Waktu menunjukkan pukul tiga sore, perlahan Salsa membuka kelopak matanya. Seketika terpejam kembali saat cahaya matahari masuk ke dalam kamar melalui jendela kaca. Perlahan Salsa mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Setelah cukup lama, Salsa memutuskan untuk bangkit, rasanya tulang belulangnya remuk semua. Dewa benar-benar sudah membuat tubuh Salsa seperti habis dipukuli.
Salsa menoleh ke samping kiri, terlihat jika suami mesumnya itu masih berenang di alam mimpi. Ingin rasanya ia membangunkannya, tetapi tidak tega, lagi pula ini sudah sore tidak mungkin Dewa pergi ke kantor lagi. Selepas itu, Salsa memutuskan untuk beranjak dari dari tempat tidur, ia ingin berendam di air agar tubuhnya kembali fresh.
Selang dua puluh menit, Salsa keluar dengan memakai handuk kimono. Wanita berambut panjang itu berjalan menuju almari untuk mengambil pakaian. Selepas itu, Salsa segera memakai pakaiannya sebelum sang suami terbangun. Setelah berpamitan, Salsa memilih untuk ke dapur, perutnya sudah demo ingin segera diisi dengan makanan. Namun setibanya di dapur, ia tidak menemukan makanan.
"Yah, kok nggak ada makanan sih." Salsa membuka kulkas. Ia hanya menemukan daging ayam dan sayuran yang masih mentah.
"Aku masak aja, ah. Siapa tahu nanti om Dewa tidak marah lagi," gumam Salsa. Setelah itu ia pun mulai berkutat dengan alat dapur.
Setelah dua puluh menit, kini Salsa akan menggoreng ayam tersebut yang sudah ia lumuri dengan bumbu. Namun saat memasukan ayamnya, tiba-tiba minyak yang ada di wajan muncrat keluar. Hal itu membuat Salsa terkejut, bahkan ia menjerit-jerit saat minyak panas itu mengenai tangannya. Dewa yang mendengar jeritan istrinya, seketika terbangun dari tidurnya.
"Salsa." Dewa bangkit dari tidurnya, ia terkejut saat mendapati istrinya sudah tidak ada di sampingnya lagi. Dengan panik Dewa meraih celana boxer miliknya dan bergegas memakainya.
Setelah itu Dewa berlari keluar dari kamar dan menuju sumber suara sang istri. Dewa sedikit berlari menghampiri istrinya yang tengah ketakutan, dengan cepat ia mematikan kompornya dan menuntun Salsa untuk sedikit menjauh. Dewa merasa panik, takut sesuatu yang buruk terjadi pada istrinya itu.
"Apa yang kamu lakukan, kenapa jadi seperti ini?" tanya Dewa dengan nada sedikit kasar.
"A-aku lapar, makanya aku mau masak, Om," jawab Salsa dengan tertunduk.
"Kenapa kamu nggak bilang sama aku," sahut Dewa. Ia tahu jika istrinya tidak pandai memasak.
"Aku takut kalau, Om masih marah," balas Salsa. Seketika wanita itu menggigit bibir bawahnya, takut perkataannya salah.
Dewa menghela napas. "Kalau aku masih marah, nggak mungkin tadi aku ngajakin kamu olahraga."
"Sekarang duduk," titah Dewa. Salsa hanya menurut, setelah itu pria berlesung pipi itu berjalan untuk mengambil kotak P3K.
"Mana yang sakit?" tanya Dewa, ia pun menjatuhkan bobotnya di samping istrinya.
Salsa menyodorkan tangannya yang terkena minyak tadi. "Ini, Om.
Dengan segera Dewa mengambil obat dan dioleskan pada tangan sang istri. Sementara itu, Salsa memilih tetap menundukkan kepalanya. Ia masih merasa takut dan panik, terlebih saat melihat suaminya yang hanya mengenakan celana boxer saja. Meski sering melihatnya bertelanjang dada, tetapi Salsa masih merasa risih.
"Kenapa menunduk terus," tegur Dewa.
"Soalnya, Om nggak pakai baju," sahut Salsa.
"Masih mending sudah pakai celana. Kamu pikir aku nggak panik saat denger kamu jerit-jerit." Dewa bangkit, lalu mengembalikan kotak obat tersebut. Setelah itu ia berjalan menuju kompor untuk menyelesaikan masakan Salsa.
Salsa memilih untuk tetap duduk, dan ia justru keasyikan melihat suaminya yang tengah berkutat dengan peralatan dapur. Jujur, ia merasa bangga, melihat sosok suami seperti Dewa. Meski terkadang membuatnya kesal karena sifat mesumnya itu, tetapi Dewa adalah sosok suami yang penyayang, pengertian, dan perhatian.
***
Di lain tempat dua orang wanita tengah duduk di sebuah resto. Mereka adalah Viola dan Sinta, keduanya memang sudah sepakat untuk bertemu. Viola ingin kejelasan tentang perjodohannya dengan Dewa, wanita berhidung mancung itu tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menikah dengan Dewa. Pria yang sangat ia cintai saat mereka masih SMA.
"Bagaimana, Tante tentang perjodohan aku dengan Dewa?" tanya Viola sembari menyeruput secangkir kopi capuccino.
"Kamu sabar saja ya, tante dan kakeknya Dewa sedang mencari waktu yang tepat untuk .... "
"Oya, masalah wanita yang ada di apartemen Dewa. Apa, Tante sudah menyelidikinya," potong Viola, ia tiba-tiba teringat tentang wanita yang ia temui di apartemen Dewa waktu itu.
Sinta terdiam sejenak. "Sudah, tapi waktu itu, Tante tidak menemukan seorang wanita di apartemen Dewa."
"Masa sih, Tan. Padahal waktu itu aku benar-benar ketemu sama wanita sialan itu," ujar Viola dengan menahan geram. Ia masih teringat bagaimana Salsa mengerjainya.
"Sudah ya, kamu jangan pikirkan wanita itu. Yang harus kita pikirkan adalah, bagaimana caranya agar kamu dan Dewa bisa secepatnya bertunangan." Sinta sengaja mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin membahas tentang wanita yang ada di apartemen putranya itu.
Viola terdiam sejenak. "Tante benar, lalu rencana kedepannya nanti apa."
"Dua Minggu lagi Dewa ulang tahun, Tante berencana untuk mengumumkan jika kamu adalah calon istrinya. Dan saat itu juga, kalian akan bertunangan. Tante yakin, Dewa tidak akan berani menolaknya," ungkap Sinta. Hal itu membuat Viola tersenyum bahagia.
"Tante benar, rasanya aku tidak sabar lagi," ujar Viola dengan semangat.
"Kamu persiapkan diri saja, biar semuanya, tante yang atur," ucap Sinta.
"Dewa, sebentar lagi kamu akan menjadi milikku. Dan setelah kita menikah nanti, aku akan mengambil semua harta kekayaan yang kamu miliki dan juga keluargamu itu. Penolakan yang kamu lakukan, telah membuatku untuk melakukan ini," batin Viola. Wanita berhidung mancung itu benar-benar mempunyai rencana licik.
***
Pukul delapan malam, Salsa sudah berbaring di atas ranjang. Wanita berambut panjang itu tengah membaca majalah seraya menyenderkan punggungnya di kepala ranjang. Selang beberapa menit pintu kamar terbuka, terlihat seorang pria yang tak lain adalah Dewa. Berjalan masuk ke dalam kamar, pria itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya.
Dewa naik ke atas ranjang dan duduk di sebelah istrinya itu. Sementara Salsa masih sibuk dengan majalah yang ada di hadapannya. Dewa terus memperhatikan sang istri yang tengah fokus membaca itu, tetapi tiba-tiba ia teringat tentang kejadian siang tadi. Dewa teringat jika ia ingin tahu apa alasannya Salsa bekerja di restoran milik keluarganya itu.
"Salsa, ada yang mau aku tanyakan," ucap Dewa.
"Apa, Om," sahut Salsa seraya tetap fokus pada majalahnya.
"Untuk apa kamu bekerja?" tanya Dewa, seketika Salsa menurunkan majalah tersebut setelah mendengar pertanyaan dari suaminya itu.
"Mungkinkah aku harus jujur, tapi aku takut," batin Salsa. Ia merasa bimbang sendiri.
"Untuk mengusir rasa bosan saja, Om," dustanya. Salsa tidak berani untuk berkata jujur.
Dewa mengernyitkan keningnya. "Kalau begitu, besok kamu ikut aku ke kantor. Kamu bisa bekerja di kantorku, agar tidak merasa bosan."
"Tapi, Om .... "
"Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menggajihmu seperti karyawan yang lainnya," potong Dewa dengan cepat.
"Tapi aku .... "
"Tidak ada tapi-tapian, kamu sendiri yang bilang katanya bosan. Padahal kamu tinggal duduk santai, tanpa harus melakukan apapun, uang mengalir setiap bulan. Kurang enak apa coba." Dewa memotong ucapan Salsa.
"Apa aku terima saja ya, dengan begitu aku bisa melunasi hutang almarhumah ibu," batin Salsa.
"Bagaimana." Dewa menautkan alisnya.
"Baik, Om. Aku mau tapi .... "
"Ok, lebih baik sekarang kita tidur. Besok aku harus bangun lebih awal, karena besok aku ada meeting." Lagi-lagi Dewa memotong ucapan Salsa. Bahkan pria itu sudah merebahkan tubuhnya dan bersiap untuk memejamkan matanya.
"Ayo tidur, atau mau .... "
"Iya, Om." Salsa langsung meletakkan majalahnya di atas nakas. Setelah itu ia ikut merebahkan tubuhnya di samping sang suami.
Dewa menarik tubuh mungil istrinya dalam dekapannya. Perlahan tangan Dewa mengelus perut Salsa yang datar itu. Sepertinya Dewa sudah tidak sabar ingin cepat-cepat mempunyai seorang anak. Namun, sampai saat ini Salsa belum menunjukkan tanda-tanda jika ia hamil. Pria berlesung pipi itu harus lebih bersabar, dan perbanyak berusaha, agar benihnya yang ia tanam cepat tumbuh.
"Sayang, kapan benihnya akan tumbuh. Aku tidak sabar ingin cepat-cepat mempunyai seorang anak," ungkap Dewa, seraya mengelus lembut perut istrinya yang datar itu.
"Mungkin belum rezeki kita, Om. Om sabar saja ya," timpal Salsa.
"Kalau begitu, kita .... "
"Katanya besok ada meeting. Kalau, Om minta olahraga, besok bisa kesiangan," potong Salsa, ia sudah paham arah pembicaraan suaminya itu.
"Iya, iya. Ya sudah ayo tidur." Dewa memilih untuk mengalah, lalu ia mengecup kening istrinya itu. Dan membawanya ke dalam alam mimpi.
***
Pukul tujuh pagi, Dewa dan Salsa sudah siap untuk pergi ke kantor. Dewa sudah siap dengan setelan jas berwarna biru dongker sementara Salsa juga sudah siap dengan blouse berwarna putih dan dipadukan rok span berwarna hitam. Dewa sengaja menyiapkan rok yang panjangnya selutut, ia tidak rela jika pria lain melirik paha istrinya yang kelewat mulus itu.
Setelah keduanya siap, mereka pun segera meluncur ke kantor. Salsa merasa gugup dan juga gelisah, pasalnya ini adalah pertama kalinya pergi ke kantor. Ia juga merasa khawatir karena dirinya hanya lulusan SMA, ia takut kalau tidak bisa bekerja dengan baik. Namun, Dewa sama sekali tidak mementingkan hal itu, karena Dewa siap untuk mengajari sang istri.
Kini keduanya sudah tiba di kantor, Salsa cukup kagum dengan kantor milik suaminya itu. Namun, ia merasa ragu dan juga gugup saat Dewa mengajaknya untuk masuk ke gedung bertingkat itu. Sebelum masuk, Salsa berdo'a dalam hati, selepas itu ia melangkahkan kakinya mengikuti langkah kaki suaminya. Wanita berambut panjang itu memilih untuk menunduk, ia terlalu takut untuk menatap orang yang ada di sekitarnya.
"Jangan, nunduk terus. Nanti jatuh, yang malu siapa? Kamu sendiri kan," tegur Dewa, seketika Salsa mendongakkan kepalanya.
Sebelum Dewa masuk ke dalam ruangannya, ia akan terlebih dahulu memperkenalkan Salsa pada pegawainya. Namun sebelum itu, ia menyuruh Winda untuk mengumpulkan pegawainya. Kini Salsa dan Dewa berjalan menuju di mana pegawainya tengah berkumpul. Salsa memilih untuk diam dan mengikuti apa yang sang suami perintahkan.
Setelah sampai, semua pegawai sudah menunggu."Baik, tujuan saya mengumpulkan kalian semua. Karena ada hal penting yang akan saya sampaikan," ucap Dewa.
"Mulai hari ini, di perusahaan ini akan ada pegawai baru. Dan dia akan bekerja sebagai sekretaris peribadi saya, dia adalah Salsa Nathania," lanjutnya, seketika semua orang terkejut. Bahkan tak jarang dari mereka yang langsung berbisik-bisik.
"Tapi, Tuan. Bukannya sekretaris di perusahaan ini sudah ada. Yaitu, Linda, nanti .... "
"Sebelum bertanya, sebaiknya dengarkan dulu apa yang saya sampaikan. Saya bilang Salsa akan menjadi sekretaris pribadi saya, sekali lagi. Sekretaris pribadi, jadi posisi Linda tidak akan berubah. Dia akan tetap menjadi sekretaris di perusahaan ini. Apa kalian paham," terangnya, jujur Dewa merasa kesal dengan pertanyaan yang pegawainya lontarkan itu.
"Linda, apa kamu keberadaan jika Salsa menjadi sekretaris pribadiku?" tanya Dewa seraya menunjuk ke arah Linda.
"Tidak, Tuan. Saya sama sekali tidak keberatan, justru saya merasa senang dengan begitu pekerjaan saya sedikit ringan," jawab Lidia dengan tersenyum ramah.
"Kalian dengan sendiri kan apa jawaban Linda. Jadi saya harap tidak ada yang keberatan dengan keputusan ini. Jika ada yang merasa tidak setuju, bisa secepatnya buat surat pengunduran diri," ujar Dewa, seketika semua pegawainya diam.
"Baik, sekarang kalian bisa kembali bekerja. Salsa ayo." Dewa berjalan meninggalkan tempat tersebut, dengan diikuti oleh Salsa.
"Om." Salsa menarik lengan Dewa, seketika pria berjas itu menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanya dengan menautkan kedua alisnya.
"Aku kebelet, toilet ada di mana," sahut Salsa.
"Kamu lurus aja, nanti belok kiri. Eh, lebih baik .... " belum sempat Dewa melanjutkan ucapannya, Salsa sudah melesat menuju ke toilet.
Salsa tiba di toilet, ia bergegas masuk ke dalam. Namun niatnya terhenti saat mendengar gosip yang tengah dibicarakan oleh dua pegawai perempuan. Merasa namanya disebut, Salsa memilih untuk mengurungkan niatnya dan mendengarkan pembicaraan dua pegawai tersebut. Salsa meremas ujung bajunya, saat mendengar semua gosip yang tengah mereka bicarakan.
"Enak banget ya, baru masuk langsung jadi sekretaris pribadi, pasti pake .... " wanita dengan seragam kantor, dan berambut sebahu itu menggantungkan ucapannya.
"Iya lah, kita aja yang udah bekerja bertahun-tahun. Tidak naik pangkat, naik gaji aja udah bersyukur," timpal seorang wanita dengan balutan kemeja berwarna putih dan rok span berwarna hitam.
Hati Salsa terasa sakit mendengar semua itu, bahkan air matanya tidak bisa ia bendung. Merasa tidak tahan lagi, ia berlari meninggalkan toilet, seketika dua perempuan itu terkejut saat melihat Salsa. Sementara itu, Dewa terkejut saat melihat istrinya berlari dari kamar mandi dengan pipi yang sudah basah oleh air mata. Dewa memang sengaja menunggu Salsa, karena wanitanya itu belum tahu di mana ruangan Dewa berada.
Salsa menyeka air matanya saat melihat suaminya, ia tidak ingin jika Dewa tahu tentang apa yang terjadi tadi di toilet. Salsa bisa saja mengadukan itu semua, tapi ia bukan tipe orang yang suka mengadu. Sementara itu, Dewa langsung menghampiri sang istri dengan perasaan panik. Ia tidak suka melihat wanitanya menangis."Salsa, ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Dewa dengan panik, untung saja tidak ada orang lain selain mereka berdua."Eng-enggak, aku nggak nangis. Tadi habis cuci muka, makanya basah," dustanya. Salsa tidak ingin memperpanjang masalah tersebut.Dewa mengernyitkan keningnya. "Beneran kamu ... tapi matamu merah.""Oh, ini ... katanya, Om ada meeting." Salsa sengaja mengalihkan pembicaraan.Dewa menepuk jidatnya sendiri. "Oh, iya aku sampai lupa. Sekarang kamu ikut aku ke ruangan."Dewa melangkahkan kakinya dengan diikuti oleh Salsa. Wanita berambut panjang itu sedikit kewalahan mengikuti langkah suaminya, bahkan Salsa hampir saja te
Dua Minggu sudah kejadian itu berlalu, tetapi Salsa dan Dewa masih saja saling diam. Keduanya terlihat enggan dan canggung saat bertatap muka, bahkan Salsa sering menghindar jika berhadapan dengan sang suami. Hari ini Salsa sengaja datang ke kantor lebih awal, bahkan wanita itu memilih untuk naik taksi dibandingkan berangkat bersama dengan suaminya.Setibanya di kantor, Salsa bergegas untuk masuk ke ruangan. Ia ingat jika ada banyak berkas yang harus ia periksa sebelum diserahkan pada Dewa. Salsa berjalan menuju lantai empat puluh di mana ruangan Dewa berada. Namun langkahnya terhenti saat ada suara yang memanggilnya. Dengan terpaksa Salsa menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara tersebut."Bu Sinta. Mati aku," batin Salsa saat melihat jika ibu mertuanya itu yang sudah memanggilnya."Ikut aku." Sinta menarik tangan Salsa dan membawanya ke toilet."Jadi benar, kamu bekerja di sini?!" tanya Sinta dengan menahan amarahnya."I-iya, maaf kala
Setibanya di RS, Salsa segera ditangani oleh dokter, sementara itu Dewa menunggu di luar. Pria berlesung pipi itu terus saja mondar-mandir dengan perasaan yang entah. Dewa berharap semoga tidak terjadi apa-apa dengan sang istri, ia merasa bersalah karena dirinya, Salsa harus seperti ini. Andai saja Dewa bisa lebih tegas, pasti kejadian ini tidak akan terjadi.Selang beberapa menit, seorang pria datang, yang tak lain adalah Reno. Sahabat sekaligus orang kepercayaan Dewa, ia sengaja menghubunginya karena hanya Reno yang tahu tentang pernikahan itu. Dewa memang sudah menceritakan tentang pernikahannya dengan Salsa, karena ia percaya Reno tidak akan membocorkan rahasia sebelum waktunya tiba."Dewa, bagaimana keadaan Salsa?" tanya Reno, ia juga terlihat panik.Dewa menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu, Ren. Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Salsa."Reno menepuk pundak Dewa. "Sabar ya, kita do'akan saja semo
Dewa masih berada di resto, ia terus memperhatikan Viola yang nampak begitu kesal dengan apa yang ia katakan. Dewa berharap dengan seperti itu, Viola berhenti untuk mengejar-ngejar dirinya dan mau membatalkan perjodohan itu. Dewa sangat paham bagaimana sikap wanita berhidung mancung itu. Dia adalah tipe wanita yang tidak mudah menyerah.Tiba-tiba saja handphone Dewa berdering, dengan segera ia mengeceknya. Setelah dicek tertera nama Salsa di layar ponselnya. Takut ada yang penting Dewa pun segera mengangkatnya.[ Sayang ada apa ][ Dasar pembohong, katanya mau pergi ke kantor. Tapi nggak tahunya lagi berduaan dengan wanita lain ]Tut, tut, tut, belum sempat Dewa menjawab tiba-tiba sambungan telepon terputus. Ia bingung kenapa tiba-tiba Salsa menelepon dan bicara seperti itu, apa mungkin istrinya itu mengikutinya. Namun itu tidak mungkin, jelas-jelas saat Dewa pergi Salsa ada di apartemen. Pikiran Dewa menjadi
Pesona Cinta Sang CEOEpisode 13Setelah capek bertengkar kini keduanya sama-sama duduk. Dewa terlihat tengah sibuk dengan ponselnya sementara Surya terlihat mengatur napasnya yang terasa sesak akibat adu mulut tadi dengan cucunya sendiri. Sesekali Surya melirik Salsa yang sedari tadi duduk tanpa mengeluarkan sepatah suara. Pletak, Surya memukul meja yang ada di hadapannya, hal itu membuat Dewa terkejut."Kakek apa-apaan sih, kurang kerjaan banget," ujar Dewa sedikit kesal."Kamu yang apa-apaan, kakeknya datang bukannya di bikinin kopi, ini malah dianggurin. Dasar cucu durhaka," ungkap Surya."Gula mahal, Kek. Jadi jangan minta kopi." Dewa bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja tempat untuk membuat kopi."Dasar pelit, sama kakeknya sendiri saja perhitungan," batin Surya. Ia tidak habis pikir bisa-bisanya diberi cucu seperti Dewa.Saat Dewa tengah si
Pesona Cinta Sang CEOEpisode 14Hari ulang tahun Dewa telah tiba, saat ini keduanya sudah dalam perjalanan menuju rumah ibunya. Salsa nampak cantik dengan gaun panjang tanpa lengan berwarna merah. Rambutnya yang panjang tergerai indah, sementara itu Dewa semakin tampan dengan tuxedo berwarna hitam. Sesekali pria berlesung pipi itu melirik wanitanya yang duduk di sebelahnya."Sayang, kamu kenapa?" tanya Dewa, ia merasa melihat sang istri tengah gelisah."Em. Aku takut, Om. Aku takut kalau .... ""Jangan takut, percaya sama aku." Dewa menggenggam tangan Salsa, membuat wanita itu merasa lebih tenang.Salsa tersenyum, walaupun dalam hatinya masih saja merasa takut dan juga khawatir. Jujur, Dewa pun demikian, ia juga khawatir jika nanti keluarganya tidak menerima Salsa sebagai bagian dari mereka. Namun, Dewa tidak memperpedulikan hal itu, karena apapun yang terjadi. Ia tidak akan pernah men
Pukul tujuh Dewa sudah siap dengan baju kantornya. Saat ini pria berkemeja putih itu tengah berdiri di depan cermin sembari mengikat dasi. Sementara itu, Salsa juga tengah bersiap-siap, sejujurnya Dewa melarang sang istri untuk ke kantor. Namun Salsa tetap kekeh, rasanya bosan jika tidak ada aktivitas."Sudah siap?" tanya Dewa."Sudah, Om." Salsa berjalan mengambil jas Dewa, lalu memasangkannya di tubuh kekar suaminya itu."Ya sudah ayo." Dewa menarik tangan Salsa, keduanya pun bergegas keluar dari kamar.Kini keduanya sudah dalam perjalanan menuju kantor, Salsa memilih untuk melihat ke luar jendela. Sementara Dewa lebih fokus untuk menyetir, tetapi kejadian semalam masih saja menari-nari di benaknya. Rasanya ia tidak percaya jika harus kehilangan Salsa dan menikah dengan wanita yang sama sekali tidak ia cintai."Om, ingin punya anak laki-laki atau perempuan?" tanya Salsa, hal itu sontak membuat Dewa terkejut."Maksud kamu." Dewa menoleh den
Waktu terus bergulir, tidak terasa dua bulan sudah setelah kejadian tidak menyenangkan di kantor Dewa. Kejadian yang tidak akan pernah terlupakan, di mana rahasia yang sudah tersimpan rapat tiba-tiba terbongkar tanpa adanya rencana. Nasi sudah menjadi bubur, Salsa hanya bisa berdo'a yang terbaik untuk ke depannya. Bangkai akan tercium meski sudah ditutup serapat mungkin.Sekarang Salsa semakin aktif bekerja di kantor suaminya itu. Dewa pernah mengusulkan untuk berhenti, tetapi wanita yang suka bertindak ceroboh itu menolak. Ia ingin tetap bekerja di kantor, walaupun nanti tidak akan mendapatkan gaji, hal itu tidak menjadi masalah. Dan mau tidak mau Dewa menuruti keinginan istri kecilnya itu. Asal Salsa bahagia, dewa juga ikut merasa bahagia.Hari Minggu ini, Salsa memilih untuk berdiam diri di apartemen, rasanya ia sangat malas untuk bergerak. Sementara Dewa saat ini tengah ada urusan dengan kliennya, awalnya Dewa mengajak sang istri untuk i
Lima tahun telah berlalu, kehidupan rumah tangga Dewa dan Salsa semakin membaik dan harmonis. Bahkan kini mereka akan kembali di karunia bayi kembar lagi, saat ini Salsa tengah hamil sembilan bulan. Mereka tinggal menunggu waktunya kapan bayi kembar akan lahir, dan itu adalah masa-masa yang tengah Dewa dan Salsa nanti-nantikan.Salsa merasa tenang karena sudah tidak ada lagi pengganggu. Alina dinyatakan meninggal saat kejadian dulu, di mana tubuh wanita itu tertabrak oleh truk. Sejak saat itu, Salsa merasa hidupnya tenang dan juga nyaman. Sementara itu, Vira menjalani kehidupannya dengan Sinta, ia tidak merasa kesepian lagi, kasih sayang yang Vira dambakan, kini telah ia dapatkan."Mas, kok aku tiba-tiba pengen nyium Reno ya," ucap Salsa tiba-tiba. Saat ini ia dan Dewa tengah duduk santai di taman samping rumah."Jangan sembarangan kamu, kalau minta jangan yang aneh-aneh ngapa. Masa ngidam pengen nyium Re
Tidak terasa air matanya jatuh tanpa meminta izin. Bahkan ponsel di tangannya ikut jatuh, marah dan kecewa menjadi satu. Tega-teganya orang yang sangat ia percaya berhianat. Salsa tidak pernah menyangka kalau Dewa bisa berbuat hal serendah itu."Kamu tega, Mas. Kamu bilang mau ke kantor, tapi nyatanya ... sudah cukup aku bertahan, aku tidak sanggup lagi," lirihnya, Salsa menyeka air matanya, lalu memandangi si kembar yang tengah tertidur.Selang berapa menit, terdengar suara deru mobil, sudah dapat dipastikan jika itu adalah Dewa. Dan benar saja, tidak butuh waktu lama pintu kamar terbuka. Terlihat Dewa masuk ke dalam, bahkan pria berlesung pipi itu langsung memeluk tubuh Salsa dari belakang. Namun Salsa hanya diam, bahkan langsung melepas pelukan suaminya itu."Sayang kamu kenapa?" tanya Dewa, kedua alisnya saling bertautan, heran."Tidak usah pura-pura tidak tahu," jawab Salsa. Hatinya terasa sakit dengan foto yang ia terim
Kini Salsa sudah tiba di depan ruang rawat Dewa, saat hendak masuk terdengar samar-samar orang bicara dari dalam. Salsa berpikir jika ayahnya sudah sampai, untuk memastikan, Salsa membuka pintu ruangan tersebut. Seketika mata Salsa membulat sempurna saat melihat bukan ayahnya yang berada di dalam, melainkan wanita yang telah lama menghilang, dan sekarang dia kembali lagi."Mau apa kamu kembali lagi, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini!" bentak Salsa. Ia tidak menyangka kalau perempuan itu kembali lagi, perempuan yang sudah banyak membuat rumah tangga Salsa dan Dewa berantakan."Apa kamu lupa kalau aku adalah calon istri, Dewa." Dengan santainya perempuan itu berjalan menghampiri Salsa, dia adalah Alina. Perempuan berhati iblis yang sudah mencelakai Salsa."Sayang, kamu benar kan akan menikahiku?" tanya Alina seraya berjalan menghampiri Dewa yang masih duduk di atas brangkar."Iya." Dewa menganggukan kepalanya."Aku ngga
Seketika Salsa dan Bram terkejut mendengar ucapan Vira. Bahkan, dunia serasa berhenti berputar, persendian Salsa terasa lemas seketika. Ia tidak menyangka kalau Vira akan memakai kesempatan ini demi keuntungannya sendiri."Kamu sudah gila! Kamu pikir kamu siapa hah!" bentak Salsa, ia benar-benar geram dengan apa yang Vira ucapkan."Jangan mentang-mentang kamu anak, Mama Sinta. Jadi bisa seenaknya seperti ini, iya." Salsa menatap tajam wanita yang berdiri di sebelah Sinta."Silahkan kamu mau teriak atau apa, aku tidak peduli. Nyawa suamimu ada di tanganku," ujar Vira dengan santai."Kamu bukan Tuhan, jadi kamu tidak bisa menentukannya," sahut Salsa. Seketika Vira menatap tajam ke arah Salsa."Sudah, jangan bertengkar lagi. Salsa, mama minta maaf, jika keputusan mama ini salah. Namun demi kebaikan Dewa, tolong .... ""Enggak, Ma. Aku nggak mau pisah sama, mas Dewa. Bagaimana dengan anak-anak nanti," potong Salsa,
Kini Dewa dan Salsa sudah berada di rumah sakit, Dewa langsung mendapat penanganan oleh dokter. Bahkan saat ini pria berlesung pipi itu berada di ruang ICU, kondisinya kritis. Benturan di kepala yang keras membuat Dewa mengalami pendarahan di otak, bahkan saat ini ia membutuhkan donor darah. Namun, sampai sekarang belum ada darah yang cocok.Berbeda dengan Salsa, luka yang ia alami memang tak separah suaminya. Namun, Salsa harus rela kehilangan calon anaknya yang masih dalam kandungan. Akibat benturan yang keras membuatnya keguguran, saat ini Salsa sudah sadarkan diri bahkan ia tengah menemani suaminya yang tergeletak tak berdaya, dengan beberapa alat medis menempel di badan.Sinta, dan Bram sudah ada di rumah sakit, bahkan Arman yang mendengar kabar itu seketika terbang ke Indonesia. Arman memang sosok ayah yang sangat peduli dengan anaknya. Mereka hanya bisa berdo'a semoga Dewa bisa secepatnya mendapatkan donor darah. Arman memang bisa mendonorkan darahny
Kakek Surya menghembuskan napas terakhirnya, lantaran terkena serangan jantung. Dewa tidak menyangka kalau kakeknya akan pergi dengan cara seperti itu. Begitu juga dengan Sinta. Ia merasa bersalah, karena masalah yang ia ciptakan, menjadi akhir hidup seseorang yang sangat ia sayangi.Jenazah sudah dimandikan, bahkan sudah dikafani dan dishalatkan. Kini mereka tengah menunggu kabar dari makam, apakah sudah selesai membuat makam atau belum. Banyak tetangga, kerabat bahkan teman-teman kakek Surya yang datang. Pengusaha dan para pejabat pun saling berdatangan, terlebih kematian yang mendadak membuat mereka tidak percaya.Dewa duduk tepat di samping kepala almarhum kakek Surya, ia merasa sedih dengan kematian kakeknya yang mendadak itu. Sementara Sinta duduk berseberangan dengan putranya, ia tak kalah sedih, bahkan air matanya terus mengalir. Selang sepuluh menit, Salsa datang bersama dengan Bram. Wanita hamil itu bergegas masuk ke dalam dan duduk di sebelah sua
Sementara telepon itu masih saja berbunyi, Vira terus meminta tolong pada Dewa, dengan suara tangisannya yang begitu memekakan telinga. Sementara Dewa bingung harus berbuat apa. Di sisi lain ia merasa kasihan, tetapi ia juga tidak mau bertengkar lagi dengan istrinya."Kalau dia lebih penting, silahkan pergi. Tapi jika aku lebih penting, tetap di sini," ujar Salsa. Bukannya mau egois, tapi ia istrinya. Seharusnya Dewa lebih mementingkan istri dari pada orang lain.Dewa menghela napas, ia bingung harus berbuat apa. Tidak mungkin ia memaksa pergi, bisa-bisa nanti istrinya tidak mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan si kembar dan sang istri. Dewa menoleh Salsa yang masih memunggunginya, sementara ponselnya masih saja berbunyi.[Maaf, saya tidak bisa. Saya sedang ..... ]Terdengar jika Vira berteriak memanggil kakaknya, bahkan suara tangisannya semakin kencang. Dewa benar-benar merasa tidak tega, ia bingung harus berbuat apa. Mana yang har
Satu minggu telah berlalu, dan selama seminggu ini Salsa tinggal di rumah Bram, bersama dengan si kembar. Sementara Dewa, memilih untuk mengalah, dan setiap dari kantor, ia selalu menyempatkan diri untuk berunjuk ke rumah ayahnya, menemui istri dan anak-anak. Rasanya sehari saja tidak melihat mereka, sudah seperti satu bulan.Lalu, untuk masalah ibunya dan Vira, Dewa masih mencari informasi tentang hubungan mereka berdua. Dewa berharap semoga ibunya tidak menyembunyikan apapun dari dirinya. Sudah cukup dulu Sinta menyembunyikan siapa ayah kandung Dewa. Kali ini, ia tidak ingin ada rahasia lagi yang tersembunyi antara mereka.Sementara itu, Vira juga masih bekerja di kantor Dewa, memang jika diperhatikan, ada yang tidak beres dengan wanita itu. Namun, Dewa akan tetap mempertahankannya, sampai rahasia tentang Vira terkuak. Dan apa hubungannya dengan Sinta, sejak Dewa memergoki kedua wanita itu di rumah sakit, pria berlesung pipi itu menyuruh orang kepercayaan
Keduanya masih beradu pandang, tetapi tiba-tiba ponsel wanita itu berdering. Dengan cepat ia bangkit dan beranjak dari tempat tersebut. Sementara Sinta masih memandangi punggung wanita itu yang kini menghilang di balik dinding."Ya, Allah. Gadis itu ... apa mungkin dia ... tidak mungkin, dia pasti hanya mirip," gumam Sinta, ia pun memilih untuk beranjak pergi. Pikiran Sinta kacau, sudah tua kali ia bertemu gadis itu.Di dalam ruangan, Bram tengah menemani putrinya. Salsa terus merengek meminta pulang, padahal dokter belum mengijinkan. Dan yang membuat Bram berpikir dua kali adalah, Salsa meminta pulang ke rumahnya, bukan ke rumahnya sendiri."Yah, boleh ya. Salsa ingin menenangkan pikiran, Salsa akan membawa si kembar juga," bujuknya. Salsa terus berusaha membujuk ayahnya agar mengijinkan dirinya untuk pulang ke rumahnya.Bram menghembuskan napasnya. "Baiklah, terserah kamu saja, tapi kamu harus izin dulu sama Dewa. Karena bagaiman