Jangan lupa komentarnya, ya. Makasih.
Di luar negeri. Karissa sudah tidur saat ponselnya beberapa kali berdering. Di tempatnya sekarang masih malam, dia meraba ponsel lalu mengecek siapa yang mengiriminya pesan. Membaca pesan dari Sasmita, bola mata Karissa langsung membulat sempurna. Bahkan dia bangun dengan cepat, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Agh! Sialan! Dia benar-benar melakukannya?” Karissa mengamuk. Dia sampai menendang selimut berulang kali karena emosi. Karissa mengguyar kasar rambut ke belakang, sekali lagi membaca pesan dari Sasmita dan hal itu membuatnya semakin marah. Karissa tidak rela, tetapi dia juga tidak bisa pulang. Karissa akhirnya mencoba menghubungi ayahnya. “Pa, aku mau pulang. Aku tidak bisa membiarkan Kak Aksa benar-benar menjadi milik wanita itu!” Karissa langsung mengungkap keinginannya begitu panggilannya dijawab sang papa. “Jangan bodoh kamu! Apa kamu mau dipenjara? Apa kamu pikir hidup dan kebebasanmu tidak lebih penting? Kali ini ikuti saja apa yang papa kataka
“Saya sangat senang Anda mau meluangkan waktu menghadiri pesta kami,” ucap Aksa.Restu tersadar dari lamunan, dia menoleh Aksa sambil tersenyum.“Saya ikut berbahagia, sangat tidak menyangka kalau kamu sebenarnya sudah menikah. Ini sangat menjadi kejutan untukku,” balas Restu.Aksa tertawa kecil.Restu kembali melirik pada Alina. Alina menyadari tatapan Restu berulang kali jatuh padanya, entah apa itu karena Restu hanya ingin mengamati dirinya, atau ada sesuatu yang membuat pria itu menatapnya berulang kali.Jujur, Alina tidak nyaman akan hal itu, tetapi dia tetap tersenyum demi menjaga nama baik Aksa.“Anak muda sekarang suka membuat rahasia, padahal sudah menikah lama tapi baru diumumkan dan diadakan pestanya sekarang,” ucap Shinta sambil menepuk pelan lengan Restu, sebab suaminya kepergok beberapa kali menatap pada Alina.Restu menoleh pada istrinya, lalu mengangguk pelan.“Anak muda sekarang memang unik,” seloroh Restu.Aksa dan yang lain tertawa.“Nikmatilah pestanya,” kata Aksa
Kaira memilih pulang karena tak ingin ada masalah lain akibat kelakuan Jefri. Saat dia dan Jefri sudah di mobil, Kaira langsung menatap tak senang.“Apa maksudmu mengatai orang seperti tadi? Apa kamu pikir itu sopan?!” Kaira bertanya dengan nada emosi.“Aku hanya memperingatkanmu, jangan coba-coba melirik pria lain!” ancam Jefri sampai menunjuk pada wajah Kaira.Kaira benar-benar tidak menyukai sikap Jefri yang arogan.“Jika bukan karena papaku, aku tidak akan mau pergi dengan pria sepertimu!” bentak Kaira benar-benar habis kesabaran menghadapi Jefri.Jefri kesal.“Kalau kamu macam-macam, aku akan melaporkanmu ke papamu!” ancam Jefri dengan tatapan mengintimidasi.Kaira menatap emosi. Dia kalah berdebat sehingga memilih diam. Jefri tersenyum miring, lalu segera memacu mobil meninggalkan hotel itu.Kaira terus diam selama perjalanan pulang. Dia sendiri menerima keputusan Dimas hanya agar bisa keluar dari rumah, tetapi bukan berarti dia mau menerima begitu saja perjodohan yang disiapkan
Alina dan Aksa sudah sampai rumah. Alina masih saja terkejut ketika pelayan menyambutnya pulang. Dia benar-benar belum terbiasa dengan hal itu.“Apa kamu bisa minta pelayan agar tidak menyambut seperti itu saat kita masuk rumah? Jujur, aku merasa aneh. Aku bukan seorang putri, kenapa harus disambut seperti itu,” bisik Alina sambil berjalan menaiki anak tangga.Alina tidak bicara dengan lantang karena tidak ingin menyinggung perasaan pelayan.“Kamu menantu keluarga Radjasa, jadi wajar diperlakukan seperti itu. Tidak usah dipikirkan, anggap saja mereka hanya bekerja,” balas Aksa dengan santainya.Alina terkejut, tetapi tidak bisa membantah.Mereka sudah sampai kamar. Aksa membuka pintu lalu meminta Alina masuk lebih dulu.Alina melangkah tanpa kecurigaan apa pun, tetapi saat sampai di dalam kamar, dia terkejut melihat dekorasi kamar yang berbeda.Ada kelopak bunga di ranjang, bahkan bunga mawar terpajang di beberapa sudut kamar. Benar-benar seperti kamar pengantin baru.“Kapan kamu meny
Aksa benar-benar mengajak Alina berlibur ke villa miliknya, karena Alina masih mencemaskan Kaira dan menolak bepergian jauh.Mereka baru saja sampai di villa. Aksa hanya pergi bersama Alina, tanpa sopir atau yang lainnya.Saat sampai di villa. Alina turun dari mobil dan langsung menghirup udara pegunungan yang begitu segar. Dia bahkan meregangkan kedua tangan di udara, rasanya begitu tenang.“Ayo masuk!” ajak Aksa sambil mengulurkan tangan pada Alina.Alina tersenyum lebar. Dia meraih tangan Aksa, lalu mereka berjalan menuju villa.Alina melihat dua orang keluar dari villa, ternyata mereka adalah suami-istri yang menjaga dan merawat villa itu.“Selamat datang, Tuan, Nona.” Suami-istri itu menyapa.Alina mengangguk membalas sapaan itu.“Saya sudah mengisi bahan makanan di dapur sesuai permintaan Anda, kami akan datang tiap pagi untuk bersih-bersih saja selama Anda di sini,” kata wanita paruh baya.“Terima kasih,” ucap Alina.Alina dan Aksa masuk setelah dua penjaga tadi pulang. Aksa me
Mentari mulai menyapa, memberikan sedikit kehangatan pada ruang yang terasa dingin. Alina menarik selimut sampai setinggi leher, dia begitu malas karena udara dingin di sana membuatnya ingin terus memejamkan mata.Saat meraba sisi ranjang untuk mencari pelukan suaminya, Alina mendapati sisi ranjangnya kosong. Dia membuka mata, benar saja tidak ada Aksa di sana.“Aksa.” Alina setengah bangun lalu mengedarkan pandangan. Dia tidak melihat suaminya di kamar.Alina bangun sambil membungkus tubuh dengan selimut, lalu mengambil pakaian dari koper dan segera memakainya. Dia hendak mencari Aksa di luar, tetapi tiba-tiba mendengar suara berisik di dapur.“Siapa yang sedang masak?” Alina bertanya-tanya karena mendengar pisau beradu dengan talenan.Alina segera keluar dari kamar lalu menuju dapur. Saat sampai di sana, Alina melongo melihat siapa yang sedang sibuk di sana.Alina melihat Aksa berdiri di depan kompor dengan api yang menyala. Dia memperhatikan Aksa yang seperti ingin membuka tutup pa
Alina baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tidak melihat Aksa di kamar atau di ruang perapian.“Ke mana lagi dia? Jangan sampai melakukan hal aneh-aneh lagi, cukup tadi pagi saja membuat berantakan dapur,” gumam Alina.Alina mencari Aksa di luar, sampai akhirnya menemukan suaminya itu yang ternyata berdiri tak jauh dari villa, sedang bicara dengan seorang pria.“Bicara dengan siapa dia?” Alina penasaran dan mengamati karena pria yang ditemui Aksa bukan penjaga villa.Tak lama kemudian. Alina melihat Aksa berjalan kembali ke villa, dia melihat Aksa memegang sesuatu.“Kamu bawa apa?” tanya Alina penasaran.Aksa menoleh pada tas panjang hitam yang dipegangnya. Dia menjawab, “Alat pancing.”Dahi Alina berkerut.“Alat pancing, buat apa?” tanya Alina keheranan.“Kamu suka memancing, kan? Jadi aku berencana mengajakmu memancing ke danau,” jawab Aksa penuh percaya diri.Alina melongo. Kelopak matanya sampai berkedip-kedip beberapa kali.“Kenapa kamu melakukan ini? Padahal aku tidak memintam
Ilham bekerja seperti biasa. Siang itu dia pergi ke restoran menemui perwakilan klien dari perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan Aksa. Ilham hendak memberikan berkas yang sudah dijanjikan. Saat Ilham mengikuti pelayan untuk menuju meja yang sudah disiapkan. Dia tidak sengaja melihat Kaira yang sedang duduk bersama Jefri. Ilham melihat Kaira memasang wajah kesal. Mungkinkah Kaira tidak senang? Ilham tidak memedulikan keberadaan Kaira dan mencoba bersikap biasa, dia memilih terus berjalan menuju mejanya tanpa menyapa Kaira. Di meja Kaira. Dia benar-benar merasa tidak suka dengan Jefri. Saat dia menoleh ke kiri, Kaira terkejut karena melihat Ilham yang berjalan di belakang pelayan. Dia sampai menegakkan badan dengan tatapan terus tertuju pada Ilham. “Kamu lihat apa, hah?” tanya Jefri dengan tatapan tidak senang. Dia ikut menoleh ke arah Kaira melihat. Ekspresi wajahnya berubah ketika melihat Ilham. Kaira mengabaikan pertanyaan Jefri. Dia sedih karena berpikir jika Ilham
Siang itu Alina membantu Daniel pindah ke apartemen. Alina juga membantu Daniel memilih perabot untuk mengisi apartemen, disesuaikan dengan kebutuhan Daniel.“Apa sudah semua?” tanya Alina.“Aku tidak perlu banyak barang, ini sudah cukup.” Daniel sampai menggaruk kepala. Padahal bisa saja tinggal pesan dan kirim, tetapi Alina memaksa untuk tetap memilih sendiri.Alina masih mengecek barang-barang yang dibutuhkan Daniel, baru kemudian merasa tenang jika semua sudah terbeli.“Bagaimana dengan pakaianmu?” tanya Alina setelah selesai melakukan pembayaran dan menggunakan jasa toko untuk mengangkut barang yang dibelinya ke apartemen.“Aku minta tolong sopirnya Bibi untuk mengemas dan mengantar ke sini. Jadi tidak usah boros dengan beli pakaian baru,” jawab Daniel.Alina mengangguk-angguk.“Mama, Alo lapal.” Arlo sejak tadi ikut Alina ke sana-kemari, membuat bocah kecil itu sekarang kelelahan.Alina dan Daniel menoleh bersamaan pada Arlo, mereka sibuk sampai lupa kalau bocah kecil itu ikut d
Naya melihat wanita itu seperti gemetar. Apa wanita itu tidak menerima kedatangan mereka, atau ada hal lain sehingga respon wanita itu seperti ini?Bams mendekat pada sang ibu. Dia lalu memeluknya.Dalam sekejap, Naya melihat wanita itu menangis begitu kencang sambil mengusap punggung Bams.“Kamu akhirnya mau pulang. Ibu pikir kamu membenci ibu dan hina jika menemui ibumu ini.”Naya melihat wanita itu meraung. Dia menatap Bams yang memeluk erat tubuh wanita tua itu.“Yang penting aku pulang sekarang.”Bams melepas pelukan. Dia menatap sang ibu yang masih menangis.“Aku hanya tidak mau menjadi masalah buat Ibu. Kalau aku membencimu, untuk apa aku memintamu pindah ke sini?”Wanita itu masih menangis meski Bams sudah menjelaskan.“Aku datang karena ingin mengenalkan Ibu dengan seseorang,” ucap Bams.Wanita itu menghentikan tangisnya. Dia menatap Bams dengan wajah masih penuh air mata.Bams menggeser posisi berdiri, lalu menunjuk pada Naya.Wanita tua itu menatap ke arah Bams menunjuk. Di
“Nona, ini sudah saya buat rincian pesanan desain. Ini juga jadwal undangan Anda untuk acara fashion show tema spring.” Naya memberikan tablet pintar berisi jadwal Alina.“Terima kasih, Nay.” Alina menerima tablet itu, lalu mengecek data di dalamnya.Naya menunggu Alina merespon, lalu atasannya itu memandang ke arahnya.“Kalian jadi pergi hari ini, kan?” tanya Alina.“Jadi, makanya saya berikan dulu rincian ini agar Anda bisa menyiapkan desainnya. Anda tahu ‘kan, Anda terkenal tepat waktu, jadi jangan sampai terhambat sehari dua hari karena saya pergi,” balas Naya.Alina melebarkan senyum.“Iya, kamu memang paling mengerti aku,” ucap Alina, “jika ada apa-apa hubungi aku, ya.” Alina bicara sambil mengusap lengan Naya.Naya tiba-tiba memeluk Alina, membuat wanita itu terkejut.“Terima kasih, Nona. Anda selalu ada untuk saya dan menjadi satu-satunya keluarga untuk saya selama dua tahun ini,” ucap Naya.Alina terkesiap. Dia tersenyum lalu membalas pelukan Naya.“Kalau aku ini keluargamu,
“Dani bilang masih ada urusan di luar, jadi kita tidak perlu menunggunya makan malam,” ujar Alina setelah membaca pesan dari Daniel.Aksa baru saja berganti pakaian. Dia kemudian mendekat pada Alina yang masih duduk di tepian ranjang.“Bagaimana kondisi Anya? Dia sudah lebih baik?” tanya Aksa.Aksa juga bersimpati pada kondisi mental Anya karena selama dua tahun harus melihat sang ayah yang melakukan kekerasan pada sang ibu.“Jika dilihat dari luar, ya dia baik-baik saja. Dia bermain bersama Arlo dengan riang, bukankah itu bagus? Hanya saja, Jia tetap akan membawa Anya ke psikolog, hanya untuk memastikan saja, apa benar Anya baik-baik saja atau ada gangguan mental,” ujar Alina panjang lebar menjawab pertanyaan Aksa.Aksa mengangguk-angguk paham.Mereka pergi ke ruang makan untuk makan malam bersama. Sudah ada Naya, Bams, dan Arlo di sana.“Mama.” Arlo berlari menghampiri Alina yang baru saja datang.Aksa menghela napas, dia harus pasrah jika Alina diambil alih Arlo.Alina menggandeng
“Apa itu penting?”Pertanyaan Daniel membungkam Karin. Dia mengulum bibir dan menggeleng.Daniel sendiri tidak mau bersikap baik, jangan sampai sikap baiknya disalahartikan.Daniel melihat Karin yang diam tertunduk. Dia pun memutuskan untuk pergi daripada terlalu lama berinteraksi dengan Karin.“Tunggu, kamu tidak jadi mencari aksesoris? Aku bisa menunjukkan beberapa barang yang mungkin cocok dengan yang kamu inginkan,” ucap Karin membujuk seraya meremat jari.Daniel diam sejenak, tetapi setelahnya mengangguk. Dia mengikuti Karin menuju display khusus aksesoris anak-anak.“Anak itu biasanya suka apa? Bando, jepit rambut, kalung, atau gelang mungkin?” tanya Karin mencoba mengajak bicara Daniel.Daniel tak menjawab pertanyaan Karin. Dia lebih memilih fokus memperhatikan aksesoris yang terpajang di sana, hingga tatapannya tertuju pada gantungan ponsel yang lucu dan menggemaskan.“Itu lucu,” ucap Karin.Daniel tetap tak bicara pada Karin.Karin diam memperhatikan Daniel yang begitu dingin,
Siang itu, Aksa masih berada di ruang kerjanya dengan banyaknya tumpukan berkas di meja. Dia sedang membaca beberapa perencanaan bisnis untuk mengembangkan perusahaannya.“Masih sangat sibuk?”Aksa terkejut mendengar suara Alina. Dia langsung menoleh dan melihat istrinya ternyata sudah berada di ruangannya. Aksa tersenyum lebar, karena terlalu fokus bekerja, membuatnya sampai tidak menyadari kalau Alina datang.“Aku tidak mendengar kamu mengetuk pintu,” ucap Aksa langsung berdiri dari tempat duduknya untuk menghampiri Alina.“Aku memang tidak mengetuk pintu,” balas Alina.Aksa mengajak Alina duduk. Alina membawa paper bag berisi makan siang seperti yang dijanjikannya pagi tadi.“Arlo tidak rewel tahu kamu akan ke sini dan tidak diajak?” tanya Aksa.“Oh, dia pergi bersama Naya dan Bams. Katanya mau main ke rumah Anya. Nanti aku ke sana setelah dari sini,” jawab Alina seraya mengeluarkan kotak makanan dari dalam paper bag.“Ternyata dia mau lepas darimu karena Anya?” Aksa keheranan.“Iya
Aksa sudah sampai di perusahaan. Seperti biasa Ilham akan langsung menemani masuk ruangan lalu membacakan jadwal harian Aksa.“Ada yang mau Anda ubah, Pak?” tanya Ilham setelah selesai membacakan laporannya.Aksa tak langsung menjawab. Dia malah menatap Ilham.“Ada apa, Pak?” tanya Ilham panik karena tatapan Aksa. Apa dia membuat kesalahan?Aksa menghela napas pelan, lalu menyandarkan punggung.“Apa kamu benar-benar tidak mau mengubah keputusanmu untuk mengambil alih perusahaan mertuamu? Bukankah ini menguntungkan untuk kariermu?” tanya Aksa sekali lagi setelah berulang kali Ilham berkata akan tetap menjadi sekretarisnya.Aksa hanya tak ingin dianggap menghambat Ilham berkembang. Meski dia juga berat melepas Ilham yang sudah bertahun-tahun ikut dengannya dan menjadi pekerja terbaiknya, tetapi Aksa juga ingin masa depan Ilham semakin baik.Namun, bukannya mendapat jawaban, Ilham malah membalas, “Anda mau memecat saya?”Pertanyaan Ilham tentu saja membuat Aksa sampai menegakkan badan.“
Hari berikutnya. Alina dan yang lain sarapan seperti biasanya. Rumah itu sekarang begitu ramai dan semakin hangat dengan banyaknya orang yang menempati rumah itu.“Aku lupa bilang,” ucap Daniel di sela sarapan.Semua orang menatap pada pria itu sekarang.“Lupa bilang apa?” tanya Alina penasaran.Daniel menatap ke semua orang lalu membalas, “Waktu itu aku bicara dengan Paman, dia menawariku untuk mengelola perusahaan di sini. Karena Kak Alina akan tinggal di sini, jadi kurasa aku juga akan tetap di sini.”Alina cukup terkejut. Namun, dia juga senang karena adiknya tidak akan jauh darinya.“Itu bagus, aku setuju,” balas Alina.Lagi pula Daniel sekarang pandai mengelola bisnis, perusahaan sang paman pun dipimpin dengan baik.Daniel mengangguk-angguk lega dan senang melihat Alina setuju dengan niatnya.“Kamu akan tinggal di sini? Kalau iya, aku akan meminta orang menyiapkan kebutuhanmu termasuk ruang kerja,” ujar Aksa.“Tidak, aku mau mencari apartemen saja,” balas Daniel.Alina tidak menc
Malam itu Daniel berkumpul dengan Aksa dan Alina di rumah. Mereka berada di ruang keluarga membahas soal Edwin.“Edwin memang ditangguhkan penahanannya, tapi proses hukum tetap berjalan. Pengacaraku juga sudah mengajukan semua berkas laporan dan bukti untuk menjerat pria itu agar mendapatkan hukuman maksimal. Tidak akan kubiarkan dia mendapat hukuman hanya setahun dua tahun,” ujar Aksa.“Ya, pria itu memang layak mendapat hukuman yang berat. Banyak sekali tindak kejahatan yang dilakukannya,” timpal Alina.“Ini juga bagus untuk mempercepat proses perceraian Jia karena kelakuan buruk Edwin semuanya sudah terekspos,” ujar Aksa lagi.Alina mengangguk-angguk. Dia kemudian menoleh pada Daniel yang sejak tadi tak bersuara.“Kamu sedang memikirkan apa?” tanya Alina.Daniel terkejut. Dia baru menyadari kalau kakak dan kakak iparnya kini sedang menatapnya.“Tidak,” jawab Daniel seraya menggeleng pelan.Alina menaikkan kedua sudut alis.“Apanya yang tidak? Aku perhatikan seharian ini kamu banyak