Keyzia menatap gamang pada SUV putih di hadapannya. Ternyata papa betul-betul merealisasikan kata-katanya. Secepat kilat dan sekejap mata. Tidak ada lagi alasan bagi Nabil untuk mengantar jemputnya. Namun Keyzia tidak bodoh. Ia tidak bisa dikungkung begitu saja. Ia bukan ABG belasan tahun yang akan menangis dan merengek. Masih banyak jalan menuju roma, dan Keyzia yakin akan menemukan jalannya sendiri.“Kalo nggak suka kasih aku aja,” ujar Putri yang tiba-tiba muncul pada Keyzia yang masih diam termangu dengan tas tersampir di bahunya.Keyzia menanggapi dengan senyum tipis, lalu melangkah masuk ke mobilnya. Mengendarainya untuk pertama kali tidak membuatnya gugup atau pun grogi. Keyzia membelah jalanan dengan pelan, dan tidak teburu-buru. Ia sama sekali tidak terpengaruh dengan pengguna lalu lintas lain yang seperti dikejar waktu.Setumpuk berkas yang menggunung di meja, menjadi pemandangan pertama yang dilihat Keyzia ketika membuka ruangan kerjanya. Ini sudah akhir minggu, seharusny
Keyzia ...,” wajah Nabil berubah serius. “Kamu nggak usah diet-diet lagi. Bentuk tubuh kamu udah proporsional. Udah ideal banget. Jangan menyiksa diri sendiri.”Keyzia diam mendengarkan. Sedikit demi sedikit Nabil memberinya masukan.“Keyzia …. ““Iya, Bil.”“I love you just the way you are.”Keyzia semakin melebarkan senyum begitu mendengar kata-kata romantis yang terucap dari mulut Nabil. “Lupakan dulu soal karbohidrat. Timbangan kamu nggak bakal bergeser ke kanan hanya gara-gara makan malam.”Keyzia tersenyum malu. “Udah ah, Bil, jangan bahas itu lagi,” larangnya.“Kalo gitu, kita makann ya …. “Keyzia akhirnya mengangguk. Selama ini ia memang jarang makan malam. Kecuali terpaksa, seperti acara dinner waktu itu.“Key, aku lagi males keluar. Di rumah juga nggak ada makanan. Tapi di kulkas banyak banget bahan yang bisa diolah. Kamu bisa masak nggak?”Keyzia tidak tahu apa saat ini Nabil sedang mengujinya atau bukan. Keyzia tersenyum malu, lalu menggeleng pelan. “Yang ringan-ringan
Keyzia membuka matanya dan mendapati diri masih mengenakan pakaian kerja hingga pagi. Masih dalam posisi berbaring, Keyzia mengingat kejadian semalam. Akibat terlalu lelah setelah pulang dari rumah Nabil, akhirnya Keyzia ketiduran tanpa mengganti pakaian.Keyzia lalu beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar menuju ruang belakang. Keyzia mengambil sebuah gelas dan menuangkan air putih dari dispenser.Minum air putih setelah bangun tidur sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu. Percaya atau tidak, namun Keyzia sudah merasakan manfaatnya. Ia merasa jauh lebih segar.Keyzia kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Hari ini ia sudah berjanji dengan Nabil akan mengunjungi orang tuanya. Cukup lama Keyzia di kamar mandi. Karena mandinya Keyzia berbeda dengah mandi cewek-cewek lainnya. Tiga puluh menit kemudian, Keyzia keluar dari kamar mandi dengan tubuh terbungkus handuk. Dan begitu sampai di kamar, ia langsung membuka lemari. Semalam, Nabil sudah mewanti-wantinya
“Kamu aja sendiri ya,” ujar Nabil saat Keyzia sudah berada di luar.“Iya, Bil,” jawab Keyzia lalu melangkah masuk ke dalam supermarket.Nabil harap tidak ada pembahasan tentang pernikahan di rumah papa nanti. Nabil sedang tidak ingin membahas topik itu. Beberapa menit kemudian Keyzia keluar dari dalam supermarket. Nabil memperhatikannya. Nabil merasa heran pada diri dan pilihannya sendiri yang out of the box. Nabil tidak mengerti kenapa bisa jatuh cinta pada Keyzia. Bukan karena fisik atau sesuatu yang ada padanya. Tapi hatinya sendiri yang memilih berlabuh disana.Keyzia kembali masuk ke dalam mobil dengan sekantong besar plastik berisi buah-buahan.“Ada lagi nggak, Bil, yang mau dibeli? Kayak cake atau roti-rotian gitu?”“Aku rasa udah cukup, Key. Lagian papa cuma sendiri, nggak bakalan kemakan.”“Oh, ya udah kalo gitu.”Banyak hal yang ingin diketahui Keyzia mengenai keluarga Nabil. Tapi masih disimpannya di dalam hati. Selama ini Nabil memang jarang membahas tentang keluarganya
Seperti biasa, setiap pagi Alan hadir di kantornya. Namun pagi ini Alan menemukan sesuatu di atas mejanya. Sebuah kotak segi empat. Alan memandangi dengan dahi berkerut. Namun begitu membuka kotak itu dan melihat isinya, senyumnya mengembang sempurna. Di kotak tersebut terdapat kue berbentuk bulat dengan kalimat bertuliskan “Selamat ulang tahun ke 33. Wish you all the best.”Alan tidak tahu siapa pengirimnya, bisa jadi para bawahannya.Alan mendekati meja telfon, lalu mengangkat gagangnya dan mendial tiga digit angka yang terhubung ke ruangan Laura. Alan meminta tangan kanannya itu agar segera menemuinya.Setelah meletakkan kembali gagang telfon, Alan duduk di kursi kerjanya yang besar dan empuk. Alan termangu memandang angka 33 di atas kue. Sudah jauh dari seperempat abad ia hidup, dan sudah banyak yang dilakukan dan berhasil didapatnya. Semua ada di genggamannya sekarang. Namun semua itu baginya belum sempurna. Batinnya tetap kesepian. Ruang hampa di hatinya belum berpenghuni. Al
Dea masih termangu dan bermain-main dengan pikirannya ketika Alan kembali muncul. Lelaki berpembawaan tenang itu kelihatan sudah jauh lebih segar dibandingkan saat ia datang pertama tadi.“Kita berangkat sekarang?” “Iya, Lan,” jawab Dea sembari mengambil tas dan menyampirkan di bahu.Begitu akan masuk ke mobil, Dea melihat jok belakang sudah dipenuhi oleh kotak-kotak berbagai ukuran. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala Dea, namun ia merasa sungkan untuk bertanya. Hingga sampi di pos sekuriti komplek rumah Alan pertanyaan itu terjawab. Alan menurunkan semua kotak-kotak itu dan memberikannya pada security serta menyuruh untuk membagi-bagikannya pada warga sekitar.“Itu isinya kue-kue sama makanan,” jelas Alan memberitahu tanpa Dea minta.“Banyak banget ya, Lan.”“Iya, emang banyak. Kalau kamu mau, masih ada di kulkas. Nanti kamu ambil ya.”“Makasih ya, Lan, tapi yang tadi juga belum kemakan.”“Sebenarnya aku tidak butuh itu semua. Doa saja sudah cukup,” celetuk Alan tiba-tiba
Jam sembilan malam lewat sepuluh menit Dea keluar dari kelas.Dea langsung menuju mobil Alan yang terparkir di seberang jalan di depan kampus.Alan langsung membuka pintu begitu meliha Dea.“Sudah selesai?”“Sudah, Lan.”“Kita cari makan dulu gimana? Berhubung hari ini ulang tahunku, jadi aku yang traktir.”Ahhhh, Dea jadi malu mendengarnya. Selama ini tidak sedikit pun ia mengeluarkan uang. Yang ada, malah Alan yang terus membayari dan memenuhi segala kebutuhannya.“Gimana, mau?” Alan menuntut jawaban.Dea menjawab dengan anggukan.“Kita makan dimana?” tanya Alan meminta pendapat.“Terserah kamu,” jawab Dea tidak banyak cerita.“Kok terserah? Sekali-kali aku pengen tau dan dengar pendapat kamu.”Selama ini Dea memang menyerahkan pilihannya pada Alan, seolah dirinya tidak berhak menyuarakan kata hati. Dea merasa rendah diri, minder, dan perasaan merasa kurang lainnya.Alan tahu, pasti ada sesuatu hal yang membuat Dea begitu terpukul sehingga membuatnya down. Dari sekian banyak cerita
Nabil menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak mengerti dengan sikap Dea.“Dea, dengar aku baik-baik. Kita sudah berpisah dan memilih jalan masing-masing. Tolong, berdamailah dengan keadaan dan terima kenyataan,” kata Nabil memberi pengertian.“Aku nggak bisa.”“Kamu harus bisa.”“Dea …. “ Suara lain yang memanggilnya membuat Dea menoleh. Alan.Setelah mengisi bahan bakar tadi, Alan cukup lama menunggu Dea. Namun karea Dea tidak kunjung datang, akhirnya Alan turun dan melihat sendiri apa yang terjadi. Dan Alan menyaksikan semua dengan matanya. Ada Dea, ada Nabil, dan juga ada Keyzia disana. Namun Alan tak mengerti apa yang terjadi. Ia berharap Dea akan memberinya penjelasan atas apa yang disaksikannya.Begitu melihat Alan datang, Dea cepat-cepat mengusap muka, menghapus air matanya yang terus meleleh. Dea tidak ingin Alan melihatnya menangis dan semakin mengasihaninya.Alan tersenyum sekilas pada Nabil, lalu berbicara pada Dea, “Kita pulang ya.”Dea mengangguk patuh, dan memandang Nabil
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat