Mira–wanita yang tadi ditabrak Arlo, berjalan keluar dari lift bersama sang asisten. Mereka menuju kamar untuk segera beristirahat.“Bagaimana persiapan acara fashion show besok?” tanya Mira sambil meletakkan tasnya di sofa.“Semua sudah siap, Nona. Model dari agensi pun baru tiba hari ini, tapi mereka menginap di hotel yang dekat dengan gedung agar lebih mudah menjangkau tempatnya,” ujar Naya–asisten Mira. Dia juga menjelaskan detail schedule acara yang mereka buat.“Baguslah, pastikan agar acara besok berjalan lancar. Jangan sampai mengecewakan sponsor yang ikut mendanai acara besok,” ujar Mira.“Iya, Nona.”“Kamu bisa pergi ke kamarmu. Terima kasih sudah bekerja keras,” ucap Mira sambil memulas senyum pada Naya.Naya tidak terkejut mendengar kata itu, tapi hal itu malah membuatnya merasa tidak enak hati.“Itu sudah tugas saya, Nona. Anda tidak harus berterima kasih,” ujar Naya.“Karena itu tugasmu dan kamu sudah bekerja keras, makanya kamu layak mendapat kata terima kasih,” balas M
Aksa dan yang lainnya sampai di gedung tempat pertemuan dengan para pengusaha diadakan. Mereka turun dari mobil dan melihat spanduk acara fashion show di tempat itu. Ada salah satu spanduk bertuliskan nama desainer dan tema peragaan busana hari itu, tetapi tidak memperlihatkan foto pemilik acaranya. “Sepertinya kita satu gedung dengan para model, Pak,” celetuk Ilham. “Lalu?” Aksa membalas sambil mengajak Arlo berjalan bersamanya. “Ya, tidak lalu, lalu, Pak. Hanya beruntung satu gedung dengan model-model cantik, bagus lagi bisa melihat,” balas Ilham dengan santainya. Sekretaris sampai menahan tawa mendengar kelakuan Ilham yang tidak takut terkena sembur. “Ingat istri, kecuali pulang nanti kamu mau dihajar istrimu, silakan berkenalan dengan model, nanti tinggal aku laporkan,” balas Aksa santai. “Alo juga mau lapolan sama Bibi Kai. Paman Ilham nakal.” Ilham langsung melotot, Kaira akan percaya jika Arlo yang cerita. “Ya, saya hanya bercanda,” balas Ilham, “Arlo jangan lapor, paman
Karissa sangat terkejut. Dia menatap Mira dengan rasa tak percaya. Tatapan mata Mira padanya pun seperti keheranan. Karissa ingin membuka suara, tetapi Adelia sudah bicara lebih dulu.“Sepertinya kamu masih syok dengan kejadian di panggung. Lebih baik kamu ke ruang istirahat dan tenangkan dirimu!” perintah Adelia dengan nada sedikit membentak.Adelia memberi isyarat ke asistennya agar membawa Karissa pergi. Dia pusing karena harus membayar kerugian atas kelalaian Karissa.Mira menatap Karissa yang diseret pergi dari hadapannya, kenapa Karissa memaki-makinya padahal dia yang memberi pekerjaan. Dia bingung, tatapannya pun penuh rasa penasaran.“Miss Mira, saya benar-benar meminta maaf atas masalah yang terjadi,” ucap Adelia.Mira mengembuskan napas kasar, lalu membalas, “Aku harus mengatasi kekacauan karena ketidakprofesionalan modelmu.”Mira tampak kesal. Dia berjalan ke atas panggung lalu mencoba meminta maaf atas masalah yang terjadi baru kemudian acara itu dilanjutkan lagi.Naya menu
Aksa buru-buru ke lobby bersama Ilham dan sekretaris. Dia marah karena Arlo pergi sendiri tetapi juga merasa cemas dan takut terjadi sesuatu pada putranya.Saat sampai di lobby, Aksa melihat Arlo duduk bersama seorang wanita muda. Dia segera mendekat lalu berjongkok di depan Arlo sambil memegang kedua tangan mungil putranya itu.“Kenapa pergi tidak bilang papa, hm?” Tangan Aksa sudah berkeringat dingin karena takut kehilangan Arlo.“Alo ketemu Mama,” ucap Arlo.Aksa terkesiap. Lagi, Arlo membahas soal mama.“Maaf, yang putra Anda maksud itu atasan saya. Dia terus menyebut atasan saya sebagai mama. Sepertinya putra Anda sedang kebingungan,” ujar Naya menjelaskan.Aksa langsung menatap pada Naya. Dia berdiri lalu berkata, “Maaf jika putra saya sudah merepotkan. Sampaikan maaf saya pada atasan Anda juga kalau putra saya sudah mengganggunya.”Naya mengangguk. Setelah Aksa berterima kasih, Naya pergi meninggalkan orang-orang itu.Saat Naya berjalan ke ruangan acara fashion show. Arlo kembal
Karissa menatap seorang pria berjas menahan tangannya, lalu pria itu melepasnya sedikit kasar.Mira dan Naya memperhatikan pria itu, mereka kenal.“Sebaiknya kamu tidak berbuat kekerasan,” ucap pria itu dengan suara tegas.Saat itu, Adelia datang dan terkejut melihat Karissa membuat keributan lagi.“Bukankah sudah kubilang agar kamu kembali ke hotel? Kenapa kamu membuat keributan lagi, huh?” Adelia sangat geram. Karissa semakin lama, semakin susah diatur.Mira menatap datar pada Karissa yang menatapnya penuh amarah. Dia benar-benar bingung dengan yang dilakukan model itu.“Saya minta maaf, Miss Mira.” Adelia masih harus bertanggung jawab atas kesalahan Karissa.“Sepertinya acaraku selanjutnya tidak akan mengambil model dari agensi kalian, sebab model kalian memiliki attitude yang sangat buruk,” ujar Mira dengan tegas.Adelia sangat terkejut. Dia murka, sampai mencengkram lengan Karissa dengan kuat.“Kami minta maaf.” Adelia benar-benar malu dan merasa dirugikan karena kelakuan Karissa
Arlo masih marah pada Aksa, bahkan tidak mau makan dan hanya makan es krim yang dipesan papanya. Aksa menatap Arlo yang memasang wajah memberengut dan tidak mau turun dari ranjang. Dia mendekat, lalu ikut duduk di ranjang sambil menatap pada Arlo.“Papa minta maaf kalau tadi salah bicara,” ucap Aksa membujuk, “apa Arlo tidak mau ikut ke pesta? Nanti pulangnya bisa lihat patung singa ngeluarin air?”Arlo akhirnya menoleh pada Aksa. Dia tidak mau bicara, tetapi hanya mengangguk kecil.Aksa langsung tersenyum. Dia mengulurkan tangan untuk mengajak Arlo berganti pakaian.Aksa dan yang lain pergi ke acara pesta para pebisnis dari mancanegara. Rata-rata para pebisnis itu semuanya rekan dan klien bisnis baru Aksa.Restoran bintang lima itu penuh dengan para pebisnis yang menghadiri pertemuan itu. Aksa terus menggandeng Arlo agar tidak lepas dan hilang seperti siang tadi.“Anda hanya datang dengan anak, di mana istri Anda?” tanya salah satu pengusaha.Bibir Aksa tersenyum tipis. Dia menjawab
Aksa masih bergeming dengan tatapan tak teralihkan. Dia tahu wanita itu sangat mirip, tetapi Aksa menyadari jika istrinya sudah meninggal dan dia menyaksikan sendiri jenazahnya sebelum dikebumikan.Meski di dunia ini terkadang ada orang yang memiliki kemiripan dengan orang lain, tetapi bukankah seharusnya ada yang membedakan? Wanita itu, kenapa begitu mirip dengan mendiang istrinya?Aksa memejamkan mata sejenak. Dia merasa jantungnya berdegup dengan cepat sehingga Aksa berusaha untuk menetralkannya.Meski dia mengakui wanita itu sangat mirip, tetapi dia mencoba menepis hal itu dari pikirannya. Istrinya sudah meninggal tiga tahun lalu dan Aksa tidak boleh menganggap orang lain sebagai istrinya meski semirip apa pun wanita itu.Aksa tidak mau gegabah mencari ta
Aksa dan Mira saling pandang. Aksa melihat tatapan penuh amarah dari mata wanita di depannya saat ini. Dia sendiri tidak mengerti, kenapa dia sangat ingin memastikan apakah wanita di depannya adalah Alina atau bukan, padahal sudah jelas tahu faktanya. Aksa nekat ingin melihat tahi lalat di belakang leher wanita itu, hingga berakhir mendapat tamparan yang keras. Mira masih mengatur emosinya yang meluap, tidak cukupkah kesialannya tadi siang sampai harus berlanjut malam dengan bertemu pria mesum di depannya ini? Tidak ingin semakin kesal, Mira memilih meninggalkan pria itu begitu saja. Dia urung pergi ke toilet dan sudah tidak mood melanjutkan pesta. Aksa hanya diam, memandang pada wanita yang kini berjalan menjauh darinya. Dia memegang dada, kenapa rasanya aneh? Jantungnya tidak bisa berhenti berdegup dengan cepat, rasanya seperti mau meledak karena memompa terlalu keras. Sial, apa ini? Mira kembali ke ruang pesta dengan wajah kesal. Dia menghampiri Raffan yang sedang bicara dengan
Alina dan Aksa ke rumah Jia saat sore hari. Arlo juga ikut, bocah kecil itu langsung bermain dengan Anya.“Suamimu bilang kalau kamu sedang hamil, apa itu benar?” tanya Daniel yang juga ada di rumah itu.“Hamil?” Jia terkejut karena tidak tahu.Alina menoleh pada suaminya, lalu memandang pada Daniel dan Jia.“Iya, sudah sepuluh minggu. Aku juga baru tahu saat di Paris dan tadi baru saja dipastikan ke dokter,” ujar Alina menjelaskan.“Wah, ini kabar membahagiakan. Selamat, ya.” Jia turut senang mengetahui kehamilan Alina.“Kali ini jangan kurung kakakku lagi,” ucap Daniel seraya memicingkan mata pada Aksa.“Asal dia tidak berniat kabur, aku tidak akan mengurungnya,” balas Aksa.Alina tertawa mendengar perdebatan dua pria ini. Lalu dia menggenggam erat telapak tangan Aksa.“Maksud kedatangan kami ke sini karena ingin meminta tolong,” ucap Alina.“Tolong apa?” tanya Jia penasaran.“Akhir pekan ini, apa bisa bantu jaga Arlo? Kami sudah bertanya sama Arlo, dia mau ditinggal kalau bersama A
Arlo menatap Aksa dan Alina bergantian. Dia merasakan genggaman tangan kedua orang tuanya yang semakin kuat.“Apa Mama kayak Bibi Kai? Nanti pelutnya besal, telus dapat adik?” tanya Arlo seraya menatap pada Alina.“Iya, seperti itu,” jawab Alina dengan rasa cemas yang menggunung. Tak ada yang lebih membuatnya cemas selain kemarahan dan kekecewaan Arlo.Arlo diam sedang berpikir, lalu bertanya, “Belalti Alo nanti punya adik kecil, telus bisa jadi temannya Alo?”Alina mengangguk-angguk.Arlo melebarkan senyum, lalu berkata, “Alo suka. Belalti nanti Alo punya banyak teman. Ada Anya, adik kecil, telus adik lagi.”Arlo mengabsen berapa banyak temannya nanti dengan jari.Alina dan Aksa saling pandang, apa ini artinya Arlo tidak keberatan jika Alina hamil?“Arlo tidak marah?” tanya Alina memastikan.Arlo menoleh Alina lagi, lalu berkata, “Kenapa Alo malah? Alo senang kalena bakal punya banyak teman.”“Arlo tidak marah kalau nanti Mama lebih fokus pada adik?” tanya Aksa memastikan dulu.Kecem
Alina dan Aksa akhirnya pulang bersama yang lain. Kini mereka berada di mobil yang menjemput mereka dari bandara menuju rumah.“Kita harus memberitahu Arlo soal kehamilanku,” ucap Alina pada Aksa.“Bagaimana cara bicaranya? Aku rasa dia akan sulit memahami,” balas Aksa.Alina mengembuskan napas kasar.“Aku juga bingung, apalagi Arlo seperti masih menginginkan banyak perhatian dariku. Aku memaklumi, apalagi sejak kecil Arlo kurang kasih sayang dariku,” ucap Alina sekarang malah bingung dengan kehamilannya itu.Aksa melihat Alina yang cemas. Dia menggenggam telapak tangan Alina untuk meyakinkan dan menguatkan.“Kita bicara dengannya pelan-pelan, juga kita usahakan agar tidak mengurangi perhatian dan kasih sayang padanya agar dia tidak cemburu,” ucap Aksa.Alina mengangguk mengerti.Mobil mereka akhirnya sampai di rumah. Arlo dan yang lain ternyata sudah menunggu kedatangan mereka.“Mama!” Arlo berlari menghampiri mobil yang baru saja berhenti. Dia tak sabar ingin segera memeluk sang mam
Alina baru saja bangun setelah semalam menghabiskan waktu bersama Aksa. Dia melihat ke kaca jendela kamar hotel dan melihat jika hari sudah pagi.Alina meraih ponsel. Dia mendapatkan pesan dari Daniel.[Kapan kalian pulang? Arlo sudah merajuk, dia merasa kalau papanya sedang merebutmu. Anakmu ini memang unik.]Alina tersenyum membaca pesan Daniel. Adiknya ini pasti kerepotan mengurus Arlo sendirian.[Kalau tidak ada halangan kami akan pulang besok, tiketnya sudah dipesan.]Alina mengirim pesan balasan untuk Daniel, lalu beberapa saat kemudian mendapat pesan dari sang adik yang menunggu mereka pulang.“Kamu tersenyum karena apa, hm?” Alina menoleh saat mendengar suara suaminya. Kini tangan Aksa sudah melingkar di perut Alina.Alina meletakkan ponselnya kembali ke nakas, lalu kembali berbaring seraya memeluk Aksa.“Dani mengirim pesan, katanya Arlo merajuk karena kamu merebutku.]Aksa membuka mata. Dia melihat senyum merekah di wajah Alina.“Aku semakin tak mau pulang,” ucap Aksa sambi
“Siapa pria itu?” Aksa benar-benar murka.Alina mengulum bibir melihat Aksa kesal. Dia mengusap lembut pipi Aksa untuk meredam amarah pria itu.“Pria mana yang mau kamu bunuh, hm ….” Alina bangun dari pelukan Aksa.Aksa menahan tangan Alina yang menjauh darinya.“Kamu mau ke mana?” tanya Aksa.“Kamu bilang mau tahu siapa yang aku membuatmu diduakan, kan? Tunggu!” Alina melepas tangan Aksa yang menahan tangannya. Dia membuka laci, lalu mengambil sesuatu dari sana.Aksa memperhatikan, apa sebenarnya yang Alina sembunyikan? Benarkah istrinya punya selingkuhan.Alina tersenyum lebar, lalu memperlihatkan sesuatu di tangannya.“Ini sainganmu,” ucap Alina dengan senyum merekah di wajah.Aksa memandang testpack yang ada di tangan Alina. Tatapan matanya menunjukkan keterkejutan dan rasa tak percaya.“Al ….” Aksa memandang alat itu dan Alina secara bergantian.Alina tidak tahu apakah Aksa senang atau tidak, dia memandang testpack dengan tanda plus di tengahnya itu, lalu menjelaskan, “Sejak samp
Aksa mengurai pelukan. Dia membalikkan tubuh Alina agar menghadap padanya, lalu dia pandangi sepuasnya.“Ada apa, kamu capek dan mau istirahat dulu?” tanya Alina seraya mengusap dada suaminya. Tatapannya lembut dan penuh kasih sayang pada Aksa.“Ya, aku mau istirahat tapi denganmu,” jawab Aksa.Alina semakin melebarkan senyum.“Ayo!” ajak Alina.Alina menggandeng tangan Aksa untuk mengajaknya ke ranjang.Aksa tak melangkah. Dia menahan gandengan tangan Alina, sampai istrinya itu tertarik ke atasnya.“Aksa,” pekik Alina karena terkejut.Aksa hanya tersenyum. Dia menyentuh dagu Alina agar tatapan mereka bertemu.“Urusi rinduku ini lebih dulu, sebelum beristirahat,” ucap Aksa dengan tatapan penuh arti.Belum juga Alina membalas, Aksa sudah lebih dulu menyambar bibirnya.Alina tak berkutik. Dia akhirnya memejamkan mata seraya meremas sisi kemeja Aksa.Aksa terus melumat bibir Alina hingga kepala mereka bergerak seirama dengan ciuman yang semakin memanas.Alina melepas satu persatu manik k
Tak terasa waktu cepat berlalu. Ini sudah hampir satu tahun sejak semua kejadian menegangkan terjadi dalam kehidupan Alina. Satu tahun setelah dirinya ingat dan kembali ke keluarga kecilnya.[Aku tiba-tiba merindukanmu. Apa kamu sibuk?]Alina membaca ulang pesan yang dikirimkannya pada Aksa sekitar satu jam yang lalu. Namun, pesan itu belum juga dibaca, membuat Alina agak sedih.Alina sedang berada di Paris. Dia menghadiri acara fashion show yang menampilkan hasil karyanya juga. Sekarang Alina berdiri di belakang panggung karena sebentar lagi gilirannya memberikan sambutan setelah busananya diperagakan.Alina berharap bisa membaca pesan dari Aksa agar dirinya lebih bersemangat, tetapi sepertinya suaminya belum sempat membuka ponsel, sehingga Alina harus lebih bersabar.Dua hari ini Alina memang kurang sehat. Namun, dia tidak bisa pulang begitu saja dan meninggalkan acara besar yang selalu menjadi impian setiap desainer.“Nona, setelah ini giliran Anda,” ucap Naya mengingatkan karena A
Keesokan harinya. Aksa dan Alina pergi ke rumah sakit setelah mengantar Arlo ke sekolah. Mereka hendak menjenguk Kaira dan bayinya.“Kalian datang.” Kaira sangat senang melihat Alina.“Tentu saja, bagaimana bisa aku tidak datang.” Alina menghampiri Kaira, lalu memeluk sahabatnya itu.“Apa persalinanmu lancar?” tanya Alina memastikan kondisi sahabatnya itu lebih dulu.“Iya, sangat lancar,” jawab Kaira, “semalam tiba-tiba kontraksi, Ilham langsung membawaku ke sini dan ternyata sudah pembukaan delapan.”Alina menghela napas lega. “Syukurlah, aku senang mendengarnya.”Kaira mengangguk-angguk.Alina melihat bayi Kaira. Sahabatnya itu melahirkan anak perempuan.“Dia sangat cantik sekali.” Alina menggendong bayi menggemaskan itu.“Kamu kapan nambah?” tanya Kaira karena melihat Alina sangat suka melihat bayi.Alina menoleh pada Kaira, tetapi setelahnya melirik Aksa.“Aku masih punya bayi besar yang harus kuberi perhatian, jadi lebih baik jangan berharap punya bayi mungil,” jawab Alina.Kaira
Saat malam hari. Alina masuk kamar membawa secangkir kopi untuk Aksa. Dia melihat suaminya sedang mengecek pekerjaan dari laptop.“Aku tadi siang menemui Karin,” ucap Alina seraya meletakkan cangkir kopi di meja. Dia kemudian duduk di samping Aksa.“Kamu benar-benar menemuinya?” tanya Aksa cukup terkejut. Dia menatap Alina dengan rasa tak percaya.Alina mengangguk-angguk.“Aku hanya ingin Dani benar-benar mendapatkan kebahagiaannya. Jangan sampai Karin menjadi batu sandungan dengan selalu membayang-bayangi kehidupan Daniel dan Jia kelak. Belum apa-apa saja Karin berusaha merangsek masuk ke kehidupan Dani lagi, bagaimana kelak jika terus dibiarkan,” ujar Alina menjelaskan.Alina tidak pernah senekat ini dalam bertindak. Biasanya dia akan kasihan atau tidak tega, tetapi Karin menjadi pengecualian untuknya. Karin adalah wanita tak tahu diri, Daniel sudah pernah menawarkan keuntungan, tetapi Karin menolak. Sekarang malah berniat ingin kembali agar mendapat keuntungan lebih banyak.“Bagusl