Alina menyedot jus yang dipesannya. Dia melirik pada Ilham yang sedang mengaduk-aduk kopi tanpa semangat. Dia lalu menoleh pada suaminya yang sedang menyesap kopi. Mereka sudah pergi dari rumah Dimas dan sekarang berada di kafe untuk membahas soal nasib asmara Ilham dan Kaira. “Jadi, bagaimana keputusanmu sekarang? Mau berhenti atau bagaimana?” tanya Aksa tiba-tiba. Alina dan Ilham langsung menatap pada Aksa, begitu juga dengan Bams yang ikut di sana. “Ya, harusnya diperjuangkan. Kaira rela menentang ayahnya agar bisa bersama Ilham, masa Ilham mau menyerah begitu saja? Kamu harus gentle, ditentang bukan berarti harus mundur.” Alina membantah karena tidak sependapat jika Ilham menyerah. Alina juga tidak bisa melihat Kaira kecewa padahal sudah berusaha agar bisa bersama Ilham. Ilham menatap Alina dan Aksa bergantian. Dia diam karena bingung. “Kenapa kamu tidak menjelaskan kalau tidak pernah tidur sama Kaira? Bisa saja papanya Kaira tidak menyukaimu karena masalah itu? Dan bisa saj
Aksa baru saja keluar dari kamar mandi. Dia dan Alina sudah selesai makan malam, kini berada di kamar untuk beristirahat. Namun, Aksa melihat Alina sibuk dengan buku sketsa, membuat Aksa berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada, dia menatap Alina yang sibuk sendiri. Bahkan Alina tidak sadar kalau Aksa ada di sana sedang memperhatikan. Aksa menghela napas kasar, dia merasa terabaikan dan kalah dari buku sketsa. Aksa akhirnya mendekat, lalu duduk di samping Alina. Dia melirik istrinya yang masih sibuk, membuatnya kesal karena Alina tidak menoleh sama sekali. Aksa menggeser posisi duduk sampai merapat pada Alina, bahkan lengan mereka saling bersentuhan. Dia terus mendesak, sampai akhirnya dia melihat Alina menoleh. “Kenapa?” tanya Alina. Aksa tidak menjawab. Ekspresi wajahnya begitu datar. Dia duduk bersidekap menempel pada Alina. Dahi Alina berkerut halus, ada apa lagi dengan suaminya ini? Kenapa ekspresi wajah suaminya sangat masam? Akhirnya Alina meletakkan buku sketsa
Aksa terus menatap Alina yang bercerita hingga selesai. Meski dia melihat Alina tersenyum, tetapi Aksa juga melihat kepedihan di dalam pancaran bola mata istrinya itu.“Kenapa kamu menatapku begitu? Tidak usah kasihan denganku apalagi masa laluku,” ucap Alina ketika melihat Aksa diam menatapnya.“Tidak,” balas Aksa.Aksa menghela napas kasar, lalu bangun dari pangkuan Alina. Dia duduk dengan satu tangan merangkul pundak Alina, lalu merapatkan ke tubuhnya.“Bagaimana dengan keluarga ibumu? Kamu juga tidak mau mengundang mereka?” tanya Aksa.Bukankah wajar jika sebagai suami, Aksa ingin tahu lebih jauh tentang keluarga Alina.“Aku tidak tahu,” jawab Alina.Dahi Aksa berkerut.“Kenapa tidak tahu?” tanya Aksa penasaran.“Sejak aku kecil, Mama tidak pernah membahas soal saudara dari Mama. Bahkan aku dan Dani tidak tahu, apa kami masih punya kakek dan nenek. Setiap aku tanya, Mama hanya tersenyum dan dia bilang, ‘Bukankah yang terpenting kita bersama, tidak peduli dengan yang lain. Mama han
Siang itu Nenek Agni mengajak Sasmita ke rumah Aksa untuk membahas masalah pesta yang akan diadakan Aksa dan Alina.Untungnya Nenek Agni sudah memberi kabar Alina lebih dulu sebelum datang, sehingga Alina tidak pergi ke butik.“Maaf ya, kamu jadi tidak bisa pergi karena nenek datang,” kata Nenek Agni sambil menepuk tangan Alina.Alina menuntut Nenek Agni menuju ruang keluarga. Dia memulas senyum mendengar ucapan Nenek Agni.“Tidak masalah, Nek. Lagian di butik juga ada karyawan,” balas Alina.Sasmita melirik Alina yang ada di sebelah kiri Nenek Agni. Tatapannya menunjukkan rasa tak suka.‘Iya ada karyawan, aku yakin Aksa yang membayar,” batin Sasmita.Alina kebetulan menoleh pada Sasmita. Dia melihat raut wajah tak senang mertuanya itu, tetapi Alina tidak terlalu memedulikan.Mereka duduk bersama. Nenek Agni menanyakan tentang konsep pesta nantinya dan berapa banyak orang yang akan diundang.“Aksa bilang hanya rekan bisnis terdekatnya saja, tidak banyak orang juga, Nek. Aksa bilang ak
Hari pesta pernikahan Aksa dan Alina tiba. Ballroom hotel bintang lima milik keluarga Radjasa sudah disulap menjadi tempat pesta yang mewah. Para tamu undangan yang datang, semuanya diperiksa ketat agar tidak ada masalah nantinya. Di pintu masuk menuju ballroom, para tamu dicek menggunakan mesin detektor, bahkan yang datang ke pesta itu bukan orang sembarangan, melainkan para pengusaha kaya dan beberapa orang penting lainnya.Di ruang ganti. Alina sudah dirias oleh MUA yang sebelumnya mendandaninya di acara konferensi pers. Alina sangat cantik, meski tak memakai gaun pengantin. Dia memakai gaun mewah sesuai konsep resepsi yang diadakan.Alina menatap bayangannya melalui cermin. Dia bahkan menarik napas dalam-dalam dan membuang perlahan berulang kali.“Tenang Alina, ini hanya pesta biasa,” ucap Alina mencoba mensugesti dirinya sendiri agar tidak gugup, tetapi tetap saja gelisah karena yang akan dia temui bukan orang biasa, melainkan orang-orang penting di dunia bisnis dan juga pemerint
Di luar negeri. Karissa sudah tidur saat ponselnya beberapa kali berdering. Di tempatnya sekarang masih malam, dia meraba ponsel lalu mengecek siapa yang mengiriminya pesan. Membaca pesan dari Sasmita, bola mata Karissa langsung membulat sempurna. Bahkan dia bangun dengan cepat, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Agh! Sialan! Dia benar-benar melakukannya?” Karissa mengamuk. Dia sampai menendang selimut berulang kali karena emosi. Karissa mengguyar kasar rambut ke belakang, sekali lagi membaca pesan dari Sasmita dan hal itu membuatnya semakin marah. Karissa tidak rela, tetapi dia juga tidak bisa pulang. Karissa akhirnya mencoba menghubungi ayahnya. “Pa, aku mau pulang. Aku tidak bisa membiarkan Kak Aksa benar-benar menjadi milik wanita itu!” Karissa langsung mengungkap keinginannya begitu panggilannya dijawab sang papa. “Jangan bodoh kamu! Apa kamu mau dipenjara? Apa kamu pikir hidup dan kebebasanmu tidak lebih penting? Kali ini ikuti saja apa yang papa kataka
“Saya sangat senang Anda mau meluangkan waktu menghadiri pesta kami,” ucap Aksa.Restu tersadar dari lamunan, dia menoleh Aksa sambil tersenyum.“Saya ikut berbahagia, sangat tidak menyangka kalau kamu sebenarnya sudah menikah. Ini sangat menjadi kejutan untukku,” balas Restu.Aksa tertawa kecil.Restu kembali melirik pada Alina. Alina menyadari tatapan Restu berulang kali jatuh padanya, entah apa itu karena Restu hanya ingin mengamati dirinya, atau ada sesuatu yang membuat pria itu menatapnya berulang kali.Jujur, Alina tidak nyaman akan hal itu, tetapi dia tetap tersenyum demi menjaga nama baik Aksa.“Anak muda sekarang suka membuat rahasia, padahal sudah menikah lama tapi baru diumumkan dan diadakan pestanya sekarang,” ucap Shinta sambil menepuk pelan lengan Restu, sebab suaminya kepergok beberapa kali menatap pada Alina.Restu menoleh pada istrinya, lalu mengangguk pelan.“Anak muda sekarang memang unik,” seloroh Restu.Aksa dan yang lain tertawa.“Nikmatilah pestanya,” kata Aksa
Kaira memilih pulang karena tak ingin ada masalah lain akibat kelakuan Jefri. Saat dia dan Jefri sudah di mobil, Kaira langsung menatap tak senang.“Apa maksudmu mengatai orang seperti tadi? Apa kamu pikir itu sopan?!” Kaira bertanya dengan nada emosi.“Aku hanya memperingatkanmu, jangan coba-coba melirik pria lain!” ancam Jefri sampai menunjuk pada wajah Kaira.Kaira benar-benar tidak menyukai sikap Jefri yang arogan.“Jika bukan karena papaku, aku tidak akan mau pergi dengan pria sepertimu!” bentak Kaira benar-benar habis kesabaran menghadapi Jefri.Jefri kesal.“Kalau kamu macam-macam, aku akan melaporkanmu ke papamu!” ancam Jefri dengan tatapan mengintimidasi.Kaira menatap emosi. Dia kalah berdebat sehingga memilih diam. Jefri tersenyum miring, lalu segera memacu mobil meninggalkan hotel itu.Kaira terus diam selama perjalanan pulang. Dia sendiri menerima keputusan Dimas hanya agar bisa keluar dari rumah, tetapi bukan berarti dia mau menerima begitu saja perjodohan yang disiapkan
Siang itu Alina membantu Daniel pindah ke apartemen. Alina juga membantu Daniel memilih perabot untuk mengisi apartemen, disesuaikan dengan kebutuhan Daniel.“Apa sudah semua?” tanya Alina.“Aku tidak perlu banyak barang, ini sudah cukup.” Daniel sampai menggaruk kepala. Padahal bisa saja tinggal pesan dan kirim, tetapi Alina memaksa untuk tetap memilih sendiri.Alina masih mengecek barang-barang yang dibutuhkan Daniel, baru kemudian merasa tenang jika semua sudah terbeli.“Bagaimana dengan pakaianmu?” tanya Alina setelah selesai melakukan pembayaran dan menggunakan jasa toko untuk mengangkut barang yang dibelinya ke apartemen.“Aku minta tolong sopirnya Bibi untuk mengemas dan mengantar ke sini. Jadi tidak usah boros dengan beli pakaian baru,” jawab Daniel.Alina mengangguk-angguk.“Mama, Alo lapal.” Arlo sejak tadi ikut Alina ke sana-kemari, membuat bocah kecil itu sekarang kelelahan.Alina dan Daniel menoleh bersamaan pada Arlo, mereka sibuk sampai lupa kalau bocah kecil itu ikut d
Naya melihat wanita itu seperti gemetar. Apa wanita itu tidak menerima kedatangan mereka, atau ada hal lain sehingga respon wanita itu seperti ini?Bams mendekat pada sang ibu. Dia lalu memeluknya.Dalam sekejap, Naya melihat wanita itu menangis begitu kencang sambil mengusap punggung Bams.“Kamu akhirnya mau pulang. Ibu pikir kamu membenci ibu dan hina jika menemui ibumu ini.”Naya melihat wanita itu meraung. Dia menatap Bams yang memeluk erat tubuh wanita tua itu.“Yang penting aku pulang sekarang.”Bams melepas pelukan. Dia menatap sang ibu yang masih menangis.“Aku hanya tidak mau menjadi masalah buat Ibu. Kalau aku membencimu, untuk apa aku memintamu pindah ke sini?”Wanita itu masih menangis meski Bams sudah menjelaskan.“Aku datang karena ingin mengenalkan Ibu dengan seseorang,” ucap Bams.Wanita itu menghentikan tangisnya. Dia menatap Bams dengan wajah masih penuh air mata.Bams menggeser posisi berdiri, lalu menunjuk pada Naya.Wanita tua itu menatap ke arah Bams menunjuk. Di
“Nona, ini sudah saya buat rincian pesanan desain. Ini juga jadwal undangan Anda untuk acara fashion show tema spring.” Naya memberikan tablet pintar berisi jadwal Alina.“Terima kasih, Nay.” Alina menerima tablet itu, lalu mengecek data di dalamnya.Naya menunggu Alina merespon, lalu atasannya itu memandang ke arahnya.“Kalian jadi pergi hari ini, kan?” tanya Alina.“Jadi, makanya saya berikan dulu rincian ini agar Anda bisa menyiapkan desainnya. Anda tahu ‘kan, Anda terkenal tepat waktu, jadi jangan sampai terhambat sehari dua hari karena saya pergi,” balas Naya.Alina melebarkan senyum.“Iya, kamu memang paling mengerti aku,” ucap Alina, “jika ada apa-apa hubungi aku, ya.” Alina bicara sambil mengusap lengan Naya.Naya tiba-tiba memeluk Alina, membuat wanita itu terkejut.“Terima kasih, Nona. Anda selalu ada untuk saya dan menjadi satu-satunya keluarga untuk saya selama dua tahun ini,” ucap Naya.Alina terkesiap. Dia tersenyum lalu membalas pelukan Naya.“Kalau aku ini keluargamu,
“Dani bilang masih ada urusan di luar, jadi kita tidak perlu menunggunya makan malam,” ujar Alina setelah membaca pesan dari Daniel.Aksa baru saja berganti pakaian. Dia kemudian mendekat pada Alina yang masih duduk di tepian ranjang.“Bagaimana kondisi Anya? Dia sudah lebih baik?” tanya Aksa.Aksa juga bersimpati pada kondisi mental Anya karena selama dua tahun harus melihat sang ayah yang melakukan kekerasan pada sang ibu.“Jika dilihat dari luar, ya dia baik-baik saja. Dia bermain bersama Arlo dengan riang, bukankah itu bagus? Hanya saja, Jia tetap akan membawa Anya ke psikolog, hanya untuk memastikan saja, apa benar Anya baik-baik saja atau ada gangguan mental,” ujar Alina panjang lebar menjawab pertanyaan Aksa.Aksa mengangguk-angguk paham.Mereka pergi ke ruang makan untuk makan malam bersama. Sudah ada Naya, Bams, dan Arlo di sana.“Mama.” Arlo berlari menghampiri Alina yang baru saja datang.Aksa menghela napas, dia harus pasrah jika Alina diambil alih Arlo.Alina menggandeng
“Apa itu penting?”Pertanyaan Daniel membungkam Karin. Dia mengulum bibir dan menggeleng.Daniel sendiri tidak mau bersikap baik, jangan sampai sikap baiknya disalahartikan.Daniel melihat Karin yang diam tertunduk. Dia pun memutuskan untuk pergi daripada terlalu lama berinteraksi dengan Karin.“Tunggu, kamu tidak jadi mencari aksesoris? Aku bisa menunjukkan beberapa barang yang mungkin cocok dengan yang kamu inginkan,” ucap Karin membujuk seraya meremat jari.Daniel diam sejenak, tetapi setelahnya mengangguk. Dia mengikuti Karin menuju display khusus aksesoris anak-anak.“Anak itu biasanya suka apa? Bando, jepit rambut, kalung, atau gelang mungkin?” tanya Karin mencoba mengajak bicara Daniel.Daniel tak menjawab pertanyaan Karin. Dia lebih memilih fokus memperhatikan aksesoris yang terpajang di sana, hingga tatapannya tertuju pada gantungan ponsel yang lucu dan menggemaskan.“Itu lucu,” ucap Karin.Daniel tetap tak bicara pada Karin.Karin diam memperhatikan Daniel yang begitu dingin,
Siang itu, Aksa masih berada di ruang kerjanya dengan banyaknya tumpukan berkas di meja. Dia sedang membaca beberapa perencanaan bisnis untuk mengembangkan perusahaannya.“Masih sangat sibuk?”Aksa terkejut mendengar suara Alina. Dia langsung menoleh dan melihat istrinya ternyata sudah berada di ruangannya. Aksa tersenyum lebar, karena terlalu fokus bekerja, membuatnya sampai tidak menyadari kalau Alina datang.“Aku tidak mendengar kamu mengetuk pintu,” ucap Aksa langsung berdiri dari tempat duduknya untuk menghampiri Alina.“Aku memang tidak mengetuk pintu,” balas Alina.Aksa mengajak Alina duduk. Alina membawa paper bag berisi makan siang seperti yang dijanjikannya pagi tadi.“Arlo tidak rewel tahu kamu akan ke sini dan tidak diajak?” tanya Aksa.“Oh, dia pergi bersama Naya dan Bams. Katanya mau main ke rumah Anya. Nanti aku ke sana setelah dari sini,” jawab Alina seraya mengeluarkan kotak makanan dari dalam paper bag.“Ternyata dia mau lepas darimu karena Anya?” Aksa keheranan.“Iya
Aksa sudah sampai di perusahaan. Seperti biasa Ilham akan langsung menemani masuk ruangan lalu membacakan jadwal harian Aksa.“Ada yang mau Anda ubah, Pak?” tanya Ilham setelah selesai membacakan laporannya.Aksa tak langsung menjawab. Dia malah menatap Ilham.“Ada apa, Pak?” tanya Ilham panik karena tatapan Aksa. Apa dia membuat kesalahan?Aksa menghela napas pelan, lalu menyandarkan punggung.“Apa kamu benar-benar tidak mau mengubah keputusanmu untuk mengambil alih perusahaan mertuamu? Bukankah ini menguntungkan untuk kariermu?” tanya Aksa sekali lagi setelah berulang kali Ilham berkata akan tetap menjadi sekretarisnya.Aksa hanya tak ingin dianggap menghambat Ilham berkembang. Meski dia juga berat melepas Ilham yang sudah bertahun-tahun ikut dengannya dan menjadi pekerja terbaiknya, tetapi Aksa juga ingin masa depan Ilham semakin baik.Namun, bukannya mendapat jawaban, Ilham malah membalas, “Anda mau memecat saya?”Pertanyaan Ilham tentu saja membuat Aksa sampai menegakkan badan.“
Hari berikutnya. Alina dan yang lain sarapan seperti biasanya. Rumah itu sekarang begitu ramai dan semakin hangat dengan banyaknya orang yang menempati rumah itu.“Aku lupa bilang,” ucap Daniel di sela sarapan.Semua orang menatap pada pria itu sekarang.“Lupa bilang apa?” tanya Alina penasaran.Daniel menatap ke semua orang lalu membalas, “Waktu itu aku bicara dengan Paman, dia menawariku untuk mengelola perusahaan di sini. Karena Kak Alina akan tinggal di sini, jadi kurasa aku juga akan tetap di sini.”Alina cukup terkejut. Namun, dia juga senang karena adiknya tidak akan jauh darinya.“Itu bagus, aku setuju,” balas Alina.Lagi pula Daniel sekarang pandai mengelola bisnis, perusahaan sang paman pun dipimpin dengan baik.Daniel mengangguk-angguk lega dan senang melihat Alina setuju dengan niatnya.“Kamu akan tinggal di sini? Kalau iya, aku akan meminta orang menyiapkan kebutuhanmu termasuk ruang kerja,” ujar Aksa.“Tidak, aku mau mencari apartemen saja,” balas Daniel.Alina tidak menc
Malam itu Daniel berkumpul dengan Aksa dan Alina di rumah. Mereka berada di ruang keluarga membahas soal Edwin.“Edwin memang ditangguhkan penahanannya, tapi proses hukum tetap berjalan. Pengacaraku juga sudah mengajukan semua berkas laporan dan bukti untuk menjerat pria itu agar mendapatkan hukuman maksimal. Tidak akan kubiarkan dia mendapat hukuman hanya setahun dua tahun,” ujar Aksa.“Ya, pria itu memang layak mendapat hukuman yang berat. Banyak sekali tindak kejahatan yang dilakukannya,” timpal Alina.“Ini juga bagus untuk mempercepat proses perceraian Jia karena kelakuan buruk Edwin semuanya sudah terekspos,” ujar Aksa lagi.Alina mengangguk-angguk. Dia kemudian menoleh pada Daniel yang sejak tadi tak bersuara.“Kamu sedang memikirkan apa?” tanya Alina.Daniel terkejut. Dia baru menyadari kalau kakak dan kakak iparnya kini sedang menatapnya.“Tidak,” jawab Daniel seraya menggeleng pelan.Alina menaikkan kedua sudut alis.“Apanya yang tidak? Aku perhatikan seharian ini kamu banyak