Share

Ardi

Penulis: Rini Ermaya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-04 17:23:44

Tak terasa waktu berlalu, sudah tiga bulan Hani bekerja di sana. Hari demi hari dia nikmati walaupun terasa lelah. Ternyata tidak gampang bekerja dengan status sudah menikah. Apalagi mempunyai anak balita yang masih butuh kasih sayang dan perhatian dari ibunya. 

Berbeda dengan waktu masih single dulu, dia bebas mau pergi ke mana saja sepulang kerja. Sekarang setelah selesai jam kantor, dia harus segera pulang ke rumah. Belum bisa langsung istirahat, harus mengurus putranya yang rewel. 

Beruntung, dia memiliki suami yang pengertian. Bahkan tak jarang Ardi menyediakan makan malam, walaupun membelinya di luar. Bersyukur bahwa Tuhan memberikannya seorang pendamping hidup yang baik. 

Pekerjaannya di kantor semakin bertambah. Apalagi sejak salah satu staf administrasi resign, dia yang tadinya hanya diperbantukan otomatis menggantikan posisi itu.

Reza? Masih saja terus mendekatinya. Tapi dia menolak secara halus, dari mengajak makan siang atau sekedar berbasa-basi.

Lelaki yang satu ini entah apa maunya. Seperti tidak ada wanita lain saja, terus menggodanya tanpa henti. Hani tahu Reza menyukainya. Agnes beberapa kali mengatakan hal itu, tapi dia pura-pura tidak mendengar.

Kalau perbincangan biasa, dia masih menganggapi, tapi selebihnya, dia tidak mau. Reza bahkan mulai terbuka untuk beberapa hal, menceritakan tentang keluarga atau pekerjaan. Hani memilih tetap merahasiakan keakraban mereka sekalipun dengan Agnes. Dia tidak mau ada gosip, mengingat statusnya karyawan baru. 

Dia sudah menikah, harus menjaga diri, dan menjaga amanah suaminya. Perempuan mana sih yang tidak tergoda? Dia tampan, kaya, dan sempurna.

Setiap kali pikirannya berkelana, dia langsung teringat akan kebaikan suaminya. Lelaki yang menjaga dan melindungi dengan sepenuh hati, jiwa dan raganya. Hani menganggap ini sebagai cobaan dalam pernikahannya.

Setiap rumah tangga pasti ada masalah, tapi mengapa Reza dihadirkan dalam kehidupannya?

***

Ardi berlari mencari istrinya di dapur. "Dek. Dek!"

Hani sedang memasak untuk makan malam mereka. Saat weekend begini, dia pasti akan menyiapkan segala macam makanan kesukaan mereka. 

"Apa sih, Mas? Teriak-teriak begitu? Bikin kaget aja." Dia mencuci tangan dan berjalan menghampiri suaminya. 

"Mas diterima kerja." Ardi memeluk istrinya erat. 

Wanita itu terharu, air matanya menetes karena bahagia. "Alhamdulillah. Di mana, Mas?"

"Perusahaan ini." Ardi menunjukkan sebuah email di ponselnya. 

Hani membacanya dengan teliti. Ternyata perusahaan yang menerima suaminya cukup besar. "Aku ikut senang mas. Dapat posisi apa?"

"Sama kayak dulu."

"Syukurlah. Jadi enggak perlu lama menyesuaikan diri." 

Ardi sudah berpengalaman dengan bidangnya. Jam terbangnya tinggi, jadi dia pasti lebih cepat beradaptasi. Suaminya memang selalu bisa diandalkan. 

"Tapi mas harus training satu bulan di luar kota. Boleh, kan?" Ardi bertanya dengan hati-hati, karena mereka belum pernah berpisah selama itu.

Dia harus bertanya dulu kepada istrinya. Jika Hani tidak menyetujui, lebih baik mundur dan mencari pekerjaan lain. 

"Kok lama?" sungutnya. Dia memang tidak bisa jauh. Kalau pun Ardi ditugaskan keluar kota, paling hanya seminggu.

"Tapi gajinya lumayan. Segini, loh dapatnya. Bisa bayar semua, jadi kamu enggak usah kerja lagi."

Hani terdiam. Kenapa rasanya di berat hati jika harus resign? Sudah terlanjur nyaman bekerja, karena ada kegiatan positif yang menghasilkan.

"Tapi aku baru tiga bulan kerja, Mas. Itu juga dibantu sama mereka. Masa' baru masuk udah resign."

"Kasian anak kita ditinggal kamu, Dek. Kadang dia nanyain kok bunda lama pulangnya. Mas kan enggak tega liat dia nangis." Lelaki itu menatap lekat istrinya, meminta pengertian. Memang sulit meyakinkan perempuan, terlebih jika itu di luar keinginan mereka.

"Nanti kalau udah karyawan tetap, baru aku mundur. Kalau tiba-tiba gak lolos terus aku udah cabut kan resiko juga." Hani mencoba bernegosiasi. "Abang ngerti kok, Mas. Lagian aku cuma sampai jam empat sore. Sabtu minggu libur," lanjutnya.

"Iya," Ardi mengangguk. Tak mau berdebat panjang, lebih baik mengalah. Perempuan memang selalu merasa benar, sudah hukum alamnya begitu.

"Makan dulu." Dia mengambilkannya sepiring nasi. Meminta suaminya duduk di meja makan sementara dia menyiapkan semuanya.

"Kamu masak apa?"

"Ikan goreng sambal lalapan." Hani membuka tutup sajian, menyiapkan peralatan makan.

"Abang udah tidur, ya?" Ardi mengambil piring yang diletakkan di meja.

"Udah." Wanita menarik kursi dan mengambil tempat duduk di sebelah suaminya. 

"Kamu kok cantik hari ini?" Ardi menatapnya mesra. Bukannya mengambil nasi, malah mengusap rambut istrinya. 

Hani tersenyum. Rambut panjangnya ini hanya boleh dirapikan beberapa bulan sekali, tidak boleh dipotong pendek. Dia bahkan diberikan budget khusus untuk merawatnya supaya tidak rontok. 

Ardi suka sekali rambut istrinya. Katanya lebih ayu dan keibuan. Dia suka wanita yang halus bertutur kata dan bersikap, juga dari penampilan yang anggun.  

"Bisa aja mas ini." Hani menambahkan beberapa menu di piring. Sejak bekerja porsi makannya bertambah hampir dua kali dari biasanya.

Bekerja tidak hanya melelahkan tubuh, tapi juga pikiran. Dia butuh asupan kalori yang banyak dan bergizi. Ada banyak kendala di kantor, beberapa rekan kerja kurang bersahabat, juga berbagai macam karakter yang dia harus mengerti. Semua itu harus dia hadapi setiap hari.

Anak baru harus pintar membawa diri. Salah sedikit bisa jadi bahan bully atau gosip yang tidak enak. 

Dia harus extra sabar. Semua dia simpan rapat, tidak pernah dibawa saat kembali ke rumah. Hani tidak mau keluarganya merasakan hal yang sama. Jadi, suasana hatinya tetap riang saat pergi maupun pulang.

Sambil makan mereka berdua berdiskusi bagaimana mengatur rumah, jika Ardi bekerja nanti. Putra mereka yang akan menjadi korban, tadinya ditinggal ibu, sekarang harus ditinggal ayahnya juga. Hani merasa tidak tega. Dalam hati berdoa, semoga semua baik-baik saja. 

Kadang, hal buruk itu, jika dipikirkan terlalu mendalam, malah belum tentu terjadi. Hanya prasangka, pada kenyataannya berbanding terbalik.

"Maafkan kami ya, Nak. Semoga suatu saat kamu mengerti bahwa apa yang kami lakukan saat ini untuk kebaikan," bisik Hani di telinga putranya, saat anak itu sudah terlelap. 

Ada banyak hal yang berkecamuk di dalam pikirannya, silih berganti dari satu hal ke yang lain. Seperti tak mau pergi, terus saja berputar di kepalanya. 

Dalam lelahnya hati, dia pun tertidur.

Bab terkait

  • Pesona Bos Tampan   Semua Bermulai

    Bosan.Itulah yang Hani rasakan selama satu minggu. Pikirannya suntuk, saat bekerja jadinya tidak fokus. Sejak suaminya berangkat training, dia seperti orang kebingungan. Ada beberapa sahabatnya tempat berbagi, tapi tetap saja rasanya berbeda jika bersama suami sendiri. Dengan Ardi, dia bisa mendiskusikan apa saja yang disuka.Wanita memang perlu mencurahkan isi hati kepada seseorang yang dia percaya. Selama ini hanya suaminya tempat berbagi cerita. Ketika Ardi tidak ada, dia menjadi hampa, seperti ada bagian yang hilang.Lagipula selama training suaminya tidak bisa diganggu. Telepon hanya bisa pada malam hari setelah selesai acara. Jadwal padat, begitu alasannya setiap Hani mengeluhkan hal itu."Perusahaan itu beda-beda. Kebetulan yang ini kantor pusatnya di Surabaya, jadi ya harus ke sana."Hani teringat kata-kata suaminya sebelum berangkat, malam hari sebelum tidur. Berdua membahas banyak hal, terutama tentang rumah dan anak me

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Pesona Bos Tampan   Takluk

    Wajah Reza berseri saat sosok wanita itu masuk ke dalam ruangan. Hani terlihat manis dengan dandanan yang natural. Dia memakai blouse pas di badan tetapi tidak ketat. Seperti biasa, celana panjang hitam dan sepatu ... mata Reza beralih ke bawah. Ada perbedaan dari penampilan wanita itu hari ini. Bukan sepatu flat lagi yang dia pakai, tetapi sepatu hitam dengan hak lima inci.Entah sejak kapan dia menjadi pengamat si mungil ini, memperhatikan semua secara detail dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia membuang muka saat menatap leher mulus itu, yang setiap hari selalu ditampakkan karena Hani memilih menggelung rambutnya. Rasanya dia ingin ...."Makan siang di mana nanti?" tanya Reza tanpa basa-basi. Melihat wajah Hani yang cemberut dan diam sejak tadi meletakkan berkas di mejanya, membuatnya merasa sedikit bersalah.Pasti dia masih marah karena ucapannya kemarin. Memang lancang mulutnya mengatakan hal itu, malah sempat senang dengan reaksi yang Hani berika

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Pesona Bos Tampan   First Kiss

    Hani tertunduk lemas mendengar jawaban dari HRD. Setelah makan siang, dia nekat menghadap dan menyampaikan keinginannya untuk dipindahkan ke divisi lain. Itu juga setelah berbicara lama dengan Maya, atasannya langsung, menyampaikan beberapa argumen yang menguatkan alasan. Tentu saja dia merahasiakan perlakuan Reza selama ini. Malah nanti dia yang dituduh merayu lelaki itu.Dia kembali ke ruangan dengan tidak bersemangat, duduk di kursi dan mengerjakan laporan yang masih menumpuk."Hani." Dia menoleh dan seketika menjadi limbung saat melihat setumpuk berkas diletakkan begitu saja di meja kerjanya. Itu berarti dia harus kembali ke ruangan itu lagi. Sejak pagi dia bersyukur karena tidak ada yang menugaskan, tapi ternyata ...."Bisa yang lain enggak, Mbak? Saya masih ada kerjaan," tolaknya halus. Apa iya, hanya dia yang boleh menghadap lelaki itu, sedangkan yang lain tidak diperkenankan meng-handle jika dia berhalangan?Ini janggal sekali. Sedikit rasa curiga

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Pesona Bos Tampan   Dua Lelaki

    The Holywings Foods and Bar.Suara live music terdengar menggema di tempat itu. Hampir semua kursi terisi penuh. Di sudut ruang, tampak dua orang lelaki yang sedang menikmati sajian mereka sambil bercerita.Lelaki yang berbaju putih terlihat santai sambil sesekali tertawa. Sementara yang satunya tidak bersemangat sama sekali. Padahal menu makan malam kali ini spesial, aneka menu rekomendasi restoran dan beberapa botol beer."Temen dapet musibah malah diketawain." Reza meneguk minuman beralkohol, lagi. Entah ini sudah gelas yang ke berapa, yang penting malam ini hatinya harus senang."Gila! Gue nggak bisa bayangin waktu dia nendang itu. Sakit mama." Kevin tertawa sambil memegang perutnya."Sekali lagi lo ketawa, gue timpuk pake' ni botol," ancam Reza. Rasa kesal di dalam hatinya belum juga hilang."Jangan, dong. Nanti sakit." gelak tawanya semakin menjadi."Shit!" Reza menuang segelas lagi.Se

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Pesona Bos Tampan   Tergoda

    "Mbak ngelamun aja. Mikirin apa hayo?" Agnes meletakkan nampan makan siangnya dan duduk di sebelah Hani."Eh, enggak." Hani menatap makan siangnya dengan tidak berselera. Sedari tadi dia hanya mengaduk nasi dan tak berniat memasukkannya ke mulut."Mas Ardi sibuk banget, ya? Sampai Mbak uring-uringan kayak gini." Agnes mengerling beberapa kali. Memberanikan diri untuk bertanya. Ada rasa kasihan melihat sahabatnya ini."Tau, nih. Masa' training sibuk banget. Susah dihubungi lagi." Akhirnya dia meletakkan alat makannya di piring."Positif thinking, Mbak. Kali emang tuntutan perusahaan kayak gitu.""Iya, Nes. Jujur aku sebel. Mas Ardi nggak biasanya begini." Dia mengambil selembar tissue dan membersihkan mulutnya, menghabiskan sisa minuman di gelas."Oh, iya. Waktu itu kenapa mbak lari-lari dari ruangan bapak? Sampai aku panggil enggak denger."Wajah Hani memucat. Mau dijawab apa ini?"Oh! Itu ... aku kebelet. Udah ngga

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Pesona Bos Tampan   Akhirnya

    Reza membersihkan sisa bungkus makanan setelah Hani menghabiskan semuanya, lalu mengambil obat di nakas dan meminta wanita itu untuk meminumnya."Masih pusing?"Dia mengangguk."Tidur lagi sana. Istirahat." Dia hendak membantu wanita itu berdiri, tapi tangannya ditepiskan."Aku di sini saja, Za," tolaknya halus.Sudah tak ada batasan lagi di antara mereka karena sudah saling memanggil nama."Kamu tidur di kamar. Biar aku di sini."Hani menatapnya curiga, sedangkan yang ditatap malah membalasnya dengan mesra. Reza mendekatinya sehingga kali ini mereka sudah tak berjarak. Tangannya meraih lembut, menyatukan jemari mereka."Aku sayang kamu." Entah dirasuki apa dia mengatakannya, membuat Hani terbelalak karena tak percaya.Wanita itu membuang muka. Jantungnya berdebar kencang, napasnya berasa sesak. Lelaki ini akhirnya mengungkapkan perasaan.Dia harus menjawab apa? Berulang kal

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Pesona Bos Tampan   Entahlah

    "Yang lagi seneng banget. Maen berapa kali, Men?"Kevin menyenggol lengan Reza, menggoda sahabatnya. Sejak tadi, senyum tak lekang dari bibirnya. Sahabatnya itu malah tertawa senang saat ditanya seperti itu."Mau tau aja." Reza berlagak. Sengaja membuat Kevin semakin penasaran.Sejak awal dia menceritakan semua tentang Hani, Kevin begitu tertarik dan minta dipertemukan langsung. Dia benar-benar penasaran dengan sosok wanita yang membuat hidup Reza, sang pangeran berdarah dingin itu, bisa kelimpungan karena cinta. Bahkan sampai tidak fokus bekerja karena selalu memikirkannya."Gimana rasanya sama Hani?" Kevin menaikkan alisnya.Reza menatapnya jijik. "Hm.""Apaan? Seru banget pastinya. Ya, kan?" Tawanya menggema."Sok tau." Reza memukul bahu sahabatnya. Wajahnya merona, terbayang saat indah itu ketika Hani sempurna menjadi miliknya."Pake' rahasia segala. Cerita, dong! Gue penasaran."

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Pesona Bos Tampan   Negosiasi

    Jantungnya berdetak tak karuan, bahkan keringat dingin mengalir di sela-sela tangan. Berulang kali dia menarik napas sebelum akhirnya memberanikan diri mengucapkan ...."Boleh saya duduk, ada yang mau dibicarakan."Reza mempersilakan wanita itu duduk dengan tangannya. Matanya menatap tajam, mencoba menerka apa yang akan Hani bicarakan. Tubuhnya saja mungil, tapi kalau berbicara, dia sendiri kadang terpana. Dia smart dengan caranya sendiri."Begini.""Ya, sayang?" Suara dan tatapannya melembut.Reza masih berharap sang pujaan hati mau membicarakan tentang mereka berdua. Rasanya tidak enak didiamkan berhari-hari, hingga membuatnya resah dan tak bisa tidur. Apa yang diharapkan? Tentu saja bisa mengulang kebersamaan mereka waktu itu. Dia tidak mau ini berakhir begitu saja.Entah mengapa Hani menjadi geli saat mendengar Reza mengucapkan kata itu. Sayang? Jangan mimpi. Perasaan yang tadinya sudah cukup tenang, kembali menja

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11

Bab terbaru

  • Pesona Bos Tampan   Syukur

    Hani menatap bangunan itu dengan perasaan campur aduk. Hari ini Reza membawanya jalan-jalan berdua dan tidak mengatakan akan pergi kemana. Begitu tiba di tempat tujuan, wanita itu speachless dengan apa yang dilihatnya."Suka?" ucap Reza sembari melingkarkan lengan di bahu istrinya.Hani mengangguk dan membalas pelukan itu dengan membenamkan wajah di dadaReza. Wanita itu menagis sesegukan sehingga membuat kaus suaminya basah oleh air mata."Cengeng," goda Reza sembari mengusap kepala Hani. Lelaki itu tertawa geli melihat tingkah sang istri yang kekanakan."Kamu kenapa baik banget sama aku?""Karena kamu istri aku. Sudah seharusnya aku bersikap kayak gini," jawab Reza tulus."Tapi ini berlebihan," ucapnya malu.Reza meraih dagu Hani sehingga kini mereka saling bertatapan. Debar-debar di dada wanita itu semakin kencang ketika tatapan mereka bertautan. Kedua mata hitam pekat itu seakan menghipnotisnya."Gak ada yang berlebihan dari

  • Pesona Bos Tampan   Aqiqah

    "Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh."Suara MC terdengar menggema memandu acara. Hari ini seluruh keluarga berkumpul di Masjid Raya untuk menghadiri acara aqiqah putra mereka. Ada bagian dari Masjid yang gedungnya diperuntukkan untuk acara seperti ini. "Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas berkah, rahmat dan karunia-Nya, maka hari ini kita dapat menghadiri acara aqiqah adik Sylvia Pratama binti Reza Pratama. Untuk itu marilah kita ...."Semua orang begitu khidmat mengikuti setiap rangkaian acara, mulai dari pembacaan ayat suci Al Qur'an, sambutan tuan rumah, pencukuran rambut serta doa penutup.Papanya Reza duduk paling depan, walaupun agak canggung saat mengikuti acara. Hal yang sama dirasakan oleh keluarga besar Reza. Namun, semua diwajibkan datang untuk menghormati lelaki

  • Pesona Bos Tampan   Bahagia

    Hari itu cuaca begitu teduh dengan awan yang berarak memenuhi langit. Belum ada tanda-tanda hujan akan turun, tetapi udara cukup sejuk karena angin berembus sepoi-sepoi. Seorang lelaki paruh baya sedang asyik menggendong cucunya di kursi roda. Wajah tuanya tersenyum sembringah sembari mengajak bayi itu berbicara."Kok tidur aja dari tadi? Jawab dong pertanyaan Opa.""Silvya nanti kalau udah gede mau ke Amerika? Ada aunty Krista di sana."Reza yang sejak tadi diam-diam memerhatikan, mengulum senyum saat menyaksikan kejadian itu. Papanya sedang berbicara dengan Sylvia, putrinya yang belum berusia empat puluh hari. Rona bahagia yang terpancar dari wajah tua itu, membuat hatinya menghangat.

  • Pesona Bos Tampan   Selamat Datang, Nak

    Beberapa bulan kemudian.Sedari tadi Reza merasa gelisah, mondar-mandir di depan ruang tunggu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, dia hanya berpasrah diri kepada Tuhan.Reza ingin mendampingi Hani, tetapi dia dilarang masuk. Lelaki itu berulang kali menggosok kedua tangan, kemudian mengusap wajah dan meremas rambut. Mirip seperti seseorang yang sedang frustasi.Sudah satu jam Reza menunggu bersama ibu mertuanya dan beberapa keluarga lain. Jika posisinya begini, lelaki itu merasa serba salah. Apalagi saat terdengar erangan kesakitan dari dalam ruangan itu. Hal yang membuat jantungnya berdetak kencang dan ingin melompat keluar."Duduk saja."Ibu mertuanya menegur karena melihat tingkah Reza yang resah sedari tadi. Wanita paruh baya itu juga merasa gelisah sejak tadi, hanya saja berusaha menenangkan diri.Dokter bilang tali pusar bayinya terlilit sehingga Hani harus dioperasi. Hanya saja wanita itu masih bersikeras ingin melahirkan secara no

  • Pesona Bos Tampan   Ikhlas

    Hani menatap Sherly dan Nina secara bergantian dengan perasaan bersalah. Reza sudah tak mengizinkannya bekerja setelah pemeriksaan minggu lalu. Sang suami hanya menginginkannya beristirahat di rumah tanpa melakukan aktivitas yang berat.Kondisi Hani yang semakin payah membuat Reza harus bersikap tegas demi bayi mereka. Jika istrinya membantah, maka lelaki itu akan mengultimatum dengan mengurungnya di apartemen dan mengembalikan ibu ke Yogyakarta.Hani tidak masalah jika harus tinggal di apartemen. Namun, dia tidak rela jika ibunya pulang. Selama hamil, hanya masakan sang ibu yang bisa dia makan."Ibu minta maaf kalau selama ini ada salah sama kalian. Tapi ini keputusan Bapak. Jadi Ibu manut saja," ucap Hani dengan lemas. Matanya menatap sekeliling ruang toko yang sebentar lagi akan ditutup entah untuk berapa lama."Gak apa-apa, Bu. Kami senang ikut Ibu.""Ya, Bu. Kalau memang Bapak gak ngasih izin baiknya Ibu istirahat saja."Hani memeluk Ni

  • Pesona Bos Tampan   Periksa

    Ruangan dokter itu nampak sejuk di mata. Nuansanya putih, dengan wallpaper abstrak, minimalis tetapi elegan. Di salah satu dindingnya dipasang beberapa poster mengenai kehamilan dan persalinan."Silakan duduk."Seorang dokter kandungan bernama Andini menyambut kedatangan mereka malam itu. Ini dokter yang berbeda dengan yang sebelumnya.Hani ingin mencoba beberapa dokter yang berbeda untuk mencari yang benar-benar cocok. Jika dirasa sudah pas, maka dia tidak akan berpindah dan akan melahirkan bayinya atas bantuan dokter tersebut.Reza menarik sebuah kursi untuk Hani. Sekalipun kandungannya masih kecil, lelaki itu tetap memperlakukan istrinya seperti ratu."Gimana Ibu, apa yang dirasakan sekarang?"

  • Pesona Bos Tampan   Sebuah Permintaan

    "Akhirnya kalian datang juga. Papi pikir sudah lupa sama orang tua."Reza memeluk papanya erat sementara Hani mencium tangan lelaki paruh baya itu dengan hormat. Pintu rumah besar itu terbuka lebar dan berbagai macam hidangan tersaji di meja untuk menyambut mereka. Hanya sayang, suasana memang sepi karena hanya ditempati oleh orang tua Reza dan pengurus rumah."Maaf kami sibuk, Pi. Hani juga kan lagi hamil," jawab Reza santai.Mereka duduk di sofa sembari berbincang. Hani lebih banyak diam dan mendengarkan. Selain merasa sungkan, dia belum bisa membaur dengan keluarga suaminya. Apalagi sejak awal keluarga Reza tak menyukainya. Walaupun karena pancake semua restu akhirnya bisa didapatkan."Kalian nginap di sini?"Hani menatap Reza. Tadinya mereka hanya ingin mampir sebentar, lalu ke dokter untuk memeriksakan kandungan, karena di hari Sabtu suaminya libur. Abang juga ditinggal bersama ibunya di apartemen."Kayaknya gak, Pi. Hani kan lemes jadi

  • Pesona Bos Tampan   Lelah

    Hani menggeliat dan merasakan tubuhnya begitu pegal. Wanita itu membuka mata dan merasakan mual mendera perutnya. Dia berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan semua cairan lambung, hingga tubuhnya menjadi lemas.Hani memutar keran dan mencuci wajah agar merasa lebih segar. Sepertinya dia harus ke dokter untuk memeriksakan diri mengingat kondisinya semakin drop. Dia mengambil handuk dan mengusap wajah lalu bersandar di wastafel.Begitu keluar kamar, Hani terkejut saat melihat jam di dinding. Dia bergegas menunaikan kewajiban sebagai muslim walaupun tubuhnya terasa limbung."Baru bangun, Nak?" tanya Ibunya ketika Hani berjalan menuju dapur.Apartemen ini lebih luas dari rumah mereka di Yogyakarta dulu. Hanya saja tidak ada ruangan yang disekat kecuali kamar, sehingga Hani merasa agak sungkan jika Reza bersikap mesra jika terlihat ibunya. Oleh karena itulah, mereka hanya berani berduaan di kamar.Situasi ini sangat berbeda sewaktu mereka baru menikah k

  • Pesona Bos Tampan   Assalamualaikum My Mualaf

    Reza menatap Hani yang masih tertidur lelap dan mengusap kepalanya dengan lembut. Lelaki itu menarik selimut sehingga menutupi seluruh tubuh istrinya. Dia bergegas bangun dan membersihkan diri, tak lupa menunaikan dua rakaat walaupun bacaannya masih terbata.Setiap hari libur ada seorang guru yang akan datang ke apartemen mereka untuk mengajar mengaji. Tak hanya Reza, abang juga ikut belajar. Hani dan ibunya akan menyimak. Wanita itu belum bisa mengikuti kajian karena kondisinya yang belum memungkinkan.Setelah mengucapkan salam, Reza melipat sajadah dan bersiap-siap berangkat kerja. Hari masih gelap, tetapi dia sudah harus ke kantor untuk menghindari macet.Reza membuka lemari dan tampaklah berbagai kemeja dengan merek ternama berderet di dalamnya. Sebenarnya, pakaiannya yang disimpan di apartemen ini hanya sebagian. Di rumah papanya, Reza bakan punya ruangan tersendiri untuk menyimpan semua perlengkapannya.Baju, sepatu, tas dan barang lain menumpuk dan

DMCA.com Protection Status