Malam hari, Davin turun kelantai bawah untuk menyantap makan malam. Setibanya dia tidak melihat Helen disana kemudian dia meminta menghampiri bibi dan berkata, "Panggil Nona untuk makan malam," perintahnya.
Alih-alih menjalankan perintah Davin, bibi malah diam dengan raut wajah ragu seperti ada ingin dia katakan, "Tuan ... itu ... Sebenarnya Nona---"
"Aku tidak makan dirumah," ucap Helena yang tiba-tiba muncul dengan gaun yang sangat cantik dan riasan wajah cantik membuat Davin terpesona seketika saat melihatnya. Ditentengnya tas kecil sembari berjalan anggun dengan sepatu heelsnya.
Davin menatapnya dari ujung kaki sampai ujung kepala lalu bertanya, "Kemana kau akan pergi?"
Helen sedikit mengabaikan pertanyaan Davin yang diajukan untuknya, dia berjalan pergi, "Aku ada makan malam bareng atasan, jadi tidak makan dirumah. Tidak pulang larut malam juga kok," ucap Helen kemudian pergi begitu saja.
Gaun cantik yang sedikit terbuka membuat Davin sedikit terganggu, kemana istrinya akan pergi dengan pakaian seperti itu? Batinnya menerka-nerka.
Tak lama bibi menghampiri sambil meletakkan piring berisi makan malam yang ia buat di meja, "Tuan, malam itu nona juga berdandan seperti itu," ucap bibi memberitahu Davin, pernyataan bibi membuat hati Davin resah. Hal itu kemudian membuat nafsu makannya hilang dan memilih untuk pergi ke kamar.
Sementara itu ...
Helen berdiri cukup lama didepan rumah, tak berapa lama akhirnya Ken datang menjemputnya, "Maaf membuatmu menunggu lama," ucap Ken setibanya di depan rumah Helen dengan mengendarai mobilnya.
Ken membukakan pintu untuk Helen, "Tidak lama ko, ayo pergi," balas Helen kemudian masuk ke dalam mobil. Jauh dari salah satu jendela kamar, Davin berdiri dan menyaksikan hal itu terjadi.
Kring! Kring! Ponsel Davin berbunyi, sebuah panggilan masuk dari seseorang. Mereka membicarakan sesuatu yang tampaknya membuat Davin sedikit merasa lega, "Aku akan pergi," ucapnya, mengambil jas di dalam lemari kemudian bergegas pergi.
Beberapa saat kemudian setibanya di Restoran, Ken membawa Helen duduk di tempat yang sudah ia pesan sebelumnya. Dan sesampainya ternyata Ken mengajak seseorang untuk bergabung dengannya, orang itu membuat Helen sedikit terkejut.
"Bukankah kalian sudah saling kenal?" tanya Ken menggoda Helen.
"Tentu saja, dia adalah Direktur Erwin, Direktur KW," ejek Helen sambil memasang wajah kesal.
Ken dan Erwin terkekeh lucu melihatnya, "Ah haha ... Sebenarnya itu adalah ide kakak, terlebih dia menawarkan sesuatu yang sangat menggiurkan," ucap Erwin.
"Sudah ku duga," batin Helen dengan raut wajah datar, menatap Ken yang tersenyum canggung padanya. Setelah itu mereka menyantap makanan sembari sesekali mengobrol, dari situ Helen bisa mengenal lebih jauh mereka berdua. Dari yang Ken katakan, Erwin adalah seorang Otaku tingkat tinggi namun dia juga termasuk pria yang tegas dan baik.
Helen kemudian mengakui bahwa dirinya juga bisa disebut sebagai Otaku tapi dengan tingkat rendah, berbeda dengan Erwin.
Lalu Ken, tidak perlu diberitahu pun Helen sudah bisa menebak sikap dingin milik Boss mesumnya itu. Namun siapa sangka, Ken ternyata sangat menyukai Game dan ahli dibidangnya.
"Akhir bulan nanti ada festival di gedung Aze lho, mau pergi bareng?" tanya Erwin pada Helen.
"F-festival? Bukankah hampir semua peserta memakai kostum cosplay ya?" tanya balik Helen.
"Ya, kau tahu, tahun lalu aku cosplay sebagai karakter Itachi lho, hahaha," aku Erwin kemudian tertawa sangat lantang mentertawakan dirinya sendiri, sisi lain dari Erwin yang sangat menyenangkan dan tidak membosankan, tidak seperti tuan yang satunya lagi.
Namun tak lama ...
"Helen ...," seseorang memanggilnya ditengah canda tawa mereka. Helen segera menoleh dan mendapati Annie dan Davin disana.
"Davin, Annie? Kalian disini?" tanya Helen.
Annie melirik kedua tuan muda yang duduk bersama Helen, "Ya, selamat malam direktur dan wakil direktur RB group," sapa Annie pada mereka berdua.
Ken meruncingkan matanya, "Oh? Direktur Linkai dan sekretaris Annie, senang bisa bertemu dengan kalian disini. Bergabunglah, kami baru saja mulai," ucap Ken mengajak mereka bergabung.
"Terima kasih Direktur Ken, ayo," balas Annie kemudian mengajak Davin ikut duduk bergabung dengan mereka. Helen maupun Davin tidak saling menyapa dan terjadi keheningan disana.
Untuk mencarikan suasana Erwin memulai obrolan tentang bisnis dengan Davin, dan sesekali Ken berbaur disana. Sedangkan Helen dan Annie hanya berdiam diri saja.
Annie melirik Helen yang sedari tadi hanya berdiam diri, rasanya tidak enak hanya saling diam padahal mereka saling kenal, "Helen, tidak menyapa suamimu?" tanya Annie di tengah perbincangan mereka membuat Ken dan Erwin terkejut.
"Suami?" tanya Erwin sambil menatap kakaknya, Ken.
"Benar. Direktur Linkai, Davin, adalah suami Helen. Kalian tidak tahu?" tanya Annie. Helen tidak tahu apa maksud dari perkataan Annie dengan mengatakan bahwa Davin adalah suaminya didepan mereka.
Suasana menjadi canggung tak kala mereka malah jadi saling diam, "Direktur Linkai, selamat malam," ucap Helen menyapa Davin. Mendengar perkataan Helen itu membuat Davin tersenyum.
"Kenapa panggil Direktur Linkai? Aku suamimu lho, apa kau malu pada Tuan Direktur RB?" tanya Davin memojokan Helen. Dia sedikit menyinggung Ken.
Ken tersenyum menyeringai, "Ternyata Direktur Davin suaminya Helen, aku sempat bertanya tanya pria mana yang ... bisa-bisanya mengabaikan wanita secantik Helen--"
"Tuan!" bentak Helen sembari menggebrak meja dan menatap tajam Ken.
"Maaf maaf. Aku sudah kenyang, Erwin ayo kita pulang. Nona Helen biar pulang bersama suaminya," ucap Ken seraya beranjak dari tempatnya, Helen mengira bahwa dia sudah keterlaluan membentak Ken di depan umum dan membuat Ken tersinggung.
Dia kemudian menyusul Ken, "Tuan, aku antar keluar," ucap Helen menawarkan diri, setelahnya Helen menoleh ke arah kedua sahabatnya, "Davin, pulanglah bersama Annie. Aku akan mencari taksi," ucap Helen kemudian menyusul Ken dan Erwin yang berjalan keluar dari Restoran.
Sebelum pulang Erwin terlebih dahulu pergi ke kasir untuk membayar tagihan mereka. Sementara Ken menunggu mobil menjemputnya ditemani oleh Helen disana.
Di sampingnya berdiri Helen yang setengah melamun dengan mata yang terlihat sudah sangat lelah, Ken meliriknya lalu menghela napas panjang, "Aku antar pulang ya," ujar Ken, namun kemudian Helen menggelengkan kepalanya.
"Sudah malam, mana ada taksi," ucap Ken lagi.
Helen masih shock, bagaimana mungkin hal memalukan itu bisa diketahui oleh orang lain. Bagaimana pandangan mereka pada Helen saat itu. Seorang wanita bersuami namun tidak pernah digauli suaminya. Menyedihkan bukan?
"Maaf ...," ucap Ken, dia menyesali perbuatannya yang secara tidak sengaja justru sudah membuat Helen terluka. Mendengar permintaan maaf dari Ken membuat mata Helen berkaca-kaca, "Maaf," ucap Ken lagi.
Helen mengedipkan matanya agar air mata tak jatuh, namun tetap saja butiran-butiran cair transparan itu kian memberontak, "Kenapa? Kenapa Tuan lakukan itu?" tanyanya dengan suara lirih pelan.
Lagi-lagi Ken hanya mengucapkan kata Maaf, apa semua kesalahan bisa dilupakan hanya dengan kata maaf? Tetiba kedua tangan Ken mendarat di bahu Helen, "Helen! Memangnya kenapa kalau dia mengabaikanmu? Diluar mungkin ... ada orang yang sangat ingin membahagiakanmu," ucap Ken membuat Helen terkejut.
Seketika Helen malah terpaku, kemudian Ken menyela air matanya dan membantu Helen tersenyum. Setelah itu, dengan semangat Helen menganggukkan kepalanya, "Itu baru sekretarisku."
Beberapa saat kemudian Erwin keluar, "Sudah-- Eh?" terkejut melihat pipi Helen yang basah karna air mata, Erwin lantas mendekat sambil berkata, "Konon katanya, kalau seorang pria membuat wanita menangis, saat terbangun esok pagi dia akan kehilangan peliharaan tercintanya," celetuk Erwin.
Ken memukul pelan kepala Erwin, "Jangan banyak bicara lagi. Helen kami pulang dulu, besok jangan lupa datang ke kantor dan berikan ucapan selamat Pagi untukku, Hehe," ucap Ken diikuti senyuman nakal membuat Helen gugup dan Erwin terheran.
Kemudian mereka masuk ke mobil dan pergi. Saat hendak melangkahkan kakinya pergi Helen mendengar seseorang memanggilnya. Helen menoleh dan mendapati Davin dan Annie menghampirinya.
Annie mengatakan bahwa dia masih ada urusan dan belum bisa pulang, sementara Davin mengajak Helen pulang bersama. Sungguh sandiwara yang sangat bagus dari mereka berdua.
Helen setuju untuk pulang bersama Davin karna memang ada beberapa hal yang harus dibicarakan oleh mereka berdua.
Di dalam mobil mereka tak banyak bicara, namun sesuatu mengganjal di hati Helen dan dia sadar harus segera meluruskannya, "Aku tidak mengatakan apapun pada mereka atau siapapun tentang hal itu. Bagaimana pun itu masalah rumah tangga kita," ucap Helen memulai pembicaraan.
"Ya," balas Davin.
Helen meletakkan tangan di dagunya, menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil yang masih terasa hangat bekas Annie itu. Dia menatap jauh keluar jendela, kemudian memberanikan untuk berbicara, "Ayo ... Kita bercerai."
Satu jam kemudian mereka sampai di rumah, Davin menggendong Helen yang tertidur dan membawanya ke kamar. Dibaringkannya tubuh ringan Helen, Davin menatap Helen cukup lama pada wajah yang sudah kehilangan senyumnya saat bersama dengannya."Helen ... Andai peristiwa itu tidak pernah terjadi, kita mungkin tidak akan seperti ini. Tidak akan saling menyakiti," ucapnya pada Helen yang tengah tertidur. Tak lama Davin menaruh tangannya di kepala Helen, kemudian mengelusnya lembut, "Tapi hal itu juga tidak luput kesalahanku, Helen maafkan aku," tambahnya.Malam berlalu, Davin menemani Helen tertidur. Sebenarnya dia sendiri tidak bisa memahami perasaannya pada Helen. Jika mengatakan Davin mencintai Helen itu sangat naif, faktanya Davin menikahi Helen hanya karna rasa bersalah atas peristiwa 5 tahun lalu yang telah menimpa Helen.Sesuatu yang sangat ia simpan rapat-rapat dan menyembunyikannya dari Helen. Bersyukur Helen mengalami amnesia sejak saat itu, jika tidak, entah s
Dengan menggunakan segala cara dan juga bujukan, Helen akhirnya lolos dari hukuman dan omelan sang Boss, disayangnya dia harus merelakan bekal makan siangnya, "Ah bekal makan siangku ... Huhuhu ...," gumamnya dalam hati sembari menemani Ken menyantap sarapannya.Meski lolos dari hukuman berat, Ken tetap menyuruh Helen untuk berdiri di dekat pintu sebagai peringatan untuknya. Tak butuh waktu lama, Ken menyikat habis makan siang milik Helen tersebut, "Lumayan," ucap Ken sambil menyeka bibirnya menggunakan tisu."Ja-jadi ... Apa saya sudah bisa duduk sekarang?" tanya Helen."Tidak, belum. Kemarilah." pintanya, Helen tidak tahu apa yang dia inginkan namun dia memilih untuk mematuhinya dan mulai berjalan menghampirinya. Entah apa yang sedang Ken pikirkan didalam kepalanya dengan senyum menyeringainya itu, menanti kedatangan Helen.Merasa ada yang tidak beres dan mencurigakan dari sikap Ken, Helen menghentikan langkahnya untuk berjaga-jaga. Seekor kelinci
"Tch ... Dasar pria mesum, mencari kesempatan dalam kesempitan," gerutu Helen saat keluar dari ruangan Direktur saat jam pulang tiba. Dia menggerutu soal Ken yang dengan semena-mena menciumnya.Untuk meminta maaf Ken menawarkan tumpangan untuknya namun Helen menolak, yang membuatnya berjalan dengan tergesa karna tidak ingin jika Ken sampai menyusul.Sampai didepan lift Helen pun berdiri menunggu pintu lift terbuka, sementara itu dia berpapasan dengan Sekretaris Dio yang datang dengan tergesa dan wajah yang panik. Helen tidak sempat menyapanya.Dan tak lama sekretaris Dio masuk ke ruangan Direktur, "Tuan Ken, ada apa?" tanya sekretaris Dio."Dio, cari informasi tentang orang tua dan juga saudara laki-laki Helen di negara J, selengkap mungkin. Bila perlu, utus seseorang untuk menyelidikinya langsung. Lalu ... Kelompok mafia Lordi itu, taruh mata-mata kita disana," ucap Ken pada Sekretaris Dio."Baik, Tuan," balas Dio kemudian berlalu pergi.Ke
Malam tiba, setelah makan malam Helen bersiap untuk menemani kakak ipar dan Fillo bermain di ruang tengah. Namun di dalam kamar dia sangat gugup, ia terduduk di depan meja rias dan menghadap ke cermin sedangkan Davin baru saja keluar dari kamar mandi dan sedang mengeringkan rambut dan tubuhnya.Karna malam ini Helen akan tidur dengan Davin, dia memakai piyama tidur yang tertutup dimana piyama itu berlengan dan celana panjang. Dia menyisir rambutnya sampai akhirnya mengikatnya tinggi.Tak lama Helen berdiri dari posisinya. "Aku ... kebawah duluan," ucap Helen sembari beranjak pergi, berusaha sebisa mungkin untuk tidak melihat Davin yang tengah bertelanjang dada.Brak!Pintu tertutup, sejenak Helen terdiam didepan pintu kamar sembari menundukkan kepalanya. Helen menutup mata kemudian menghela nafas panjang. Lalu melangkahkan kakinya turun ke lantai bawah untuk menemui kakak iparnya.Setiap langkah Helen merasa lebih tenang dari sebelumnya, ruma
Hari berikutnya, Helen bangun lebih awal dari biasanya. Sebangunnya dia tidak mendapati Annie di tempat tidur, Helen kemudian beranjak dan mencuci wajahnya sebelum turun ke lantai bawah untuk membuat sarapan."Uh ... segar sekali." Angel melirik jam dinding. "Masih ada waktu, aku akan sarapan dulu," gumamnya. Sebelum pergi meninggalkan kamar, Helen terlebih dahulu mengganti sprei dan selimut serta membereskan kamarnya.Setelah itu keluar dari kamar.Keadaan lantai atas lumayan sunyi, kemungkinan Fillo belum bangun. Helen mulai berjalan menuruni anak tangga, suara di dapur dan mesin cuci mulai terdengar di tempat tertentu."Hah?" Kagetnya saat melihat ke ruang tengah, disana tertidurlah Davin di sofa ruang tengah. Tak kalah membuat kagetnya, di tepi sofa terduduk Annie yang sedang menyelimuti Davin. Langkah Helen terhenti. "Ternyata aku yang tidak becus menjadi istri," gumamnya.Cukup lama Helen berdiam diri, lalu bibi datang. "Nona, sarapannya akan
"Hei!" bentak Grey saat Ken membawa Helen pergi, namun geraknya terhenti oleh Erwin yang menahannya. Dilihatnya Helen, dia mengisyaratkan sesuatu bahwa dia akan baik-baik saja, jadi Grey tidak perlu khawatir.Entah apa yang Ken pikirkan, dia membawa Helen ke parkiran dan memintanya masuk ke dalam mobil. "Bukankah disini taman hiburannya?" tanya Helen diam terpaku di luar mobil."Masuk!" Ken mendorongnya masuk. Raut wajahnya serius, namun ada rona merah di pipinya, matanya juga tampak sedang gelisah. Helen tidak mungkin menolak permintaan Ken, dia kemudian masuk ke dalam mobil."Sekarang apa? Ampun deh bos satu ini," gumamnya dalam hati."Kau melupakan sesuatu," ucap Ken."Bos, kenapa kita berada disini? Aku tidak enak meninggalkan Grey disana," ucap Helen mengalihkan pembicaraan. Ken terdiam sejenak, merasa heran Helen pun meliriknya. "Ada apa? Apa kau demam?" tanya Helen.Ken menoleh kearah Helen, menatap dengan tatapan mendalam. Dia kemudi
Hari yang sangat menyenangkan. Seingat Helen, itu pertama kalinya dia datang ke taman hiburan dengan temannya. Grey, Erwin maupun Ken merasa senang bisa melihat Helen yang tertawa ria menikmati hari bersama mereka."Hey, temani aku beli ice cream," ajak Erwin pada Grey, Grey menyetujui ajakan Erwin dan pergi meninggalkan Helen dan Ken.Kesenangan yang membuatnya lupa waktu, karna adanya Jane disana membuat Helen merasa tidak enak telah menelantarkan suaminya, dia kemudian mengambil ponselnya di dalam tas."Ayo duduk disana sambil tunggu mereka," ajak Ken menarik tangan Helen. Terduduklah mereka berdua.Helen membuka ponselnya dan mengirim pesan pada bibi. "Bi ... Jangan lupa buatkan makan siang untuk tuan. Aku akan pulang sebentar lagi." Begitu isi pesan yang Helen kirim. Helen terdiam, menunggu balasan dari bibi."Helen, ayo naik Bianglala," ajak Ken."Tunggu Grey dan Erwin kembali dulu, lagian aku takut ketinggian, sendiri saja ya," Helen
"Tidak, Helen tidak sedang hamil," balas dokter.Setelah kesalahpahaman selesai, mereka pun masuk ke dalam ruangan dan melihat Helen yang tengah berbaring. "Direktur Ken, ada yang ingin aku bicarakan denganmu secara pribadi," ucap Davin menghampiri Ken, mereka pun pergi.Davin pergi ke halaman dari rumah sakit dan diikuti oleh Ken, kemudian mereka terduduk di sebuah kursi."Apa yang terjadi pada Helen? Kenapa kalian bisa bersama?" tanya Davin."Aku memang mengajaknya bermain di taman hiburan hari ini, tapi tidak hanya Helen, aku ajak adikku dan dia ajak temannya. Dan soal yang terjadi ... itu ... aku yang membuatnya seperti ini," aku Ken."Katakan dengan jelas," pinta Davin."Aku bertanya padanya tentang 5 tahun lalu," balas Ken membuat Davin terkejut, bagaimana mungkin ada seseorang yang mengetahui tentang kejadian 5 tahun lalu."Apa yang kau tahu tentang 5 tahun lalu? Kenapa menanyakan hal itu pada Helen?" tanyanya mulai emosi. 
Esok hari di kamar Helen, Ken dan yang lainnya datang pagi-pagi sekali untuk membahas rencana lebih lanjutnya, dan untungnya team susulan sudah datang tepat waktu yang terdiri dari Dio, Alice, Yohan dan Mike. Mereka duduk lesehan diatas karpet dengan posisi melingkar untuk mendiskusikan rencananya."Dengarkan, hanya aku yang memiliki kartu undangan disini dan sesuai aturan bahwa aku bisa pergi dengan seorang pendamping wanita nanti. Tapi rencanaku adalah, Erwin akan pergi menggantikanku dengan Helen sebagai pendamping wanitanya," ucap Ken."A-apa? Kenapa aku?" kaget Erwin, yang lainnya hanya mengangguk-anggukan kepala mereka tanda setuju sedangkan Helen nampaknya masih linglung."Kau dan aku seperti saudara kembar, tidak ada yang mengenali apakah itu aku atau kau. Biar aku jelaskan, mereka mengetahui bahwa Jackly juga mengundangku di acara itu dan mereka pasti tidak akan tinggal diam. Mereka akan mengira kau sebagai aku dan perhatian mereka akan selalu tertuju p
Rumah Davin.Malam hari seseorang menekan bel pintu rumah Davin, Davin yang tengah terduduk di ruang tengah nampaknya memang sedang menunggu seseorang itu datang. Segera setelah itu dia pun beranjak dan membukakan pintu.Disana berdiri Annie dengan dress cantik, dia menghampiri dan langsung memeluk Davin. "Selamat malam, Davin," ucapnya. Davin terdiam, Annie kemudian mendekatkan wajahnya hendak mencium Davin namun Davin menghindar."Bukankah Helen tidak dirumah?" tanya Annie.Davin melepaskan tangan Annie yang tengah bertengger di lehernya. "Aku memintamu datang karna ada urusan kantor," ucap Davin seraya masuk ke dalam rumah."Aku tahu, tapi bukankah ini sudah terlalu lama? Kau juga baru kembali, 'kan." Annie kembali memeluk Davin dari belakang."Annie jaga sikapmu, ada orang lain dirumah ini," peringat Davin dengan nada datar, dia kembali melepaskan tangan Annie dan mereka pergi ke ruang kerja untuk membahas pekerjaan.Seperti perus
Beberapa hari kemudian, Helen akhirnya mendapatkan ijin dari Davin. Meski begitu, malam itu tidak ada hal lain yang terjadi diantara mereka. Lebih cepat lebih baik, siang nanti mereka sudah akan pergi ke negara S.Ken, Erwin dan Helen pergi ke bandara diantar oleh beberapa pekerja lainnya, mereka menaruh harapan besar pada mereka bertiga. Untuk pertama kalinya juga Helen akan pergi ke luar negeri."Suaminya memberikannya ijin untuk pergi, Davin mungkin bersikap abai pada Helen tapi jika menyangkut reputasinya dia tidak akan dengan mudah memberikan ijin pada Helen untuk pergi bersama pria lain. Itu berarti mungkinkah ...." Segera Ken menoleh ke arah Helen. Hah?" kaget Ken, dia menghentikan langkahnya.Erwin dan Helen terheran, namun Ken kemudian memegang tangan Helen dan memutar badan Helen seperti sedang memeriksa sesuatu, "Helen apakah dia menyentuhmu?" tanya Ken membuat mereka terkejut."A-apa yang kau katakan.""Katakan padaku apa dia menyentuhm
Esoknya, di kantor.Jam kerja sudah masuk 5 menit lebih namun Helen belum juga sampai di ruangan, hal itu membuat Ken kesal. Ken terus menghubungi nomor Helen namun Helen tidak mengangkat telponnya. "Wanita ini sudah berani kah?" kesalnya menggenggam erat ponselnya.Brak!Tetiba pintu terbanting dan berdiri Helen disana dengan napas terengah. "Maaf aku terlambat," ucap Helen kemudian menutup pintu lalu berjalan menuju meja kerjanya."Bonus minum 5 juta karna telat, minum 5 juta sudah membanting pintu ruangan Derektur," ucap Ken."Ya, terserah bos saja," balasnya acuh tak acuh. Ken tidak tahu apa yang terjadi pada Helen pagi itu. Biasanya jika menyangkut uang Helen akan heboh sendiri, namun kali ini dia terlihat tak acuh.Ada yang Helen lupakan, Ken berdiri dan beranjak dari tempat duduknya untuk menagih kopi paginya. Suara langkah kaki terdengar sangat jelas, namun Helen tidak menghiraukan hal itu.Brak!Ken menggeb
Beberapa saat kemudian, Dio datang dengan membawa banyak makanan dan camilan serta beberapa minuman untuk mereka.Dio menatap Ken dengan menaikkan alisnya, tersirat sebuah kalimat yang ia tanyakan pada Ken. Kemudian Ken membalasnya dengan tangan berbentuk 'OK' dengan senyuman nakal di bibirnya."M-mereka bersekongkol," gumam Helen yang mengetahui hal itu. Tak lama setelah itu ponsel Ken berdering, dia beranjak dan pergi untuk mengangkat telpon."Ya Erwin? Bagaimana?" tanyanya."Kak, aku sudah dapat informasinya, tapi akan lebih jelas jika dibicarakan secara langsung. Aku akan pulang malam ini dan membahasnya denganmu," balas Erwin dalam telpon."Baiklah, tapi bisa beritahukan secara garis besarnya?" tanya Ken yang merasa penasaran dengan hasil penyelidikan Erwin."Baiklah. Orang tua Helen tinggal dengan baik disini bersama seorang pria muda yang kemungkinan adalah Kakak Helen, dia CEO dari suatu perusahaan di negara J," tutur Erwin."
Bang!Bang!"Tidaaaaaaak!! Marck tolong aku!" teriak Sean tak kala tubuhnya diseret oleh monster yang sangat besar, sementara Marck terus menembak monster itu dengan pistol di tangannya."Sean! Jangan bergerak, aku pasti akan menyelamatkanmu!" seru Marck seraya berlari menghampiri Sean, kini dia memegang sebuah bom di tangannya."Tidak! Jangan lakukan itu Marck. Tak apa, tinggalkan saja aku disini. Pergilah Marck, tetap lah hidup," ucap Sean dengan berlinang air mata, tidak ada yang bisa diselamatkan lagi, desa dan orang-orang sudah dibinasakan oleh monster itu."Sean ... kita ... kita akan hidup bersama, 'kan? Kita akan mempunyai anak yang manis dan lucu, karna itu ... karna itu ... pasti akan menyelamatkanmu," ucap Marck menahan air mata."Marc, aku mencintaimu. Aku ingin kau tetap hidup, hanya kau. Pergilah Marck!" balas Sean. Tanpa disangka, Sean mengambil sebuah bom dari balik pakaiannya.Bruk! Menyaksikan hal itu membuat lutut M
"Tidak, Helen tidak sedang hamil," balas dokter.Setelah kesalahpahaman selesai, mereka pun masuk ke dalam ruangan dan melihat Helen yang tengah berbaring. "Direktur Ken, ada yang ingin aku bicarakan denganmu secara pribadi," ucap Davin menghampiri Ken, mereka pun pergi.Davin pergi ke halaman dari rumah sakit dan diikuti oleh Ken, kemudian mereka terduduk di sebuah kursi."Apa yang terjadi pada Helen? Kenapa kalian bisa bersama?" tanya Davin."Aku memang mengajaknya bermain di taman hiburan hari ini, tapi tidak hanya Helen, aku ajak adikku dan dia ajak temannya. Dan soal yang terjadi ... itu ... aku yang membuatnya seperti ini," aku Ken."Katakan dengan jelas," pinta Davin."Aku bertanya padanya tentang 5 tahun lalu," balas Ken membuat Davin terkejut, bagaimana mungkin ada seseorang yang mengetahui tentang kejadian 5 tahun lalu."Apa yang kau tahu tentang 5 tahun lalu? Kenapa menanyakan hal itu pada Helen?" tanyanya mulai emosi. 
Hari yang sangat menyenangkan. Seingat Helen, itu pertama kalinya dia datang ke taman hiburan dengan temannya. Grey, Erwin maupun Ken merasa senang bisa melihat Helen yang tertawa ria menikmati hari bersama mereka."Hey, temani aku beli ice cream," ajak Erwin pada Grey, Grey menyetujui ajakan Erwin dan pergi meninggalkan Helen dan Ken.Kesenangan yang membuatnya lupa waktu, karna adanya Jane disana membuat Helen merasa tidak enak telah menelantarkan suaminya, dia kemudian mengambil ponselnya di dalam tas."Ayo duduk disana sambil tunggu mereka," ajak Ken menarik tangan Helen. Terduduklah mereka berdua.Helen membuka ponselnya dan mengirim pesan pada bibi. "Bi ... Jangan lupa buatkan makan siang untuk tuan. Aku akan pulang sebentar lagi." Begitu isi pesan yang Helen kirim. Helen terdiam, menunggu balasan dari bibi."Helen, ayo naik Bianglala," ajak Ken."Tunggu Grey dan Erwin kembali dulu, lagian aku takut ketinggian, sendiri saja ya," Helen
"Hei!" bentak Grey saat Ken membawa Helen pergi, namun geraknya terhenti oleh Erwin yang menahannya. Dilihatnya Helen, dia mengisyaratkan sesuatu bahwa dia akan baik-baik saja, jadi Grey tidak perlu khawatir.Entah apa yang Ken pikirkan, dia membawa Helen ke parkiran dan memintanya masuk ke dalam mobil. "Bukankah disini taman hiburannya?" tanya Helen diam terpaku di luar mobil."Masuk!" Ken mendorongnya masuk. Raut wajahnya serius, namun ada rona merah di pipinya, matanya juga tampak sedang gelisah. Helen tidak mungkin menolak permintaan Ken, dia kemudian masuk ke dalam mobil."Sekarang apa? Ampun deh bos satu ini," gumamnya dalam hati."Kau melupakan sesuatu," ucap Ken."Bos, kenapa kita berada disini? Aku tidak enak meninggalkan Grey disana," ucap Helen mengalihkan pembicaraan. Ken terdiam sejenak, merasa heran Helen pun meliriknya. "Ada apa? Apa kau demam?" tanya Helen.Ken menoleh kearah Helen, menatap dengan tatapan mendalam. Dia kemudi