Seperti biasa, setiap pagi sebelum Radit akan berangkat kerja, Kayla selalu memberikan wejangan-wejangan yang tidak ada habisnya. Bahkan Radit sampai bosan mendengarnya. Kayla kok gini amat ya? Radit sudah mencoba bersabar dan berusaha memahami perasaan Kayla. Tapi lama-lama ia mulai merasa jenuh dengan keposesifannya. "Beb, nanti kamu nggak pulang telat kan?" Kayla bertanya saat Radit sudah berada di belakang kemudi."Belum tau, yang. Andrea belum ngasih tau jadwalku hari ini apa aja.""Tapi kalo bisa kamu usahain cepat pulang ya, jangan sampai malam. Aku takut sendirian di rumah," rengek Kayla manja."Iya yang, aku usahain ya," jawab Radit mengakhiri percakapan mereka pagi itu.Setelah Radit pergi, Kayla masuk ke dalam rumah. Dan seperti pesan Radit, ia harus mengunci pintu dan tidak boleh membukanya apabila ada orang tidak dikenal. Itu semua karena tingkat kriminal yang akhir-akhir ini meningkat. Siapa pun bisa menjadi penjahat karena tingginya tekanan hidup.Kayla baru akan men
"Maksud kamu apa, Andrea?" tanya Radit tak mengerti. Rona keterkejutan sangat kental menghiasi wajahnya."Seperti yang saya bilang tadi, saya minta bantuan Bapak untuk jadi pacar saya," ulang Andrea."Saya benar-benar nggak ngerti, bisa kamu jelaskan secara detil?" pinta Radit."Jadi gini, Pak," Andrea mulai menjelaskan. "Sebenarnya orang tua saya mau menjodohkan saya dengan anak rekan bisnisnya. Semua demi kelangsungan kerajaan bisnis orang tua saya. Hidup saya itu kayak sinetron. Drama banget.""Lalu kenapa nggak mau? Bukannya malah bagus? Semua demi usaha orang tua kamu juga kan?""Masalahnya bukan itu, Pak.""Lalu apa?""Masalahnya saya tidak mencintai Roy.""Berarti kamu sudah mencintai orang lain?" tebak Radit."Saat ini belum. Mungkin nanti," jawab Andrea sambil menatap Radit penuh arti.Radit melarikan matanya dari pandangan Andrea. Dia memandang lurus kedepan dan konsentrasi menyetir. Di dalam hati Radit berpikir, dari ceritanya, kemungkinan besar Andrea adalah anak orang kay
"Yang, bukannya aku ngelarang kalo kamu mau bekerja lagi. Aku akan selalu dukung karir kamu. Tapi aku nggak setuju kalo kamu kerja di tempat Ryo," ujar Radit memberi penjelasan."Tapi kenapa nggak boleh?" tanya Kayla tidak mengerti. "Cari kerja zaman sekarang nggak gampang. Apalagi di umur segini. Masa pas ada peluang harus dibuang? Sayang kan!""Masalahnya aku nggak suka sama Ryo," Radit berargumen."Hanya karena itu?" Rasanya Kayla tidak bisa menerima alasan Radit. Semua itu terlalu absurd baginya."Sayang, Ryo itu bastard. Kamu harus tau itu.""Darimana kamu tau?" Kayla yakin kalau Radit hanya mengada-ngada demi mendukung argumennya."Kamu lupa kalau aku laki-laki?""Kamu nggak ngertiin aku banget!" Muka Kayla berubah cemberut, lalu mengambil posisi berbaring disamping Radit, membelakanginya sambil memeluk guling."Sayang..." Radit mencoba merangkul Kayla dan akan membujuknya, tapi wanita itu menepis tangannya.Radit menghempaskan nafas berat. Kalau Kayla sudah ngambek begini, ia b
Ryo mengajak Kayla makan siang di sebuah resto baru. Tempatnya sangat asri, berada di alam terbuka dengan gazebo-gazebo yang didesain khusus untuk dua orang. Sangat pas untuk pasangan yang tengah memadu kasih."Aku baru tau ada tempat seperti ini," ucap Kayla sambil memandang kagum pada pemandangan di sekitarnya."Emangnya Radit nggak pernah ajak kamu kesini?" tanya Ryo."Nggak. Aku baru pertama kesini. Radit mungkin juga belum tau tempat ini karena masih baru. Lagian, dia sangat sibuk. Weekend aja kadang harus ngantor," jelas Kayla sekalian curcol."Kasian kamu, Kay. Coba kalo kamu mau merid sama aku," gumam Ryo pelan."Kamu bilang apa?" tanya Kayla tidak mendengar suara Ryo dengan jelas."Nggak ada apa-apa," Ryo menyeringai jahil. Tapi Kayla merasa Ryo tadi mengatakan sesuatu yang serius, tapi entah apa.Kayla memilih nasi putih dan ikan bakar sebagai menu makan siangnya, sama persis dengan Ryo.Ryo benar, makanan di resto ini sangat enak, serta memiliki cita rasa yang khas. Kayla
Dan malam ini untuk kedua kalinya Radit menjadi "pacar" Andrea. Andrea mengajaknya nge-gym. Andrea beralasan kalau Roy sering ke Neo Gym, sebuah pusat kebugaran ternama di kota mereka. Andrea bilang, akan memupuskan angan-angan Roy yang masih berusaha mendekatinya saat mereka bertemu nanti.Jam 19.10 mereka tiba di Neo gym, salah satu gym modern terbaik. Peralatannya lengkap, banyak variasi serta personal trainernya pun sudah profesional.Neo gym cocok untuk pria dan wanita. Ada kelas zumba yang diadakan setiap hari dengan instruktur yang sudah berpengalaman. Buat cowok hardcore yang mau deadlift dan squat bisa banget disini karena ada squat rack, juga deadlift platform dan peralatan lainnya. Bagi yang suka crossfit style disini juga bisa, karena peralatannya sangat lengkap, mau kettlebell, monkey bar, medicine balls, plyo nox, sled push, semua ada."Ayo, Pak, ikut yuk!" ajak Andrea yang sudah berada diatas treadmill pada Radit yang duduk sambil memandangnya dari jauh.Radit hanya ter
Pagi ini Kayla bangun lebih cepat dari biasa, karena hari ini adalah hari pertamanya bekerja di kantor Ryo. Kayla tidak ingin terlambat. Meskipun Ryo adalah temannya sendiri, tapi dia tetap harus bersikap profesional."Hari ini aku yang antar ya, aku pengen tau tempat kerja kamu dimana," ujar Radit waktu mereka sarapan pagi bersama."Boleh, trus nanti pulangnya gimana? Kamu kan pulangnya malam.""Nanti aku usahain pulang cepat," janji Radit."Oo ya udah," Kayla tersenyum. Malahan bagus kalau Radit mengantar jemputnya. Syukur-syukur setiap hari.Radit memperhatikan Kayla yang sedang makan dengan seksama. Entah kenapa hatinya merasa berat untuk melepas Kayla bekerja lagi, apalagi di kantor Ryo."Kenapa ngeliatin kayak gitu?" tanya Kayla yang sadar Radit tengah memperhatikannya."Nggak apa-apa, yang. Kamu makin hari tambah cantik," puji Radit tulus."Kalo udah dapat yang cantik gini, nggak mungkin lagi kan cari yang lain?" sindir Kayla.Radit berdehem. Pertanyaan Kayla mengandung makna
19.30 wib.Radit melihat ponselnya. Ada banyak panggilan tak terjawab dari Kayla. Juga pesan WA yang bertubi-tubi. Dia mencoba menghubungi Kayla kembali, tapi nomor istrinya itu tidak bisa dihubungi. Mungkin Kayla marah dan sengaja mematikan ponselnya.Radit menyesal atas kebodohannya. Tadi tanpa sengaja dia meninggalkan ponselnya di kantor, sementara dia pergi keluar. Radit buru-buru memasukkan laptop ke dalam tas, lalu mengemasi peralatan kerjanya. Dia harus segera pulang sekarang dan tidak bisa ditunda lagi."Andrea, saya duluan ya," ujar Radit pada Andrea yang masih sibuk."Tapi, pak, malam ini kita ...""Sorry, malam ini saya nggak bisa jadi pacar kamu," potong Radit cepat, lalu bergegas pergi.Andrea tampak kecewa. Padahal malam ini dia sudah merencanakan sesuatu untuk Radit. Gadis itu menarik nafas panjang lalu menghempaskannya dengan keras.Ternyata Kayla sudah pulang waktu Radit sampai di rumah. Istrinya itu sedang menonton tv dan bersikap cuek saat dia datang. Tidak menyam
"Eh, sorry, Pak, saya nggak sengaja, tapi beneran dingin lho," Andrea melepaskan tangannya dari tubuh Radit lalu mendekap badannya sendiri."Saya baru kali ini naik motor. Dari dulu saya penasaran gimana rasanya, tapi Papi saya nggak pernah ngizinin. Anehnya Papi nggak pernah seprotektif itu pada kakak dan saudara saya yang lain," cerita Andrea."Mungkin kamu anak kesayangan," timpal Radit asal."Kalo anak kesayangan nggak gitu," bantah Andrea. "Saya heran, bahkan sampai masalah jodoh pun saya diatur. Beda banget ama kakak saya. Dia bebas mau pilih pasangan seperti apa. Tapi anehnya dia nggak mau pacaran.""Kenapa?" tanya Radit merasa tertarik dan ingin tau.Andrea mengangkat bahu. Tapi begitu sadar Radit tidak bisa melihatnya, dia pun berkata, "Takut dosa katanya. Hahaha hari gini masih mikirin dosa," Andrea tertawa mengejek kakaknya sendiri."Kata-kata kakak kamu itu ada benarnya. Saya suka prinsip kakak kamu," ujar Radit."Hah? Jadi Bapak penganut prinsip itu juga? Jangan-jangan du
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat