Akhirnya Radit menjual mobilnya ke sebuah showroom mobil bekas walaupun dengan harga rendah.Pemilik showroom sepertinya memanfaatkan kondisi Radit yang sedang terjepit.“Padahal kondisi mobil itu masih 90%. Aku bahkan lebih menyayanginya dari pada diriku sendiri,” ujar Radit setelah mereka sampai di rumah dengan menggunakan taksi.“Sudahlah, beb, semua sudah terjadi. Ikhlasin ya, yang penting sekarang kita sudah dapat uangnya.”“Tapi masih kurang, gimana caranya menjual rumah dalam waktu sesingkat ini?”“Kayaknya nggak mungkin. Jual rumah bukan kayak jual gorengan. Bahkan dalam waktu sebulan pun belum tentu laku, apalagi dua hari,” timpal Kayla putus asa.Radit menopang dagunya dengan siku tertumpu di paha.Ia berpikir keras, kira-kira siapa yang bisa menalangi sebelum rumahnya terjual.“Beb, gimana kalau kita minta batuan Ryo,” usul Kayla. “Nggak!” tolak Radit tegas.“Tapi siapa lagi yang bisa menolong kita ? Aku pikir dia adalah alternatif terakhir. Kita pinjam uangnya dulu, dan s
Akhirnya Radit bisa bernapas lega karena masalah besar yang ia hadapi sudah selesai.Dan tentang penjualan rumah, mereka sudah menyerahkannya pada pihak ketiga.Sekarang masalah besar bagi Radit adalah bagaimana agar ia segera mendapatkan pekerjaan secepatnya.Ia tidak boleh lama-lama menganggur karena persediaan uang mereka semakin menipis.Kayla selalu menyemangati Radit agar tidak putus asa.Dan sekarang Radit baru merasakan sendiri kalau mencari kerja itu tidaklah mudah.Pengalaman kerja bertahun-tahun dan skill level expert tidaklah cukup. Ada X factor yang tidak semua orang memilikinya."Gimana kabar, Radit?" iseng-iseng Ryo bertanya pada Kayla."Baik, Yo, tapi ya gitu," jawab Kayla tidak bersemangat."Ya gitu gimana?""Radit masih nganggur. Udah apply sana sini, tapi masih belum ada panggilan.""Sabar ya, Kay. Semuanya butuh proses," kata Ryo memberi semangat.Kayla tersenyum sekadarnya. Ia tengah terpikir sesuatu."Yo, kira-kira disini ada lowongan untuk Radit nggak?"Ryo ber
Sejak jadi pengangguran, setiap pagi Radit bangun lebih awal dari Kayla.Yang dilakukannya adalah berkutat dengan laptop. Browsing lowongan kerja di situs-situs penyedia lowongan kerja. Mulai dari yang terbesar, hingga yang tidak dikenal sama sekali.Dan di saat Kayla akan berangkat kerja, Radit masih terlihat fokus dengan benda hitam itu.Pagi ini seperti biasa Kayla melakukan rutinitasnya.Titik-titik hujan menyambut begitu ia sampai di kantor.Kayla memeriksa email yang masuk serta melihat to do list.Dan hari ini sepertinya ia tidak terlalu sibuk.Ryo masuk ke ruangan saat Kayla sedang menyiapkan beberapa file."Lagi sibuk ya?" tanyanya.Kayla mengangkat wajah dan mendapati Ryo sedang memperhatikannya. Ia tidak tahu kapan Ryo masuk. Tiba-tiba saja laki-laki itu sudah berada di hadapannya. Oh iya, Kayla hampir lupa kalau pintu ruangannya setengah terbuka, jadi wajar kalau Ryo bisa masuk."Nggak kok, ada apa, Yo?" Kayla menghentikan aktivitasnya dan memfokuskan perhatiannya pada Ry
Tidak banyak yang mereka bicarakan selama perjalanan pulang.Kayla lebih memilih memperhatikan jalanan dari pada membuka mulut.Hingga tanpa terasa mereka sudah sampai di rumah."Mampir dulu, yuk!" ajak Kayla pada Ryo."Lain kali ya. Kamu udah ditungguin tu," ujar Ryo seraya melihat ke arah rumah Kayla.Kayla mengikuti arah pandangan Ryo dengan matanya.Ia melihat Radit duduk di teras dengan tatapan lurus ke arahnya.Kayla pun turun setelah mengucapkan terima kasih dan memberi seulas senyum.Kayla berlari kecil dan menutupi kepalanya dengan tas agar tidak basah.Radit mengikuti langkah Kayla masuk ke dalam rumah."Betul kan yang aku bilang?" ucapnya."Apanya yang betul?" timpal Kayla."Kalau kita berhutang budi sama orang, maka kita harus mau mengikuti kemauannya.""Maksud kamu Ryo?""Siapa lagi kalu bukan dia," jawab Radit tidak suka."Jangan mikir yang nggak-nggak dulu. Dia nganterin aku pulang karena hujan. Aku bisa aja pakai taksi, tapi tahu sendiri kan kondisi keuangan kita giman
Dan seperti yang dijanjikannya, pagi ini Ryo menjemput Kayla.Awalnya Kayla menyuruh Ryo untuk turun dulu guna membicarakan tentang masalah pekerjaan yang diberikannya pada Radit.Tapi Ryo menolak dan menyuruh Radit agar datang langsung ke kantornya."Beb, Ryo bilang, nanti jam sepuluh kamu datang ke kantor ya," kata Kayla memberitahu."Kenapa harus ke kantor? Kan bisa dibicarakan disini," protes Radit."Udahlah, beb, ikuti aja ya, namanya juga butuh sama orang.""Terus nanti aku kesana pakai apa?""Naik gojek aja. Ini uangnya," kata Kayla sambil mengeluarkan dompet dan mengambil selembar uang lima puluh ribu.Mau tidak mau Radit menerimanya."Beb, cukup segitu kan? Ongkos gojek pulang pergi empat puluh ribu. Atau mau ditambah lagi?"Radit diam saja, tidak menjawab.Melihat hal itu, Kayla kembali akan mengeluarkan dompet dan menambah uang untuk Radit.Tapi Radit mencegahnya."Nggak usah, yang, ini udah cukup kok. Masih ada sisa sepuluh ribu.""Ya udah kalau gitu, aku berangkat ya, na
Kayla mendapati Radit sedang tidur ketika ia pulang kerja. Padahal tadi dia berjanji akan menjemputnya pulang.Cukup lama Kayla menunggu sampai Radit datang. Ia bahkan menelepon berakali-kali, tapi tidak ada jawaban."Beb, bangun!" Kayla membangunkan Radit dengan cara menggoyang-goyangkan tubuhnya secara berulang-ulang.Radit membuka matanya yang terasa berat. Rasanya baru sebentar ia beristirahat, rasa lelahnya belum benar-benar hilang."Kenapa kamu nggak jadi jemput aku? Aku nunggu berjam-jam tapi kamu nggak datang-datang." Kayla langsung menodong dengan pertanyaan begitu Radit membuka mata."Maaf, yang, aku ketiduran, tadi lupa pasang alarm.""Ketiduran? Dari tadi siang?""Iya, soalnya aku capek banget.""Capek? Emang kamu ngapain aja? Cuma di rumah kan?"Kata-kata Kayla yang terdengar tidak enak langsung membuat Radit bangkit dan duduk."Yang, asal kamu tahu, pas pulang dari kantor kamu tadi aku kehabisan bensin.""Tinggal isi aja apa susahnya, lagian kamu kan pegang uang," timpal
MANTAN ISTRI JADI ADEK IPAR.Malam semakin menua, tapi Radit masih belum pulang. Entah kemana dia pergi. Masalahnya, dia pasti tidak punya uang untuk pegangan. Seandainya terjadi apa-apa, entah bagaimana nasibnya.Kayla mondar-mandir sendiri di dalam rumah. Hatinya gelisah dan tidak bisa tenang walau ia sudah berusaha untuk itu.Kayla menyesal tadi sudah mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya.Semestinya ia bisa lebih peka kalau sekarang Radit sangat sensitif dan gampang tersinggung.Kira-kira Radit kemana ya?Atau mungkin ke rumah Nabil?Mungkin saja kan?Ah, kenapa dari tadi hal itu tidak terpikir olehnya?Kayla mengambil handphone yang sedang mengisi daya, lalu melepaskannya dari charger.Kayla mulai menelepon Nabil. Di dalam hati ia berharap semoga Radit ada disana.Sudah beberapa kali nada sambung tapi masih belum dijawab hingga sampai putus sendiri.Kayla kembali meredial hingga berkali-kali, tapi masih tidak ada jawaban.Atau mungkin Nabil sudah tidur?Kayla tidak ingin
Sesuai dengan kesepekatan, Ryo memberikan Radit waktu selama seminggu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tapi dalam jangka tiga hari Radit sudah menuntaskannya."Good job!" puji Ryo saat Radit datang ke kantornya.Ryo memandangi layar laptopnya dan memuji hasil karya Radit.Ia mengaguminya karena ternyata hasilnya jauh melampaui batas ekspetasinya."Nanti kalau ada kendala bisa hubungi aku lagi," ujar Radit.Ryo mengangguk-angguk."Nanti fee untuk kamu akan ditransfer oleh bagian keuangan," katanya kemudian."Kalau boleh tahu, kira-kira berapa fee yang akan aku terima?" tanya Radit."Satu juta," jawab Ryo lugas."Satu juta?" Radit tidak bisa menyembunyikan keterkejutan sebagai respon atas jawaban yang didapatkannya."Iya, kenapa, Dit?""Tolong jangan becanda, ini tidak lucu.""Maksudnya apa, Dit?" Ryo bertanya tidak mengerti."Web yang aku buat untuk perusahaan kamu harganya nggak segitu, Yo.""Jadi berapa?""Pasarannya lima belas. Tapi aku kasih harga ke kamu sepuluh.""Sepuluh? Sepul
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat