"Helen Aurora, mahasiswa Universitas Mada, anak bungsu dari pasangan Herles dan Ami. Apa hanya informasi seperti ini saja?" Tanya Ken dengan nada sedikit kesal dan melemparkan lembar berkas itu ke atas meja.
"T-tuan, saya mendapat informasi dari sebuah rumah sakit yang mengatakan bahwa dia mengalami amnesia sejak 5 tahun lalu karna suatu tragedi yang di alami oleh Nona Helen, sepertinya sebuah penculikan yang membuatnya trauma. Dan satu tahun ini, Nona Helen sudah menikah," beber Dio menambahkan informasi tentang Helen.
Tak lama Ken memasang senyum seringai, "Tidak disangka bisa bertemu dengannya lagi. Dio, Universitas Mada ada tugas magang di perusahaan, undang Helen untuk interview dan pastikan terima dia di perusahaan. Beri dia posisi asisten pribadi," ucap Ken memberi perintah pada Dio.
"Baik, Tuan," balas Dio.
Sudah ditemukan, gadis SMA yang 5 tahun lalu Ken cari sudah hampir berada di dalam genggamannya dan Ken tidak ingin melepaskannya lagi. Tidak mungkin.
Beberapa hari kemudian.
Terdengar samar suara kicauan burung di pagi hari, angin berhembus menghempas gorden kamarnya dan membuat sinar matahari masuk melalui celah jendela.
Hari pekan Helen gunakan untuk bersantai dan beristirahat dirumah, sebangunnya dia kemudian membuka laptopnya dan menonton Anime kesukaannya.
Namun tak lama pintu kamar Helen di ketuk oleh seseorang, "Masuk," ucap Helen dengan tetap berada di ranjang tidurnya, berbalut selimut dan laptop di pangkuannya.
Davin, entah apa yang membuatnya datang menjemput Helen untuk sarapan bersama pagi itu di kamar Helen, "Bibi bilang sarapan sudah siap, ayo turun," ajak Davin. Entah kenapa, Helen justru merasa sikap Davin berubah dalam beberapa hari terakhir ini.
"Aku tidak lapar, duluan saja," balas Helen menarik selimutnya hingga menutupi tubuhnya. Mendengar suara asing di laptop Helen membuat Davin penasaran dan menghampirinya untuk melihat apa yang sedang Helen tonton dengan serius itu.
"Anime kah?" Tanya Davin sembari duduk di tepi ranjang. Helen kemudian menganggukkan kepalanya.
Lama waktu berlalu, Davin malah ikut menonton bersama Helen. Dilihat dari raut wajahnya sepertinya Davin mengerti bahasa asing itu, "Ngerti?" Tanya Helen pada Davin.
Sekilas Davin menatap Helen, "Sedikit," balasnya.
Terdiam, mumpung Davin ada didepannya Helen ingin menanyakan sesuatu, "Aku ... ingin menanyakan sesuatu," ucap Helen.
"Katakan."
"Aku ada tanda bekas luka di belakang, apa kau tahu tentang itu? Aku tidak mengingat apapun tentang bagaimana aku mendapatkan bekas luka ini. Davin aku-"
Belum Helen menyelesaikan ucapannya Davin tiba tiba berdiri yang membuat Helen terkejut, "Helen! Jangan bicara lagi, sudah hampir siang segera bersiap dan turun untuk sarapan, nanti makanannya dingin," ucapnya dengan nada sedikit tinggi.
Helen terdiam, dia menatap Davin yang bertingkah sangat aneh saat dia menanyakan tentang bekas luka itu. Apakah Davin menyembunyikan sesuatu darinya? Tapi apa?
Keheningan itu dipecah oleh suara ponsel yang berbunyi, senuah panggilan masuk ke ponsel Helen, Helen mengambil ponselnya di atas meja kemudian menerima panggilan masuk itu.
"Selamat pagi, apakah saya berbicara dengan Nona Helen Aurora?" Tanya seseorang dalam panggilan itu.
"Ya benar, saya Helen Aurora. Apa saya boleh tahu, saya bicara dengan siapa?" Tanya balik Helen.
"Nona Helen, saya dari perusahaan RB group mengundang anda untuk datang dan mengikuti interview," lanjutnya.
"Interview? Tapi ... Tapi saya tidak pernah mengirim lamaran pekerjaan, bagaimana mungkin ada panggilan interview?" Helen dibuat bingung pagi itu, mungkinkah itu hanya penipuan? Davin justru malah terdiam mendengarkan percakapan mereka.
"Nona, Universitas Anda yang merekomendasikan Anda pada perusahaan ini. Saya harap Anda bisa datang ke perusahaan siang nanti, hanya itu yang ingin saya sampaikan, terima kasih," ucapnya kemudian mengakhiri panggilan, Helen masih terdiam kebingungan, dia takut jika itu hanya penipuan belaka, terlebih interview di hari libur kerja?
"Segera bersiap, nanti aku antar ke RB group," ucap Davin kemudian pergi.
RB group, tidak disangka mereka menelepon Helen dan memintanya melakukan interview kerja. Tentu saja Helen tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia segera bergegas mempersiapkan diri dan beberapa berkas data diri.
Setelah sarapan, Helen pun pergi dengan diantar oleh Davin. Helen hari ini sangat berbeda dengan style kantoran dan rok selutut yang ia pakai, sedikit membuat Davin terpesona.
Dia merasa sedikit tenang, tinggal memberikan laporan pada Dosen dan mereka akan mulai berjuang diruang lingkup perkantoran ternama di kota.
Setengah jam waktu telah berlalu, mereka pun sampai di depan gedung perusahaan RB group.
"Aku tunggu di sini," ucap Davin.
Helen keluar dari mobil, "Tidak perlu, pulanglah. Setelah interview selesai aku ada janji sama teman. Ya sudah, aku masuk ya, sampai jumpa," ucap Helen lalu pergi.
Saat itu Davin merasa kalau Helen sudah berubah, sangat tenang namun di sisi lain terasa sangat menyakitkan diabaikan oleh Helen, mungkin itu yang Helen rasakan saat Davin mengabaikannya. Apa sekarang hatinya mulai terbuka?
Dan Helen, dia merasa lebih damai saat dia berusaha untuk tidak memeperdulikan Davin lagi, serasa beban di hatinya menghilang. Memang benar, lepaskan jika terlalu menyakitkan.
Ting! Tong!
Notifikasi pesan berbunyi, sebuah pesan ber-isikan nomor lantai dan juga ruangan dimana Helen akan di interview hari itu, Helen pun bergegas.
"Lantai paling atas? Gunakan lift sebelah kanan? Ruangan direktur? Haih, ini sedikit mencurigakan. Apakah direktur mereka seorang pria tua yang mesum? A-apa aku di tipu? Bagaimana ini?" resah hati Helen, dia kembali terbelenggu di depan lobby kantor.
Tak lama pesan kedua datang.
"Nona silahkan gunakan lift di sebelah kanan, kami sudah menunggu Anda," isi pesan itu. Helen menoleh kesana kemari, dia merasa bahwa dia sedang di awasi oleh si pengirim pesan. Dia pun memberanikan diri masuk ke lift itu dan menuju lantai teratas.
Dengan perasaan gugup dan takut dia mendekap kedua tangannya di dada, "Ya tuhan tolong lindungi aku."
Beberapa saat kemudian lift sampai di lantai teratas, pintu lift terbuka dan menyuguhkan sebuah koridor yang mengarah ke satu pintu bertuliskan ruang Direktur. Keraguan kembali melanda, haruskah Helen menerima tawaran dan melakukan interview disana?
Dan lagi lagi notifikasi pesan masuk ke ponsel Helen, memintanya untuk segera memasuki ruangan, "Interview apaan, ini sih lebih ke pemaksaan. Oh, apa karna nilai ku tinggi jadi pihak perusahaan ingin segera merekrutku?" Gumamnya percaya diri.
"Masuklah," suara seseorang di dalam ruangan mempersilahkannya masuk bahkan sebelum Helen mengetuk pintu. Dia kembali menoleh kesana kemari, adakah kamera pengintai yang mengawasi pergerakannya?
Perlahan dia membuka pintu, "P-permisi Tuan, saya mendapatkan panggilan interview hari ini," ucap Helen dengan sopan.
Di dalam ruangan yang luas itu, terdapat seseorang dibalik sebuah kursi yang menghadap ke sebuah jendela dan membelakangi posisi Helen, "Silahkan duduk," ucapnya.
"Apakah dia yang menelepon tadi pagi? Apakah dia yang terus mengirim pesan padaku? Ini ... Tapi disini tidak ada ranjang tidur, berarti bukan Direktur tua mesum 'kan? Iya 'kan?" Gumam Helen dalam hati, dia menuruti perkataan pria itu dan duduk di sebuah kursi.
"Nona Helen, selamat bergabung di RB group dengan posisi Asisten pribadi, " ucap pria itu.
Helen terkejut, interview belum dimulai dan dia malah sudah diterima diperusahaan itu, belum lagi dengan posisi Asisten pribadi Direktur . Tak lama, dengan perlahan pria itu memutar kursinya.
"K-kau!"
"Kau! Siapa kau?" Tanya Helen pada pria asing di depannya itu."Perkenalkan, saya Erwin Bryan, wakil Direktur RB group. Senang bertemu dengan Nona Helen, kami mendengar bahwa Uni Mada menugaskan magang bagi mahasiswanya sebagai gambaran dan percobaan bergelut di bidang perkantoran. Anda mendapatkan nilai terbaik dan kami sangat tertarik. Ini berkas kontrak, silahkan diperhatikan baik-baik kemudian mohon tanda tangan," ucap Erwin, wajahnya asing namun terlihat sangat familiar.Helen jadi gugup, "Tuan, saya ingin memulainya dari posisi biasa saja seperti divisi pemasaran," ucap Helen bernegosiasi."Oh jangan khawatir, justru posisi ini yang terbaik sebagai bahan pembelajaran. Di lembar kertas terakhir, isilah nominal gaji yang Nona inginkan. Dan juga, berhubung magang ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, lebih baik Nona tidak menyia-nyiakan kesempatan ini," ucap Erwin bersikeras.Helen membuka lembar demi lembar berkas kontrak yang harus ia tand
"Tuan sudah pulang?" tanya bibi sesaat setelah Davin tiba dirumah siang itu. Davin tidak banyak bicara dan melangkah pergi ke lantai atas menuju kamarnya. Bibi terus menatap Davin seperti ada yang ingin dia katakan padanya, "Tuan ... Semalam Nona Helen menunggu Tuan pulang," ucap bibi.Davin berhenti sejenak, dia sedikit menoleh sambil melempar tatapan dingin, "Setiap malam dia selalu menungguku pulang, dia juga tahu aku jarang pulang ke rumah 'kan." Katanya, kemudian melanjutkan langkahnya."T-tapi Tuan, semalam Nona memasak banyak makanan untuk merayakan diterimanya dia bekerja. Nona ... Nona juga Berdandan dan menunggu Tuan pulang, tapi Tuan tidak pulang," ucap bibi."Nanti aku jelaskan ke dia, bibi jangan khawatir," balas Davin terdengar acuh tak acuh. Seiring menghilangnya Davin dari pandangan, bibi menghela napas kasar.Sementara itu.Hari pertama bekerja Helen akan melakukan yang terbaik, dia sudah mempunyai nama sebagai ma
Malam hari, Davin turun kelantai bawah untuk menyantap makan malam. Setibanya dia tidak melihat Helen disana kemudian dia meminta menghampiri bibi dan berkata, "Panggil Nona untuk makan malam," perintahnya.Alih-alih menjalankan perintah Davin, bibi malah diam dengan raut wajah ragu seperti ada ingin dia katakan, "Tuan ... itu ... Sebenarnya Nona---""Aku tidak makan dirumah," ucap Helena yang tiba-tiba muncul dengan gaun yang sangat cantik dan riasan wajah cantik membuat Davin terpesona seketika saat melihatnya. Ditentengnya tas kecil sembari berjalan anggun dengan sepatu heelsnya.Davin menatapnya dari ujung kaki sampai ujung kepala lalu bertanya, "Kemana kau akan pergi?"Helen sedikit mengabaikan pertanyaan Davin yang diajukan untuknya, dia berjalan pergi, "Aku ada makan malam bareng atasan, jadi tidak makan dirumah. Tidak pulang larut malam juga kok," ucap Helen kemudian pergi begitu saja.Gaun cantik yang sedikit terbuka membuat Davin se
Satu jam kemudian mereka sampai di rumah, Davin menggendong Helen yang tertidur dan membawanya ke kamar. Dibaringkannya tubuh ringan Helen, Davin menatap Helen cukup lama pada wajah yang sudah kehilangan senyumnya saat bersama dengannya."Helen ... Andai peristiwa itu tidak pernah terjadi, kita mungkin tidak akan seperti ini. Tidak akan saling menyakiti," ucapnya pada Helen yang tengah tertidur. Tak lama Davin menaruh tangannya di kepala Helen, kemudian mengelusnya lembut, "Tapi hal itu juga tidak luput kesalahanku, Helen maafkan aku," tambahnya.Malam berlalu, Davin menemani Helen tertidur. Sebenarnya dia sendiri tidak bisa memahami perasaannya pada Helen. Jika mengatakan Davin mencintai Helen itu sangat naif, faktanya Davin menikahi Helen hanya karna rasa bersalah atas peristiwa 5 tahun lalu yang telah menimpa Helen.Sesuatu yang sangat ia simpan rapat-rapat dan menyembunyikannya dari Helen. Bersyukur Helen mengalami amnesia sejak saat itu, jika tidak, entah s
Dengan menggunakan segala cara dan juga bujukan, Helen akhirnya lolos dari hukuman dan omelan sang Boss, disayangnya dia harus merelakan bekal makan siangnya, "Ah bekal makan siangku ... Huhuhu ...," gumamnya dalam hati sembari menemani Ken menyantap sarapannya.Meski lolos dari hukuman berat, Ken tetap menyuruh Helen untuk berdiri di dekat pintu sebagai peringatan untuknya. Tak butuh waktu lama, Ken menyikat habis makan siang milik Helen tersebut, "Lumayan," ucap Ken sambil menyeka bibirnya menggunakan tisu."Ja-jadi ... Apa saya sudah bisa duduk sekarang?" tanya Helen."Tidak, belum. Kemarilah." pintanya, Helen tidak tahu apa yang dia inginkan namun dia memilih untuk mematuhinya dan mulai berjalan menghampirinya. Entah apa yang sedang Ken pikirkan didalam kepalanya dengan senyum menyeringainya itu, menanti kedatangan Helen.Merasa ada yang tidak beres dan mencurigakan dari sikap Ken, Helen menghentikan langkahnya untuk berjaga-jaga. Seekor kelinci
"Tch ... Dasar pria mesum, mencari kesempatan dalam kesempitan," gerutu Helen saat keluar dari ruangan Direktur saat jam pulang tiba. Dia menggerutu soal Ken yang dengan semena-mena menciumnya.Untuk meminta maaf Ken menawarkan tumpangan untuknya namun Helen menolak, yang membuatnya berjalan dengan tergesa karna tidak ingin jika Ken sampai menyusul.Sampai didepan lift Helen pun berdiri menunggu pintu lift terbuka, sementara itu dia berpapasan dengan Sekretaris Dio yang datang dengan tergesa dan wajah yang panik. Helen tidak sempat menyapanya.Dan tak lama sekretaris Dio masuk ke ruangan Direktur, "Tuan Ken, ada apa?" tanya sekretaris Dio."Dio, cari informasi tentang orang tua dan juga saudara laki-laki Helen di negara J, selengkap mungkin. Bila perlu, utus seseorang untuk menyelidikinya langsung. Lalu ... Kelompok mafia Lordi itu, taruh mata-mata kita disana," ucap Ken pada Sekretaris Dio."Baik, Tuan," balas Dio kemudian berlalu pergi.Ke
Malam tiba, setelah makan malam Helen bersiap untuk menemani kakak ipar dan Fillo bermain di ruang tengah. Namun di dalam kamar dia sangat gugup, ia terduduk di depan meja rias dan menghadap ke cermin sedangkan Davin baru saja keluar dari kamar mandi dan sedang mengeringkan rambut dan tubuhnya.Karna malam ini Helen akan tidur dengan Davin, dia memakai piyama tidur yang tertutup dimana piyama itu berlengan dan celana panjang. Dia menyisir rambutnya sampai akhirnya mengikatnya tinggi.Tak lama Helen berdiri dari posisinya. "Aku ... kebawah duluan," ucap Helen sembari beranjak pergi, berusaha sebisa mungkin untuk tidak melihat Davin yang tengah bertelanjang dada.Brak!Pintu tertutup, sejenak Helen terdiam didepan pintu kamar sembari menundukkan kepalanya. Helen menutup mata kemudian menghela nafas panjang. Lalu melangkahkan kakinya turun ke lantai bawah untuk menemui kakak iparnya.Setiap langkah Helen merasa lebih tenang dari sebelumnya, ruma
Hari berikutnya, Helen bangun lebih awal dari biasanya. Sebangunnya dia tidak mendapati Annie di tempat tidur, Helen kemudian beranjak dan mencuci wajahnya sebelum turun ke lantai bawah untuk membuat sarapan."Uh ... segar sekali." Angel melirik jam dinding. "Masih ada waktu, aku akan sarapan dulu," gumamnya. Sebelum pergi meninggalkan kamar, Helen terlebih dahulu mengganti sprei dan selimut serta membereskan kamarnya.Setelah itu keluar dari kamar.Keadaan lantai atas lumayan sunyi, kemungkinan Fillo belum bangun. Helen mulai berjalan menuruni anak tangga, suara di dapur dan mesin cuci mulai terdengar di tempat tertentu."Hah?" Kagetnya saat melihat ke ruang tengah, disana tertidurlah Davin di sofa ruang tengah. Tak kalah membuat kagetnya, di tepi sofa terduduk Annie yang sedang menyelimuti Davin. Langkah Helen terhenti. "Ternyata aku yang tidak becus menjadi istri," gumamnya.Cukup lama Helen berdiam diri, lalu bibi datang. "Nona, sarapannya akan
Esok hari di kamar Helen, Ken dan yang lainnya datang pagi-pagi sekali untuk membahas rencana lebih lanjutnya, dan untungnya team susulan sudah datang tepat waktu yang terdiri dari Dio, Alice, Yohan dan Mike. Mereka duduk lesehan diatas karpet dengan posisi melingkar untuk mendiskusikan rencananya."Dengarkan, hanya aku yang memiliki kartu undangan disini dan sesuai aturan bahwa aku bisa pergi dengan seorang pendamping wanita nanti. Tapi rencanaku adalah, Erwin akan pergi menggantikanku dengan Helen sebagai pendamping wanitanya," ucap Ken."A-apa? Kenapa aku?" kaget Erwin, yang lainnya hanya mengangguk-anggukan kepala mereka tanda setuju sedangkan Helen nampaknya masih linglung."Kau dan aku seperti saudara kembar, tidak ada yang mengenali apakah itu aku atau kau. Biar aku jelaskan, mereka mengetahui bahwa Jackly juga mengundangku di acara itu dan mereka pasti tidak akan tinggal diam. Mereka akan mengira kau sebagai aku dan perhatian mereka akan selalu tertuju p
Rumah Davin.Malam hari seseorang menekan bel pintu rumah Davin, Davin yang tengah terduduk di ruang tengah nampaknya memang sedang menunggu seseorang itu datang. Segera setelah itu dia pun beranjak dan membukakan pintu.Disana berdiri Annie dengan dress cantik, dia menghampiri dan langsung memeluk Davin. "Selamat malam, Davin," ucapnya. Davin terdiam, Annie kemudian mendekatkan wajahnya hendak mencium Davin namun Davin menghindar."Bukankah Helen tidak dirumah?" tanya Annie.Davin melepaskan tangan Annie yang tengah bertengger di lehernya. "Aku memintamu datang karna ada urusan kantor," ucap Davin seraya masuk ke dalam rumah."Aku tahu, tapi bukankah ini sudah terlalu lama? Kau juga baru kembali, 'kan." Annie kembali memeluk Davin dari belakang."Annie jaga sikapmu, ada orang lain dirumah ini," peringat Davin dengan nada datar, dia kembali melepaskan tangan Annie dan mereka pergi ke ruang kerja untuk membahas pekerjaan.Seperti perus
Beberapa hari kemudian, Helen akhirnya mendapatkan ijin dari Davin. Meski begitu, malam itu tidak ada hal lain yang terjadi diantara mereka. Lebih cepat lebih baik, siang nanti mereka sudah akan pergi ke negara S.Ken, Erwin dan Helen pergi ke bandara diantar oleh beberapa pekerja lainnya, mereka menaruh harapan besar pada mereka bertiga. Untuk pertama kalinya juga Helen akan pergi ke luar negeri."Suaminya memberikannya ijin untuk pergi, Davin mungkin bersikap abai pada Helen tapi jika menyangkut reputasinya dia tidak akan dengan mudah memberikan ijin pada Helen untuk pergi bersama pria lain. Itu berarti mungkinkah ...." Segera Ken menoleh ke arah Helen. Hah?" kaget Ken, dia menghentikan langkahnya.Erwin dan Helen terheran, namun Ken kemudian memegang tangan Helen dan memutar badan Helen seperti sedang memeriksa sesuatu, "Helen apakah dia menyentuhmu?" tanya Ken membuat mereka terkejut."A-apa yang kau katakan.""Katakan padaku apa dia menyentuhm
Esoknya, di kantor.Jam kerja sudah masuk 5 menit lebih namun Helen belum juga sampai di ruangan, hal itu membuat Ken kesal. Ken terus menghubungi nomor Helen namun Helen tidak mengangkat telponnya. "Wanita ini sudah berani kah?" kesalnya menggenggam erat ponselnya.Brak!Tetiba pintu terbanting dan berdiri Helen disana dengan napas terengah. "Maaf aku terlambat," ucap Helen kemudian menutup pintu lalu berjalan menuju meja kerjanya."Bonus minum 5 juta karna telat, minum 5 juta sudah membanting pintu ruangan Derektur," ucap Ken."Ya, terserah bos saja," balasnya acuh tak acuh. Ken tidak tahu apa yang terjadi pada Helen pagi itu. Biasanya jika menyangkut uang Helen akan heboh sendiri, namun kali ini dia terlihat tak acuh.Ada yang Helen lupakan, Ken berdiri dan beranjak dari tempat duduknya untuk menagih kopi paginya. Suara langkah kaki terdengar sangat jelas, namun Helen tidak menghiraukan hal itu.Brak!Ken menggeb
Beberapa saat kemudian, Dio datang dengan membawa banyak makanan dan camilan serta beberapa minuman untuk mereka.Dio menatap Ken dengan menaikkan alisnya, tersirat sebuah kalimat yang ia tanyakan pada Ken. Kemudian Ken membalasnya dengan tangan berbentuk 'OK' dengan senyuman nakal di bibirnya."M-mereka bersekongkol," gumam Helen yang mengetahui hal itu. Tak lama setelah itu ponsel Ken berdering, dia beranjak dan pergi untuk mengangkat telpon."Ya Erwin? Bagaimana?" tanyanya."Kak, aku sudah dapat informasinya, tapi akan lebih jelas jika dibicarakan secara langsung. Aku akan pulang malam ini dan membahasnya denganmu," balas Erwin dalam telpon."Baiklah, tapi bisa beritahukan secara garis besarnya?" tanya Ken yang merasa penasaran dengan hasil penyelidikan Erwin."Baiklah. Orang tua Helen tinggal dengan baik disini bersama seorang pria muda yang kemungkinan adalah Kakak Helen, dia CEO dari suatu perusahaan di negara J," tutur Erwin."
Bang!Bang!"Tidaaaaaaak!! Marck tolong aku!" teriak Sean tak kala tubuhnya diseret oleh monster yang sangat besar, sementara Marck terus menembak monster itu dengan pistol di tangannya."Sean! Jangan bergerak, aku pasti akan menyelamatkanmu!" seru Marck seraya berlari menghampiri Sean, kini dia memegang sebuah bom di tangannya."Tidak! Jangan lakukan itu Marck. Tak apa, tinggalkan saja aku disini. Pergilah Marck, tetap lah hidup," ucap Sean dengan berlinang air mata, tidak ada yang bisa diselamatkan lagi, desa dan orang-orang sudah dibinasakan oleh monster itu."Sean ... kita ... kita akan hidup bersama, 'kan? Kita akan mempunyai anak yang manis dan lucu, karna itu ... karna itu ... pasti akan menyelamatkanmu," ucap Marck menahan air mata."Marc, aku mencintaimu. Aku ingin kau tetap hidup, hanya kau. Pergilah Marck!" balas Sean. Tanpa disangka, Sean mengambil sebuah bom dari balik pakaiannya.Bruk! Menyaksikan hal itu membuat lutut M
"Tidak, Helen tidak sedang hamil," balas dokter.Setelah kesalahpahaman selesai, mereka pun masuk ke dalam ruangan dan melihat Helen yang tengah berbaring. "Direktur Ken, ada yang ingin aku bicarakan denganmu secara pribadi," ucap Davin menghampiri Ken, mereka pun pergi.Davin pergi ke halaman dari rumah sakit dan diikuti oleh Ken, kemudian mereka terduduk di sebuah kursi."Apa yang terjadi pada Helen? Kenapa kalian bisa bersama?" tanya Davin."Aku memang mengajaknya bermain di taman hiburan hari ini, tapi tidak hanya Helen, aku ajak adikku dan dia ajak temannya. Dan soal yang terjadi ... itu ... aku yang membuatnya seperti ini," aku Ken."Katakan dengan jelas," pinta Davin."Aku bertanya padanya tentang 5 tahun lalu," balas Ken membuat Davin terkejut, bagaimana mungkin ada seseorang yang mengetahui tentang kejadian 5 tahun lalu."Apa yang kau tahu tentang 5 tahun lalu? Kenapa menanyakan hal itu pada Helen?" tanyanya mulai emosi. 
Hari yang sangat menyenangkan. Seingat Helen, itu pertama kalinya dia datang ke taman hiburan dengan temannya. Grey, Erwin maupun Ken merasa senang bisa melihat Helen yang tertawa ria menikmati hari bersama mereka."Hey, temani aku beli ice cream," ajak Erwin pada Grey, Grey menyetujui ajakan Erwin dan pergi meninggalkan Helen dan Ken.Kesenangan yang membuatnya lupa waktu, karna adanya Jane disana membuat Helen merasa tidak enak telah menelantarkan suaminya, dia kemudian mengambil ponselnya di dalam tas."Ayo duduk disana sambil tunggu mereka," ajak Ken menarik tangan Helen. Terduduklah mereka berdua.Helen membuka ponselnya dan mengirim pesan pada bibi. "Bi ... Jangan lupa buatkan makan siang untuk tuan. Aku akan pulang sebentar lagi." Begitu isi pesan yang Helen kirim. Helen terdiam, menunggu balasan dari bibi."Helen, ayo naik Bianglala," ajak Ken."Tunggu Grey dan Erwin kembali dulu, lagian aku takut ketinggian, sendiri saja ya," Helen
"Hei!" bentak Grey saat Ken membawa Helen pergi, namun geraknya terhenti oleh Erwin yang menahannya. Dilihatnya Helen, dia mengisyaratkan sesuatu bahwa dia akan baik-baik saja, jadi Grey tidak perlu khawatir.Entah apa yang Ken pikirkan, dia membawa Helen ke parkiran dan memintanya masuk ke dalam mobil. "Bukankah disini taman hiburannya?" tanya Helen diam terpaku di luar mobil."Masuk!" Ken mendorongnya masuk. Raut wajahnya serius, namun ada rona merah di pipinya, matanya juga tampak sedang gelisah. Helen tidak mungkin menolak permintaan Ken, dia kemudian masuk ke dalam mobil."Sekarang apa? Ampun deh bos satu ini," gumamnya dalam hati."Kau melupakan sesuatu," ucap Ken."Bos, kenapa kita berada disini? Aku tidak enak meninggalkan Grey disana," ucap Helen mengalihkan pembicaraan. Ken terdiam sejenak, merasa heran Helen pun meliriknya. "Ada apa? Apa kau demam?" tanya Helen.Ken menoleh kearah Helen, menatap dengan tatapan mendalam. Dia kemudi