Jadwal upnya belum teratur sampai bab 32, semoga kalian sabar menunggu, apalagi jika aku belum up atau tidak up, hehehehe. Terima kasih yang tetap mengikuti kisah Alina dan Aksa. Sayang kalian. Kalau mau tanya-tanya soal buku ini, atau mau cerita cerita, bisa kunjungi aku di sosmed aku, ya. Ketik saja napenku di sana. Aililea, akan muncul akunku nantinya. Terima kasih.
“Mau sampai kapan kita nampung Kak Alina? Aku tuh nggak bebas. Mau apa-apa ngerasa nggak enak, mau beli ini takut diceramahi, mau jalan-jalan takut dinasihati. Lama-lama aku tuh nggak nyaman ada dia di sini. Kakak kamu itu sudah berumur kenapa nggak nikah? Jadi beban saja! Pantas saja Tuhan belum kasih kita momongan, soalnya kita masih ada beban Kak Alina!”“Kenapa kamu ngomong seperti itu? Bukankah dulu sebelum kita nikah, kamu setuju serumah dengan Kak Alina?”Alina berhenti mengulurkan tangan menyentuh gagang pintu saat mendengar suara adik iparnya. Dia mendengar iparnya mempermasalahkan dirinya tinggal di sana lagi. Ini bukanlah yang pertama kali Alina mendengar iparnya berdebat dengan sang adik.“Mau bagaimanapun, Kak Alina itu kakakku, Karin. Dia yang membesarkan dan bertanggung jawab kepadaku sampai aku besar. Aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja, apalagi membiarkannya hidup sendirian di luaran sana.”Alina masih berdiri termangu di depan pintu, mendengarkan sang adik yang
Alina dan Aksa sudah berada di depan kantor urusan agama.Alina memandang bangunan itu, sebelumnya dia mengantar Dani mendaftar pernikahan, tetapi siapa sangka sekarang dia yang akan mendaftarkan pernikahannya dengan pria asing nan dingin yang ada di sampingnya sekarang ini.Alina melirik Aksa sekilas, tetapi buru-buru menatap kantor urusan agama itu lagi karena tak ingin membuat masalah jika Aksa tersinggung akibat tatapannya.Nenek Agni meninggalkan Alina berdua dengan Aksa karena Nenek Agni bilang ada keperluan, sehingga dia dan Aksa harus mengurus surat nikah mereka berdua saja.Alina mendengar suara dehaman dari Aksa, membuatnya menoleh dan melihat pria itu masih berdiri di sampingnya.“Kita jadi masuk?” tanya Alina memastikan karena mereka sudah cukup lama hanya berdiri di sana.Alina tertegun.Aksa menoleh dan menatapnya datar, sejurus kemudian pria itu bertanya, “Apa kamu yakin mau melanjutkan pernikahan ini? Aku yakin kamu juga terpaksa karena didesak nenekku?”Tubuh Alina me
“Apa kamu paham?” tanya Aksa memastikan.“Paham,” balas Alina masih menatap pria itu.Alina kembali diam. Dia tidak tahu harus bagaimana, semua yang terjadi hari ini terlalu mendadak untuknya.“Kamu butuh cincin pernikahan. Ikut denganku!” perintah Aksa kemudian menarik kesadaran Alina. Alina lalu melihat Aksa yang sudah melangkah menuju mobil yang terparkir di halaman KUA.“Kamu tidak perlu membelikanku cincin, aku akan pergi membelinya sendiri,” ujar Alina, mengejar langkah panjang Aksa.Di hadapan Alina, Aksa tiba-tiba berhenti lalu memutar tubuhnya menghadap Alina.“Pernikahan kita terjadi karena sama-sama membutuhkan. Kamu mau menikahiku saja sudah membuatku tenang. Tidak masalah jika kamu tak membelikanku cincin, aku bisa membelinya sendiri,” ucap Alina menjelaskan, merasa tak perlu menuntut apa pun dari Aksa.Alina tak ingin merepotkan Aksa lagi.Untuk beberapa saat Aksa hanya diam menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa Alina mengerti, apalagi tatapan pria itu kepadanya mam
Tiba-tiba Aksa sudah ada di sampingnya dan menatap Alina dengan tatapan penuh cinta?! “Kamu mengenalnya?” tanya Aksa lagi pada Alina sambil menatap dua wanita di hadapan mereka. Kakak Karin terkejut melihat Aksa. Meski berpenampilan sederhana, tapi Aksa terlihat gagah dan tampan. “Dia ....” Kakak Karin mendadak tergagap saat melihat Aksa. “Aku suami Alina. Kami ke sini untuk membeli cincin pernikahan kami, bukankah begitu, Sayang?” Aksa kembali menoleh pada Alina, remasan di pinggang Alina seolah menunjukkan jika Alina miliknya yang tak bisa diganggu. Alina mengerjap. Dia hampir kehilangan kendali saat ini. Sentuhan Aksa dan panggilan ‘sayang’ dari Aksa membuat jantungnya berdegup. Tepat saat itu pelayan toko juga datang dan meminta Aksa membubuhkan tandatangan pada kartu kreditnya untuk melanjutkan pembayaran. Di saat yang sama, kakak Karin melihat kartu kredit yang dipakai Aksa, senyum miring kembali menghias di salah satu sudut bibir wanita itu. Senyum mengejek karena tahu s
Alina sangat terkejut mendengar ucapan Karin. Selama ini dia hanya mendengar ucapan itu secara tak sengaja ketika Karin berdebat dengan Dani, tetapi sekarang Karin bicara langsung padanya tanpa rasa canggung sama sekali.“Mau Kak Alina hamil duluan atau tidak. Aku tidak peduli, yang terpenting Kak Alina segera pindah saja. Kak Alina tahu, ‘kan? Biaya hidup semakin tinggi, gaji Dani hanya cukup buat kebutuhan sehari-hari dan keperluanku, adanya Kak Alina di sini hanya menjadi beban saja. Jatahku harus dipangkas karena Dani juga ingin memberi Kak Alina gajinya!” Karin bicara dengan nada ketus, tanpa menunjukkan rasa sopan juga pada Alina Karin berbicara sambil melipat kedua tangan di dada.Alina cukup terkejut mendengar Karin sekarang terang-terangan bicara seperti itu. Sejak awal, Alina merasa Karin bukan wanita yang baik bagi Dani, tetapi dulu dia setuju Dani menikahi Karin karena sang adik sangat mencintai wanita itu. Sekarang firasatnya terbukti, Karin memang tak pernah menyukainya
Aksa pergi setelah mengantar Alina ke apartemennya.Saat sudah mengemudi jauh dari apartemen, Aksa menghentikan mobil di bahu jalan di mana ada sebuah mobil mewah sudah terparkir di sana.Aksa keluar dari mobil, lalu berjalan ke mobil mewah itu.Pria berpakaian sopir langsung mengambil alih mobil yang tadi dipakai Aksa untuk membawa mobil itu pergi dari sana.“Siang, Pak.” Seorang pria memakai setelan formal membungkuk menyapa Aksa yang baru saja datang.“Pakaian Anda sudah ada di dalam mobil,” ucap pria itu saat Aksa berdiri di depannya.Aksa tak banyak bicara. Dia langsung masuk mobil yang sudah dibuka oleh sopirnya, lalu mengganti pakaian sederhananya dengan setelan jas mahal yang sudah tersedia di sana.Setelah Aksa selesai berganti pakaian. Asisten pribadi dan sopir masuk mobil, mereka lantas pergi menuju perusahaan.“Bagaimana pernikahan Anda?” tanya asisten Aksa yang ikut di mobil itu.Aksa hanya menatap sang asisten dari kaca spion tengah.Ilham langsung membungkam mulut melih
Alina bosan berada di apartemen. Ingin kembali ke butik tapi takut jika Nenek Agni tahu dan berpikiran yang tidak-tidak.Alina akhirnya menghubungi sahabatnya, sekaligus ingin memberitahu soal pernikahannya.“Hm … ada apa, Al?” tanya Kaira dari seberang panggilan.“Kamu sedang sibuk?” tanya Alina memastikan dulu sebelum bicara, takut sahabatnya itu sedang bertemu klien atau yang lainnya lalu terkejut.“Tidak, aku malah rasanya ingin kabur dari pekerjaan yang melelahkan ini,” jawab Kaira terdengar begitu malas dari seberang panggilan.Alina mendengar sahabatnya itu tertawa, lalu dia membalas, “Sudah enak jadi direktur umum, memangnya seberat apa pekerjaanmu, hm?”“Sudahlah, ada apa menghubungiku? Kamu mau mengajakku jalan-jalan?” tanya Kaira.“Bukan,” jawab Alina, “aku hanya ingin memberitahumu kalau aku baru saja menikah hari ini,” ucap Alina penuh kehati-hatian.Hening untuk beberapa waktu.“Halo, Kai?”“Kamu bilang apa tadi? Menikah?! APA MAKSUDNYA ITU?” Suara Kaira menggelegar dari
Alina melihat Aksa yang berjalan mendekat ke arahnya. Alina panik dan tanpa sadar berjalan mundur hingga terbentur dinding di belakangnya. Tatapan Aksa yang sayu tetapi dalam padanya membuat Alina menelan ludah susah payah dengan jantung yang tiba-tiba berdegup sangat cepat. “Ada apa? Mau apa kamu?” tanya Alina yang panik dan waspada karena Aksa terus maju. Aksa sudah sangat dekat dengan Alina, bahkan wajah mereka kini begitu dekat. Alina menahan napas sampai memejamkan mata saat Aksa menunduk ke wajahnya, hingga Aksa tiba-tiba menjatuhkan kening di pundak Alina. Alina sangat terkejut sampai langsung membuka mata, mengerjap untuk beberapa saat. Akan tetapi, kemudian memegangi tubuh Aksa yang limbung dan hampir jatuh. Dia melirik wajah Aksa, pria itu ternyata memejamkan mata. “Aksa.” Alina memanggil tetapi tidak ada respon. “Aksa, bangun dan pergi ke kamarmu,” ucap Alina mencoba membangunkan Aksa yang bersandar pada pundaknya. Tubuh seorang pria biasanya lebih berat dibanding t