Napas Cal terasa berat, ia menatap Al tanpa berkedip, dan otaknya berjuang keras menemukan padanan kata yang tepat.
âObat apa ini?â ulang Al diikuti sorot mata bak elang memburu.âItu ....â Gegas tangan Cal terjulur, merebut tabung kecil, tetapi Al menyembunyikan di balik punggung. âItu suplemen darimu!âMendengar jawaban meragukan, alis tebal Al saling tertaut. Ia mengangkat dagu, bola matanya kian terkunci pada satu titikâekspresi wajah Cal. Ia sangat hapal kemasan suplemen yang diberikannya pada Cal beberapa waktu lalu.âSudahlah Al jangan berlebihan! Umm âĶ apa kamu tidak ingat a-ku pernah menjatuhkan suplemen itu?â ucap Cal seakan memaksa Al untuk membenarkan. Pria itu mengangguk kecil tanpa mengalihkan tatapan tajam dari wanitanya. âKamu bilang buang yang terjatuh dan beli baru saja, ja-di a-ku ke apotek, ternyata merek yang tersedia berbeda.âLagi, Al semakin menyudutkan Cal melalui sorot matanya. Ia tidak serta merta mempercayai sSepanjang perjalanan menuju kantor, Cal tidak berhenti menatap sosok rupawan di balik kemudi. Pria itu tampak fokus mengendarai mobil, sesekali juga Cal melihat sepuluh jemari Al mengetuk-ngetuk setir. Tiba di kantor, seperti biasa, Cal bertugas mendampingi ke mana pun suaminya pergi. Bahkan rumor tak sedap mulai berkeliaran bahwa Xavi akan didepak karena CEO lebih memilih bersama wanitanya. âTidak perlu dihiraukan!â ucap Al. Cal mengangguk. âHuâum.â Wanita itu berjalan tepat di belakang Sang CEO âLakukan saja tugasmu! Kamu bekerja untukku bukan orang lain!â tegas Al, hatinya menggeram mendengar kabar tak mengenakan. âHuâum.â Lagi, Cal menggerakan kepala dengan pandangan terfokus pada punggung lebar nan kokoh. âSore ini aku dan Xavi akan berkunjung ke suatu tempat, kamu pulang lebih dulu bersama sopir kantor, mengerti?!â âHuâum.â Lagi, tanggapan Cal terlalu irit, Al membalik badan, memperhatikan bibir tipis berwarna merah muda. Ia juga melihat ke depan dada wanitanya, Cal me
âCalantha?!â panggil suara itu dengan nada lembut.Seketika Cal memutar tumit, kelopak matanya melebar karena sosok yang dikenali berdiri sembari bertolak pinggang. âBagaimana bisa kamu ada di sini?ââMemangnya kenapa Cal? Tidak boleh ya?â sahut suara lembut itu.Cal terkekeh kecil, lantas memeluk tubuh wanita itu, yang tidak lain adalah kakak sepupunya. Ia merasa beruntung salah satu anggota keluarga masih mengingatnya. Bahu Cal berguncang, ia terisak sambil memeluk Mitha. âTenang Cal, tidak apa. Aku percaya kamu tidak seperti itu, mereka hanya salah paham saja!â ujar Mitha sembari menepuk punggung Cal. âAku pasti membantumu,â sambungnya.âTerima kasih Mitha,â ucap Cal mengeratkan pelukannya.âKalian mau berdiri sampai kapan? Cepat duduk di sini! Aku bukan penonton!â Interupsi Lionel.Cal mengurai pelukan, lalu duduk bersama Mitha tepat di hadapan Lionel. Ketiganya memesan minuman, seperti biasa Lionel melarang Cal minum kopi serta apa pun yang mengandung kafein.âAku tidak menyang
âKe mana dia?â gumam Al karena tidak mendapati Cal di sampingnya, di atas tempat tidur. Pagi ini Al sengaja terbangun lebih awal, pria itu melirik jam digital, lalu bergegas keluar kamar dan turun ke lantai satu. Namun, di tengah-tengah anak tangga, ia mendengar suara bising dari arah dapur. Penasaran, Al mengendap-endap mendekati area dapur. Pria itu menautkan alis, mata elangnya semakin tajam melihat area dapur berubah terang. âDia di sini,â gumam Al, sembari duduk menempel pada sisi meja makan, lalu melipat tangan depan dada. Pria itu terkesima pada pemandangan menarik di hadapannya. Cal mencepol asal rambutnya, menyisakan banyak helaian yang menjuntai jatuh menyentuh tengkuk. Sosok bidadari cantik itu tengah berdiri membelakangi meja makan. Cal menatap mangkok berukuran sedang. Tidak lama denting oven mengalihkan atensi, buru-buru Cal mengeluarkan loyang, seketika paras cantiknya berubah kusut menatap kacang almond yang gosong. âHah? Bagaimana ini?â Panik wanita itu, kemudia
âAku pikir kamu tidak pulang ke rumah.â Suara Cal menyusup di tengah cahaya redup serta dinginnya malam.Seketika Al menghentikan aktivitasnya. Pria itu sedang duduk di mini bar ditemani sebotol anggur serta gelas kristal bordeaux yang baru diisi. Al menoleh, menatap Cal yang berjalan mendekat.Cal menghentikan langkah dan mengernyit, sebab penampilan sang suami sangat berantakan. Wajah tampan Al sangat suram. Seluruh kancing kemeja berwarna putih terbuka, memperlihatkan otot dada dan perut yang terpahat sempurna, serta bagian lengan tergulung sampai siku. Rambut pria itu juga acak-acakan.Wanita itu kembali mengikis jarak, tangannya terjulur hendak merebut sebotol anggur dan gelasnya. Mendadak, Cal tercenung karena Al menggenggam jemarinya, ia menurunkan pandangan, memindai ibu jari Al yang bergerak membelai kulit tipis pada punggung tangan.âKamu mabuk.â Suara Cal merambat halus di tengah kesunyian.Perlahan Al menarik tangan wanitanya hingga mendekat. âMau minum?ââTidak, Al.âSete
âApa telah terjadi sesuatu? Dia âĶ aneh,â batin Cal sembari memperhatikan tingkah Al tampak tak biasa. Cal berpikir Al tidak menyukai menu makan siang kantor, sejak sepuluh menit lalu pria itu hanya memandangi kotak makan. Tiba-tiba pria itu berdeham, lalu menggerakkan kepala, sorot mata menatap lekat paras jelita. âKalau kamu tidak suka, aku bisa pesankan makanan yang lain,â celetuk Cal di tengah kesunyian ruang kerja CEO. Setelah melepas pagutan, Al membawa Cal keluar dari ruangan Xavi dan kembali ke ruang kerjanya. âTidak perlu, sebaiknya habiskan makananmu!â kata Al. Sedangkan Cal tidak memberi tanggapan apa pun. Ia kembali fokus pada makanannya, sekaligus merasa tidak nyaman karena diperhatikan oleh sepasang mata elang. Selesai makan siang, Cal melakukan pekerjaan seperti biasa. Pasangan suami istri itu tidak terlibat percakapan baik masalah kantor atau rumah. Menjelang pulang kantor, Cal keluar ruang CEO untuk menyerahkan dokumen yang telah ditandatangani Al kepada Xavi. Tak
âIya aku lihat,â sahut Cal menyembunyikan kegugupannya. âIngat pesanku tadi,â ucap Al sembari menyentil dahi Cal. âSemua tidak gratis,â sambungnya. âAstaga, dia benar-benar kejam,â batin Cal menggerutu. Perlahan tapi pasti, wanita itu mengangsurkan dua tangannya, menyentuh kancing kemeja, lantas meloloskan satu per satu hingga otot-otot yang terpahat sempurna terlihat jelas. Cal maju satu langkah membantu melepas kemeja dari tubuh Al. Jujur saja, ia gemetaran, karena pertama kali melakukannya. Akan tetapi, Cal merasa beruntung sebab Al hanya diam, kendati sorot mata elangnya menatap penuh minat padanya. Wanita itu menyampirkan kemeja kotor pada lengannya, lalu mengembuskan napas berat. âSelesai Al. Lalu di mana kotak obatnya? Perbanmu harus diganti.â âDi atas,â jawab Al, bola matanya bergerak ke arah lantai dua. âDi kamar kita,â tambahnya dengan intonasi menggoda. Cal mengangguk, bergegas menuju lantai dua. Buru-buru ia membuka pintu kamar, membongkar laci dan lemari, mencari k
Paska perubahan sikap Al tempo hari, membuat Cal perlahan-lahan tidak lagi menghindar, bahkan dinding pembatas yang dibangunnya mulai rontok. Kini, ia menghabiskan banyak waktu bersama Al baik di kantor ataupun rumah. âSudah selesai?â tanya Al ketika melihat Cal meregangkan otot tangan. Pria itu menghampiri Cal menuju meja kerjanya, menyelipkan satu tangan ke dalam saku celana, dua sudut bibinya tersenyum merekah menatap paras jelita sang istri. Al benar-benar mengikuti saran psikolog. Cal mengangguk kecil, kemudian mematikan layar laptop, tidak lupa merapikan beberapa barang pribadi dan memasukkan ke dalam tas ransel. âAyo, masih ada waktu dua jam lagi untuk bersiap.â Al mengulurkan tangan. Jika sebelumnya sulit mendapat sambutan, kali ini Cal menerima uluran tangan Al. Keduanya segera keluar ruanganâmeninggalkan gedung. âMemangnya tidak masalah aku ikut ke acara pameran seni itu? Di undangan tertera hanya CEO.â Cal mengingat kartu hitam dengan tulisan berwarna emas yang diberka
Sontak, Al menggeram, sebab mengetahui siapa pemilik suara itu. Ia langsung melingkarkan tangan secara posesif di pinggang Cal, secara tegas melarang wanitanya menoleh.âApa kabar Tuan Torres? Lama tidak bertemu âĶ mungkin lain waktu aku sempatkan diri berkunjung ke kantormu,â ucap Lionel diiringi senyum palsu.âSeperti Tuan Pedrosa lihat, aku dan istriku baik-baik saja. Kami bahagia.â Setelah mengatakan itu, Al mengetatkan rahang sebab sorot mata Lionel terpesona pada penampilan Cal.Bola mata pria itu benar-benar terkunci hanya pada Cal. Bahkan keberadaan Al di samping wanitanya seakan dianggap tidak ada.âYa tentu. Anda sungguh beruntung memilikinya. Dia perempuan penyabar, meskipun tidak diperlakukan dengan baik,â cakap Lionel membuat para kolega bisnis lain mengerutkan kening lalu berpamitan dan berlalu pergi.âTerima kasih âĶ pujiannya.â Al semakin erat memegangi pinggang Cal, sampai pemilik tubuh meringis pelan. âAku harap tidak ada
âSelamat Tuan Hofer, bayinya lahir dengan sehat.â Dokter mengulurkan tangan kanan sambil tersenyum lebar. Liam berkaca-kaca mendengar kabar menggembirakan. Ia gegas menghubungi ibunya dan beberapa kerabat terdekat untuk menjenguk anggota keluarga baru. Setelah itu Liam memasuki ruang pemulihan. Ia melihat dua bayi menelungkup di atas dada sang istri. âClaira âĶ.â Liam sesenggukan. Ia mengekspresikan diri karena memiliki buah cinta dari gadis pujaannya di masa sekolah. Bahkan tangan Liam tidak sanggup menyentuh kulit tipis nan lembut miliik bayinya. âKamu memiliki dua anak laki-laki.â Claira tersenyum merekah melihat dua bayi itu sibuk mencari puncak nutrisi. âKita. Kita memiliki dua putra. Dan kamu satu-satunya perempuan cantik diantara kami.â Liam setengah tertawa dan menangis ketika mengatakannya. Sedangkan Claira tergelak membuat kedua bayi di atas tubuhnya terkejut lalu merengek. Pasangan itu saling menatap satu sama lain kemudian tertawa bersama-sama melihat tingkah mengge
âHamil?â Clair tercengang. Reaksi pasangan itu sangat berbanding terbalik. Liam selalu menebar senyum bahkan berbagi kebahagiaan bersama pegawai rumah sakit. Ia mentraktir makan. Sedangkan Clair tampak terpukul.âIstriku kenapa sedih? Seharusnya kamu senang.â Liam merangkul bahu Claira.Wanita itu menunduk menatap perutnya. âKenapa aku bisa hamil? Liam aku âĶ belum siap menjadi ibu.âSeketika senyum manis di wajah Liam menghilang. Kini pria bermata sipit itu mengetahui Claira enggan mengandung anaknya.âKita sudah menikah, bercinta dan melakukan berulang kali. Kita tidak menunda kehamilan. Jadi âĶ kamu menolak?â tanya Liam dengan perasaan kecewa.Clair tersadar dari pikirannya. Ia menatap wajah sendu sang suami. Kedua tangan mulus wanita itu menangkup pipi Liam.âMaksudnya bukan begitu. Liam âĶ aku ini seorang pendosa. A-aku tidak menyangka hamil dalam waktu dekat. A-aku juga âĶ merasa bukan ibu yang baik.â Claira melepaskan tangan dari rahang Liam lalu menunduk dalam.Liam tersenyum kec
âAku bingung bagaimana cara mengatakannya,â gumam Claira. Raut wajah wanita itu terlihat sedih.Calantha mengernyit dan menopang dagunya. [Maksudmu?] âAku ingin pindah rumah, tapi ibu mertuaku melarang. Alasannya kesepian, karena sebelumnya Liam sibuk bekerja.â Claira cemberut. âKami tidak punya waktu berdua.â Calantha manggut-manggut. Ia mengerti keinginan kakak kembarnya. Istri Alessandro Javier itu tersenyum penuh arti lantas mendekatkan kepala dengan layar ponsel.[Bilang saja langsung kalau kamu ingin pacaran bersama Liam.] Calantha menaik-turunkan alisnya.âMana bisa seperti itu!â sentak Claira.Setelah satu bulan tinggal di rumah mertua, Claira kehilangan figure Liam. Pria itu lebih sering pulang malam dan pergi pagi-pagi sekali. Bahkan satu minggu ini keduanya tidak berhubungan intim.Claira mengakhiri panggilan video bersama Cal. Ia bergegas menemui ibu mertua di lantai satu. Ia melihat wanita paruh baya itu sedang kesulitan berjalan. Buru-buru Clair membantu.âHati-hati B
Malam pertama yang seharusnya berujung menyenangkan dengan suasana romantis, justru sebaliknya. Kini, vila pribadi Keluarga Hofer dikunjungi dokter serta perawat yang mengobati Liam. Pria itu mendadak demam paska berenang.âBagaimana kondisinya? Perlu dirawat inap?â berondong Clair kepada dokter. Ia memperhatikan wajah pucat sang suami.Sedangkan Liam menahan malu sekaligus gundah. Pria itu merasa bersalah gagal menjadi sosok suami idaman bagi pujaan hati. Dokter berkata dengan cemas, âDemamnya cukup tinggi mencapai empat puluh derajat. Tapi Tuan Liam menolak.âClair mendengus, lantas berjalan mendekati suaminya yang sedang berbaring tidak berdaya.âKamu masih mau hidup?â tegas wanita itu membuat mata sipit Liam membelalak.Clair bertolak pinggang dan menatap tajam suaminya. âKita baru menikah satu hari, kamu mau menjadikan aku janda?â Liam meneguk saliva dan menggeleng pelan. Ia tahu istrinya memang galak, tetapi tidak menyangka mulut Claira sangatlah tajam.âJangan bilang begitu.
Satu tahun berlalu sangat cepat, kesabaran Liam membuahkan hasil. Pagi ini, Liam dan Claira telah resmi menjadi sepasang suami istri. Keduanya sedang menandatangani akta pernikahan. Calantha bersama keempat anaknya duduk di kursi paling depan. Ia menangis haru karena Clair mendapatkan belahan jiwa. Ia juga tahu Clair belum sepenuhnya melupakan Alessandro. Wanita itu beranjak mendekati kembarannya. âHaruskah aku memanggilmu Nyonya Hofer?â goda Calantha. Liam menyambar, âTentu saja! Dia istriku, dan kamu harus memanggilku kakak meskipun kita seumuran.â Tawa pria itu. Tiba-tiba Alessandro memukul kepala Liam. Ia berkata dengan tegas, âTidak boleh memanggil kakak! Panggil nama saja.â Seketika altar pernikahan dihiasi gelak tawa dari semua orang. Mereka melihat kedekatan putri Caldwell dan kekompakan para menantu. âSudah seharusnya aku patuh kepada yang lebih dewasa.â Liam menyengir, menjadikan mata sipitnya tak terlihat. Alessandro memelotot karena secara tidak langsung Liam menge
Claira melempar kerikil kecil ke sembarang arah. Pikiran gadis itu dilanda gundah gulana. Ia ketakutan Alessandro memberitahu keluarga besarnya tentang sebuah kebenaran. Clair menelan ludah. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Calantha mengetahui kenangan bersama Al diambil alih olehnya.Ketika wanita itu melepar kerikil cukup besar, seseorang memekik. âAw!ââYa ampun!â Claira sigap menghampiri sumber suara. Ia ternganga mendapati Liam sedang mengelus kening.Sialnya, kening pria tampan itu berubah merah.âLiam, maaf. Aku tidak bermaksudâââApa yang kamu pikirkan?â Liam meringis karena lemparan Clair sangat bertenaga.âTidak ada!â tegas Clair. Ia tersenyum kaku.Padahal Liam sengaja meluangkan waktu setelah berminggu-minggu demi Clair. Pria itu tahu calon istrinya sedang gelisah. Hanya saja Liam pandai menutupi rahasia. Ia tidak mau ikut campur, cukup membeberkannya kepada Alessandro.Liam juga tahu Alessandro berniat mengubur masalah ini. Clair menoleh kepada Lia
âBodoh!â teriak Alessandro di tengah hutan. Pria itu mengepalkan tangan dengan kuat hingga bagian telapak sakit dan urat-urat pada lengan menonjol. Ia memukuli udara yang tidak bersalah. Kemudian Alessandro terjatuh dengan posisi kedua lutut di atas tanah lembab.Alessandro kian tercabik ketika memeriksa ponsel dan mendapati istrinya sedang menelepon. Ia tidak kuasa menerima panggilan suara. Pria itu tenggelam jauh bersama perasaannya saat ini.Beberapa jam kemudian, Alessandro berhasil menguasai rasa sakit dalam dada. Ia bergegas menemui Claira di Mansion Caldwell. Karena hubungan sudah membaik, kedatangan Alessandro disambut oleh para pelayan. âDi mana Nona Muda Clair?âPelayan menunduk. âNona di perpustakaan, Tuan.â Alessandro langsung menghampiri iparnya.Claira terkejut karena sebelumnya Al tidak membuat janji. Sekarang pria itu datang dengan ekspresi dingin dan aura mencekam seketika menyelimuti ruangan.âHi Al. A-ada a-apa?â gugup Claira. Perasaan sebagai wanita sangat peka,
Alessandro mendengus sebal lantaran Liam menguasai keempat anaknya. Sebagai ayah, ia hanya bisa mengawasi dari jarak jauh. Al juga tidak bisa berbuat apa-apa selain mengamati, sebab Calantha telah memberi izin. Liam mengambil banyak swafoto bersama ABCD. Pria itu tersenyum kecil melihat hasil jepretan kamera. Liam mengirim pesan teks dan gambar dirinya bersama Anaya kepada Clair. âAnaya semakin lucu.â Ketika Liam masih tersenyum sendirian, Alessandro berdiri tepat di belakang pria itu. âIde brilian menggunakan anakku sebagai alibi menggoda wanita.â Alessandro langsung mengambil alih keempat bayinya. Ia tidak suka wajah polos bayinya dimanfaatkan oleh Liam. ** Satu minggu ini Liam rajin mengunjungi kediaman Alessandro. Pria itu membawa beraneka buah tangan untuk Calantha dan empat bayinya, tidak ketinggalan Liam menemani Al bermain catur. Semua dilakukan sebagai permohonan maaf. âBagaimana perkembangan hubunganmu dengan Claira?â Wajah Alessandro tampak serius memandang papan
âAjari aku caranya.â Clair menunjuk popok dan pakaian bayi. Seketika Calantha dan Lorraine menoleh ke arah wanita itu. Kening kedua ibu muda mengerut karena tidak biasanya seorang gadis belajar merawat bayi.âKalian tidak perlu menatapku seperti itu. A-aku mau tau bagaimana melakukannya.â Clair menelan ludah karena gugup diperhatikan oleh dua pasang mata.Lorraine mengalihkan pandangan kepada Calantha untuk meminta izin. Istri kesayangan Alessandro Javier itu mengangguk. Jujur, perasaan Cal campur aduk. Ia takut kakaknya ini kelak mencari simpati di depan Al. Sungguh Calantha tidak mau rumah tangganya hancur. Apalagi sekarang keempat anak sangat membutuhkan orang tua utuh.Saat mengganti popok Anaya, wajah Claira berseri-seri. Gadis itu teringat ketika Liam mempertanyakan kesiapannya menjadi seorang ibu. Namun, waktu itu Claira diam saja karena malu. Sekarang hatinya bersorak riang.**Dua hari kemudian, Liam mengantar Clair ke bandar udara. Gadis itu harus pulang ke Zurich karena b