Hari itu. Aksa dan Arlo bersiap pergi ke Singapore untuk pertemuan bisnis dengan klien penting dari beberapa negara. Ilham dan sekretaris Aksa juga akan menemani Aksa karena pertemuan itu termasuk dalam urusan pekerjaan.“Apa Arlo tidak bisa ditinggal saja? Biarkan dia di sini bersamaku,” ucap Kaira sambil menatap Arlo seperti tidak mau ditinggal Arlo.“Tidak, Bibi. Alo mau naik pesawat lalu lihat singa yang keluar airnya,” balas Arlo.Kaira terlihat sedih. Dia menoleh suaminya untuk mengiba, lalu menoleh Aksa dengan ekspresi datar seperti biasa.Kaira akhirnya memeluk Arlo, lalu berkata, “Bibi akan sangat rindu kamu. Jangan lupa nanti telepon, ya.”“Iya, Alo nggak lama kok.” Arlo menepuk-nepuk punggung Kaira.Mereka akhirnya berangkat. Arlo melambai pada Kaira saat mobil yang mereka tumpangi mulai melaju meninggalkan rumah.Sesampainya di bandara. Arlo berdiri di dinding kaca besar yang ada di ruang tunggu. Dia melihat pesawat yang akan membawa mereka ke Singapore.“Pesawatnya besal
Arlo masih menatap wanita elegan berambut panjang sedikit ikal di ujung itu. Wanita itu menghampiri Arlo lalu berjongkok di depannya.“Ini mobilmu, ya?” tanya wanita itu dengan suara lembut. Dia menatap Arlo sambil memulas senyum.“Mama.” Arlo langsung menyebut wanita itu dengan sebutan ‘Mama’.Wanita itu terkejut, tetapi tetap tersenyum. Dia memberikan mobil-mobilan itu ke tangan Arlo.Wanita itu ingin bertanya di mana orang tua bocah itu karena mau diantar agar tidak tersesat, tetapi asistennya sudah memanggil.“Nona, ayo!” Seorang wanita lain menahan pintu lift agar tidak tertutup lebih dulu.Wanita itu menoleh ke lift, lalu kembali menatap pada Arlo. Di saat itu, dia juga mendengar suara pria memanggil. Menyadari sudah ada yang mencari anak itu, wanita itu merasa tak perlu mencarikan di mana orang tuanya.“Ah, itu pasti papamu memanggil. Sekarang susul papamu, ya. Jangan membuat dia cemas dan jangan main sembarangan lagi, ya.” Wanita itu mengusap kepala bocah di depannya sambil be
Mira–wanita yang tadi ditabrak Arlo, berjalan keluar dari lift bersama sang asisten. Mereka menuju kamar untuk segera beristirahat.“Bagaimana persiapan acara fashion show besok?” tanya Mira sambil meletakkan tasnya di sofa.“Semua sudah siap, Nona. Model dari agensi pun baru tiba hari ini, tapi mereka menginap di hotel yang dekat dengan gedung agar lebih mudah menjangkau tempatnya,” ujar Naya–asisten Mira. Dia juga menjelaskan detail schedule acara yang mereka buat.“Baguslah, pastikan agar acara besok berjalan lancar. Jangan sampai mengecewakan sponsor yang ikut mendanai acara besok,” ujar Mira.“Iya, Nona.”“Kamu bisa pergi ke kamarmu. Terima kasih sudah bekerja keras,” ucap Mira sambil memulas senyum pada Naya.Naya tidak terkejut mendengar kata itu, tapi hal itu malah membuatnya merasa tidak enak hati.“Itu sudah tugas saya, Nona. Anda tidak harus berterima kasih,” ujar Naya.“Karena itu tugasmu dan kamu sudah bekerja keras, makanya kamu layak mendapat kata terima kasih,” balas M
Aksa dan yang lainnya sampai di gedung tempat pertemuan dengan para pengusaha diadakan. Mereka turun dari mobil dan melihat spanduk acara fashion show di tempat itu. Ada salah satu spanduk bertuliskan nama desainer dan tema peragaan busana hari itu, tetapi tidak memperlihatkan foto pemilik acaranya. “Sepertinya kita satu gedung dengan para model, Pak,” celetuk Ilham. “Lalu?” Aksa membalas sambil mengajak Arlo berjalan bersamanya. “Ya, tidak lalu, lalu, Pak. Hanya beruntung satu gedung dengan model-model cantik, bagus lagi bisa melihat,” balas Ilham dengan santainya. Sekretaris sampai menahan tawa mendengar kelakuan Ilham yang tidak takut terkena sembur. “Ingat istri, kecuali pulang nanti kamu mau dihajar istrimu, silakan berkenalan dengan model, nanti tinggal aku laporkan,” balas Aksa santai. “Alo juga mau lapolan sama Bibi Kai. Paman Ilham nakal.” Ilham langsung melotot, Kaira akan percaya jika Arlo yang cerita. “Ya, saya hanya bercanda,” balas Ilham, “Arlo jangan lapor, paman
Karissa sangat terkejut. Dia menatap Mira dengan rasa tak percaya. Tatapan mata Mira padanya pun seperti keheranan. Karissa ingin membuka suara, tetapi Adelia sudah bicara lebih dulu.“Sepertinya kamu masih syok dengan kejadian di panggung. Lebih baik kamu ke ruang istirahat dan tenangkan dirimu!” perintah Adelia dengan nada sedikit membentak.Adelia memberi isyarat ke asistennya agar membawa Karissa pergi. Dia pusing karena harus membayar kerugian atas kelalaian Karissa.Mira menatap Karissa yang diseret pergi dari hadapannya, kenapa Karissa memaki-makinya padahal dia yang memberi pekerjaan. Dia bingung, tatapannya pun penuh rasa penasaran.“Miss Mira, saya benar-benar meminta maaf atas masalah yang terjadi,” ucap Adelia.Mira mengembuskan napas kasar, lalu membalas, “Aku harus mengatasi kekacauan karena ketidakprofesionalan modelmu.”Mira tampak kesal. Dia berjalan ke atas panggung lalu mencoba meminta maaf atas masalah yang terjadi baru kemudian acara itu dilanjutkan lagi.Naya menu
Aksa buru-buru ke lobby bersama Ilham dan sekretaris. Dia marah karena Arlo pergi sendiri tetapi juga merasa cemas dan takut terjadi sesuatu pada putranya.Saat sampai di lobby, Aksa melihat Arlo duduk bersama seorang wanita muda. Dia segera mendekat lalu berjongkok di depan Arlo sambil memegang kedua tangan mungil putranya itu.“Kenapa pergi tidak bilang papa, hm?” Tangan Aksa sudah berkeringat dingin karena takut kehilangan Arlo.“Alo ketemu Mama,” ucap Arlo.Aksa terkesiap. Lagi, Arlo membahas soal mama.“Maaf, yang putra Anda maksud itu atasan saya. Dia terus menyebut atasan saya sebagai mama. Sepertinya putra Anda sedang kebingungan,” ujar Naya menjelaskan.Aksa langsung menatap pada Naya. Dia berdiri lalu berkata, “Maaf jika putra saya sudah merepotkan. Sampaikan maaf saya pada atasan Anda juga kalau putra saya sudah mengganggunya.”Naya mengangguk. Setelah Aksa berterima kasih, Naya pergi meninggalkan orang-orang itu.Saat Naya berjalan ke ruangan acara fashion show. Arlo kembal
Karissa menatap seorang pria berjas menahan tangannya, lalu pria itu melepasnya sedikit kasar.Mira dan Naya memperhatikan pria itu, mereka kenal.“Sebaiknya kamu tidak berbuat kekerasan,” ucap pria itu dengan suara tegas.Saat itu, Adelia datang dan terkejut melihat Karissa membuat keributan lagi.“Bukankah sudah kubilang agar kamu kembali ke hotel? Kenapa kamu membuat keributan lagi, huh?” Adelia sangat geram. Karissa semakin lama, semakin susah diatur.Mira menatap datar pada Karissa yang menatapnya penuh amarah. Dia benar-benar bingung dengan yang dilakukan model itu.“Saya minta maaf, Miss Mira.” Adelia masih harus bertanggung jawab atas kesalahan Karissa.“Sepertinya acaraku selanjutnya tidak akan mengambil model dari agensi kalian, sebab model kalian memiliki attitude yang sangat buruk,” ujar Mira dengan tegas.Adelia sangat terkejut. Dia murka, sampai mencengkram lengan Karissa dengan kuat.“Kami minta maaf.” Adelia benar-benar malu dan merasa dirugikan karena kelakuan Karissa
Arlo masih marah pada Aksa, bahkan tidak mau makan dan hanya makan es krim yang dipesan papanya. Aksa menatap Arlo yang memasang wajah memberengut dan tidak mau turun dari ranjang. Dia mendekat, lalu ikut duduk di ranjang sambil menatap pada Arlo.“Papa minta maaf kalau tadi salah bicara,” ucap Aksa membujuk, “apa Arlo tidak mau ikut ke pesta? Nanti pulangnya bisa lihat patung singa ngeluarin air?”Arlo akhirnya menoleh pada Aksa. Dia tidak mau bicara, tetapi hanya mengangguk kecil.Aksa langsung tersenyum. Dia mengulurkan tangan untuk mengajak Arlo berganti pakaian.Aksa dan yang lain pergi ke acara pesta para pebisnis dari mancanegara. Rata-rata para pebisnis itu semuanya rekan dan klien bisnis baru Aksa.Restoran bintang lima itu penuh dengan para pebisnis yang menghadiri pertemuan itu. Aksa terus menggandeng Arlo agar tidak lepas dan hilang seperti siang tadi.“Anda hanya datang dengan anak, di mana istri Anda?” tanya salah satu pengusaha.Bibir Aksa tersenyum tipis. Dia menjawab
Mira terkejut. Dia panik mendengar pertanyaan yang tak mungkin bisa dijawabnya. Dia melirik pada Sasmita, meminta bantuan untuk bisa mengatasi pertanyaan Nenek Agni.“Alina selama ini di luar negeri, Ma. Apa pun penjelasannya, yang penting dia sudah mau pulang. Lagi pula, Mama tahu betul alasannya, kan?” Sasmita bicara, mencoba meyakinkan Nenek Agni.Nenek Agni diam sejenak, lalu kembali menatap pada Mira.“Alo ketemu Mama di Singapole waktu ikut Papa. Makanya, Alo ajak Mama pulang,” celoteh Arlo menyelamatkan kepanikan Sasmita dan Mira.Mira tersenyum canggung sambil mengangguk.Nenek Agni merasa sedikit aneh, tetapi dia mengabaikannya karena yang terpenting Alina ada di sini.“Kamu benar-benar sudah memaafkan kami?” tanya Nenek Agni seraya menatap penuh harap pada Mira.Mira menganggukkan kepala sambil memulas senyum.Nenek Agni begitu lega. Dia kembali memeluk Mira sambil berulang kali mengucap rasa syukur.Di luar kamar. Bams dan Naya menunggu di ruang keluarga. “Sepertinya maman
Mira akhirnya setuju pergi ke rumah Sasmita. Dia sebenarnya takut jika diminta berbohong, tetapi juga tidak tega melihat Sasmita yang sampai berlutut, sedangkan dia tidak mengenal wanita.“Apa kamu ada pertanyaan dari apa yang aku jelaskan tadi?” tanya Sasmita saat mereka masih di mobil dalam perjalanan menuju rumah.“Tidak ada,” jawab Mira.Sasmita tersenyum, lalu kembali berkata, “Terima kasih mau membantuku. Ya, aku tahu ini salah, tapi hanya ini satu-satunya cara agar dia bisa bangun dari ranjang.”Mobil mereka akhirnya sampai di rumah Sasmita.Mira dan yang lainnya turun. Arlo langsung menggandeng Mira saat akan masuk ke rumah.Semua pelayan dan pekerja di sana terkejut. Mereka gelagapan dan keheranan, sama seperti pelayan di rumah Aksa. Sepertinya Mira harus mulai terbiasa dengan situasi seperti ini, bisa saja di luar sana nanti, akan banyak yang terkejut seperti orang-orang di sini.“Beliau di kamar. Kita masuk sekarang,” ajak Sasmita.Mira mengangguk. Dia masuk ditemani Arlo d
Aksa berjalan di koridor perusahaan dengan kedua tangan terkepal. Sorot matanya menunjukkan rasa gelisah dan penasaran yang membuncah, tetapi ekspresi wajahnya terlihat tenang.“Silakan, Pak. Pak Restu sudah menunggu Anda di dalam,” kata Rizki saat menyambut kedatangan Aksa.Aksa mengangguk. Rizki membuka pintu ruangan Restu, lalu mempersilakan Aksa untuk masuk.“Apa yang membawamu datang ke sini?” tanya Restu seraya berdiri untuk menyambut kedatangan Aksa.Aksa tersenyum kecil, dia tidak membalas tetapi langsung duduk bersama Restu.Mereka duduk tanpa kata, sampai Rizki masuk menyajikan kopi, lalu kembali meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.“Pak Restu, Anda tahu kalau saya sangat menghormati Anda, bukan?” Aksa bicara sambil menatap pada Restu.Restu diam sejenak, lalu mengangguk.“Tentu saja. Kamu adalah pengusaha muda sukses yang paling menghargaiku,” balas Restu.“Jadi, saya punya pertanyaan, Anda tidak akan berbohong ketika menjawabnya, kan?” Aksa bicara sambil menatap begi
“Alina.”Mira berdiri saat wanita yang dihampiri Arlo memanggilnya dengan nama Alina. Ya, seperti orang lainnya yang salah mengira dan menganggap Mira adalah Alina.Bams dan Nara baru saja sampai di sana, lalu Bams terkejut ketika melihat Sasmita yang tiba-tiba memeluk Mira.Mira terkesiap. Wanita ini tiba-tiba memeluknya erat.“Maafkan mama, Alina. Mama benar-benar tidak pernah bermaksud jahat padamu.” Sasmita bicara sambil memeluk Alina.“Ini neneknya Alo, Mama.” Mendengar Arlo menyebut kata ‘mama’, membuat Sasmita yakin jika yang dipeluknya adalah Alina.Awalnya Mira memang bingung, tetapi akhirnya dia paham kenapa wanita paruh baya ini langsung memeluk dirinya.“Maaf, saya bukan Alina.”Sasmita terkejut. Dia melepas pelukan, lalu menatap pada wanita yang baru saja dia peluk. Jelas-jelas dia tidak salah lihat, lalu bagaimana bisa bukan Alina?“Nyonya, dia ini Nona Mira, tapi memang sangat mirip dengan Bu Alina.” Bams menjelaskan.“Bukan, ini mamanya Alo. Paman salah!” Arlo langsun
“Ini sudah malam. Aku balik ke kamar dulu, takutnya Arlo bangun dan mencari,” ucap Mira lalu berdiri dari posisi duduknya.Aksa mengangguk. Saat Mira akan melangkah pergi, Aksa memanggil.“Mira.”Mira menoleh dengan senyum manis di wajahnya.“Ya.”“Terima kasih karena mau menjaga Arlo dan menjaga perasaannya.”Mira terkejut Aksa sampai berterima kasih. Dia tersenyum sambil mengangguk lalu segera pergi meninggalkan dapur.Aksa masih ada di dapur, sampai beberapa saat kemudian Bams menghampiri dan duduk di kursi yang tadi Mira duduki.“Pak, apa Anda tidak berniat menemui dan bertanya pada Pak Restu soal Mira?” tanya Bams karena penasaran.Aksa hanya menatap tanpa menjawab, lalu Aksa berkata, “Cari informasi pasti ada hubungan apa antara Pak Restu dan Mira sampai Mira memiliki nama belakang Januarta, semisal memang Alina memalsukan kematiannya, tidak mungkin Pak Restu membantu begitu saja, kan? Pasti ada alasan yang masuk akal” ujar Aksa.Bams mengangguk-angguk mengerti.“Juga bantu seli
Mira baru saja selesai memandikan dan memakaikan baju Arlo. Naya di sana membantu Mira mengurus Arlo. “Arlo sudah tampan sekarang,” ucap Mira sambil menyisir rambut Arlo. “Alo tampan kayak Papa, tapi kayak Mama juga,” balas Arlo. Mira hanya tersenyum menanggapi ucapan Arlo. “Karena Papa sudah pulang, jadi aku harus pulang. Besok lagi kita mainnya, ya.” Ekspresi wajah Arlo langsung berubah. “Nggak mau! Mama nggak boleh pulang.” Arlo memeluk lengan Mira, takkan membiarkan Mira pergi dari rumah itu. Mira terkejut. Dia berusaha untuk membujuk. “Arlo, nggak boleh gitu, ya. Aku harus pulang, kan barang-barangnya ada di hotel, jadi harus pulang ke hotel,” ujar Mira. “Kalau begitu balang-balangnya dibawa ke sini!” Arlo tetap memeluk lengan Mira, takkan membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Mira sampai menatap pada Naya dengan ekspresi bingung. “Mama nggak boleh pelgi!” Arlo melepas pelukan di tangan Mira, lalu mulai berguling di lantai. Mira dan Naya terkejut, apalagi Arlo terus
“Papa!” Arlo melihat sang papa berdiri termangu di kamarnya, membuat Arlo berteriak memanggil. Dia bahkan melambaikan tangan sambil melebarkan senyum dengan begitu ceria.Mira menoleh dan melihat Aksa yang ternyata sudah pulang.“Kamu sudah pulang, kupikir masih lama,” ucap Mira.Aksa sempat terdiam karena keterkejutannya melihat tahi lalat di leher belakang Mira, tetapi dia mencoba bersikap biasa dengan mengangguk menanggapi ucapan Mira.“Bams tadi bilang kalau kamu mungkin akan terlambat, jadi kupikir untuk mengurus Arlo sebelum kamu pulang,” ucap Mira agak canggung.“Ya, tadi ada beberapa pekerjaan yang memang harus diselesaikan, tapi semua sudah diselesaikan,” balas Aksa.Mira mengangguk-angguk.“Aku minta izin mandiin Arlo, dia berkeringat banyak karena seharian terus main,” ucap Mira begitu sopan.“Iya,” balas Aksa dengan anggukan kecil.“Ayo!” Mira menggandeng Arlo menuju kamar mandi.Arlo berjalan bersama Mira sambil melambaikan tangan pada Aksa.Aksa memandang Arlo yang begit
Bams datang menghampiri Mira dan Naya yang ada di ruang keluarga sedang menemani Arlo menonton kartun.“Pak Aksa baru saja menghubungi, beliau berkata jika pulang sedikit terlambat karena masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan,” ujar Bams pada Mira.Mira menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Ini sudah sore, seharusnya dia pulang ke hotel tetapi juga tidak bisa meninggalkan Arlo tanpa Aksa, Mira yakin Arlo tidak akan mau ditinggal.“Sepertinya kita harus menunggu sampai Aksa pulang,” ucap Mira pada Naya, “apa kamu bisa ambilkan baju ganti di hotel?” tanya Mira selanjutnya. Dia tidak mungkin memakai pakaian yang sudah dipakainya seharian sampai malam, kan?Naya mengangguk. Dia lalu berdiri untuk kembali ke hotel.Bams mendengar percakapan Mira dan Naya, lalu berkata, “Apa Anda mau pinjam baju Bu Alina. Pakaian beliau masih disimpan rapi di rumah ini.”Mira terkejut mendengar tawaran Bams. Dia menggeleng.“Jangan, itu tidak akan sopan,” jawab Mira, “biar
“Arlo, sarapan dulu. Papa setelah ini harus ke kantor. Arlo di rumah dulu bersama Paman Bams karena masih belum sembuh,” kata Aksa yang bicara sambil mengikat dasi.Aksa tidak mendapat balasan dari Arlo, membuat pria itu menoleh dan melihat putranya duduk di sofa sambil bersidekap.“Arlo, kenapa malah diam begitu?” tanya Aksa.Pagi itu, Aksa sengaja meminta pelayan membawa sarapan Arlo ke kamar agar dia bisa mengawasi sambil bersiap-siap ke kantor.“Alo nggak mau makan. Maunya disuapi Mama.” Arlo memasang wajah cemberut. Bibirnya mengerucut panjang.Aksa menghela napas kasar. Dia bingung karena Arlo merajuk lagi padahal dia ada rapat penting. Aksa juga tidak mungkin menghubungi dan meminta Mira datang lalu dianggap merepotkan.Aksa mendekat, lalu duduk di samping Arlo.“Arlo makan, ya. Janji setelah rapatnya selesai, papa akan segera pulang,” ujar Aksa membujuk.“Nggak mau. Alo maunya disuapi Mama.” Arlo kekeh tidak mau mendengar bujukan Aksa, bahkan dia sampai memalingkan muka.Aksa