Axton mematung di tempatnya, ia memperhatikan dengan seksama wanita yang tidur di sofanya, suara nafas Geva yang stabil terdengar dari jarak berdiri Axton. Dia menenteng kantung belanjaan kue yang ingin dia berikan pada Geva. Tapi melihat Geva yang terlelap tanpa penjagaan itu membuat Axton mengabaikan apa yang ingin dia katakan tadi.Axton menaruh kotak kue di atas meja dan mendekati Geva dan bersimpuh kaki di depan sofa. Dia melihat wajah polos Geva terlihat sangat manis ketika dia tidur. Hidungnya yang kecil, bibirnya yang ranum meski tanpa polesan lipstick dengan warna mencolok, membuat Axton ingin mendekatkan bibirnya mendekati bibir Geva dan melumat habis miliknya.Semakin di lihatnya, perasaan bergejolak dari dalam tubuh Axton membuat lelaki itu segera membalikkan badannya. Axton duduk membelakangi Geva dan menyandarkan tubuhnya perlahan di ujung sofa di mana Geva terbaring di sana. Axton menunduk dan memegangi kepalanya yang penuh dengan Geva.Dia menahan diri untuk sejenak se
Geva yang tadinya duduk di tepi kasur, buru-buru berdiri. Namun seketika langkahnya goyah, pandangannya sedikit kabur dan goyang, darah dari uujung kepala seperti berdesir ke bawah kaki dengan segera. Geva merasa pusing dan badannya tidak seimbang hingga dia hampir terjatuh, namun tangan Axton menangkap pinggang Geva dan spontan menggenggam tangan Geva.Sementara satu tangan Geva berusaha menumpu tubuhnya di atas kasur, Geva merasakan tangan Axton menyentuh pingganya. Seketika Geva menatap wajah Axton yang berada di depannya dengan sangat dekat.Mereka saling menatap untuk beberapa saat sampai Geva menarik tangannya yang di pegang Axton. Axton ikut melepas tangannya, sebab dia melihat Geva merasa tak nyaman. “Maaf,” ucap mereka secara bersamaan. Geva merasa tak enak karena sudah membuat Axton harus menangkapnya. Sementara Axton merasa bersalah karena telah membuat Geva tak nyaman dengan sentuhannya yang tanpa sengaja.“Tidak,” sekali lagi mereka berucap secara bersamaan. Lalu mereka b
Geva menghela nafas di dalam lift, dia merasa lega akan semua yang berhasil dia lalui. Geva tiba-tiba melihat seseorang dari jauh melambaikan tangan dan berjalan buru-buru ke ara lift. Pintu lift yang hampir tertutup membuat Geva menahannya, dan masuklah orang itu.Geva membalas bungkuk kecil ketika orang itu membungkuk. “Terima kasih,” kata seorang lelaki yang berhasil Geva bantu ikut masuk di lift. Geva yakin orang itu tak tinggal di apartemen di gedung ini, toh di lantai ini hanya ada apartemen Axton. Siapa orang itu, dan dari ruangan mana, pikir Geva. Tapi Geva memilih mengabaikan semua tanda tanyanya.“Tidak masalah,” jawab Geva santai yang lalu menghela nafas lagi. Berada di dalam lift dengan orang aisng lebih baik daripada dengan Axton, pikir Geva lagi ketika dia mengingat oenolakan Axton yang ingin mengantarnya ke bawah. Geva merasa bersalah, tapi tak sedikit juga dia merasa lega.“Kau Geva?” tanya orang itu mematahkan keheningan di antara mereka di dalam lift yang dingin.Ge
“Selamat pagi, Pak.”Geva masuk ke ruangan Axton dan menaruh beberapa berkas, lalu buru-buru keluar lagi untuk mengambil nampan yang sudah di siapkan cleaning service. Geva menaruh kopi susu krimer permintaan Axton seperti biasa. Tapi entah kenapa hari ini, Axton meminta lebih banyak krimer dan gula.Axton mendelik dari balik leptopnya dan melirik Geva dengan seksama, lalu dia menyipitkan mata seperti penuh tanda tanya. “Pak?” tanya Axton dengan nada seperti sindiran.Geva hanya tersenyum lebar, “Selamat menikmati kopi dan berkas-berkasnya, Pak.”Lagi lagi Geva menggoda dan segera berjalan keluar dari ruangan Axton. Dia tahu kali ini Axton tak akan mengganggunya karena pekerjaan pria itu sangat banyak, apalagi dengan kerja samanya Axton dengan perusahan Pak Kim.“Sigh!” Axton menghela nafas. Dia sedikit kesal, padahal sebelum-sebelumnya dia dan Geva mempunyai kesepakatan bersama dengan saling menyebut nama ketika mereka hanya berdua. Tapi baru di pagi hari dia sudah mendapatkan pangg
“Ah bukan begitu Pak.” Geva menjawab dengan bingung, dia lalu menatap ke arah Levias.“Iya. Saya Levias asisten manager dari pak Kim. Dan ya, kebetulan saya teman lama Geva di SMA distrik Mentari. Kami satu sekolah dan satu kegiatan ekstrakurikuler. Bahkan kami satu kampus, tapi sepertinya Geva tidak menyadari itu atau mungkin dia lupa.” Levias masih menjabat tangan Axton dan menjelaskan dengan rinci, “Ya. saya tidak masalah jika Geva tak mengingat begitu jelas. Karena itu sering terjadi sejak dia masih SMA.” Tambahnya lagi.Axton hanya menyimpulkan ujung bibirnya dengan senyuman datar, “Wah anda sangat mengenal baik sekretaris Geva Kariana, ya.” Axton berucap dengan nada kekaguman.Tapi bagi Geva mereka berdua nampak saling menyembunyikan taring dari balik senyum mereka. Geva bingung dan akhirnya menyela pembicaraan keduanya yang nampak tak bagus, “Ya … Levias datang kemari untuk menyampaikan pesan pak Kim secara langsung, Pak.”“Dan bertemu teman lama saya, Sekretaris Geva.” Levias
Levias kaget dengan ekspresi dan suara marah Geva, dia mengangkat tangannya karena di sekeliling mereka banyak orang yang berlalu lalang. Dia tak ingin di adukan sebagai orang yang tengah melakukan sesuatu perbuatan cabul.“Baik, baik. Jangan meluapkan emosi dari hasil kerjamu padaku Gev.” Dengan entengnya Levias menyeletuk.Geva yang tadinya dadanya sesak, bertambah panas. Tenggorokkanya bahkan kering dan tercekat, dia menelan salivanya berulang sebelum menahan nafas, “Apa katamu?! Emosi hasil kerja? Hei!” teriak Geva sekali lagi, kali ini matanya membulat dan wanita itu mengeraskan rahangnya, “Kau memang bajingan yang tidak pernah sadar diri ya! Apa kau pikir aku masih memiliki perasaan yang sama denganmu setelah semua perbuatan mu hari itu?!”Levias menatap Geva dan mematung, dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat. “Gev, kau ingat hari itu?”“Aku sudah lupa dan bajingan yang entah dari mana muncul dan… membuat aku mengingatnya,” jelas Geva dengan dingin. kali ini dia berdiri dengan j
Axton menaruh berkas-berkas di atas meja dengan entengnya menyuruh Geva melanjutkan pekerjaan lain. Dia bahkan tidak perduli dengan ekspresi Geva yang terlihat sangat lelah. Jam makan siang bahkan sudah hampir dekat, dan dia tak mengharapkan Geva keluar untuk makan siang.Sementara Geva hanya diam saja sejak dia duduk di kursi di depan meja Axton. Axton kemudian duduk di kursinya, dan menatap Geva, “Kenapa kau diam saja?” tanya Axton dengan datar.Geva hanya diam dan berdiri, “Baik akan saya lakukan, Pak.” Jawabnya dengan pasrah. Geva mengangkat lembaran kertas yang menumpuk di depan matanya dan membawa keluar. Dia tidak mengeluh, tidak menghela nafas, bahkan sebenarnya Geva tak terkejut jika akan di perlakukan begitu oleh Axton.Geva kembali di mejanya dan menghentakkan lembaran arsip, Ling Xiao yang melihat itu mendelik. Dia berhenti memeriksa data bawahannya, dan pergi ke meja Geva. “Apa yang terjadi? ini bahan revisi atau kerjaan lainnya?”Geva hanya diam dan menatap Ling Xiao den
Geva sudah hampir selesai dengan menyortir arsip dan memasukkannya di dalam kotak arsip tahunan. Ketika dia berusaha mengangkat kotak demi kotak, Axton dengan tinggi badan semampai berdiri di depan Geva dan merebut satu kotak di kedua tangan Geva.“Eh? Apa mau di periksa ulang?”Axton tak mengindahkan pertanyaan Geva. Dia menumpuk satu kotak dan kotak lainnya lalu mengangkat itu dan keluar dari ruangan, sebelum keluar Axton menatap Geva yang lesu, “Aku harap kau belum lelah, Nona sekretaris.”Geva hanya tersenyum kecil dan kembali mengemasi mejanya. Pekerjaan menyortir sudah selesai, dan Geva kembali dengna pekerjaan sebelumnya memeriksa ketentuan syarat dari klien untuk dia masukan ke dalam kontrak kerja sama.Lalu setelah beberapa menit, lelaki itu muncul lagi di depan Geva. Dia berdiri menatap Geva di meja kerjanya, hanya diam dan memperhatikan Geva yang tengah mengetik dan membuka tutup soft-file.Geva yang tak tahan dengan tingkah Axton, yang sjeak tadi hanya membolak balikkan be