Axton menaruh berkas-berkas di atas meja dengan entengnya menyuruh Geva melanjutkan pekerjaan lain. Dia bahkan tidak perduli dengan ekspresi Geva yang terlihat sangat lelah. Jam makan siang bahkan sudah hampir dekat, dan dia tak mengharapkan Geva keluar untuk makan siang.Sementara Geva hanya diam saja sejak dia duduk di kursi di depan meja Axton. Axton kemudian duduk di kursinya, dan menatap Geva, “Kenapa kau diam saja?” tanya Axton dengan datar.Geva hanya diam dan berdiri, “Baik akan saya lakukan, Pak.” Jawabnya dengan pasrah. Geva mengangkat lembaran kertas yang menumpuk di depan matanya dan membawa keluar. Dia tidak mengeluh, tidak menghela nafas, bahkan sebenarnya Geva tak terkejut jika akan di perlakukan begitu oleh Axton.Geva kembali di mejanya dan menghentakkan lembaran arsip, Ling Xiao yang melihat itu mendelik. Dia berhenti memeriksa data bawahannya, dan pergi ke meja Geva. “Apa yang terjadi? ini bahan revisi atau kerjaan lainnya?”Geva hanya diam dan menatap Ling Xiao den
Geva sudah hampir selesai dengan menyortir arsip dan memasukkannya di dalam kotak arsip tahunan. Ketika dia berusaha mengangkat kotak demi kotak, Axton dengan tinggi badan semampai berdiri di depan Geva dan merebut satu kotak di kedua tangan Geva.“Eh? Apa mau di periksa ulang?”Axton tak mengindahkan pertanyaan Geva. Dia menumpuk satu kotak dan kotak lainnya lalu mengangkat itu dan keluar dari ruangan, sebelum keluar Axton menatap Geva yang lesu, “Aku harap kau belum lelah, Nona sekretaris.”Geva hanya tersenyum kecil dan kembali mengemasi mejanya. Pekerjaan menyortir sudah selesai, dan Geva kembali dengna pekerjaan sebelumnya memeriksa ketentuan syarat dari klien untuk dia masukan ke dalam kontrak kerja sama.Lalu setelah beberapa menit, lelaki itu muncul lagi di depan Geva. Dia berdiri menatap Geva di meja kerjanya, hanya diam dan memperhatikan Geva yang tengah mengetik dan membuka tutup soft-file.Geva yang tak tahan dengan tingkah Axton, yang sjeak tadi hanya membolak balikkan be
Axton dengan elegan duduk di seberang sofa dengan menyilangkan kakinya, sementara Geva duduk di sofa lainnya sembari mengetik dan menggulir lembar demi lembar soft-file yang sedang dia kerjakan.Sesekali Geva menyumpit Sushi dan memasukkan kemulutnya. Geva makan siang sembari bekerja, hal itu mengundang perhatian Axton yang terbiasa makan dan bekerja di kegiatan yang terpisah.Axton mendiamkan perilaku Geva yang sebenarnya akan membuat Axton risih jika itu orang lain, tapi karena rasa cintanya pada Geva, dia tak mengindahkan pemandangan tak mengenakkan itu. Axton masih mengunyah makanannya dengan tenang sembari memperhatikan Geva, sampai di mana Geva tersedak dan buru-buru Axton menyodorkan minuman miliknya.Geva terdiam dan memilih berdiri untuk mengambil minumannya di sudut meja, mereka saling diam satu sama lain dan Geva melanjutkan kegiatannya. Tapi baru ingin menyumpit makanannya, Axton menahan tangan Geva.“Kau kerjakan itu saja, aku menunggu berkasnya sampai sore.” Axton memeri
Mobil Axton berhenti di parkiran depan rumah Geva, Axton mendapati sesuatu yang mengganjal dari halaman rumah Geva yang kosong melompong. Axton melepas sabuk pengamannya dan hendak keluar dari mobil, “Harushkah-”Sementara Geva di samping Axton nampak gelisah, sejak tadi dia menggenggam tangnnya dengan erat. Namun Geva tak ingin kehilangan kesempatan itu, di saat Axton ingin mengatakan sesuatu, Geva menarik kerah lelaki itu. Suara Axton terpotong sebab Geva menarik kerah pakaian atas Axton dan wajah mereka bertemu dengan sangat dekat.Axton dan Geva saling menatap dengan raut wajah yang berbeda. Geva menatap Axton dengan membulatkan mata, sementara Axton menatap Geva dengan terkejut. Untuk sepersekian detik, Axton membeku karena matanya melihat ekspresi Geva yang tak biasa.“A-ada apa G-”Lagi-lagi ucapan Axton terpotong tapi kali ini karena setelah menarik kerah Axton, Geva menempelkan bibirnya yang pucat ke bibir Axton yang masih lembab. “Apa dia menggunakan lipgloss sepanjang waktu
Lina baru saja selesai masak untuk dirinya, beberapa hari ini bahkan dia tidak melihat keberadaan Indah. Ya, indah sudah beberapa hari tidak pulang kerumah, tapi dia masih belum mengemasi barang-barangnya. Jadi Lina yakin, Indah hanya kerayapan tak tentu arah.Tiba-tiba suara pintu rumah di ketuk dengan keras. Suara seorang pria dewasa memanggil nama Damas dengan keras dan tegas. “Ya, siapa?” tanya Lina.Orang itu mendesak Lina untuk membukakan pintu, dan Lina yang bingung hanya membuka namun betapa terkejutnya dia ketika mendapati seseorang dengan pakaian semi-formal di depan rumahnya. Lina seketika mematung, matanya terbuka lebar, bibirnya sedikit menganga, dia yang tadinya meremas celemek seketika menjadi lemas ketika orang itu mengenalkan diri sebagai seorang petugas kepolisian.“A-ada apa?” tanyanya terbata setelah beberapa detik membeku. Seketika dahi Lina mulai berkeringat, rasa bingung, penasaran dan khawatir beraduk menjadi satu di tubuhnya.Seseorang itu mengeluarkan lalu m
Damas sedikit gelisah sejak berangkat kerja. Sehari yang lalu ketika pulang, dia sudah mendapati ibunya meraung memanggil namanya. Sementara Damas tak bisa menghubungi Indah, dan wanita itu memang sudah tidak di rumah sejak beberapa hari lalu.Hari itu, Damas Sejak pagi dia sudah melihat para petugas polisi menunggu dirinya di loby, mereka menunggu Damas hingga orang itu mau keluar menemui dirinya. Sementara petugas itu tidak diizinkan masuk ke dalam kantor.Damas memiliki posisi di bawah managernya, tapi dia memegang kaki sang manager hingga orang itu harus menjaga nama baiknya.“Kau harus selesaikan kasusmu sendiri! Aku tidak akan bisa membantumu selalu.” Ucap sang manager di dalam toilet. Mereka berdua sedang sama-sama sibuk di dalam bilik kecil yang bersebelahan.“Beri aku beberapa uang untuk pergi dari kota ini. Aku akan bungkam sampai situasi menjadi aman.”Brak!Bunyi dinding yang di pukul dengan keras oleh bilik di samping bilik Damas. “Jangan bertingkah!” gertak sang manager
“Berhenti! Dasar preman sialan. kalian tidak mengerti perkataanku?” tanya Gion dengan lantang. Dia tengah menahn bahu Damas dan lalu mendorong Damas ke Axel.“Apa maksudmu? Kau tidak bisa menangkap kami.” Celetuk preman bertubuh paling besar.“Aku bisa. Penipuan, pemerasan, kekerasan dan pelindungan pelakun pelecehan. Aku punya semua buktinya!” Jelas Gion yang lalu mengambil ponselnya dan menunjukkan video mereka memukuli Damas di gang sempit di belakang gedung BCS.“Beri tahu aku apa yang kalian lakukan pada tersangka pemalsuan dokumen ini?” tanya Gion yang lalu menatap Damas yang sudah di jaga Axel. “Kalian tidak dengar kah? Aku bilang aku ingin memberikan kalian ikan, para kucing garong!”Gion lalu menarik pakaian Damas dan berjalan ke arah preman yang sedang menatap mereka. Dia lalu melempar Damas hingga tersungkur di depan mereka,“Kalian lebih suka ikan itu mati tak berdaya atau masih hidup?” tanya Gion lagi.Sementara Axel yang berada jauh dari mereka hanya melongo, dia bingung
Geva membawakan air minuman dan suguhan di ruang tamu. Di sana Egar datang dengan sangat nyetrik, mengenakkan baju dan topi pantai. Dia datang seperti orang baru yang tak pernah mereka kenali sebelumnya.Ada Axton di sofa yang lain tengah menggendong Delvin di pangkuannya. Dia datang bersama mainan baru yang dia janjikan pada Delvin. Axton tak bisa berbicara dengan Geva karena konflik terakhir kali mereka, yang bisa dia lakukan hanya mengambil hati Delvin dan memenangkan hati Geva dengan pemandangang itu.“Maaf membuatmu menunggu, Gar. Apa kabarmu? Bagaimana liburanmu?” Tanya Geva. Dia lalu memangku nampan di atas pangkuannya dan duduk di sisi sofa lain.“Yah seperti inilah,” Egar menunjukkan kulitnya yang menjadi gelap dan eksotis setelah beberapa hari berjemur menggelapkan diri. Egar tertawa, dia melebarkan senyuman dan menunjukkan ekspresi sumringah, “Sangat bahagia tanpa harus menyentuh laptop dan menunggu telepon! Khahaha!” kekehnya dengan gembira.“Ehem!” Axton membuat suara se