Aksa melihat Alina yang hanya mematung di tempatnya. Dia berdiri lalu menghampiri Alina.“Aku mengundangnya untuk sedikit mengubah penampilanmu,” ucap Aksa sambil menggandeng tangan Alina.“Ap-apa? Mengubah bagaimana maksudnya?” tanya Alina bingung.Aksa memanggil penata rias terkenal untuk me-makeover Alina. Ini agar Alina terlihat lebih menawan saat di depan kamera.“Ya, menata penampilanmu,” balas Aksa.“Tidak, tidak usah,” tolak Alina sambil menarik tangan dari Aksa.Aksa mengerutkan alis.“Kenapa tidak usah?” tanya Aksa.Alina
Karissa berada di rumah. Dia sedang memandangi pelayan yang berada di kamarnya, membuatnya kesal karena keputusan ayahnya.Saat Karissa sedang diam tak bisa berbuat apa-apa, dia mendapat telepon dari seseorang.“Apa kamu sudah tahu?”Karissa mengerutkan alis mendengar suara orang kepercayaannya.“Tahu apa?” tanya Karissa.“Aksa akan melakukan konferensi pers untuk memberitahu kalau dia sudah menikah dengan wanita itu.”Bola mata Karissa membulat sempurna.“Apa maksudmu?” tanya Karissa dengan ekspresi tidak senang.“Ya, akhirnya Aksa akan
Aksa berjalan menuju ruang konferensi pers bersama Ilham dan Bams. Dia menoleh pada Alina yang ada di sampingnya dan merangkul lengannya. Aksa melihat Alina yang gugup.Saat Aksa dan Alina memasuki ruangan, lampu flash langsung berkilat ke arah mereka. Alina agak terkejut sampai mencengkram erat lengan Aksa.Para wartawan langsung mengambil foto Alina dan Aksa yang baru masuk ruangan, sampai keduanya duduk di kursi yang tersedia.“Buat teman-teman awak media, dipersilakan duduk,” kata pembawa acara yang mengawal acara konferensi pers itu.Semua wartawan duduk. Aksa juga mengajak Alina duduk, dia melihat Alina yang terlihat panik.“Tetaplah tersenyum, biar aku yang tangani sisanya,” bisik Aksa.Alina menoleh pada Aksa lalu mengangguk pelan.“Pak Aksa, bisa dimulai acaranya,” kata pembawa acara.Aksa mengangguk lalu sedikit mendekat pada mic yang ada di meja.Lampu flash dari kamera para wartawan mulai berkilat memenuhi ruangan. Aksa mulai bicara untuk menjelaskan statusnya saat ini.“S
Aksa melihat pria yang baru saja meneriaki istrinya sebagai pelakor melempar telur ke arah mereka. Dengan sigap Aksa memeluk Alina lalu memutar tubuh mereka hingga berganti posisi, saat itu telur yang dilempar tepat mengenai punggungnya.“Aksa!” Alina sangat terkejut dengan yang terjadi karena semuanya begitu cepat.Aksa tampak biasa, tetapi sebenarnya dia begitu murka. Dia menoleh Bams yang sudah meringkus pria tadi setelah melempar telur, dalam satu anggukan, Bams pasti paham apa yang harus dilakukan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Alina sangat cemas.“Aku baik-baik saja,” jawab Aksa.“Dia itu wanita iblis! Wanita ular!” teriak pria yang sudah diringkus Bams dan dua security.Alina menatap sedih disebut seperti itu. Aksa yang melihat tatapan sendu sang istri pun semakin murka. Aksa memberi kode pada Bams agar segera membawa pergi pria itu, sedangkan Aksa langsung membawa Alina ke ruang kerjanya lagi.Aksa terus merangkul Alina hingga mereka sampai di ruang kerja. Aksa tidak menyangka,
Aksa dan Alina sudah pulang. Dani yang mendapat kabar soal penyerangan setelah konferensi pers, lantas datang ke rumah Alina.Mereka kini berkumpul di ruang keluarga, menyaksikan siaran ulang konferensi pers di salah satu saluran berita.“Meski masalahnya sampai seperti ini, tapi aku tidak menyangka Kak Alina sangat cantik jika berdandan,” puji Dani sambil menatap wajah sang kakak yang terus disorot.“Apaan, sih?” Alina malu.“Serius, Kak Alina tidak pernah dandan, sekalinya dirias, bisa secantik ini. Aku tidak sabar melihat Kak Alina memakai gaun indah saat acara kalian nanti,” ucap Dani sambil menatap kagum pada sang kakak.Di saat Dani sedang mengagumi penampilan sang kakak, ada Aksa yang sedang kesal.Aksa tidak menonton siaran berita di televisi, tetapi di tablet pintar yang dipegangnya. Dia mengecek akun berita di sosial media dan menemukan banyak komentar dari akun dengan nickname pria yang memuji kecantikan Alina. Apa dia senang? Tentu saja tidak!Alina menoleh pada Aksa yang
“Saat tidak bersamaku, jangan pernah berpenampilan seperti tadi.”Dahi Alina berkerut. Dia menoleh pada Aksa yang sedang mengganti pakaian dengan piyama. Bukannya marah, Alina malah menahan senyum.“Ada apa, hm? Kamu cemburu?” tanya Alina teringat dengan semua komentar yang tadi dilihat Aksa.“Aku hanya tidak mau kalau istriku dipandang pria lain,” balas Aksa dengan ekspresi datar.Alina mengulum bibir, menahan tawa karena gemas.Aksa berjalan menghampiri Alina, lalu menggandeng tangan istrinya itu mengajak duduk di ranjang.“Pesta pernikahan kita sudah disiapkan. Nantinya akan dirayakan di hotel milik keluarga Radjasa,” ujar Aksa saat mereka sudah ada di ranjang.Alina diam. Dia ragu dengan rencana itu.“Bagaimana kalau ada masalah lagi?” tanya Alina sambil menatap cemas pada Aksa.“Masalah apa?” tanya Aksa.“Ya, mungkin ada kejadian pelemparan telur part dua, atau insiden lainnya? Aku tidak mau mempermalukanmu juga keluargamu,” ujar Alina.Bagaimana tidak Alina berpikiran demikian? S
Keesokan harinya. Alina sudah di dapur untuk membuat sarapan seperti biasa. Dia tetap melakukan kebiasaannya tanpa ada larangan dari Aksa. Bahkan pelayan di sana tidak ada yang berani mencegah karena mereka sudah mendapat instruksi dari Aksa.Ketika Alina berada di dapur, maka semua pelayan akan pergi, kecuali Alina memanggil. Mereka tidak ada yang berani mengganggu karena takut terkena teguran dari Aksa.Saat Alina sedang fokus meracik bahan makanan, tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Alina sempat terkejut, tetapi langsung menebak.“Kamu sudah bangun,” ucap Alina saat suaminya bergelayut manja di belakangnya.Aksa mengangguk-angguk. Dia memperhatikan apa yang akan dimasak Alina.“Mau kopi? Biar aku buatkan,” kata Alina hendak melepas tangan Aksa, tetapi suaminya belum mau melepas.“Sebentar,” kata Aksa masih memeluk sambil menyandarkan kepala di pundak Alina.Alina membiarkan saja suaminya masih memeluk. Setelah semua yang terjadi, Aksa memang agak manja ketika mereka hanya
“Beraninya kamu melakukan itu pada anakku, hah! Lihat saja, aku akan memenjarakanmu!” amuk Dimas sambil mencengkram kerah jas Ilham dengan sangat kuat.Dahi Ilham berkerut, bingung dengan maksud ucapan Dimas.Saat itu security datang karena melihat pemukulan yang dilakukan Dimas. Dua security langsung melerai dengan melepas cengkraman tangan Dimas dari jas Ilham.“Ada apa sebenarnya? Kenapa Anda tiba-tiba menuduh dan memukul saya?” tanya Ilham tetap bersikap sopan.“Kamu masih bertanya ada apa? Kamu memang tidak tahu diri! Kamu pikir dengan melakukan itu ke putriku, lalu aku akan menerimamu? Jangan harap!” amuk Dimas.Dahi Ilham semakin berkerut. Dia benar-benar tidak paham dengan apa yang terjadi.“Kamu pikir, dengan cara licik seperti itu bisa menaikkan derajatmu yang hanya seorang asisten? Kamu mimpi terlalu tinggi!” amuk Dimas sambil menghina status Ilham.Ilham diam.Saat itu, Aksa baru saja tiba. Dahinya berkerut melihat keributan di depan lift. Aksa berjalan menghampiri untuk m
“Dani bilang masih ada urusan di luar, jadi kita tidak perlu menunggunya makan malam,” ujar Alina setelah membaca pesan dari Daniel.Aksa baru saja berganti pakaian. Dia kemudian mendekat pada Alina yang masih duduk di tepian ranjang.“Bagaimana kondisi Anya? Dia sudah lebih baik?” tanya Aksa.Aksa juga bersimpati pada kondisi mental Anya karena selama dua tahun harus melihat sang ayah yang melakukan kekerasan pada sang ibu.“Jika dilihat dari luar, ya dia baik-baik saja. Dia bermain bersama Arlo dengan riang, bukankah itu bagus? Hanya saja, Jia tetap akan membawa Anya ke psikolog, hanya untuk memastikan saja, apa benar Anya baik-baik saja atau ada gangguan mental,” ujar Alina panjang lebar menjawab pertanyaan Aksa.Aksa mengangguk-angguk paham.Mereka pergi ke ruang makan untuk makan malam bersama. Sudah ada Naya, Bams, dan Arlo di sana.“Mama.” Arlo berlari menghampiri Alina yang baru saja datang.Aksa menghela napas, dia harus pasrah jika Alina diambil alih Arlo.Alina menggandeng
“Apa itu penting?”Pertanyaan Daniel membungkam Karin. Dia mengulum bibir dan menggeleng.Daniel sendiri tidak mau bersikap baik, jangan sampai sikap baiknya disalahartikan.Daniel melihat Karin yang diam tertunduk. Dia pun memutuskan untuk pergi daripada terlalu lama berinteraksi dengan Karin.“Tunggu, kamu tidak jadi mencari aksesoris? Aku bisa menunjukkan beberapa barang yang mungkin cocok dengan yang kamu inginkan,” ucap Karin membujuk seraya meremat jari.Daniel diam sejenak, tetapi setelahnya mengangguk. Dia mengikuti Karin menuju display khusus aksesoris anak-anak.“Anak itu biasanya suka apa? Bando, jepit rambut, kalung, atau gelang mungkin?” tanya Karin mencoba mengajak bicara Daniel.Daniel tak menjawab pertanyaan Karin. Dia lebih memilih fokus memperhatikan aksesoris yang terpajang di sana, hingga tatapannya tertuju pada gantungan ponsel yang lucu dan menggemaskan.“Itu lucu,” ucap Karin.Daniel tetap tak bicara pada Karin.Karin diam memperhatikan Daniel yang begitu dingin,
Siang itu, Aksa masih berada di ruang kerjanya dengan banyaknya tumpukan berkas di meja. Dia sedang membaca beberapa perencanaan bisnis untuk mengembangkan perusahaannya.“Masih sangat sibuk?”Aksa terkejut mendengar suara Alina. Dia langsung menoleh dan melihat istrinya ternyata sudah berada di ruangannya. Aksa tersenyum lebar, karena terlalu fokus bekerja, membuatnya sampai tidak menyadari kalau Alina datang.“Aku tidak mendengar kamu mengetuk pintu,” ucap Aksa langsung berdiri dari tempat duduknya untuk menghampiri Alina.“Aku memang tidak mengetuk pintu,” balas Alina.Aksa mengajak Alina duduk. Alina membawa paper bag berisi makan siang seperti yang dijanjikannya pagi tadi.“Arlo tidak rewel tahu kamu akan ke sini dan tidak diajak?” tanya Aksa.“Oh, dia pergi bersama Naya dan Bams. Katanya mau main ke rumah Anya. Nanti aku ke sana setelah dari sini,” jawab Alina seraya mengeluarkan kotak makanan dari dalam paper bag.“Ternyata dia mau lepas darimu karena Anya?” Aksa keheranan.“Iya
Aksa sudah sampai di perusahaan. Seperti biasa Ilham akan langsung menemani masuk ruangan lalu membacakan jadwal harian Aksa.“Ada yang mau Anda ubah, Pak?” tanya Ilham setelah selesai membacakan laporannya.Aksa tak langsung menjawab. Dia malah menatap Ilham.“Ada apa, Pak?” tanya Ilham panik karena tatapan Aksa. Apa dia membuat kesalahan?Aksa menghela napas pelan, lalu menyandarkan punggung.“Apa kamu benar-benar tidak mau mengubah keputusanmu untuk mengambil alih perusahaan mertuamu? Bukankah ini menguntungkan untuk kariermu?” tanya Aksa sekali lagi setelah berulang kali Ilham berkata akan tetap menjadi sekretarisnya.Aksa hanya tak ingin dianggap menghambat Ilham berkembang. Meski dia juga berat melepas Ilham yang sudah bertahun-tahun ikut dengannya dan menjadi pekerja terbaiknya, tetapi Aksa juga ingin masa depan Ilham semakin baik.Namun, bukannya mendapat jawaban, Ilham malah membalas, “Anda mau memecat saya?”Pertanyaan Ilham tentu saja membuat Aksa sampai menegakkan badan.“
Hari berikutnya. Alina dan yang lain sarapan seperti biasanya. Rumah itu sekarang begitu ramai dan semakin hangat dengan banyaknya orang yang menempati rumah itu.“Aku lupa bilang,” ucap Daniel di sela sarapan.Semua orang menatap pada pria itu sekarang.“Lupa bilang apa?” tanya Alina penasaran.Daniel menatap ke semua orang lalu membalas, “Waktu itu aku bicara dengan Paman, dia menawariku untuk mengelola perusahaan di sini. Karena Kak Alina akan tinggal di sini, jadi kurasa aku juga akan tetap di sini.”Alina cukup terkejut. Namun, dia juga senang karena adiknya tidak akan jauh darinya.“Itu bagus, aku setuju,” balas Alina.Lagi pula Daniel sekarang pandai mengelola bisnis, perusahaan sang paman pun dipimpin dengan baik.Daniel mengangguk-angguk lega dan senang melihat Alina setuju dengan niatnya.“Kamu akan tinggal di sini? Kalau iya, aku akan meminta orang menyiapkan kebutuhanmu termasuk ruang kerja,” ujar Aksa.“Tidak, aku mau mencari apartemen saja,” balas Daniel.Alina tidak menc
Malam itu Daniel berkumpul dengan Aksa dan Alina di rumah. Mereka berada di ruang keluarga membahas soal Edwin.“Edwin memang ditangguhkan penahanannya, tapi proses hukum tetap berjalan. Pengacaraku juga sudah mengajukan semua berkas laporan dan bukti untuk menjerat pria itu agar mendapatkan hukuman maksimal. Tidak akan kubiarkan dia mendapat hukuman hanya setahun dua tahun,” ujar Aksa.“Ya, pria itu memang layak mendapat hukuman yang berat. Banyak sekali tindak kejahatan yang dilakukannya,” timpal Alina.“Ini juga bagus untuk mempercepat proses perceraian Jia karena kelakuan buruk Edwin semuanya sudah terekspos,” ujar Aksa lagi.Alina mengangguk-angguk. Dia kemudian menoleh pada Daniel yang sejak tadi tak bersuara.“Kamu sedang memikirkan apa?” tanya Alina.Daniel terkejut. Dia baru menyadari kalau kakak dan kakak iparnya kini sedang menatapnya.“Tidak,” jawab Daniel seraya menggeleng pelan.Alina menaikkan kedua sudut alis.“Apanya yang tidak? Aku perhatikan seharian ini kamu banyak
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Akhirnya Jia sudah diperbolehkan pulang. “Papamu sudah menunggu di rumah lama kalian, jadi kami akan mengantarmu ke sana,” ucap Daniel.“Iya, terima kasih,” balas Jia.Akhirnya Jia harus kembali ke rumah keluarganya karena dia tidak mau tinggal di apartemen atau rumah milik Edwin yang penuh dengan kenangan pahit.Alina datang menemani Jia keluar dari rumah sakit sekalian membantu Daniel.“Apa sudah semua?” tanya Alina.Daniel mengangguk.Alina mendorong kursi roda yang Jia duduki. Mereka pergi menuju pintu depan lobby rumah sakit karena mobil yang akan membawa mereka sudah menunggu di sana.“Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot menjemput,” ucap Jia.“Apanya yang repot? Aku tidak pernah merasa repot,” balas Alina, “kita sudah kenal lama, bahkan dulu kamu membantuku memasarkan desainku, jadi anggap saja kita ini saling melengkapi dan menguntungkan,” imbuh Alina.Mereka sampai di depan lobby. Jia dibantu Alina dan Daniel masuk mobil, lalu
Anya masih berada di rumah sakit bersama Daniel. Dia ingin menemani Jia sebelum dijemput Alina saat sore hari. Anya akan bersama Alina sampai Jia keluar dari rumah sakit.“Mama mau ke mana?” tanya Anya saat melihat Jia bergerak ingin menurunkan kaki.“Ke kamar mandi,” jawab Jia agak kesusahan turun karena tubuhnya yang masih kaku dan tangan masih terpasang selang infus.Anya menoleh pada Daniel yang baru saja menerima telepon.“Paman, Mama mau ke kamar mandi tapi tidak bisa bawa infusnya,” kata Anya.Jia terkejut karena Anya sampai memanggil Daniel. Dia menoleh pada pria itu yang sudah memandangnya.“Aku bisa sendiri, kamu selesaikan saja urusanmu,” kata Jia karena tak enak hati jika terus merepotkan Daniel.Namun, ternyata Daniel tetap mendekat. Dia berjalan menghampiri Jia dan Anya.Jia menatap Anya yang tersenyum lebar. Sungguh dia merasa sangat sungkan karena hampir semua bantuan yang dibutuhkannya, Daniel yang mencukupi.“Kamu bisa jalan?” tanya Daniel memastikan lebih dulu.Jia
Di rumah sakit. Daniel menyiapkan sarapan untuk Jia yang tadi diberikan oleh perawat.“Kamu bisa makan sendiri?” tanya Daniel memastikan karena Jia terlihat masih lemah.Jia tersenyum kecil, lalu menjawab, “Bisa, kamu tenang saja.”Daniel mengangguk pelan. Dia kembali duduk menunggu Jia sarapan, siapa tahu Jia membutuhkan bantuannya.Jia berusaha makan sendiri meski seluruh tubuhnya terasa sakit karena lebam di sekujur tubuh. Dia memasukkan suapan pertama, lalu tatapannya tertuju pada Daniel. Dia melihat pria itu hanya diam menunggunya makan, membuat Jia merasa sedikit sungkan.“Kamu tidak sarapan?” tanya Jia.Sejak kemarin Daniel terus menunggunya di sana, bahkan tak terlihat sekalipun keluar dari kamar itu, kecuali saat kedatangan orang tua Edwin.“Kak Alina bilang akan datang membawakan sarapan, jadi aku akan menunggunya,” ujar Daniel.Jia mengangguk-angguk pelan. Dia agak canggung karena makan sendiri, sedangkan Daniel hanya duduk mengamatinya.“Makanlah dan minum obatmu. Kamu har