Radit tidak mengerti kenapa Kayla jadi salah paham dan menjauhinya. Radit hanya ingin Kayla sembuh karena menurut diagnosa sementara dokter Sandra, apa yang dialami Kayla masih berada di tahap awal dan tergolong ringan.Meskipun begitu, Kayla butuh penanganan medis secepatnya sebelum semua menjadi parah.Sekarang masalahnya adalah bagaimana membujuk Kayla agar mau diajak konsultasi ke dokter karena sampai sekarang pun dia masih marah pada Radit."Tiara, bisa kamu panggil Kayla sebentar?""Iya, Pak, bisa," jawab Tiara dari mejanya. Meskipun Radit mengawali kalimatnya dengan kata bisa, tapi Tiara tahu itu adalah perintah yang tidak boleh dibantah."Nggak usah pake telepon, langsung ke ruangannya aja," perintah Radit saat tangan Tiara terulur meraih gagang telepon."Baik, Pak," jawab Tiara patuh dan turun ke lantai satu.Tidak lama kemudian Kayla datang dengan tampang cemberut.Melihat muka Kayla yang tidak bersahabat, Radit mengurungkan niatnya untuk berbicara serius."Ada apa?" Kayla
Dentuman suara musik yang super kencang mengiringi riuhnya sekelompok cewek yang sedang tertawa cekikikan dibawah temaram cahaya lampu yang berwarna-warni di sebuah klub.Rani, anak marketing yang sedang berulang tahun itu memesan minuman untuk mereka berlima.Tak lama, seorang gadis muda berpakaian minim datang mengantar pesanan mereka."Rai, ini air apa?" bisik Kayla pada Raisa yang duduk di dekatnya."Air biasa," jawab Raisa santai, lalu mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam tas, menyalakan api dan mulai menghisapnya.Kayla sangat shock melihat pemandangan itu. Terlebih saat ketiga temannya yang lain juga melakukan hal yang sama."Cobain deh," ujar Raisa menyodorkan sebungkus rokok padanya.Dari gayanya, Raisa terlihat sudah expert. Jelas dia bukan amatir."Sejak kapan kamu merokok? tanya Kayla dengan suara bergetar karena masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya."Dari zaman kuliah," jawab Raisa santai, lalu mengembuskan asap rokok ke arah Kayla.Kayla merasa sesak lalu me
Ternyata benar dugaan Kayla. Radit ingin berpisah dengannya. Kayla jadi semakin yakin, kalo belakangan ini Radit sengaja mencari-cari alasan dengan menuduhnya mengidap bipolar agar memuluskan langkah meninggalkannya."Kamu jahat, Dit!" Kamu udah ngancurin rumah tanggaku. Kamu udah merusak hidup aku. Kamu udah mengambil sesuatu yang seharusnya aku kasih hanya untuk Nabil. Kamu janji nggak akan ninggalin aku sampai bumi berhenti berputar dan maut memisahkan. Tapi sekarang kamu malah ingin pisah."Kayla menangis sendiri dan melempar barang-barang yang ada di dekatnya. Hu hu hu... Nabil...Kayla sadar sekarang kalo yang benar-benar mencintainya hanya Nabil. Seharusnya dari dulu dia sadar. Tapi selama ini dia terbutakan pesona Radit yang memperdayanya setiap waktu.Kini apa gunanya menyesal. Semua telah terjadi. Nabil telah pergi dan bukan miliknya lagi. Semua telah terlambat. Seluruh jalan sudah tertutup. Kayla ingin membenturkan kepalanya ke dinding begitu ingat semuanya telah terlamb
Radit mengepalkan tangannya kuat-kuat. Gerahamnya gemeretuk menahan kesal. Bagaimana tidak, Kayla sudah mempermainkan perasaannya. Pagi ini Kayla datang ke kantor bersama Nabil. Radit tidak tahu bagaimana ceritanya hingga mereka bisa bersama.Dan seperti biasa, Kayla dengan tingkahnya yang ajaib melenggang santai di depan Radit, tanpa peduli pada Radit yang sedang berusaha menahan emosinya yang sudah sampai di titik didih.Radit bukannya cemburu pada Nabil. Dia hanya tidak suka jika Kayla masih menjalin hubungan dengan mantannya itu. Apalagi kalau Nabil sampai mengantar ke kantor, itu artinya hubungan mereka masih dekat. Dan Kayla terang-terangan menunjukkannya pada Radit. Sangat jelas Kayla tidak menghargai Radit sebagai pasangannya saat ini.Meskipun tadi Radit melihat sekilas wajah Kayla yang pucat, tapi Radit tidak tahu penyebabnya. Entah gadis itu kekurangan darah atau karena takut bertemu Radit karena telah tertangkap basah datang bersama Nabil.Tapi sepertinya opsi kedua ti
"Pak, Bapak baik-baik aja?" tanya Tiara pada Radit yang tak bersuara sejak tadi, tepatnya setelah bertemu Nabil di Retail Expo."Hmm..." jawab Radit, tanpa melihat Tiara. Matanya mengawasi kemacetan yang menunggu di depan sana."Pak, maaf ya, bukannya kepo. Tapi apa benar semua yang saya dengar tadi?""Tentang apa?""Tentang Bapak, Kayla dan suaminya. Hmm... cinta segitiga ya, Pak?" tanya Tiara hati-hati, takut akan membuat Radit tersinggung."Menurut kamu?" Radit balas bertanya, semakin menimbulkan teka-teki di hati Tiara."Ya saya nggak tau, kan Bapak yang tau.""Saya juga nggak tau," jawab Radit putus asa seraya menghempaskan nafas berat."Hmm... Pak, kalo boleh tau, apa sih yang bikin Bapak suka sama Kayla?"Radit tersenyum mendengar pertanyaan Tiara. Dia juga tidak tahu harus menjawab apa. Kalau soal cantik itu relatif. Banyak wanita yang jauh di atas Kayla, tapi tetap tidak bisa menggetarkan hatinya. Intinya adalah masalah hati dan perasaan."Siapa bilang saya suka sama Kayla
Setelah berhasil mengalahkan kemacetan panjang, akhirnya Radit sampai di kafe dekat rumah sakit seperti yang dikatakan dokter Sandra.Dokter muda itu tersenyum ramah menyambutnya."Maaf, dok, saya agak telat, tadi macet panjang di jalan," kata Radit merasa tidak enak. Alasan klise sebenarnya, tapi itulah kenyataannya. "Nggak apa-apa, Pak, saya juga baru sampai," balas dokter Sandra. "Ngomong-ngomong Pak Radit langsung dari kantor ya?" tanya dokter Sandra melihat gaya pakaian Radit yang ala esmud."Iya, dok.""Nggak usah panggil dok atau dokter, panggil Sandra aja. Saya baru 33 tahun.""Eh, oke dok, eh Sandra. Kalo gitu panggil Radit aja, umur saya 29 tahun.""Wah, brondong manis," celetuk dokter Sandra lalu tertawa lepas. Radit mengiringi dengan senyum lebar.Radit bisa menilai sepertinya dokter Sandra orangnya humble dan menyenangkan.Keduanya diam sesaat ketika seorang waiter datang membawa minuman untuk mereka."Eh, udah azan, apa Radit mau sholat maghrib dulu?" Dokter Sandra ber
"Saya percaya dan yakin 100% kalau memang saya yang dicintai Kayla dan hanya saya yang bisa bikin dia bahagia. Tentang hubungan intim, kami melakukannya atas dasar cinta. Jadi Kayla melakukan itu dengan saya bukan karena dia tidak mendapatkan dari suaminya.""Baiklah, Radit. Lalu tentang bipolar gimana? Apa sejak dulu Kayla sudah menunjukkan gejala?""Nggak, San. Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, Kayla mulai aneh baru belakangan ini. Lebih tepatnya sejak berpisah dari mantan suaminya. Saya malah curiga kalo dia juga berkepribadian ganda, soalnya pikirannya kebolak-balik, labil, plin-plan. Menurut kamu gimana?""Pada dasarnya dissociative identity disorder dan bipolar disorder itu berbeda. Sebelum menegakkan diagnosa, saya harus melakukan serangkaian pemeriksaan medis dulu pada Kayla. Jadi walaupun dugaan saya mengarah kesana, seperti yang saya katakan sebelumnya, saya harus bertemu Kayla dulu.""Tapi sulit, San. Kayla sudah langsung alergi dan marah kalo saya bahas masalah i
Nabil berbaring sendiri di kamarnya. Matanya fokus memperhatikan pigura berwarna hitam yang terpajang di dinding.Pigura itu membingkai manis foto pernikahannya dengan Kayla.Disana, di foto itu, dia tersenyum menampilkan ekspresi bahagia. Bertolak belakang dengan Kayla yang terlihat sedih.Nabil mengenang lagi kisah masa lalunya.Saat itu dia belum mencintai Kayla, dan tidak punya perasaan apa pun pada gadis itu. Bahkan di hari pernikahannya dia hanya berpura-pura bahagia, demi menjaga perasaan Papa yang sangat mendukung hubungannya dengan Kayla.Tidak tau kenapa, akhirnya dia benar-benar jatuh cinta pada Kayla, perempuan yang telah menorehkan luka dalam di hatinya. Luka yang belum kering dan menganga semakin lebar.Sialan!Kenapa foto itu masih terpajang disana? Padahal cerita mereka telah selesai. Kisah mereka sudah usai.Nabil bangkit dari tempat tidur, lalu keluar dari kamar menuju ruang belakang."Untuk apa kursi itu, Bil?" tanya Papa yang sedang menonton tv pada Nabil yang mel
Kayla sangat kaget melihat Radit memukuli orang yang tidak dikenalnya dan ia tidak tahu siapa dan apa masalahnya.“Dit, udah, Dit …. “ Kayla mencegah Radit yang terus memukuli Chicco tanpa ampun. Mukanya kelihatan panik.Kalau bukan istrinya yang melarang, Radit tidak akan berhenti. Namun Radit tidak melepaskan mangsanya begitu saja. “Berdiri!” bentaknya lagi pada Chicco yang sudah terkapar tidak berdaya.Dengan sisa-sisa tenaganya Chicco berusaha bangkit. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat serangan dari Radit. Kepalanya pusing dan pandangannya berkunang-kunang.“Aku bisa bunuh kamu sekarang kalo mau,” desis Radit tajam.Kayla bergidik mendengarnya. Tidak pernah ia melihat suaminya semarah itu. Matanya yang berkilat dan memerah akibat api amarah membuat Kayla ketakutan.“Katakan siapa dalang dibalik semua ini?” Radit kembali mencekal kerah baju Chicco sambil menatapnya dengan pandangan menusuk.Chicco menatap Radit takut-takut. Ia bagaikan sedang melihat malaikat maut yang akan m
Kayla mengusap-usap perutnya yang mulai membesar sambil tersenyum sendiri. Ia sudah membayangkan kebahagiaannya jika menjadi seorang ibu nanti. Repot sudah pasti. Namun pasti sangat menyenangkan. Rasanya ia sudah tidak sabar menantikan saat-saat itu datang. Tangannya tidak bisa menunggu ingin menggendong dan mendekap bayi mungil darah dagingnya sendiri. Buah cintanya bersama Radit. Bahkan di telinganya sudah terngiang-ngiang suara tangisan seorang bayi. Kayla sudah semakin tidak sabar jadinya. Pasti ia akan menjadi wanita paling bahagia sedunia.Membayangkan dirinya akan menjadi seorang ibu, Kayla langsung terkenang pada wanita yang melahirkannya. Tiba-tiba Kayla menjadi begitu merindukannya. Kayla ingin mengunjungi pusaranya dan mendoakannya disana.Dan begitu Radit pulang kerja, Kayla langsung mengutarakan keinginannya. “Dit, apa kamu tau letak makam ibuku?”“Aku nggak tau. Kenapa, yang?” Radit menjawab sambil membuka kaos kaki.“Rasanya pengen banget ziarah ke makam ibuku, Dit
Selesai mengantar Keyzia pulang, Nabil langsung menuju rumahnya. Ia harus bersiap-siap untuk memenuhi undangan makan malam dari orang tua Keyzia. Tadi Keyzia sudah memberitahu alamat restoran tempat mereka dinner nanti.Sampai di rumah, Nabil langsung mandi dan membersihkan diri. Tidak ada waktu untuk istirahat, karena waktunya sudah mepet. Andai saja tadi ia tidak berlama-lama di kantor Putri, mungkin sekarang ia bisa sedikit meluruskan badan.Nabil memandang wajahnya di cermin. Five o’clock shadow membuatnya terkesan macho dan membuktikan kalau dirinya adalah laki-laki sungguhan. Dua perempuan yang pernah hadir dalam hidupnya sangat menyukai itu. Entah dengan Keyzia.Nabil mengambil nafas dalam-dalam. Ada sedikit rasa kurang percaya diri. Nabil takut orang tua Keyzia akan menolaknya. Dan Nabil harus siap dengan segala kemungkinan itu. Siap diterima artinya juga harus berani ditolak.Baru saja Nabil keluar dari komplek rumahnya Keyzia sudah menelepon. “Bil, jangan sampai telat ya,”
Dea membeku melihat pemilik wajah yang kini berada di hadapannya. Kakinya mendadak goyah dan merasa tidak kuat lagi menopang tubuhnya. Tak sengaja, matanya tertuju pada tangan Nabil dan Keyzia yang saling menggenggam.Menyadari hal itu, Nabil melepaskan pelan jemarinya dari Keyzia yang menggenggamnya erat. Meskipun sudah menjadi mantan, namun Nabil ingin menjaga perasaan Dea. Karena ia tahu Dea masih sangat mencintainya.Hati Keyzia mencelos begitu Nabil melepaskan tangannya. Tapi ia mencoba mengerti.Radit berdehem memecahkan ketegangan yang tercipta seketika. “Duluan ya,” pamitnya sembari menepuk pundak Nabil.Nabil mengangguk kecil. Ia masih terpaku di tempatnya.“Pulang yuk, Bil!” ajak Keyzia menggamit tangan Nabil dan menyadarkan dari ketermanguan.Nabil beranjak dan mengikuti langkah Keyzia menuju mobil. Seperti biasa, ia membukakan pintu untuk Keyzia dan menutupkannya kembali. Dea menyaksikan semua itu sambil menahan perasaannya. Hatinya teriris menjadi serpihan-serpihan kecil
Seperti janjinya tadi pagi, setelah menjemput Keyzia, Nabil mampir di kantor Putri. Sebenarnya Nabil penasaran tentang sosok Alan, namun Nabil lebih memilih untuk menunggu Keyzia di mobil.Dalam keadaan mesin menyala, Nabil menggunakan waktunya untuk tidur sambil menunggu Keyzia menyelesaikan urusannya dengan Alan. Namun ternyata kepalanya tidak bisa diajak bekerja sama. Pikirannya mengembara kemana-mana. Nabil membayangkan pertemuannya dengan orang tua Keyzia. Pasti nanti ia akan diinterogasi dengan berbagai macam pertanyaan. Dan tentu saja ia harus menyiapkan jawabannya dengan sebaik mungkin. Nabil mulai mengira-ngira pertayaan apa saja yang mungkin akan diajukan orang tua Keyzia padanya.Nabil masih sibuk dengan pikirannya ketika ia mendengar suara ketukan di kaca mobil. Nabil membuka matanya yang terpejam, kemudian menggerakkan kepala kearah kanan. Ternyata Keyzia. Nabil segera membuka pintu mobil begitu memahami isyarat dari Keyzia.“Bil, turun dulu yuk, aku kenalin sama Alan.”
Pagi ini begitu bangun tidur, Keyzia dikejutkan dengan kehadiran orang tuanya yang ternyata sudah pulang dan menunggu di meja makan.“Mama sama papa kapan pulang?” tanya Keyzia seraya menarik kursi yang berhadapan dengan kedua orang tuanya, sedangkan Putri duduk di sebelahnya.“Tengah malam tadi,” jawab mama Keyzia.“Mama sama papa bakalan lama di rumah kan?” tanya Keyzia lagi.“Cuma sehari ini aja, Key, besok papa sama mama berangkat lagi.” Kali ini papa yang menjawab. “Pekerjaan kamu lancar kan?” sambungnya.“So far lancar, Pa. Nggak bisa ya, perginya diundur, lusa misalnya.” Sungguh, Keyzia ingin menikmati kebersamaan dengan kedua orang tuanya. Jarang-jarang mereka bisa bersama karena kesibukan masing-masing.“Nggak bisa, Key, ini juga papa nyuri-nyuri waktu karena udah kangen banget sama kalian. Nanti malam gimana kalau kita dinner di luar?” kata papa memberi saran.“Usul bagus, Pa,” timpal Putri. “Sekalian aja ajak Nabil,” sambungnya lagi.Mendengar celetukan adiknya itu, Keyzia
Setelah berbincang panjang dengan Alan, Keyzia dan Putri pun pamit pulang. Dan begitu berada di mobil, Putri mulai menginterogasi Keyzia. Tadi sewaktu di ruangan Alan, Putri lebih banyak diam dan memilih menjadi pendengar yang baik.“Jadi Pak Fadlan itu temen kamu dulu ya, Key?”“Iya. Dia tetanggaku. Apartemenku dan apartemennya dulu bersebelahan,” jelas Keyzia sambil tetap memandang lurus ke depan karena sedang fokus menyetir.“Ooo …. “ Mulut Putri membulat.“Kamu sama dia aja, Put,” celetuk Keyzia. “Udah ganteng, tajir, baik, cerdas, lulusan S3, masih jomblo pula,” sambungnya lagi.“Kenapa nggak kamu aja yang sama dia?” timpal Putri membalikkan kata-kata Keyzia.“Aku kan udah punya Nabil.”Lagi-lagi Putri mencebik. “ Kemakan omongan sendiri kan sekarang?”Keyzia terdiam. Ia kembali teringat kata-katanya dulu dan anggapannya pada Nabil. Mengenang itu semua Keyzia menjadi malu pada dirinya sendiri juga pada Putri. Keyzia menyesal sudah bersikap sombong bahkan meragukan kredibilitas Na
Kayla langsung melepaskan diri dari rangkulan Dea begitu merasakan perutnya kembali bergejolak. Setengah berlari Kayla menuju wastafel dan muntah disana karena tidak keburu ke kamar mandi. Dea mengikuti Kayla ke belakang. Begitu mengetahui Kayla yang muntah-muntah ia pun ikut peduli. “Kamu kenapa, Kay?” tanyanya dengan raut khawatir.Bukannya menunjukkan wajah cemas, Kayla malah tersenyum. “Aku lagi isi,” katanya kemudian.Dea tertegun selama beberapa saat dan mencoba mencerna kata-kata Kayla. Apa itu artinya Kayla sedang berbadan dua?“Maksudnya, kamu lagi hamil?” tanya Dea untuk lebih meyakinkan.Kayla mengangguk dan menampakkan senyum lebar.Lagi-lagi Dea terdiam. Kenyataan ini seakan menghempaskannya. Ucapan kasar yang keluar dari mulutnya dulu kembali terngiang di telinga Dea. Dea menyesal sudah mengata-ngatai Kayla tidak akan bisa hamil dan tidak tahu rasanya kehilangan anak. Rasa cemburunya pada Kayla membuatnya tidak mampu mengontrol diri.“Selamat ya, Kay, kamu beruntung ba
Sudah beberapa hari Dea tinggal di paviliun Alan. Alan sangat baik padanya. Selain memberikannya tempat tinggal juga memberi dan melengkapi kebutuhannya. Alan juga membantu mengurus kuliah dan dokumen-doumennya yang hilang. Dea tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan Alan. Kalau saja Alan tidak menolongnya malam itu mungkin ia sudah mati dengan menyedihkan atau terlunta-lunta di jalanan.Ada kanvas besar di sudut ruangan yang menarik perhatian Dea, lengkap dengan alat-alat untuk melukis. Mungkin itu punya Alan, pikir Dea. Selama ini Dea tidak berani menyentuhnya. Tapi hari ini Dea begitu terusik. Tangannya sudah gatal untuk menyapukan kuas di atas kanvas berukuran besar itu. Dea memang suka melukis terutama lukisan-lukisan yang termasuk ke dalam golongan aliran romantisme dan surealisme. Namun, sudah sejak lama Dea meninggalkan hobinya itu. Dea bergerak ke sudut ruangan, dan duduk di atas kursi yang ada disana. Dea menuangkan cat berbagai warna ke palet, mencelupkan kuas kes