Ternyata benar dugaan Kayla. Radit ingin berpisah dengannya. Kayla jadi semakin yakin, kalo belakangan ini Radit sengaja mencari-cari alasan dengan menuduhnya mengidap bipolar agar memuluskan langkah meninggalkannya."Kamu jahat, Dit!" Kamu udah ngancurin rumah tanggaku. Kamu udah merusak hidup aku. Kamu udah mengambil sesuatu yang seharusnya aku kasih hanya untuk Nabil. Kamu janji nggak akan ninggalin aku sampai bumi berhenti berputar dan maut memisahkan. Tapi sekarang kamu malah ingin pisah."Kayla menangis sendiri dan melempar barang-barang yang ada di dekatnya. Hu hu hu... Nabil...Kayla sadar sekarang kalo yang benar-benar mencintainya hanya Nabil. Seharusnya dari dulu dia sadar. Tapi selama ini dia terbutakan pesona Radit yang memperdayanya setiap waktu.Kini apa gunanya menyesal. Semua telah terjadi. Nabil telah pergi dan bukan miliknya lagi. Semua telah terlambat. Seluruh jalan sudah tertutup. Kayla ingin membenturkan kepalanya ke dinding begitu ingat semuanya telah terlamb
Radit mengepalkan tangannya kuat-kuat. Gerahamnya gemeretuk menahan kesal. Bagaimana tidak, Kayla sudah mempermainkan perasaannya. Pagi ini Kayla datang ke kantor bersama Nabil. Radit tidak tahu bagaimana ceritanya hingga mereka bisa bersama.Dan seperti biasa, Kayla dengan tingkahnya yang ajaib melenggang santai di depan Radit, tanpa peduli pada Radit yang sedang berusaha menahan emosinya yang sudah sampai di titik didih.Radit bukannya cemburu pada Nabil. Dia hanya tidak suka jika Kayla masih menjalin hubungan dengan mantannya itu. Apalagi kalau Nabil sampai mengantar ke kantor, itu artinya hubungan mereka masih dekat. Dan Kayla terang-terangan menunjukkannya pada Radit. Sangat jelas Kayla tidak menghargai Radit sebagai pasangannya saat ini.Meskipun tadi Radit melihat sekilas wajah Kayla yang pucat, tapi Radit tidak tahu penyebabnya. Entah gadis itu kekurangan darah atau karena takut bertemu Radit karena telah tertangkap basah datang bersama Nabil.Tapi sepertinya opsi kedua ti
"Pak, Bapak baik-baik aja?" tanya Tiara pada Radit yang tak bersuara sejak tadi, tepatnya setelah bertemu Nabil di Retail Expo."Hmm..." jawab Radit, tanpa melihat Tiara. Matanya mengawasi kemacetan yang menunggu di depan sana."Pak, maaf ya, bukannya kepo. Tapi apa benar semua yang saya dengar tadi?""Tentang apa?""Tentang Bapak, Kayla dan suaminya. Hmm... cinta segitiga ya, Pak?" tanya Tiara hati-hati, takut akan membuat Radit tersinggung."Menurut kamu?" Radit balas bertanya, semakin menimbulkan teka-teki di hati Tiara."Ya saya nggak tau, kan Bapak yang tau.""Saya juga nggak tau," jawab Radit putus asa seraya menghempaskan nafas berat."Hmm... Pak, kalo boleh tau, apa sih yang bikin Bapak suka sama Kayla?"Radit tersenyum mendengar pertanyaan Tiara. Dia juga tidak tahu harus menjawab apa. Kalau soal cantik itu relatif. Banyak wanita yang jauh di atas Kayla, tapi tetap tidak bisa menggetarkan hatinya. Intinya adalah masalah hati dan perasaan."Siapa bilang saya suka sama Kayla
Setelah berhasil mengalahkan kemacetan panjang, akhirnya Radit sampai di kafe dekat rumah sakit seperti yang dikatakan dokter Sandra.Dokter muda itu tersenyum ramah menyambutnya."Maaf, dok, saya agak telat, tadi macet panjang di jalan," kata Radit merasa tidak enak. Alasan klise sebenarnya, tapi itulah kenyataannya. "Nggak apa-apa, Pak, saya juga baru sampai," balas dokter Sandra. "Ngomong-ngomong Pak Radit langsung dari kantor ya?" tanya dokter Sandra melihat gaya pakaian Radit yang ala esmud."Iya, dok.""Nggak usah panggil dok atau dokter, panggil Sandra aja. Saya baru 33 tahun.""Eh, oke dok, eh Sandra. Kalo gitu panggil Radit aja, umur saya 29 tahun.""Wah, brondong manis," celetuk dokter Sandra lalu tertawa lepas. Radit mengiringi dengan senyum lebar.Radit bisa menilai sepertinya dokter Sandra orangnya humble dan menyenangkan.Keduanya diam sesaat ketika seorang waiter datang membawa minuman untuk mereka."Eh, udah azan, apa Radit mau sholat maghrib dulu?" Dokter Sandra ber
"Saya percaya dan yakin 100% kalau memang saya yang dicintai Kayla dan hanya saya yang bisa bikin dia bahagia. Tentang hubungan intim, kami melakukannya atas dasar cinta. Jadi Kayla melakukan itu dengan saya bukan karena dia tidak mendapatkan dari suaminya.""Baiklah, Radit. Lalu tentang bipolar gimana? Apa sejak dulu Kayla sudah menunjukkan gejala?""Nggak, San. Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, Kayla mulai aneh baru belakangan ini. Lebih tepatnya sejak berpisah dari mantan suaminya. Saya malah curiga kalo dia juga berkepribadian ganda, soalnya pikirannya kebolak-balik, labil, plin-plan. Menurut kamu gimana?""Pada dasarnya dissociative identity disorder dan bipolar disorder itu berbeda. Sebelum menegakkan diagnosa, saya harus melakukan serangkaian pemeriksaan medis dulu pada Kayla. Jadi walaupun dugaan saya mengarah kesana, seperti yang saya katakan sebelumnya, saya harus bertemu Kayla dulu.""Tapi sulit, San. Kayla sudah langsung alergi dan marah kalo saya bahas masalah i
Nabil berbaring sendiri di kamarnya. Matanya fokus memperhatikan pigura berwarna hitam yang terpajang di dinding.Pigura itu membingkai manis foto pernikahannya dengan Kayla.Disana, di foto itu, dia tersenyum menampilkan ekspresi bahagia. Bertolak belakang dengan Kayla yang terlihat sedih.Nabil mengenang lagi kisah masa lalunya.Saat itu dia belum mencintai Kayla, dan tidak punya perasaan apa pun pada gadis itu. Bahkan di hari pernikahannya dia hanya berpura-pura bahagia, demi menjaga perasaan Papa yang sangat mendukung hubungannya dengan Kayla.Tidak tau kenapa, akhirnya dia benar-benar jatuh cinta pada Kayla, perempuan yang telah menorehkan luka dalam di hatinya. Luka yang belum kering dan menganga semakin lebar.Sialan!Kenapa foto itu masih terpajang disana? Padahal cerita mereka telah selesai. Kisah mereka sudah usai.Nabil bangkit dari tempat tidur, lalu keluar dari kamar menuju ruang belakang."Untuk apa kursi itu, Bil?" tanya Papa yang sedang menonton tv pada Nabil yang mel
Terkadang, kita mencintai seseorang sedemikian rupa, sampai tidak menyisakan tempat untuk yang lain. Membuat kita lupa untuk menyadari, apakah itu cinta yang sebenarnya?***Sejak percakapan dengan Ari di malam itu, Nabil terus terngiang-ngiang kata-kata Ari yang seolah mendoktrinnya.Benarkah ia harus mencoba berganti-ganti pasangan dulu, hingga menemukan orang yang tepat dan agar sekalinya jatuh tidak langsung patah seperti sekarang?Nabil pikir mungkin kata-kata Ari ada benarnya juga. Lihatlah kondisinya sekarang. Nabil merasa benar-benar terpuruk dan susah untuk bangkit lagi. Tapi Nabil tidak sepenuhnya sependapat karena hal itu hanya akan membuat banyak hati terluka.Setelah merenung cukup lama, akhirnya Nabil betul-betul menyadari, kalau kelemahan yang ada pada dirinya merupakan hal paling fatal yang pernah ada dalam hidupnya. Meskipun sakit, ia mencoba memahami mengapa Kayla mengkhianatinya. Mungkin karena kelemahannya itu.Namun di sisi lain, satu sudut hatinya bersuara. Sepe
Pusat perbelanjaan yang mereka datangi lumayan ramai dengan pengunjung. Mungkin karena hari ini bertepatan dengan tanggal gajian sebagian besar karyawan swasta. Nabil menemani Karin berbelanja, mulai dari baju, tas, sepatu, hingga kosmetik. Nabil mengerti dan memahami apa yang dirasakan Karin. Dia baru saja menerima gaji pertama, jadi wajar jika dia ingin menikmatinya.Nabil jadi ingat Kayla.Dulu, waktu baru menerima gaji pertama, Kayla juga seperti Karin. Membeli apa saja yang diinginkannya saat itu. Tanpa berpikir apakah barang-barang tersebut diperlukan atau tidak.Nabil merasa dadanya sesak. Mengingat Kayla sama dengan mengungkit semua kenangan dan hari-hari indah yang sudah mereka lalui bersama."Bang Nabil, kita makan dimana?" Karin datang menghampiri Nabil yang duduk menunggu."Terserah kamu," jawab Nabil pasrah."Kesana aja, yuk!" Karin menunjuk sebuah resto cepat saji dan menarik tangan Nabil.Nabil m
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat