingkah. Hm, kena 'kan.

 

"Meeting itu bisa belakangan sayang, kesehatanmu yang penting. Kenalkan, dok. Saya suaminya dek Nina ini. Dan saya harap dokter bisa jaga sikap untuk tidak memanggilnya dengan sebut dek, dek itu ...." idiih manis sekali, padahal aslinya palsu.

 

"Siap tuan, siapa yang tidak kenal dengan Reza Adytama. Bahkan rumah sakit ini di sponsori oleh keluarga tuan. Saya rekannya Nina. Di lapangan sebagai sukarelawan kami seperti keluarga memanggil dengan sebutan adek dan mas."

 

Si Reza diam. Suasananya terasa panas karena si Reza merasa kalah. Apa perasaanku saja merasa berada diantara dua laki-laki keren disini. 

 

"Keadaannya Nona Nina sudah lebih baik, sudah bisa istirahat di rumah. Nanti saya resepkan obat untuk diminum di rumah."

 

"Terima kasih, dok. Atas bantuannya," sambutku.

 

"Itu sudah menjadi bagian dari tugasnya, Nina. Tidak perlu berterima kasih." Astagfirullah ini orang buat tensi naik saja. 

 

Dokter Gunawan tetap dengan santun meski si Reza seperti anak kecil. Memang beda mana orang dewasa dan mana yang kelakuannya seperti anak kecil.

 

"Saya permisi dulu, jangan lupa minum istirahat dan minum obatnya kalau sudah sampai di rumah."

 

"Siyap, Dok." Aku membalas dengan senyuman begitu juga dengan dokter Gunawan. Dia nampak bahagia bertemu denganku. 

 

Si Reza kek patung kuda. Uh, puas rasanya melihat Reza yang tak berkutik.

 

"Jaga sikap. Ingat kamu itu sudah punya suami."

 

"Baik Tuan Reza. Lebih baik anda ke kantor sudah ditunggu sama kliennya."

 

Aku berbalik badan dan langsung menggunakan selimut. Jadwal pulangku nanti sore. Menghabiskan infus yang tinggal sedikit lagi. Aku harus banyak istirahat menghadapi kenyataan ketika pulang nanti. 

 

***

 

Waktu menunjukkan setengah lima sore. Miss Dora sudah siaga menjemput untuk pulang. Ketika siap-siap perawat yang jaga menghampiri.

 

"Mba, ini titipan dari dokter Gunawan." Seketika wajahku memerah. 

 

"Terima kasih, sus."

 

"Sama-sama, mbak." perawat itu langsung keluar. Mumpung miss Dora ke kamar mandi aku langsung membuka kertas yang diberi oleh perawat itu.

 

Jika butuh bantuanku

Simpan nomorku di bawah ini.

 

Dokter Gunawan menulis nomornya. Ada secercah harapan membaca tulisan dokter Gunawan.

 

"Kertas apa itu?" Siapa lagi kalau bukan si Reza songong. Dia langsung merampas kertas yang kupegang.

 

Matanya langsung menatapku tajam. Apes, apa si Reza marah? Lalu kenapa harus marah? 

 

 

 

 

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
suka...suka...suka.........
goodnovel comment avatar
Mmh Pauji
lanjut dong
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
seorang psikolog tapi koq g mencerminkan ya. kecuali cuman menggerutu dlm hati. padahal si nina menggambarkan dirinya cukup sempurna. dan juga fr gunawan yg memberikan nope nya sama si nina, bukankah sebelumnya mereka rekan kerja. apa selama ini mereka berkomunikasi menggunakan telepati.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pesona Istri Dari Desa   Part 5

    Dia melotot dan mendekat."Jangan terlalu pede jadi orang. Nih kertas fansmu, jan nghayal aku cemburu melihat kertas tidak jelas ini." Astagfirullah, benar-benar nguji iman ini orang."Terima kasih tuan Reza. Pastikan kamu tidak terlihat cemburu. Cemburu itu berat, tuan." Aku langsung keluar tanpa permisi. Syukurlah, ini kertas kembali lagi. Mana belum sempat kusimpan nomornya dokter Gunawan. Miss Dora langsung mengejarku. Benar-benar bersama si Reza membuat tekanan darah semakin tinggi."Apa hubungan kalian sebenarnya?" tanya Miss Dora."Seperti halnya miss yang menjaga privasi tuannya. Saya pun demikian. Kalau penasaran tanya sama tuannya," ucapku sambil senyam senyum. Kali aja si Reza mau membuka diri. Dia santai jalan disamping kami seperti biasa dia selalu terlihat pamer.Si Reza berjalan dengan asistennya. Persis seperti adegan di drama korea yang pemeran pangeran dijaga oleh pengawal. Sok cool sekali ini orang. Mau sekeren apa pun nyatanya dia hanya mampu memberi mas kawin sep

    Last Updated : 2023-04-10
  • Pesona Istri Dari Desa   Part 6

    "Siapa bilang aku sibuk nona sok manis? Brayen siapkan bola basketnya, Daddy akan melawan nona ini." Dia mengedipkan mata dan Brayen mengangkat dua jempolnya."Ok siap, Daddy." Si bocah semangat sekali mendukung Daddy nya. "Eh, tunggu dulu ....""Apalagi nona sok manis. Ha?" Dia mendekat. Kenapa lama-lama ini orang buat jantung rasanya mau copot."Tuan Reza tidak lihat kalau saya baru pulang dari rumah sakit. Butuh istirahat dulu, bagaimana kalau kita atur waktu." Aduh, kenapa juga aku bilang atur waktu."Kapan?" tanyanya. Jarak kami semakin dekat. Bisa habis oksigen ditubuhku dibuat."Satu minggu lagi. Bagaimana?""Baiklah ...." Dia makin mendekat dan secepat kilat aku masuk ke kamar. Benar-benar itu orang niat banget buat orang mati mendadak.Eh, si bocah sama si Daddy nya malah tertawa melihat tingkahku. Sampai malam aku tidak keluar kamar. Lebih tepatnya mengatur strategi. Satu minggu kedepan aku harus lebih kerja keras agar bisa main basket dan menjadi juaranya.****Bangun pag

    Last Updated : 2023-04-11
  • Pesona Istri Dari Desa   Part 7

    Kulihat waktu menunjukkan jam tujuh pagi. Brayen seperti biasa mengerjai pengasuhnya. Mau dipakaikan seragam sekolah saja pengasuhnya ngos-ngosan. Benar-benar ini bocah menguji iman.Si Reza sok keren sudah siap berangkat ke kantor, asistennya begitu sibuk menyiapkan perlengkapannya. Aku mah cuek saja walau beberapa kali dia memandangku. "Miss Rania memang pas mendampingi tuan Reza kita mah apalah cuma ART biasa, tidak naik-naik pangkat," ucap salah satu ART di rumah ini yang bagian menyapu rumah."Memangnya Miss Rania itu mau sama tuan Reza?" tanyaku. Kenapa pula aku begitu kepo."Sangat mau miss. Kami bahkan takut dekat dengan tuan Reza kalau ada Miss Rania. Dia suka melototin. Namun, sayang, tuan Reza tidak membuka hatinya sedikit pun dengan gadis-gadis di rumah ini.""Oh, begitu. Kok jadi takut.""Sebaiknya nona fokus saja dengan tugas nona disini, jangan dekat -dekat dengan tuan Reza saingannya semua ART di rumah ini. Haha ...." Oala, seketika pengen ngumumin. Woi, aku ini istri

    Last Updated : 2023-04-11
  • Pesona Istri Dari Desa   Part 8

    Kumatikan ponsel yang ada ditanganku. Entah kapan si Reza sok cool ini ada disampingku. Benar-benar meresahkan. Semoga dokter Gunawan paham mengapa aku mematikan ponsel dengan sepihak."Setidaknya aku bisa bercerita dengan orang yang menghargaiku, tuan Reza.""Tapi kamu harus ingat aku adalah suamimu," ucapnya lagi."Maksudnya suami diatas kertas?" Kali ini aku harus tegas agar Reza tidak semena-mena."Siapa bilang, Nina? Itu hanya pradugamu saja.""Sudahlah, Tuan. Aku tidak bisa memaksa tuan menjadi suami sungguhan seperti lainnya. Pastikan saja ketika ibumu sudah sembuh pulangkan aku baik-baik ke orang tuaku.""Apa kamu ingin bersama dengan pak doktermu itu.""Setidaknya ada orang yang masih setia menungguku dari dulu sampai sekarang, tuan. Pada akhirnya aku dengan siapa kita lihat saja nanti," ucapku berlalu.Waktu menunjukkan magrib. Kulakukan salat magrib lalu lanjut tilawah. Hal yang kuimpikan ketika masih muda saat menikah adalah bisa menjalankan ibadah berdua. Tadarusan berdu

    Last Updated : 2023-04-11
  • Pesona Istri Dari Desa   Part 9

    Aku penasaran dengan Pricilia itu siapa. Sengaja aku berjalan menuju taman depan melihat siapa Pricilia itu. Ternyata memang benar, gadis kalangan atas dan terhormat. Pakaiannya sangat berkelas dan mahal. Apalah aku yang hanya gadis desa yang diberi mahar seperangkat alat salat sama si Reza itu."Hei! Cemburu, Miss?" Apaan bocah kecil ini, ngagetin aja."Eh anak kecil tau saja namanya cemburu!""Tau lah Miss, anak YouTube dan tiktok kayak saya ini sangat tau lah." Ya ampun, seketika aku merinding lihat anak sekecil ini tau yang namanya cemburu."Bocah ganteng, ini jam berapa? Kamu tau gak kalau di desa tempat saya jam segini biasanya dipakai anak-anak mengaji. Setelah itu mereka berkumpul dan bercerita ke orang tuanya kegiatan apa yang dilakukan hari ini." Tiba-tiba si Brayen diam. Waduh, apa aku salah ngomong."Apa kamu mau menjadikanku tempat ceritamu, teman? Kita bisa menjadi teman setiap hari." Brayen diam tidak membalas ucapanku. Apa dia tersinggung dengan ucapanku.Tak lama kemu

    Last Updated : 2023-04-11
  • Pesona Istri Dari Desa   Part 10

    "Ngapain ngintip nona sok manis? Apa kamu cemburu?!" Gayanya sungguh sok sekali ini orang. Siapa lagi kalau bukan Reza Adytama."Wah sepertinya anda harus benar-benar diperiksa, selain sok keren anda juga begitu percaya dirii," jawabku sambil berlalu. Mana udah keringetan lagi mau diajak gulat itu orang.Kubersihkan diriku terlebih dahulu. Setelah bersih aku langsung rebahan. Disini aku tidak lelah bekerja. Namun, lelah berfikir. Kenapa si Reza itu tidak jujur dengan semua orang tentang statusku dengan dirinya.Ting, notifikasi dari dokter Gunawan.[Assalamualaikum, dek Nina ini komposisi obat yang Dek Nina minta. Maaf agak telat. Obat ini terbilang berbahaya dan bisa membuat ketagihan penggunanya. Sebaiknya tidak dikonsumsi karena bisa mengak

    Last Updated : 2023-05-03
  • Pesona Istri Dari Desa   Part 11

    "Simpan nomorku," ucapnya lagi. Aku masih seperti patung melihat adegan romantisnya tiba-tiba. Heran saja dengan ini orang.Dia tiba-tiba merebut ponselku lalu menulis namanya dengan 'SayangQ'. Astagfirullah ini orang benar-benar bikin elus dada kelakuannya."Aku berangkat ...." Entah mengapa aku mengangguk dia pamit. Semua seperti bisu melihat adegan kami yang nampak seperti pasangan suami istri.Ada rasa yang tidak biasa, terasa hangat dia mengacak-acak rambutku. Ah, mikir apaan aku ini."Nona Pricilia sudah sampai bandara, tuan. Apa kamar hotel tuan dan nona sama?" Asistenya menjelaskan, ada rasa yang aneh menyergap dihatiku. Bukan cemburu hanya saja sedih melihat dia masih bebas dengan wanita yang pernah dicintai. Walau bagaimana pun dia sudah berjanji dihadapan Tuhan dan orang tuaku. Menjadi istri yang menemaninya. Namun, sampai saat ini tak satu pun keluar dari mulutnya mengakui bahwa aku ini istrinya.Aku berpaling dan me

    Last Updated : 2023-05-03
  • Pesona Istri Dari Desa   Part 12

    Pov Dokter GunawanAku Gunawan Atmadja. Lahir dari keluarga Atmadja yang cukup dipandang di kota ini. Saingan berat dari bisnis papaku adalah keluarga Adytama. Entah mengapa papaku menganggap Adytama saingan bisnisnya. Baginya Adytama musuh terbesarnya dan ingin dikalahkan.Lahir dari kalangan atas tidak membuatku tergiur, aku justru lebih menyukai hal yang berbau medis dan lebih senang membantu menjadi sukarelawan. Akhirnya aku memutuskan menjadi seorang dokter. Dokter spesialis bagian syaraf karena aku memang merasa tertantang dengan hal itu.Memiliki keluarga keras dan ambisius membuatku tidak betah di rumah. Sudah berapa kali aku keluar dari rumah yang penuh ambisi ini. Bagiku saat ini adalah memiliki seseorang yang tepat dihatiku. Memiliki wanita sekaligus istri yang akan membantuku setiap hari terutama hobiku menjadi sukarelawan. Dan yang mampu membuatku selalu t

    Last Updated : 2023-05-04

Latest chapter

  • Pesona Istri Dari Desa   Aku Ingin Kalian Bersatu

    POV ARVIANKali ini Aku merasa ada harapan melihat reaksi bunda yang mulai melirik ayah. Siapa yang tidak bahagia, setelah sekian lama harapan itu nampak di depan mata. Aku sama halnya dengan anak yang lain ingin orang tua yang utuh. Ingin keluarga bahagia yang tiap bangun tidur melihat mereka di depanku. "Kamu kenapa Arvian?" tanya Bani temanku yang biasa mendengar keluh kesahku."Doakan, ya, bunda dan ayahku bersatu lagi.""Bukannya daddy Aksenmu ada?" tanya Bani penasaran. "Mereka sudah lama pisah, Ban.""Semoga orang tuanmu bersatu lagi, Arvian.""Aamiin.""Kalau pun, tidak ada harapan aku harap kamu tetap jadi Arvian yang baik." Bani jauh lebih di atas tingkat dariku, dia sudah SMP. Namun, dia tidak mau dipanggil kakak. Bani adalah anak dari salah satu rekan dokter ayah.Aku bukan anak yang kuat, kadang Aku depresi melihat bagaimana teman-temanku bisa bahagia di usianya yang begitu indah. Main timezone dengan kedua orang tua lengkap, sementara Aku hanya bisa gigit jari melihat

  • Pesona Istri Dari Desa   Dasar Aneh

    Aku tak henti tersenyum hingga tak terasa kami sampai rumah. Benar-benar tidak bisa diprediksi itu orang. Bisa-bisanya dia berubah dalam sekejap. Dasar aneh!"Kamu kenapa, Nak? Wajahmu bersemu merah," ucap bunda. Wajah herannya tidak bisa disembunyikan."Mungkin dari pesan yang dibaca," balas daddy. Bisa-bisanya mereka ikut usil. Astagfirullaah Aku pun sendiri bingung dengan tingkah anehku."Apa, iya, dari Brayen? Bukannya tadi dia sedang berduka," sambung bunda lagi."Kamu kayak tidak tahu aja anak nakal itu, dia akan mengejar sampai dapat," balas daddy."Hooh, kayak abang, sih." Eh, kok mereka sekarang yang berdebat."Sudah sampai, Bund. Ayo kita masuk, Monica sudah lapar, apalagi lihat bunda dan Daddy berdebat makin buat Monica lapar." Mau bagaimana lagi, Daddy sama abang Brayen itu memiliki kemiripan. Itu tidak bisa dipungkiri jika mereka berdua susah ditebak.Aku hanya bisa menggelengkan kepala mengingat tingkah unik abang Brayen yang kurasa aneh. Entah mengapa jiwa usilku ngin

  • Pesona Istri Dari Desa   Kau Tak Akan Terganti

    "Maksudnya?" tanya daddy memperjelas."Dokter Brayen baru saja menangani operasi besar, kemungkinan tidak mengaktifkan ponselnya," jawab dokter yang jaga di depan IGD."Syukurlah ...." Bunda ikut lega karena prasangka dari Arvian tidak benar.Sekarang aku yang panik karena ponselku terus bergetar karena pesan dari abang Brayen. Ya Allah, habis aku setelah ini."Arvian cari ayah dulu, Opa," kata Arvian."Iya, cucu eyang yang panikan," balas bunda. Dari masalah ini kami jadi paham jika Arvian selama ini menyimpan luka yang tidak kami sadari. Dia begitu menyanyangi ayahnya-Abang Brayen."Mon kamu mau kemana?" tanya bunda yang melihatku berbalik arah, sebenarnya mau kabur karena pesan yang kukirim pada abang Brayen pasti akan ditagih."Pulang, Bund.""Oh ....""Ayo kita pulang, biarkan Arvian bersama ayahnya," balas daddy."Abang tidak menemui anak nakalnya." Bunda ternyata iseng juga sama daddy. Melihat daddy salah tingkah membuat aku ikut tertawa juga. Lucu ekspresi daddy."Bunda iseng

  • Pesona Istri Dari Desa   Bikin Panik!

    "Maksudmu diantar Brayen?" tanya bunda dengan penuh senyuman. Kenapa bunda bahagia? Daddy juga tidak terlihat marah. Apa aku tidak salah lihat, sementara Arvian balik dan tidak berucap. Aneh kulihat oang-orang."Iya, Bund. Dia maksa mau antar pulang," balasku jujur."Tapi kamu mau," balas daddy menatapku."Dipaksa, Dad." "Bilang saja kamu bahagia diantar oleh si anak nakal itu," sambung daddy. Kenapa aku bahagia mendengar omelan daddy. Anak nakal itu seperti ungkapan kerinduan."Abang gak marah?" tanya bunda heran. Jangankan bunda, aku pun sangat heran."Kita sudah cukup tua untuk sakit hati, biarkan mereka yang menentukan apa yang terbaik bagi mereka." Ha? Apa aku gak salah dengar daddy Reza mengatakan hal tersebut."Wow, menyala abang Reza," sahut bunda. Ada yang menghangat di hatiku, ini tidak mimpi 'kan? semua seperti mendukung kami bersama."Jangan senyum-senyum sendiri, Mon," sambung daddy.Tu kan, semua isi pikiranku hanyalah khayalan semata. Aku tetap sadar diri agar tidak te

  • Pesona Istri Dari Desa   Jujurlah

    Ternyata abang Brayen tidak mau menyerah, dia mengikutiku dari belakang. Tanpa ragu dia bahkan menarik tanganku ke mobilnya. Aku yang ingin melepas diri, kalah dengan tangannya yang begitu kekar. "Biar nanti mobilnya diantar pak sopir saja," katanya enteng."Apa semua wanita begini menyusahkan," katanya lagi. Dia nampak sebal melihat Nugroho mendekatiku. Wajah cemburunya tidak bisa di sembunyikan."Mau kemana?" tanyaku spontan."Aku antar pulang, Daddy sudah menunggumu sejak tadi.""Maksudnya?" apa benar daddy menungguku. Darimana dia tahu. Bisa saja ini hanya akal-akalanya saja agar bisa mendekatiku."Kenapa heran begitu, bukannya kami berdua sama-sama tukang intip," balasnya sambil terkekeh.Dengan santainya dia menyetir, aku dibuat bingung sendiri dengan tingkahnya. Walau entah mengapa ada yang terasa hangat di hatiku. "Singkirkan pikiranmu bisa mencari laki-laki yang lain selain aku," katanya lagi. Kali ini nada bicaranya lebih intens. Ada ketegangan di wajahnya seperti sangat s

  • Pesona Istri Dari Desa   Beri Aku Kesempatan

    Dia terus menatapku membuatku salah tingkah. Dengan entengnya dia minum kopi yang aku pesan. Benar-benar meresahkan. Aku hanya bisa menunduk, tidak berani menatap wajahnya."Sejak kapan dokter Monica bisa minum kopi?" tanyanya lagi. Aku hanya bisa menunduk, tak kuat hanya sekedar memandangnya. Apa rasa ini tumbuh kembali? Mengingat dia jauh lebih fresh, serta hidupnya kulihat lebih teratur."Kenapa tidak berani memandangku?" tanyanya dengan santai. Cemilan yang bahkan kupesan ikut serta dia makan. Aku terus menarik napas agar bisa mengendalikan diri."Apa kerjaan dokter yang dikatakan hebat ini suka ngintip?" tanyaku. Aku tak mau kalah."Kalau bisa aku akan mengintipmu setiap saat, Sayang." Duh, kenapa dia menatapku seperti itu.Aku bangkit dan beranjak dari tempat duduk, tapi abang Brayen langsung menahanku. Mata kami beradu, dia bahkan menatapku dengan lekat."Mau kemana?" tanyanya."Mau kembali ke rumah sakit, gara-gara kalian hidupku tidak tenang, tidak daddy, anda pun demikian.

  • Pesona Istri Dari Desa   Suka Ngintip?

    "Apa tidak salah dokter mau bekerja sama dengan hospital group, mengingat Perusahaan Adytama salah satu perusahaan terbesar di kota ini.""Tidak masalah, Bu. Yang punya kan daddy saya, sementara saya baru merintis." "Oh, baiklah."Ini bukan sekali dua kali ketika pertemuan mereka terlihat heran, tapi sebenarnya aku sengaja membuka identitasku di depan dokter Ika karena aku melihat dia membuka identitasnya waktu berkenalan. Sebagai pembisnis daddy selalu mengajarkan untuk tidak boleh terlihat lemah. Apalagi seperti orang yang heran dengan kekayaan atau kesuksesan orang lain, meski kita terlihat sederhana, tetapi harus tetap untuk menjaga pembawaan diri agar disegani oleh rival. Ini yang aku pegang, ketika menemukan sosok seperti dokter Ika, maka aku pun tidak boleh menunjukkan kelemahan di hadapan dia."Mari kita mulai, Dok," sambungnya.Setelah panjang lebar kami berkomunikasi akhirnya kami menemukan kesimpulan. Kami juga sepakat membangun kerja sama kedepannya. Fokus dengan tujuan,

  • Pesona Istri Dari Desa   Apa Aku Orang Yang Beruntung?

    Semalaman aku berpikir keras, amarah daddy masih nampak jelas di depanku. Kurasa itu sangat wajar, orang tua mana yang mau melihat anaknya susah untuk kedua kalinya. Aku pun heran bahkan sekian tahun berganti mengapa harus dia? Mengapa dia masih bertahta padahal kesalahannya begitu fatal. Harusnya aku menyadari bahwa dinding diantara kami begitu tinggi dan kokoh, bahkan aku sadar di kehidupan kedua pun tak ada yang merestui hubungan kami. "Monica, bunda boleh masuk?" tanya bunda yang sedang mengetuk pintu kamarku. "Boleh, Bund. Monica tidak menguncinya."Bunda masuk lalu mengajakku bicara, nampak sekali bunda terlihat cemas melihatku. Apakah aku terus yang akan membuat hatinya terluka? Tanpa berbicara pun, bunda paham dengan apa yang aku rasakan. "Apa ucapan daddy mengganggumu?" tanya bunda. "Gak, Bund. Menurutku itu hal wajar sebagai orang tua. Aku pun sebagai orang tua akan bersikap demikian jika membuat hati anakku sakit.""Apa susah bagimu melupakan cinta pertamamu?" tanya b

  • Pesona Istri Dari Desa   Sepertinya Tak ada Harapan

    Ada hangat dalam hati ini yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, setidaknya aku punya harapan bersamanya lagi tanpa merebut dia dari Aksen. Setitik asa mulai terlihat untuk mengulang kembali di masa depan bersamanya. Wajahnya bahkan senyumnya begitu candu bagiku. Aku rasa ini yang dinamakan cinta yang berbalik padaku, wanita yang pernah menjadi adik angkatku itu membuat hidupku berubah drastis. Apa aku serakah dengan perasaan ini? Walau jujur aku bahagia bisa melihatnya lebih dekat tanpa takut dia milik orang lain."Kenapa melamun begitu?" tanya Aksen tiba-tiba sudah ada di rumah sakit.Dia memang laki-laki tak terduga, kadang aku berpikir kenapa ada laki-laki sebaik dia. Meski aku pernah berkelahi dengannya tak sedikit pun dia membalas, dia justru selalu membantuku dalam diam. Hatinya seluas samudera yang kadang membuatku malu sendiri. Walau jujur aku heran dia belum memiliki keturunan bersama Monica."Sejak kapan di Indo?" tanyaku balik."Sudah seminggu ini," balasnya."Kenapa

DMCA.com Protection Status