“Apa?”Alina sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan Bima. Bagaimana bisa Bima bicara seperti itu? Dari mana Bima tahu?“Itu benar?” tanya Bima lagi memastikan.Alina menarik napas panjang lalu mengembuskannya pelan.“Sudah cukup, lebih baik kamu berhenti sampai di sini. Tidak usah dan jangan lagi mengurusi urusanku karena kamu tidak berhak atas itu!” Alina bicara dengan nada penegasan.Alina tidak habis pikir, kenapa Bima sangat suka mencampuri urusannya? Siapa dia sampai sibuk menginterogasi hidupnya?“Aku hanya peduli padamu,” ucap Bima.“Peduli? Aku tidak butuh itu,”
Aksa baru saja menutup berkas yang ada di meja. Dia menengok pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah jam pulang, Aksa tidak pernah lagi melewatkan jam pulang setelah dirinya menikah.Saat akan berdiri untuk mengganti pakaiannya. Ponsel Aksa berdering dan nama Bams terpampang di layar.“Ada apa?” tanya Aksa begitu menjawab panggilan itu.“Saya melihat istri Anda diganggu seorang pria lalu tiba-tiba wanita yang sebelumnya mengganggunya datang dan menamparnya.”Bola mata Aksa langsung membulat mendengar ucapan Bams. Lagi? Bagaimana bisa Alina terus dianiaya? Dan, siapa pria yang dimaksud?Jika wanita yang menampar adalah Marsha, berarti pria yang dimaksud adalah Bima. Tanpa Aksa sada
Alina sangat terkejut mendengar ucapan Aksa. Kenapa suaminya itu sedikit-sedikit mau menyingkirkan orang? Dulu Bima, sekarang Marsha. Apa Aksa ini preman sampai berkata seperti itu dengan mudah?“Tidak usah, aku akan mengatasinya,” ucap Alina yang tak ingin Aksa terlibat dan terkena masalah karenanya.“Mengatasi apa? Mengatasi agar Marsha bisa semakin menganiayamu?” tanya Aksa tak habis pikir karena Alina sangat lemah, baginya.Alina memanyunkan bibir mendengar ucapan Aksa. “Kamu galak sekali?”Aksa menatap datar saat mendengar ucapan Alina.“Aku benar-benar tidak apa-apa. Lagi pula sudah biasa menghadapi Marsha yang begitu. Dulu di kampus lebih parah, dia nangis-nangis mohon bi
Keesokan paginya. Marsha masih tidur pulas karena dia semalam mabuk. Dia masih membalut tubuh, hingga beberapa saat kemudian terdengar suara bel berulang kali yang membuat Marsha terkejut dan kesal.“Siapa yang bertamu sepagi ini, sih?” Marsha kesal sampai mengacak-acak rambutnya sendiri.Marsha memandang ke pintu kamarnya. Dia masih mendengar suara bel, sehingga membuatnya turun dari kasur lantas berjalan menuju pintu depan.Saat melihat dari layar interkom, Marsha terkejut karena yang datang adalah pemilik apartemen itu. Dia bergegas membuka pintu.“Kenapa Anda pagi-pagi sudah datang kemari?” tanya Marsha dengan penampilan masih acak-acakan.“Aku ke sini hanya ingin mengatakan agar kamu pindah
Alina di butik sedang melayani pembeli yang memilih pakaian. Dia menunggu dengan sabar, lalu beberapa saat kemudian melihat ada wanita berpenampilan mewah tetapi tampak berlebihan masuk butiknya.“Selamat datang,” sapa Alina menyambut wanita itu.Wanita itu memandang Alina, lalu tiba-tiba saja menampar pipi Alina dengan sangat keras.Alina sangat terkejut terkena tampar. Dia menyentuh pipi lalu menatap pada wanita yang baru saja datang itu.“Maaf, ada apa ini, ya?” tanya Alina tetap sopan meski dirinya ditampar.“Jangan bersikap sok baik, ya! Kamu juga jangan macam-macam! Berani-beraninya kamu jadi selingkuhan suamiku! Dasar wanita murahan!” amuk wanita itu begitu murka.
Aksa masih diam di depan pintu kamar. Dia memilih tak masuk karena ingin memberikan ruang untuk Alina agar bisa menangis sepuasnya.Aksa memilih kembali keluar dan menghubungi Bams.“Apa yang tadi terjadi?” tanya Aksa karena baru kali ini Alina menangis.Sebelumnya Alina tidak menangis atau sedih saat dianiaya Marsha, tetapi kenapa sekarang sampai menangis seperti ini?Bams menceritakan semuanya. Dia juga sudah mengecek rekaman Cctv di dalam butik, sehingga bisa menjelaskan apa yang terjadi pada Alina.Aksa diam dengan tatapan dingin.“Selidiki siapa wanita itu lalu laporkan ke polisi karena sudah melakukan penganiayaan!” perintah Aksa.
Aksa mengemudikan mobil memasuki halaman rumah mewah keluarganya. Dia mendapat panggilan dari Sasmita yang memintanya datang ke rumah, membuat Aksa meninggalkan Alina dan pulang ke rumah keluarganya itu.Saat baru saja masuk rumah. Aksa sudah disambut wajah masam dari sang mama.“Apa maksudnya ini, hah?” tanya Sasmita sambil menunjukkan sebuah video yang ada di ponselnya.Aksa tidak tahu kenapa Sasmita terlihat marah. Dia mengambil ponsel sang mama, lalu melihat video yang dimaksut.Aksa terlihat tenang saat menonton video di salah satu akun sosial media, tetapi dalam hatinya mengumpat karena ada yang berani menyebar video saat Alina dicaci-maki dan dianiaya oleh wanita.“Bagaimana bisa istrimu itu selingkuh? Apa dia tidak tahan punya suami miskin, karena itu dia selingkuh sampai ketahuan dan dilabrak sama istri sah? Ini sangat memalukan!” amuk Sasmita tidak terima.“Mama tidak habis pikir, bagaimana bisa kamu punya istri seperti itu? Dan bagaimana bisa kamu menerima istri yang tidak
Aksa menyadari kalau kali ini dia tidak akan bisa mengelak dari pertanyaan Nenek Agni apalagi bukti sudah terpampang di depan mata.Aksa memandang pada Nenek Agni yang sudah menanti jawaban darinya.“Ya,” jawab Aksa singkat.Nenek Agni terkejut dan langsung kesal.“Bagaimana bisa kamu melakukan ini? Apa susahnya menerima Alina? Alina kurang apa? Meski tidak setara dengan kita, tapi Alina itu baik.” Nenek Agni bicara sambil menahan nada bicaranya agar tidak meledak dan didengar Alina.Nenek Agni benar-benar geram karena merasa jika Aksa hanya mempermainkan kepercayaannya dan Alina.“Jika kamu mencari yang sempurna, kamu tidak akan pernah mendapatkan itu karena tidak ada orang yang sempurna. Apa baik saja tidak cukup? Bukankah yang terpenting kebaikan hatinya? Kalau mencari yang kaya juga banyak dan gampang tapi kita sudah punya harta, lalu kamu mencari apa dari Alina sampai belum bisa menerimanya?” Nenek Agni benar-benar kecewa sampai membuang muka.Kini Nenek Agni tahu alasan Aksa tid
Jia menatap Daniel yang sedang merapikan ranjang khusus penunggu. Dia merasa tak enak hati karena sudah merepotkan pria itu.“Kamu bisa tidur di tempat kakakmu. Aku tidak apa-apa tidur di sini sendiri, lagi pula ada perawat yang bisa aku panggil jika butuh sesuatu,” ujar Jia karena tak ingin terus menerus merepotkan Daniel.Daniel menoleh ke arah Jia, lalu dia duduk di tepian ranjang khusus penunggu seraya menatap pada Jia.“Aku sudah berjanji pada Anya untuk menjagamu, jadi aku akan tetap di sini,” ujar Daniel.Jia berbaring seraya menatap pada Daniel.“Kak Alina bilang kalau besok akan membawa Anya ke sini, jadi sekarang istirahatlah. Kamu harus terlihat baik-baik saja agar Anya tidak sedih,” ujar Daniel.Jia hanya mengangguk. Dia tidak memaksa jika memang Daniel tetap mau tinggal, meski sebenarnya Jia canggung berada di satu ruangan berdua dengan pria, terlebih dia dan Daniel tidak ada hubungan apa pun.“Selamat malam,” ucap Daniel lalu naik ke atas ranjang. Dia membaringkan tubuhn
Di rumah sakit. Daniel masih menemani Jia yang terbaring lemah. Dokter mengatakan jika tidak ada kerusakan fatal di organ dalam, sehingga Jia hanya butuh perawatan biasa sampai kondisinya benar-benar pulih.“Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Daniel.Jia menggeleng.Daniel sabar menemani Jia karena kondisi Jia yang masih lemas. Terdengar suara ketukan pintu kamar. Daniel menoleh dan melihat pintu kamar terbuka. Kedua orang tua Edwin ternyata datang untuk melihat kondisi Jia.Daniel segera berdiri lalu sedikit membungkuk ke arah mertua Jia, sedangkan Jia masih terbaring lemah dan hanya bisa menatap dua orang itu.“Saya keluar dulu,” ucap Daniel agar Jia dan kedua orang tua Edwin bisa bicara.Kedua orang tua Edwin mengangguk. Mereka tak menyangka jika Daniel sangat sopan, padahal sebelumnya mereka sudah menuduh jika Daniel selingkuhan Jia.“Bagaimana kondisimu?” tanya ibu Edwin setelah Daniel keluar dari ruangan itu.“Tidak baik,” jawab Jia lirih.Kedua orang tua itu saling pandang, lal
Bams menatap Naya yang hanya diam. Dia tersenyum getir, Bams yakin kalau Naya akan mundur setelah mendengar ceritanya. Inilah alasan kenapa Bams tidak pernah mau dekat dengan wanita, dia takut jika ditolak karena masa lalu dan asal usulnya yang buruk.“Sudah tahu aku hasil anak apa, hidup dan besar di mana, lalu bagaimana kejamnya aku, kan? Jika mau mundur, mundur saja.” Bams tersenyum getir lalu memalingkan muka dari Naya.Naya melihat tatapan kecewa dari mata Bams. Ya, meski dia syok, tetapi bukan berarti dia akan langsung menilai Bams buruk juga. Mungkin Naya hanya butuh memikirkan dengan matang, mempertimbangkan dengan pemikiran dingin, lalu melihat kebaikan Bams yang sekarang. Bukankah begitu?“Tidak apa, aku terima.” Bams mengusap kedua pahanya, lalu berdiri untuk kembali ke kamar. Lagi pula, untuk apa menunggu, dia sudah tahu jawabannya.Naya terkejut Bams mau pergi. Dia langsung menahan pergelangan tangan Bams.“Dih, kenapa main pergi saja?” tanya Naya seraya menatap pada Bams
Sembilan tahun lalu. “Dasar jalang sialan. Kamu bilang mau memberiku perawan, ternyata mana?” Seorang pria berbadan besar menampar wanita paruh baya hingga tersungkur di lantai. “Ta-tapi dia bilang kalau belum pernah melakukannya.” Wanita itu mencoba menjelaskan, tetapi tamparan kembali dilayangkan secara bertubi-tubi. “Sialan! Kamu hanya mencoba menipuku! Kembalikan uangku!” perintah pria itu seraya menjambak rambut wanita paruh baya itu. Saat itu, Bams yang berumur dua puluhan tahun, melihat wanita tadi dianiaya. Dia melempar barang belanjaan yang dibawanya, lantas menghampiri untuk menolong wanita yang tak lain ibunya. “Berhenti memukuli ibuku!” teriak Bams seraya menghalau tangan pria tadi memukul sang ibu. Pria itu geram karena ada yang menahannya. Dia menghempaskan tubuh Bams hingga tersungkur di lantai. “Tidak usah ikut campur, kecuali kamu mau mengganti uangku. Atau, kamu mau jadi gigolo lalu uangnya untuk mengganti uang yang sudah wanita ini ambil!” Pria itu tersenyum
Naya menuang segelas air putih, lalu menyodorkannya ke Bams.“Minum obatmu, lalu istirahat. Tidak usah memikirkan hal lainnya, lagi pula penjahatnya sudah ditangkap,” ucap Naya masih menyodorkan segelas air putih dan obat yang harus diminum Bams.Bams tak segera mengambil gelas dan obat itu. Dia malah terus memandangi wajah Naya seraya tersenyum kecil.“Apa? Kenapa menatapku seperti itu? Ini obatnya. Naya mendekatkan gelas dan obat itu agar Bams segera menerimanya.“Nay, kamu serius menyukaiku?” tanya Bams masih seperti mimpi.Naya menghela napas Bams kembali membahas itu.“Tidak, aku berkata seperti itu agar kamu cepat sembuh saja,” elak Naya.Ekspresi wajah Bams berubah. Dia mengambil obat dan segelas air putih dari tangan Naya, lantas meminum obat itu dalam sekali tenggak.Naya menahan senyum melihat Bams kesal. Pria matang ini sangat lucu ketika sedang kesal.“Aku menyukaimu, tapi jika kamu juga benar-benar menyukaiku,” ucap Naya setelah Bams selesai minum.Bams diam menatap pada
Daniel baru saja mengakhiri panggilan saat melihat Jia menggerakkan kelopak mata.“Kamu bisa mendengarku?” tanya Daniel sedikit membungkuk seraya memperhatikan kelopak mata Jia yang hendak terbuka.Daniel memperhatikan Jia yang mengangguk-angguk. Dia lega karena Jia merespon ucapannya.Daniel sabar menunggu sampai Jia benar-benar sadar karena tahu jika pengaruh obat bius pasti tidak cepat hilang.Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Jia membuka mata dengan sempurna. Daniel masih duduk sambil terus memperhatikan Jia.“Mau kupanggilkan dokter?” tanya Daniel.Daniel melihat Jia menggeleng pelan.“Di mana Anya dan Papa?” tanya Jia dengan suara lemah. Perlahan dia menoleh pada Daniel.“Mereka aman. Sekarang berada di apartemen pamanku,” jawab Daniel agar Jia lega.Jia bernapas lega.Daniel menatap Jia, dalam kondisi seperti ini pun Jia masih memikirkan orang lain.“Bagaimana dengan Edwin?” tanya Jia. Dia cemas dan takut jika Edwin masih berkeliaran lalu membahayakan ayah dan putrinya.“Ka
Daniel dan yang lain mengikuti Jia yang dipindah ke ruang inap. Demi mengamankan Jia, Aksa meminta bantuan dari perusahaan pengawalan untuk menjaga kamar Jia.“Paman bilang kalau Pak Alex dan Anya untuk sementara dibawa ke apartemennya,” kata Daniel setelah membaca pesan dari Restu.“Anya pasti sangat syok melihat semua kejadian ini,” ujar Alina.“Untungnya dia bisa kabur saat mau ditangkap, jadi aku juga tahu kalau Jia diculik suami bajingannya itu.” Daniel begitu emosi saat ingat Edwin yang berusaha mencekik Jia padahal kondisinya begitu lemas.“Kami akan melihat kondisi Anya, kamu tidak apa-apa ditinggal sendiri, kan?” tanya Alina.“Di luar sudah ada pengawalan, jadi kamu tidak perlau khawatir,” imbuh Aksa.Daniel mengangguk-angguk. Dia lalu menatap Jia yang tidak sadarkan diri karena pengaruh obat bius.Alina dan Aksa saling pandang. Mereka merasa ada sesuatu dari sikap Daniel.Di luar. Bams menolak untuk rawat inap, sehingga hanya mendapat obat jalan dan diminta kontrol satu mingg
Daniel ada di rumah sakit menunggu Jia mendapat perawatan dari dokter. Dia mondar-mandir di depan ruang perawatan, tidak berani masuk karena takut mengganggu pengobatan. “Dani.” Daniel menoleh saat ada yang memanggil. Dia melihat sang kakak dan kakak iparnya datang. “Kak.” Alina terlihat begitu cemas. Dia langsung mengecek tubuh sang adik. “Kamu baik-baik saja, kan?” tanya Alina. “Aku baik-baik saja, Kak.” Daniel malah tersenyum melihat Alina mencemaskan dirinya. “Aku sedang mencemaskanmu, kenapa kamu malah senyum-senyum?” Alina gemas sampai memukul lengan adiknya itu. Daniel hanya tersenyum seraya mengusap lengan yang terkena timpuk. “Bagaimana kondisi Jia?” tanya Aksa. Daniel langsung mode serius ketika mendengar pertanyaan Aksa. “Dokter masih memeriksanya. Sepertinya cukup parah mengingat mobil yang membawanya terbalik di jalanan,” jawab Daniel. Alina sangat syok. Dia sampai menutup mulut. Aksa mengangguk, mereka akhirnya menunggu sampai dokter keluar dari ruang pemerik
Bams lengah karena berambisi menangkap pria itu. Saat melihat belati mengarah padanya, Bams tidak sempat menghindar sampai akhirnya ujung belati menggores lengannya.Bams memekik seraya memegangi lengan yang tergores belati, tetapi luka sekecil itu tidak akan membuatnya tumbang. Bams menendang tangan pria itu, membuat belati yang dipegang terlempar ke aspal jalanan.“Beraninya kamu menyerang, hah!” Bams mengepalkan telapak tangan, lantas menghajar pria itu.Saat itu, security area perumahan elite itu datang karena mendengar suara tembakan. Mereka mengenal Bams, sehingga langsung meringkus pria yang ditangkap Bams.“Tolong tahan pria ini selagi menunggu polisi datang,” pinta Bams.“Baik.” Security itu mengikat kedua tangan pelaku ke belakang.“Tanganmu terluka.” Security melihat jaket yang dipakai Bams sobek dan ada noda merah di sana.Bams melirik ke lengan, tetapi dia menggeleng seolah tak masalah. Dia memilih menghubungi polisi, lalu kembali ke rumah untuk melihat kondisi yang lain.