"Karena dia adalah orang yang telah memperkosa Jenny, Ma!!" jawab Bima seraya berteriak."APA?! Memperkosa Jenny?!" Lily sontak membelalakkan matanya. Dia yang tampak terkejut langsung menatap ke arah Lukman hang baru saja berdiri. Namun, pria itu dengan cepat menggelengkan kepalanya."Itu sama sekali nggak benar, Yang!" tegasnya membela diri. "Pasti si Bima ini habis dihasut oleh Jenny, karena yang sebenarnya kamu sendiri tau 'kan ... kayak gimana?!""Berhenti bicara omong kosong bajingaan!!" geram Bima. "Aku akan mencari bukti-bukti yang akan memberatkanmu!! Kupastikan kau akan mendekam didalam penjara!" tambahnya mengancam."Usir Bima dari sini, Pak!" perintah Lukman kepada satpam."Baik, Pak." Satpam itu mengangguk, kemudian menyeret Bima untuk keluar dari sana meskipun dengan bersusah payah sebab pria itu sempat memberontak."Apa Papa baik-baik saja?" tanya Soraya dengan khawatir. Dia mendekat ke arah Lukman lalu menangkup kedua pipinya."Iya, Papa baik-baik saja kok, Ray." Lukma
"Iya, Bud. Kasihan banget 'kan si Jenny. Aku harus membantunya. Dia harus mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.""Apa Jenny memberitahu, siapa pelakunya? Kalau sudah tau mending kita langsung seret dia ke penjara saja, Pak," kata Budi memberikan usul."Kalau pelakunya dia tau, Bud. Tapi masalahnya di sini ... kejadian sekitar setahun yang lalu itu sama sekali tak memiliki bukti. Jadi pelakunya susah untuk masuk penjara.""Jenny pas diperkosa memangnya nggak langsung lapor polisi? Atau minta untuk divisum gitu, Pak?""Aku belum tanya soal ini sih, Bud. Tapi kayaknya sih enggak.""Coba Bapak tanya dulu, biar pasti. Nanti kalau informasi dari Jenny sudah jelas ... saya akan langsung menghubungi anak buah saya, Pak.""Iya, Bud. Nanti pas sampai apartemen aku langsung bertanya padanya.""Tapi ngomong-ngomong, Pak. Pelakunya siapa? Apa Jenny menyimpan fotonya?""Enggak perlu pakai foto segala, Bud. Karena pelakunya adalah Lukman.""Lukman??" Budi mengulang nama itu, tapi dia masih belum
Dengan rasa penasaran yang membara, Weni memutuskan untuk menempelkan telinganya ke pintu. Dia berusaha mendengar setiap suara yang keluar dari ruangan tersebut, berharap dapat memahami apa yang sedang terjadi di dalam.Namun sayangnya, meski sudah hampir setengah jam berlalu, Weni tidak mendengar suara apa pun dari dalam kamar tersebut.'Apa yang mereka lakukan di dalam sana? Kenapa nggak ada suara sama sekali?' Weni bertanya-tanya dalam hati, rasa penasarannya semakin memuncak. Jika dia berani, dia mungkin akan langsung mengetuk pintu itu. Namun, dia tidak berani melakukannya, takut akan reaksi Bima. 'Apa mungkin kamar Pak Bima memang kedap suara, sehingga aku nggak bisa mendengar apa-apa?' Weni mencoba menebak dalam hati, sambil terus memerhatikan pintu kamar tersebut.Sementara itu, di dalam kamar, Bima yang telah membawa Jenny masuk dengan lembut meletakkan tubuhnya di atas kasur. Dengan penuh kasih sayang, dia masih terus mencium bibir Jenny.Bima dengan lembut melepaskan jas ya
Bima memutuskan untuk mengajak Jenny sarapan di.salah satu restoran mewah miliknya di kota. Restoran tersebut terkenal dengan suasana yang elegan dan makanan yang lezat.Ketika mereka memasuki restoran, suasana yang ramai langsung menyambut mereka. Meja-meja di restoran ini hampir penuh dengan para tamu yang menikmati sarapan pagi mereka.Terdapat perpaduan antara suara percakapan yang riuh dan aroma harum dari makanan yang sedang disajikan.Restoran ini dirancang dengan sangat indah. Dinding-dindingnya dilapisi dengan panel kayu yang mewah, menciptakan suasana hangat dan nyaman.Lampu gantung cantik tergantung di langit-langit, memberikan pencahayaan yang lembut di setiap sudut ruangan. Pemandangan kota yang indah terlihat melalui jendela-jendela besar, menambah nuansa romantis.Bima dan Jenny dipandu oleh pelayan yang ramah ke meja privasi yang terletak di sudut restoran. Meja tersebut dikelilingi oleh tirai tipis yang memberikan privasi mereka. Mereka bisa berbicara dengan bebas tan
"Jenny... tolong maafkan aku. Maafkan semua kesalahanku," ucap Lukman dengan suara lirih dan penuh permohonan. Namun, Jenny tidak melihat raut penyesalan di wajahnya. "Aku tahu kamu membenciku. Bahkan sangat membenciku. Tapi kamu nggak perlu melaporkan semuanya kepada Bima. Dia adalah orang asing, Jen.""Orang asing?!" Kedua alis mata Jenny tampak bertaut seraya berdecak. "Yang orang asing di sini adalah Om!" tambahnya sambil berbalik badan, menunjukkan ketidaksenangan yang jelas.Jenny melangkah bersama Dini, berusaha untuk melupakan pertemuan yang tidak menyenangkan itu. Namun, Lukman tiba-tiba berlari mengejarnya dan menarik tangan Jenny, hingga membawanya ke dalam dekapan."Aku mencintaimu, Jen," bisiknya pelan, tapi membuat Jenny membelalakkan matanya. Tanpa ragu, dia segera mendorong tubuh pria itu sekuat tenaga dan langsung menampar pipi kanannya.Plakkkk!!Jenny merasa jijik dan marah pada Lukman. Aksinya menarik perhatian siswa dan siswi lain yang sedang berada di sekitar mer
"Yang... kenapa Pak Erwin melakukan tes DNA atas nama Bima? Apa maksudnya?""Mungkin Pak Erwin ragu kali, kalau Bima itu anaknya," tebak Lukman."Ah masa iya, sih, Yang?" Lily tampak ragu. "Tapi kenapa baru sekarang? Selain itu ... muka Bima 'kan mirip sama Pak Erwin, Yang?""Kalau soal itu aku nggak tau. Lagian itu juga bukan urusan kita kok, Yang. Jadi berhenti memikirkan urusan mereka."Lily langsung mengangguk, merasa paham dengan apa yang suaminya katakan.Tak lama kemudian, perawat itu pun beralih menghampiri mereka sambil memberikan sebuah amplop putih di tangannya."Tes DNA atas nama Lily Andriana, ya, Bu?" tanya perawat itu."Iya, Pak." Lily mengangguk cepat seraya menerima. Karena sudah sangat penasaran, akhirnya dia langsung membuka amplop itu dan membaca isinya."Lho, Yang, kenapa langsung kamu buka? Harusnya nanti saja. Kita pulang dulu." Lukman segera menarik istrinya dan mengajaknya keluar dari rumah sakit.Padahal diawal dialah yang meminta untuk merahasiakan masalah i
"Lho, Jen ... ada apa denganmu?" tanya Bima kekhawatiran saat melihat Jenny berlari dengan tergesa-gesa. Tanpa ragu, dia segera menutup teleponnya dan berlari mendekati Jenny.Tiba-tiba, rasa mual yang tak tertahankan membuat Jenny tak bisa menahannya lagi. Dia memuntahkan isi perutnya sebelum sampai di toilet."Uuueekk! Uueeekk!"Bima segera merangkul bahu Jenny, khawatir akan keadaannya. "Apa kamu sakit, Jen? Mungkin kita sebaiknya pergi ke rumah sakit sekarang," ajak Bima dengan penuh perhatian. Dia membawa Jenny ke toilet umum terdekat untuk membersihkan diri.Tak lama kemudian, Jenny kembali merasa mual dan muntah lagi. Bima dengan lembut memijat tengkuknya, mencoba memberikan sedikit kenyamanan."Aku baik-baik saja, Pak. Bapak bisa keluar dari toilet," kata Jenny dengan suara lemah. Dia merasa tidak nyaman dengan kehadiran Bima di dalam toilet yang seharusnya hanya untuk perempuan.Bima menolak. "Aku khawatir kamu akan jatuh. Aku akan tetap menemanimu sampai selesai."Namun, Jen
"Nanti saja Ayah ceritakannya ketika kamu sudah ke rumah," kata Erwin dengan lembut."Oke deh. Kalau begitu aku tutup teleponnya, assalamualaikum," ucap Bima."Walaikum salam."Setelah mereka mengakhiri panggilan, Weni masuk ke dalam mobil dan Bima segera mengemudikan mobilnya menuju apartemen.Namun, sebelum sampai di sana, Bima berhenti sejenak di apotek untuk membeli obat pereda mual untuk Jenny. Kemudian, dia juga singgah ke restorannya untuk memesan satu wedang jahe dan bubur ayam."Aku akan ke rumah Ayah dulu, Jen. Kamu jangan lupa makan dan minum wedang jahe. Tapi jika masih merasa mual ... obat yang aku beli langsung kamu minum saja dan baru tidur setelah itu. Istirahatlah," kata Bima saat dia mengantarkan Jenny ke dalam kamar.Weni juga ikut masuk sambil membawa Kaila menuju ranjang bayi, karena bayi perempuan itu masih tertidur nyenyak setelah perjalanan pulang tadi."Iya, Pak. Terima kasih sekali lagi atas perhatiannya," ucap Jenny pelan sambil berbaring. Bima segera menyeli
"Husss!! Jangan ngomong kayak gitu!" Bima menasehati dengan suara yang lembut, namun penuh ketegasan. Tangannya mengusap dahi Jenny dengan penuh kasih, mencoba menghapus ketakutan yang menghantui pikirannya. "Lebih baik kita berdo'a sama Allah, dan berpikir positif. Aku sendiri yakin... semuanya akan baik-baik saja."Dengan kata-kata Bima, Jenny menemukan sedikit ketenangan. Dia mengangguk, menerima saran Bima untuk terus berdoa dan memelihara pikiran positif. Mereka bersama-sama memohon kepada Allah, berharap dan percaya bahwa segala sesuatunya akan berjalan dengan baik.Selama kehamilan kedua ini, Jenny hampir tidak pernah absen dari kontrol kehamilan. Bima, dengan kepeduliannya yang tak pernah surut, selalu mengingatkan dan bahkan sering kali lebih bersemangat dari Jenny sendiri untuk memastikan semuanya berjalan lancar.Wajar begitu, Bima sendiri merasa sangat bahagia dan bersyukur karena diberikan kesempatan untuk menjadi seorang Ayah dari darah dagingnya sendiri.Kabar tentang ha
"Ya sudah, kalian hati-hati dijalan, ya? Semoga semuanya berjalan dengan lancar," ucap Eka seraya mengusap pipi anaknya lalu memeluk tubuh Jenny sebentar."Amin, Bun," jawab Bima lalu mencium tangan Eka, kemudian disusul oleh Jenny. "Ya udah, kami berangkat. Assalamualaikum.""Walaikum salam."**Setelah datang ke kantor polisi dan memberikan keterangan, Jenny langsung diarahkan ke rumah sakit untuk melakukan visum.Pihak polisi mengajukan, selain itu Bima juga sempat memintanya. Semua itu demi membuktikan, apakah Jenny sempat diperk*sa dalam keadaan tidak sadar atau tidak. Karena jika bertanya langsung kepada Lukman, itu akan sia-sia saja.Seperti pepatah mengatakan, mana ada maling ngaku. Kalau ada, penjara akan penuh.Setelah selesai dengan urusan polisi, keduanya pulang ke rumah kemudian berlanjut pergi ke mall bersama Eka, Kaila dan juga Weni.*Hari ini terasa sangat melelahkan bagi Jenny, na
'Dia masih belum tidur, kenapa ya?' pikiran itu berkecamuk dalam benak Bima, membuatnya merasa bingung dengan perilaku Jenny. Dalam kebingungan itu, dia memutuskan untuk memejamkan mata, berharap dengan begitu, Jenny akan tergoda untuk segera tidur. "Zzzzz ...." Hanya dalam hitungan menit, suara dengkuran halus dan ritmis itu mengisi udara malam, memecah keheningan yang sebelumnya memenuhi ruangan. Jenny, yang sebelumnya menahan diri, kini membuka mata kembali. Matanya menatap Bima, yang tampak begitu tenang dalam tidurnya. "Ish!!" Gumamnya pelan, rasa sebal memenuhi hatinya. Melihat Bima yang dengan mudahnya memasuki dunia mimpi, sementara dirinya masih terjaga, membuat Jenny merasa frustrasi. Bagaimana bisa pria itu lebih dulu terlelap ketimbang dirinya, padahal Jenny tengah berjuang melawan hasrat dalam dirinya yang begitu kuat dan mendalam.***Keesokan harinya, Bima terbangun perlahan-lahan dan terhanyut oleh aroma wangi sabun yan
Pak Polisi yang sebelumnya menginterogasi Lukman mengambil sikap tegas. Dia menatap Lukman yang terlihat putus asa. "Meskipun Anda mengelak, itu akan sia-sia, Pak. Bukti yang ada sangat kuat menunjukkan bahwa Anda bersalah. Kita hanya perlu menunggu keterangan dari saudari Jenny, dan setelah itu Anda akan ditahan sebagai tahanan di sini." Lukman menolak dengan cepat, menggelengkan kepalanya. "Enggak! Aku nggak mau, Pak! Aku nggak bersalah, ngapain dipenjara? Aku di sini hanya ingin membantu Jenny, menyelamatkan hidupnya dari kebahagiaan palsu dengan Bima. Karena hanya aku yang bisa membuatnya bahagia!" Lukman berteriak dengan putus asa. Dia terlihat kehilangan akal sehatnya, bahkan melawan saat dua polisi menyeretnya keluar dari ruangan. "Lepas!! Lepaskan akuuuu!! Lily sayaaaang, tolong selamatkan aku!!" Lukman berteriak sembari berusaha melepaskan diri, meskipun terlihat sia-sia. "Jangan penjarakan akuuu!! Aku nggak bersalaaahhh!!"Lukma
Polisi itu mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Sebelumnya mohon maaf, Ibu ini siapanya Pak Lukman? Saya ingin bertemu saudari Lily, istri dari Pak Lukman." Lily dengan tegas menjawab, "Aku Lily, Pak. Aku adalah istri dari Lukman." "Baik, kebetulan sekali. Saya ingin meminta Ibu datang ke kantor polisi, untuk memberikan keterangan terkait kasus yang sedang ditangani. Saat ini... Pak Lukman sedang ditahan di kantor polisi karena kasus penculikan dan percobaan pelecehan terhadap saudari Jenny Salsabila," jelas Pak Polisi dengan penuh kehati-hatian. Soraya dan Lily sama-sama terkejut, suara mereka terdengar serempak, "A-apa?!" Soraya menatap Lily dengan wajah penuh kebingungan, mencari kepastian. Lily, yang masih terkejut, menegaskan, "Bagaimana mungkin itu terjadi, Pak? Itu nggak mungkin! Lukman nggak mungkin melakukan hal seperti itu!" Soraya mencoba memahami situasi dengan bertanya, "Jenny yang dimaksud Pak Polisi itu, s
"Bagaimana keadaan istriku, Dok? Apakah dia baik-baik saja?" Dokter tersebut, dengan wajah yang penuh empati, menjawab, "Istri Anda baik-baik saja, Pak. Hanya saja, dia tampaknya sempat mengalami serangan panik yang cukup parah hingga menyebabkan dia pingsan," jelasnya dengan tenang dan detail. Bima merasa sedikit lega, menghela napas dalam-dalam. Meski begitu, masih ada pertanyaan lain yang mengganjal di hatinya. "Kalau kandungannya bagaimana, Dok?" "Kandungan istri Anda juga dalam keadaan baik dan sehat, Pak," jawab Dokter. "Tapi, untuk sementara waktu... Saya sarankan agar dia banyak beristirahat. Hindari aktivitas berat dan berikan dia ketenangan hati serta pikiran. Nona Jenny, istri Anda, sepertinya pernah mengalami trauma di masa lalu. Hal ini tentu tidak baik untuk kesehatannya, apalagi dalam kondisi hamil seperti ini." "Trauma apa yang dimaksud, Dok?" Meski dia sudah memiliki dugaan sendiri, tapi Bima ingin mendapatkan penjelasan langs
"Om mau apa? Aku nggak mau ... eemmmppptt!!" Ucapan Jenny terhenti begitu saja ketika Lukman berhasil membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman. Kedua matanya langsung terbelalak, terkejut dengan tindakan tak terduga ini. Perasaan takut dan kebingungan memenuhi pikirannya. Braakkkk!! Tiba-tiba, pintu kamar itu terbuka dengan kasar. Bima, yang masuk dengan tergesa-gesa, terkejut melihat apa yang sedang terjadi. Wajahnya penuh dengan kejutan dan kemarahan. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat, bahwa Lukman berani menyentuh istri yang dicintainya. "Brengseek kau, Lukman!! Berani-beraninya menyentuh istriku!!" geram Bima dengan suara yang penuh emosi. Hatinya terbakar oleh kemarahan yang tak terbendung. Amarah yang memuncak membuatnya langsung berlari menuju Lukman dan menendang tubuhnya dengan kasar, membuat pria itu terjatuh dari ranjang. Bima merasa penuh dengan kekuatan dan tekad untuk melindungi orang yang dia cint
Dengan tubuh gemetar dan penuh ketakutan, Jenny berjuang sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cengkraman pria tersebut. Dia mendorong dengan keras dan berteriak sekuat tenaga, berharap ada seseorang yang mendengar dan datang menyelamatkannya."Toloooongg!!""Siapa pun tolong selamatkan aku!! Aku mohoooonn!!!" Namun, pria itu tetap erat memeluk Jenny, mengabaikan teriakan dan perlawanan putus asanya. Bahkan secara cepat, dia langsung mencium bibir Jenny.Cup~Mata Jenny kembali membulat. Seketika dia merasakan dejavu, karena peristiwa pemaksaan seperti ini kerap kali dia dapatkan dimasa lalu.Dengan buru-buru, tangan Jenny meraba sembarang. Mencari apa pun benda untuk bisa menyelamatkannya.Dalam keputusasaannya, akhirnya Jenny mendapatkan sesuatu di sekitarnya. Sebuah ponsel terjatuh ke tangannya. Tanpa ragu, dia langsung menghantamkan benda itu ke kepala pria tersebut dengan kencang. Buuugghh!!
Dengan sigap, pria itu mengangkat tubuh Jenny sebelum dia terjatuh. Kemudian, dia memasukkan tubuh Jenny ke dalam box kosong di atas troli. Dia memang sengaja membawa benda itu, dengan tujuan memasukkan Jenny ke dalam sana. Setelah memastikan situasinya aman, pria itu dengan cepat mendorong troli tersebut menjauh. Pergi dari tempat kejadian. Tak lama setelah kepergiannya, Eka keluar dari toilet sambil mengusap-usap kebayanya dengan tissue. Dia baru saja selesai membersihkan diri. "Lho, kukira Jenny sudah keluar duluan? Ternyata belum?" Saat tidak melihat kehadiran menantunya, Eka mulai khawatir. Tanpa ragu, Eka kembali masuk toilet untuk mencari Jenny. Jenny sudah cukup lama berada di dalam, membuat Eka semakin gelisah."Jen ... belum selesai juga kamu?" tanya Eka dengan suara agak keras pada salah satu bilik toilet. "Apa kamu kesusahan? Mau Bunda bantu nggak, Jen?" tawarnya, lalu dengan hati-hati membuka pintu tersebut. Cek