“Apa yang kamu lakukan, Amanda?”
Dengan pertanyaan yang sama Ronald bertanya lagi pada wanita bertubuh molek itu.
“Aku juga tidak tahu apa yang sedang aku lakukan dan pikirkan sekarang.” Amanda mendekati Ronald dan ikut terpercik air yang menyembur dari shower di atas kepalanya.
Tatapannya kosong.
Dia sedang bertarung dengan dirinya sendiri. Sekarang dia sudah tidak mungkin untuk mundur lagi.
“Jangan katakan kamu tidak sadar dengan yang kamu lakukan sekarang!” Ronald mulai mendekatkan wajahnya perlahan ke leher sampingnya.
Dihirupnya aroma tubuh Amanda yang bercampur dengan air shower.
“Tentu aku melakukan ini setelah bergumul dengan berbagai macam perasaan yang aku alami.” Serunya.
Kedua insan itu melanjutkan hasratnya untuk saling menyecap rasa yang sebelumnya tak pernah mereka bayangkan.
**
“Kamu masih kedinginan?” Ronald bersiap-siap untuk berangkat.
Amanda tampak masih merasa berat untuk mel
Amanda ingin sekali rasanya ditelan oleh lantai granit yang mengkilap di bawah kakinya sekarang! Malu bukan main. Dia meraba di bagian bawah kemejanya, benar yang dikatakan oleh Simon. Ada beberapa tali yang lepas dan belum dia pasangkan lagi saat tadi bermesraan dengan suaminya. Simon tertawa melihat iparnya yang salah tingkah sekarang. “Percuma saja, Amanda. Daripada kamu semakin menjadi perhatian banyak orang, lebih baik sekarang kamu dan aku segera kembali saja ke mobil.” Usul Simon yang tak bisa berhenti menertawakan wanita yang kebingungan menutup pahanya itu. “Ba-baiklah, Simon.” Niatnya untuk mengantarkan suami dan tergesa-gesa saat berangkat, membuatnya kelupaan memakai celana atau rok bawahan. “Tapi kamu terlihat seksi saat memakainya, aku pikir ukuran yang aku belikan memang pas di kamu!” Simon mengamati Amanda sebisanya dari kursi roda. Jelas saja dia berada di ketinggian yang lebih rendah dari manusia pada umumnya. “Simon, jangan membuatku semakin malu.” Amanda me
Ronald masih mencoba sekali lagi menekan nomor yang dijadikannya nomor satu di speed dial-nya. Tidak ada respon.Aneh, sejak semalam Amanda tak bisa dihubungi. Setelah dia meninggalkan pesan suara di chat pun dia tak merespon. Aneh, tak pernah sekalipun dia seperti ini."Sarapan dulu, Ronald." Papa menyarankannya untuk segera menyesaikan sajian breakfast yang disediakan oleh panitia. "Keburu dingin..."Masih saja Ronald sibuk dengan handphone yang dipegangnya. Tampak rasa khawatir mendera. Ada apa dengan istri yang baru dia tinggalkan dua hari. Apakah Amanda marah dan sebal karena tidak diajak ke luar negeri?Jika sekarang di Oslo pukul sepuluh pagi berarti di Indonesia sudah jam empat sore. Apa yang membuat istrinya sama sekali tidak memperhatikannya yang jauh di luar negeri?"Amanda tidak merespon dengan panggilan dan chat-ku, Pa. Ada apa ya kira-kira?" gumamnya sembari tangan kanannya memainkan sendok di cangkir
"Ronald?" Mamanya menelpon karena lama tak memberikan jawaban. "Kamu tahu sekarang di sini sudah pukul dua pagi. Apa yang kamu lakukan di sana?""Hanya duduk di lobby. Papa bertemu dengan teman-temannya dari Harvard.""Kenapa kamu tidak ikut? Jangan-jangan mantan kekasih Papamu ikut juga?" Mamanya mulai berpikir yang tidak-tidak.Dia ingat bahwa suaminya adalah tokoh yang cukup populer semasa kuliah master dulu. Banyak mahasiswi dari Asia yang berharap bisa menjadi kekasihnya."Ma, itu sudah zaman dulu. Jangan negative thinking gitu lah, Ma! Lagipula Papa hanya berniat untuk memeperluas relasi bisnis. Bukan untuk hal yang aneh-aneh." Ronald cepat-cepat mengingatkan Mamanya agar tidak berburuk sangka.Setiap kali ada hal yang bagi Mamanya tidak wajar akan selalu dituduh macam-macam."Kamu selalu membela Papamu. Selalu mama yang disalahkan. Ini adalah insting seorang istri, Ronald. Tidak asal tuduh saja. Huh." Dia mendengus dan terdengar semakin dongkol.Menyadari bahwa sekarang di Indo
Hueeeeek! Hueeeeek!Beberapa kali setelah Ronald mengeluarkan cairan berbau anyir, akhirnya dia berhenti muntah. Catherine yang orangnya sangat bersihan merasa jijik dengan apa yang dia dapatkan dari lelaki yang dia idamkan.Perilaku muntah semacam ini membuat dia tak lagi bernafsu dengan Ronald.Ditariknya tubuh lelaki itu ke kamar mandi. Bahkan dia tak segan-segan mengguyurnya dengan shower."Kamu harus dibersihkan dulu sekarang." Ronald sudah basah kuyup di bawah guyuran air dingin.Tak bisa dibayangkan lagi bagaimana rasanya tubuh kekar itu di cuaca dingin begini, harus berhadapan dengan aliran air dingin yang berasal dari atas kepalanya."Rasakan ini!" Catherine membuka satu per satu kancing baju Ronald agar tidak mengganggu. Tubuh yang awalnya penuh dengan bau alkohol dan bau anyir muntahan, kini sudah sedikit hilang dan berkurang.Tangan Catherine meraih sabun cair dan menggosokkan tangannya ke bagian pundak, leher serta dada lelaki di depannya agar berbau harum."Sekarang kam
Amanda memang seperti seorang yang berkepribadian layaknya buku yang terbuka. Dia mudah dibaca oleh siapapun.Termasuk oleh Simon. Meski dia lebih belakangan kenal dengan wanita itu, tapi Amanda merasa dialah yang lebih mengenalnya daripada Ronald.“Amanda, sekarang tidurlah. Besok di acara outbond, anak-anak harus ditemani oleh ibu masing-masing.” Kata Simon dan kemudian baru menyadari kesalahan kalimatnya. “Ehm, maksudku ditemani oleh anggota keluarganya yang perempuan.”Lalu Amanda tersenyum dan menutup matanya sebelum Simon pergi. Karena jika dia tak melakukannya, Simon tidak akan pernah meninggalkan tendanya.Keesokan harinya, Mila bangun kesiangan. Mungkin karena pengaruh cuaca yang dingin dan suhu benar-benar turun di bandingkan hari-hari sebelumnya.“Tante, semua temanku sudah mandi?” Mila nampak gugup saat melihat semua sudah siap.“Tidak apa-apa. Sekarang kamu bawa perlengkapan mandi saja.
Acara outbound selesai lebih awal dari yang direncanakan. Di luar perkiraan, turun hujan yang cukup deras di kawasan pegunungan."Siapa sangka hujan turun di musim kemarau begini ya, Mila." Amanda mencoba menghibur keponakannya yang terlihat murung karena tidak bisa menikmati permainan sampai selesai."Kenapa harus dihentikan? Padahal aku pengen main manjat-manjat tadi, Te!" Rengeknya lagi."Kita tunggu saja nanti kalau sudah reda hujannya nanti baru kita main lagi." Amanda mengatakannya hanya untuk menenangkan keponakannya. Dia tahu kalau mendung yang penuh seperti ini tentu saja hujan akan berlangsung lama."Jam berapa redanya?" Tanya Mila sambil tersedu-sedu. Tangisannya belum bisa berhenti karena sebenarnya dia sangat menyukai main hujan-hujanan juga."Ya kita lihat saja. Semoga tidak lama lagi bisa reda ya?" Tantenya menghibur agar keponakannya tidak terus menerus menangis."Sekarang kita main apa ya enaknya?" kata Amanda untuk mengalihkan perhatian Mila."Tante, kenapa kita ngg
"Kakak, apa baik-baik saja?" Seorang pelayan toko langsung menghampiri Amanda dan membantu mengumpulkan roti-roti yang berjatuhan.Tangannya masih gemetaran tidak bisa bergerak. Tak dinyana rupanya Ronald memang sama saja dengan playboy super rich lainnya."Iya saya agak kepleset tadi." Jawabnya menutup-nutupi alasan yang sebenarnya.Suara pembaca berita melanjutkan deskripsi singkat tentang sosok berinisial C tadi.[...Nona C ini adalah seorang high quality single lady yang menjadi perbincangan hangat karena dia dikabarkan bukan orang sembarangan. Sementara ini belum bisa dikonfirmasi lebih lanjut karena sedang mengikuti konferens.Tidak dipungkiri ketertarikan di antara keduanya terjadi. Siapa yang tidak kenal dengan Ronald Anderson. Pria berusia tiga puluh lima tahun ini adalah seorang entrepreneur yang kiprahnya di dunia bisnis tidak diragukan lagi....]Amanda mencoba menutup rapat telinganya dari suara pembawa acara itu. Tanpa banyak bicara lagi, segera dia mengeluarkan dompet un
Rencana Amanda untuk pulang ke rumah ibunya lagi ia batalkan. Dia bukanlah seorang pengecut yang menggunakan upaya lari dari masalah untuk solusinya.Kali ini dia harus berani dan membuat rencana baru.Mama mertuanya yang terlihat amat menyayanginya rupanya hanyalah sebatas kedok. Orang kaya memang sering dikatakan oleh ibunya bermain dua kaki.Tak pernah tahu ke mana hatinya condong."Amanda, setelah kamu siap, nanti tolong kamu awasi Mila ya? Mama sudah tua, jadi kalau di bandara tentu sulit untuk mengkondisikan dia." Ujarnya ramah seperti biasa.Jika kemarin-kemarin ini terdengar sangat manis, sekarang bagi Amanda terdengar seperti racun yang dibungkus dengan madu."Baik Ma, akan saya jaga dan awasi dia. Mama tenang saja ya?" Dia memastikan tidak ada yang berubah dan tidak ada yang perlu dicurigai."Oke, barang-barangmu sudah dibawa ke bawah semua?" Mertuanya menanyakan soal koper dan bawaan lain.Terdengar begitu perhatian dan sangat baik. Jika Amanda tidak menguping pembicaraan d
"Amanda?" Wanita itu mulai terlihat gusar. "Kita harus ke klinik terdekat, kalau ke rumah sakit akan terlalu jauh!" Sambung Ronald sambil membopong Amanda keluar rumah dan menuju mobil di depan.Meski kesulitan, akhirnya mereka berdua berhasil ke mobil dan mulai berkendara."Aduh..." Amanda memegangi perutnya yang sudah tak bisa lagi ditahan. Seolah ada sesuatu yang mau keluar.Dia semakin terlihat gelisah dan matanya sesekali menyipit karena menahan rasa sakit.Ronald dengan gugup sesekali melihat ke arah maps yang menunjukkan ke arah tempat bidan bersalin sedekat mungkin dari lokasi mereka sekarang."Aku sudah menemukan tempat praktek bidan, Amanda. Bertahanlah!" Pikiran Ronald saat ini adalah mengira bahwa Amanda akan melahirkan. Itu saja.Bisa saja kan sekarang ini wanita itu mengalami kontraksi. Tapi seingatnya tadi, kandungannya baru tujuh bulan saja umurnya."Sakiit..." Dia semakin menunjukkan rasa tak karuan yang dihadapinya. "Bertahanlah, Sayang..." Tangan kiri Ronald sese
Mungkinkah jika sebenarnya Tuhan sudah menunjukkan jawaban?Mungkinkah jika sebenarnya Tuhan sudah memberikan tanda-tanda dan keajaiban itu? Hanya saja kita sebagai manusia terlalu banyak membangkang dan sok mengatur Tuhan?Ronald terkejut mendengar pengakuan dari mulut Amanda sendiri.Amanda, seandainya kamu tahu, bahwa anak itu bukanlah anak Simon dan bisa jadi adalah anakku.Belaian lembut Ronald rupanya berhasil menidurkan Amanda di sofa mungil itu."Aaaarhhh..." Dia merintih dan akhirnya dibopong oleh Ronald untuk dibawa ke dalam kamar tidur.Perlahan dia membaringkannya.Tidak cukup hanya sampai di situ, Ronald juga melepaskan rok panjang yang membuat Amanda tak leluasa bergerak."Mmmm..." entah apa yang sekarang sedang dimimpikan oleh Amanda, Ronald hanya mengelus kening dan pipinya.Muncullah rasa itu yang mendadak membuatnya seakan terbangun dari masa 'tidur'."Oh, God!" Ronald menyadari ini benar-benar bukan saat yang tepat untuk ini.Amanda dalam keadaan mengantuk dan sudah
"Mari masuk, Pak!" Dengan susah payah akhirnya Amanda menemukan kunci gerbang dan rumahnya yang terletak di tasnya.Setelah menyalakan lampu yang sejak senja tak ada yang mengurusi, ruangan mungil itu menjadi hangat dan terang benderang."Kamu tidak menawari aku makan sesuatu?" Ronald mengaku merasa sangat lapar.Pantaskah Amanda menawarinya semangkuk mi instant atau ramen? Lantas, bagaimana jika Ronald tidak selera dengan makanan instant semacam ini?"Saya bisa memesankan makanan, Pak." Nadanya sudah disetting seformal mungkin.Amanda sudah yakin kalau dia lebih terdengar seperti sekretaris sungguhan daripada sebagai seorang mantan istri."Oh, begitu? Kenapa kamu tidak memberiku mi atau apapun tadi yang kamu beli dari minimarket itu?""Hmmm, Pak Ronald, rumah ini bukan warteg atau cafe. Jika ingin makan sesuatu, bisa ke restoran di jalan besar sana atau di mana gitu... Fine dining di hotel keluarga Bapak barangkali..." Amanda mengelus dada."Aku ke sini tadi niatnya bukan untuk makan
"PAPA?"Gema suara Ronald benar-benar menyita perhatian semua orang.Bahkan beberapa nakes juga ikut berhenti dan melihat betapa pandangan mata Ronald layaknya seekor singa yang siap menerkam binatang buruan!Langkahnya makin dipercepat. Papanya tak lagi punya kesempatan untuk melarikan diri atau sekedar bersembunyi."RONALD?" Papanya benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan itu.Nampak sekali kalau dia ingin ditelan bumi saat itu juga. Pegangan tangan yang awalnya erat itu mendadak ia lepaskan."Monica, kamu ke sana dulu." Dia berbisik pada teman wanitanya agar tak ikut dalam forum keluarga.Meski kesal, wanita berambut panjang dan memakai hot pants itu akhrinya menurut."Siapa dia, Pa?" Ronald pura-pura bertanya, padahal dia tau semua seluk beluk perempuan simpanan sang Papa,"Oh, dia anak buah Papa," Jawab sang Papa sambil membenarkan letak jam tangannya.Baru kali ini dia seperti tertangkap basah dan malu setengah mati."Anak buah? Kerja di bagian apa dia?" Ronald ber
"Mila, ini susu hangatnya sudah aku buatkan!" Amanda membawa segelas susu hangat yang dia sengaja bawa ke lantai dua.Rupanya, ia terkejut saat kembali ke atas, Ronald sudah pulang ke rumah. Dia tertunduk malu. Tak tahu harus melakukan apa sekarang.Kakinya terhenti. Sementara Ronald mengamati lekuk tubuhnya yang semakin ekstreme. Perutnya terlihat semakin meruncing seolah siap kapanpun untuk melahirkan bayinya."Amanda!" Panggil Ronald lirih.Ia malu selama ini sudah berbuat tidak baik pada wanita itu. Bahkan terang-terangan menuduhnya melakukan selingkuh dan merendahkannya lebih rendah dari wanita pela*ur."Maaf aku harus mengantarkan susu ini ke kamar Mila. Setelah ini, aku akan pergi." Dia buru-buru ke kamar Mila lalu meletakkannya di meja.Rupanya anak itu sudah tertidur karena sepertinya kelelahan setelah menangis dan tantrum dalam waktu yang cukup lama."Amanda?" Saat dia sudah keluar dari kamar Mila dan membawa tasnya, Ronald mencegah wanita itu pergi."Maaf aku harus pulang
Ronald merenung di meja kantornya.Seusai meeting, dia tak banyak bicara dengan siapapun. Kalimat sopir pribadinya itu terdengar menggoda dan menantang.Tes DNA?Kenapa ini tak pernah terpikir olehnya setelah tahu kalau Simon bukan ayah dari anak itu?Ah, ini bisa saja hanya hawa nafsunya sendiri yang berbicara. Bagaimana jika ternyata Amanda tak sebaik yang ia duga? Bisa saja kan, selama ini dia berhubungan lebih dari dua laki-laki."Boss?" Anak buahnya yang biasa melakukan investigasi tiba-tiba menelpon. Padahal ini baru jam sepuluh pagi."Iya, bagaimana?" Ronald menekan alisnya dengan telunjuk dan ibu jari.Kepalanya terasa berat memikirkan semuanya seorang diri."Papa Boss sudah terdeteksi menginap lagi di apartemen itu. Apa Boss sudah mencoba menghubungi Monica?"Giliran Ronald sekarang yang ditanya oleh anak buahnya. Celakanya, dia lupa menghubungi Monica karena sudah terlalu larut dalam investigasinya tentang tes DNA itu."Belum. Aku belum sempat." Jawab Ronald asal."Tidak mas
"Kurang ajar!"Ronald memukulkan kepalan tangannya di atas meja kafe di mana mereka bertiga berbincang."Boss, tenangkan diri dulu. Jangan mencuri perhatian orang!" Anak buahnya mengingatkan."Aku tidak bisa terima saja, Kenapa Mamaku setega itu pada Amanda? Apa hukumannya dikeluarkan dari rumah dan bercerai dariku itu kurang?" Ronald kini mulai sadar, kalau selama ini bisa jadi memang Mamanya lah yang menjadi penjahat bukannya malah Amanda."Kita tidak bisa menyimpulkan secepat ini, Boss. Pasti Mama Anda melakukan ini ada alasan kuat dan tidak serta merta melakukan hanya untuk kesenangan semata!" Anak buahnya yang biasanya beringas, rupanya masih memiliki hati nurani untuk memberikan nasehat pada bosnya."Minum dulu, Boss..." Yang satunya mengingatkan Ronald untuk meminum minuman yang dipesannya tadi.Dengan gegabah, ia menghabiskan satu cangkir kopi itu dalam sekali minum.Lalu mengembalikan cangkir itu di atas tempatnya dengan sembarangan. Rasanya sudah tak ada gunanya lagi dia ber
"Bagaimana maksud kamu mencari pekerjaan itu?" Simon tentu saja terkejut dengan pernyataan Amanda barusan.Mencari pekerjaan untuk menghidupi anaknya yang akan lahir? Bukankah kehidupan Simon sudah bergelimang harta dan rasanya itu sudah lebih dari cukup untuk memberikan penghidupan yang layak buat mereka."Kurasa itu adalah jalan yang terbaik untuk kita semua. Aku tidak mau selamanya bergantung padamu, Simon. Aku merasa seperti pengemis sekarang. Apa-apa harus menunggu pemberianmu." Amanda meneteskan air matanya.Ini karena setelah beberapa waktu terakhir, dia merasa betapa sulitnya hidup saat memenuhi kebutuhan harus menunggu pemberian pria itu.Ia tak mau diatur-atur terus dan merasa tidak berdaya. Akan jadi apa nanti anaknya."Amanda... Anak itu adalah darah dagingku dan kamu adalah ibunya. Aku tak akan pernah membiarkan kalian hidup dalam kekurangan apapun. Apa kamu tidak lihat, bagaimana yang aku lakukan padamu?" Simon mengelusnya lagi meski Amanda menunjukkan raut muka yang tid
"Jadi, ini yang kamu lakukan selama ini?" Papa Ronald mendudukkan Monica dan tampak memberikan ancaman.Monica mulai panik. Betapa tidak, dia khawatir kalau-kalau setelah ini akan diputus hubungannya dengan sang pendonor dana terbesar di kehidupannya beberapa tahun ini."Daddy..itu semua salah sangkamu saja. Aku dan dia hanya murni berteman saja. Tidak lebih.." Monica membelai lembut tangan daddy-nya."Apa maksud kamu?"Tentu saja pria itu mulai penasaran dan sedikit membuka diri untuk penjelasan wanita cantik yang sering menghiasi malamnya."Dia itu... penyuka lelaki juga, Daddy.." Mata manja itu mulai menebar jaring. Mencari perhatian sang pria yang hampir saja hilang kepercayaan padanya.Ini berbahaya karena akan membuat pundi-pundi dana yang masuk ke rekeningnya setiap bulan bisa saja terhenti seketika."Hah, rasanya itu mustahil. Kalian terlihat sangat mesra sekali..." Papa Ronald itu menyangkal.Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat bahwa Monica tampak bermesraan dengannya di