"Danica, kenapa dengan tanganmu?" Syahna terkejut melihat kedua tangan Danica dibalut kasa.Bukannya menjawab, Danica malah melempar pandang ke arah Nada dengan tatapan sinis dan kesal. Kembali wajahnya bersedih seperti hendak menangis merasakan panas pada kedua tangan dan kakinya karena saat sayur itu jatuh dan tumpah, bukan hanya melukai tangannya saja, melainkan kakinya juga.Syahna semakin bingung. Dia pun melemparkan pandang pada Nada. Maklum, saat kejadian Syahna masih tidur karena semalam dia pulang larut malam. Apalagi jarak antara kamarnya dengan dapur cukup jauh sehingga suara bising di dapur tidak terdengar olehnya."Danica, apa yang terjadi?" Michael pun tidak mengetahui.Sebagai tuan rumah dan juga orang paling tua di antara mereka, Michael jelas khawatir. Apalagi yang dia tau Danica adalah keluarga Nada, itu artinya mereka juga ada hubungan persaudaraan. Apalagi awal perjodohan Ethan adalah Danica."Semua ini karena Nada, Pa," sahut Erina dengan nada kesal mengadu domba
"Ini tidak bisa dibiarkan, Ma. Aku tidak mau punya keponakan dari Nada.""Jaga bicaramu, Erina! Bagaimana kalau mereka mendengar ucapanmu ini?"Syahna marah karena ucapan Erina, sedangkan Erina marah karena mendengar Nada hamil dan Ethan terlihat sangat bahagia.Erina pikir, bila Nada hamil, maka akan lebih sulit baginya untuk bisa memisahkan Ethan karena kakak tirinya itu pasti semakin mencintai Nada."Aku juga tidak sudi mempunyai keponakan dari Nada." Danica yang masih di rumah mereka dan ikut masuk ke dalam kamar Erina juga memberi komentar penolakan atas kehamilan Nada. Dia juga memiliki pemikiran yang sama dengan Erina. Bila Nada dan Ethan memiliki anak, maka akan sulit merebut Ethan dari Nada."Danica, jangan memperkeruh suasana!" Syahna juga membentak Danica.Mengatasi satu anak perempuannya yang terobsebsi pada Ethan saja sudah sangat sulit, kini ditambah dengan Danica yang juga nampaknya terobsebsi dengan Ethan juga. Kepala Syahna semakin terasa sakit. Bagaimanapun dia tida
"Kenapa tadi mama bilang begitu?" Dalam perjalanan, Nada masih terngiang ucapan Syahna.Ethan segera meraih tangannya dan menggenggam lembut. Memberinya senyum untuk menenangkan istrinya. Dia tau Nada masih memikirkan pesan Syahna karena tidak biasanya wanita itu perhatian."Mama hanya khawatir padamu. Orang tua memang seperti itu. Apalagi dalam perutmu ini ada calon cucunya. Mereka pasti sangat khawatir," ucap Ethan berharap bisa menenangkan Nada. Ethan mengusap lembut perut Nada.Bukan hanya Nada yang penasaran dengan ucapan Syahna sebelum mereka pulang. Tidak seperti biasa mama tirinya itu baru kali ini perhatian pada Nada semenjak mereka menikah. Bahkan sebaliknya, Syahna sama dengan Erina, tidak menyukai Nada.Di depan Nada, tidak mungkin Ethan menunjukkan kecemasan dan rasa ingin tahunya karena itu bisa memicu kekhawatirannya. Dia akan menyelidiki secara diam-diam tanpa diketahui oleh istrinya.Hari terus berlalu dan dijalani oleh Nada dengan bahagia. Sebagai ibu hamil muda, Nad
"Sayang, aku-"Perkataan Ethan terhenti seketika saat melihat sofa yang tadi dilihatnya Nada duduk di sana kosong. Meski dia tidak mengantar hingga istrinya duduk dengan nyaman. Namun, saat berjalan meninggalkannya, Ethan yakin dan melihat Nada duduk di sana.Bola matanya beredar mencari keberadaan istrinya. Bahkan Ethan langsung menghubungi nomor Nada untuk menanyakan keberadaannya. Sayangnya, beberapa kali panggilan, Nada tidak menjawab. Tiba-tiba dia pun merasa sangat cemas dan khawatir."Apa kamu melihat istriku?" tanya Ethan pada karyawan yang melintas."Maaf, Tuan. Saya tidak melihat nyonya Nada."Dada Ethan semakin berdebar tidak karuan karena cemas dan panik. Meski begitu, di hadapan orang lain, Ethan masih bisa bersikap tenang karena tidak ingin membuat kehebohan dan juga terlihat lebay. Meski dalam dirinya sangat khawatir.Ethan kembali menghubungi nomor Nada. Dia juga berjalan ke ruangan istrinya dan berpikir Nada kembali ke ruang kerja karena ada yang tertinggal di sana. S
"Jude, jangan mempermainkan nyawa istriku!" bentak Ethan.Dia mulai kehilangan kontrol diri. Bahkan Ethan benda yang ada di depannya menjadi pelampiasan kemarahannya. Miniatur yang terbuat dari kaca pun akhirnya pecah berserakan di atas lantai di depan mata mereka."Ethan, kendalikan dirimu!" Vidor lantas mencengkeram dan menahan lengan Ethan.Napasnya menderu memburu penuh dengan hawa panas. Detak jantung pun seiring terpacu cepat. Darah dalam dirinya telah mendidih. Keselamatan Nada dan calon bayinya membuatnya khawatir. Mata elangnya menatap tajam penuh bara api pada Jude. Bisa dikatakan, Ethan siap mencabik dan menghancurkan pria di hadapannya andai kata tidak menemukan Nada.Vidor segera menenangkan Ethan dan membawanya duduk kembali. Meski sorot matanya masih tajam dan hampir tidak berkedip menatap Jude, namun dia menuruti perintah Vidor. Duduk dengan tuntunan Vidor.Saat suasana tegang, tiba-tiba pintu terbuka."Tuan." Serly melangkah masuk dengan tergopoh-gopoh.Pengawal Nada
"Anda tidak mengenaliku, Nyonya, tapi suamimu mengenali aku," jawab wanita itu terus melangkah mendekati Nada. Kali ini wajahnya kembali garang.Nada ingin mundur kembali, namun lapang di belakangnya telah habis, ada meja dan dinding. Tidak ada ruang gerak lagi untuknya. Bisa saja ke samping, tapi untuk melangkah ke sana, dia membutuhkan gerakan cepat.Nada ketakutan dan merasa ngeri hanya saja tidak ingin menunjukkan pada wanita itu. Dia pikir, semakin dia terlihat takut, semakin wanita itu mendesak dan merasa senang. Akhirnya harus berpura agar terlihat tenang."Kamu memiliki masalah dengan suamiku? Kenapa tidak selesaikan saja dengannya?" ucap Nada berusaha agar suaranya tidak bergetar."Ha ... ha ... ha ...." Wanita itu tertawa dengan cukup keras.Karena ruangan itu tertutup, maka suara tawanya terdengar menggema menambah rasa takut dan gemetar. Hanya saja Nada terus berusaha untuk tetap tenang, meski sebenarnya perut bagian bawahnya telah terasa sedikit sakit dan mulai tidak nyam
"Tolong kembalikan anakku! Jangan ambil anakku!" teriak Nada dalam tangisnya.Napasnya hampir hilang karena tangisnya semakin rapat. Nada terisak hingga tersedu-sedu. Seluruh tubuhnya terguncang seiring dengan tangis histeris dan teriaknya. Separuh nyawanya hilang merasakan sesak luar biasa. Nada terus meminta anaknya dikembalikan."Jangan ambil anakku! Tolong lepaskan!"Semakin dia berteriak dan memohon, rasanya semakin jauh wanita itu membawa anaknya pergi. Bahkan saat ingin mengejar dan menggapainya, wanita itu semakin samar dan akhirnya tidak terlihat. Dia lenyap begitu saja membawa anaknya."Jangan! Kembalikan anakku!" teriak Nada menangis histeris.Mendengar tangis dan teriakan Nada, Ethan yang saat ini sedang berada di dalam kamar mandi membasuh wajah untuk menghilangkan rasa kantuk, langsung berlari ke luar dan mendekati istrinya. Dilihatnya Nada bangkit dari baringnya dengan hentakan cepat seperti orang kaget."Sayang, jangan!" Ethan segera menahan tangan Nada ketika istriny
"Apa wanita itu mengatakan begitu padamu?" Ethan balik bertanya sebelum menjawab. Dia harus tau apa yang dikatakan wanita itu pada istrinya sebelum memberi penjelasan.Nada tersenyum getir, lalu memalingkan wajah menghindari tatapan Ethan. Ada rasa sakit dalam hatinya. Dia merasa telah dibohongi oleh suaminya sendiri. Air matanya kembali mengalir. Cepat-cepat Nada menyeka dan menguatkan hati."Sayang, jangan percaya pada wanita itu!"Ethan meraih tangan Nada, namun dengan cepat Nada menepisnya. Rasa sakit yang dirasa belum bisa membuat Nada tenang. Ingin dia percaya pada suaminya, tapi rasa sakit itu teramat sakit. Bahkan hampir kehilangan bayinya.Ethan bangkit dari duduk, mendekati Nada dan duduk di sampingnya. Karena Nada kembali menghindar, dia pun segera memeluk dari belakang mengunci tubuh Nada."Kamu boleh marah padaku, tapi jangan banyak bergerak terlebih dahulu!"Ethan meletakkan dagunya di atas pundak Nada, memohon."Dokter memintamu bed rest," ucapnya lagi."Bila bayi ini
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber