Kayla menyampaikan hasil percakapannya dengan Nadin di kantor pada Radit."Beb, ada teman Nadin mau bikin web, tapi budgetnya cuma 500k, gimana menurut kamu, bisa nggak?" Kayla bertanya saat mereka sama-sama merebahkan diri di kasur."Nggak bisa, yang. Uang segitu cuma bisa untuk biaya domain. Terus aku dapat apa?""Susah juga ya nyari uang," gumam Kayla tanpa sadar."Iya, emang susah," timpal Radit putus asa.Keduanya kemudian sama-sama memandangi langit-langit kamar dengan tatapan kosong."Yang, menurut kamu gimana kalau aku jadi driver ojol?" tanya Radit tiba-tiba.Sontak Kayla menoleh pada Radit dengan cepat. Ia ingin meyakinkan kalau memang seorang Radit yang berkata seperti itu."Udah deh, jangan becanda."Radit balas menatap ke arah Kayla."Aku nggak becanda, yang," ia membantah."Kenapa kamu bisa mikir kek gitu?" tanya Kayla serius melihat wajah Radit yang tidak main-main."Rasanya aku udah jenuh. Kamu lihat sendiri kan gimana hasilnya?"Kayla mengganti posisinya dari yang aw
Nabil dan Dea baru saja selesai makan malam ketika bel pintu berbunyi.Mereka saling berpandangan penuh tanda tanya.Siapa yang bertamu malam-malam begini?"Biar aku yang buka." ujar Nabil berinisiatif sebelum Dea melakukannya.Dea mengangguk lalu membereskan meja makan dari piring-piring dan gelas kotor. Ia membawa ke wastafel dan mencucinya."Papa!" sapa Nabil kaget begitu membuka pintu dan menyaksikan siapa yang datang.Papa melangkah masuk tanpa disuruh."Tumben malam-malam kesini, Pa," kata Nabil mengungkapkan keheranannya."Ada yang mau papa tanyakan sama kamu," ucap papa tanpa berbasa-basi."Tentang apa?" Dahi Nabil sedikit berkerut. Sepertinya ada hal yang begitu penting ingin ditanyakan papa."Tentang adek kamu.""Maksud papa, Radit?""Iya, adek kamu kan cuma satu.""Ada apa dengan Radit, Pa?""Apa betul selain kerja kantoran, dia juga nyambi kerja sebagai driver ojek online?"Radit bekerja sebagai driver ojek online?Rasanya itu mustahi.Nabil tidak percaya itu.Ia tahu sia
"Pa, apa tidak sebaiknya besok saja?" Dea yang dari tadi hanya diam mendengarkan akhirnya sumbang suara."Masih jam sembilan, Papa rasa belum terlalu malam," jawab papa bersikukuh."Tunggu sebentar ya, Pa, aku ganti baju dulu," ucap Nabil.Dea mengikuti Nabil ke kamar, lalu duduk di sisi tempat tidur dan memperhatikan suaminya itu berganti pakaian."Aku nggak yakin kalau sambutan Radit akan baik," kata Nabil pesimis."Kalau gitu gimana kalau dibatalin aja, Bil?" timpal Dea."Kamu sudah dengar sendiri gimana kata-kata papa tadi kan? Aku juga nggak tega kalau nanti Radit kembali menolak papa seperti dulu, tapi mau gimana lagi, papanya juga nggak mau dilarang.""Aku ngerti perasaan papa gimana," ucap Dea dengan muka sedih. "Kita sama-sama berdoa aja semoga tuhan membukakan hari Radit," katanya kemudian."Iya, semoga," Nabil mengaminkan. "Oh iya, kamu ikut sekalian ya. Takutnya nanti aku pulangnya tengah malam, trus mati lampu, kamu jadi ketakutan lagi kayak kemarin.Dea tertawa kecil. "I
"Ayolah, cuma sebentar aja kok. Kasihan mereka udah jauh-jauh kesini," bujuk Kayla agar Radit segera bangun dan mau menemui tamu mereka.Radit tidak merespon, dan akan kembali melanjutkan tidurnya. Saat ini matanya benar-benar tidak bisa diajak berkompromi. Badannya juga seakan mau rontok.Sebenarnya pekerjaan yang ia tekuni sekarang tidaklah berat dan tergolong flexible, hanya saja ia masih belum terbiasa dan perlu beradaptasi."Kamu pernah bilang kita harus belajar menghargai orang kan?"Perkataan Kayla itu membuat Radit merasa terusik.Iya, dia memang pernah mengatakan hal itu pada Kayla.Dan kini ia terjebak dengan kata-katanya sendiri.Radit membuka mata dan menahan dengan kedua tangannya agar tidak lagi tertutup.Setelah berhasil mengusir kantuk yang menguasai diri, ia pun bangkit dari tidur dan duduk."Aku cuci muka dulu," ujarnya, lalu bergerak menuju kamar mandi.Kayla menunggu Radit di kamar sampai dia kembali dari kamar mandi."Ayo kita temui mereka sekarang," ajak Kayla se
Rumah kembali sepi. Nabil, Dea, dan Papa sudah pergi dari tadi.Dan Radit pun ikut menghilang.Kayla tidak tahu kemana suaminya itu pergi.Dia raib begitu saja.Mungkin dia pergi menghindari Nabil dan Papa.Kayla mematikan lampu kamar lalu merebahkan tubuhnya di kasur dan memeluk guling erat-erat.Walaupun phobia kegelapan tapi saat ini ia ingin berada di dalam gelap.Rasanya ia sangat lelah.Bukan hanya tubuh, tapi juga hati dan pikirannya."Yang ... "Sayup-sayup Kayla mendengar suara Radit memanggilnya.Kayla tidak menjawab. Ia memilih untu menutup mata. Bibirnya terkatup rapat dan enggan bicara."Tumben lampunya dimatiin," ujar Radit lalu mendekati Kayla yang tidur danmenutup mukanya dengan bantal.Radit mengambil bantal yang menutupi muka Kayla. Tanpa sengaja ia menyentuh muka istrinya itu. Dan terasa basah.Radit melangkah mendekati pintu, lalu menekan saklar. Lampu pun menyala.Radit kembali mendekati Kayla.Ia terkejut melihat istrinya itu. Bukan hanya basah, tapi matanya jug
Tak terasa Kayla sampai ketiduran karena lelah menangis.Perut yang bernyanyi kencang membuatnya membuka mata.Sudah jam dua belas siang, jadi wajar kalau tubuhnya menuntut asupan.Kayla bangkit dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Aliran air dingin di tubuhnya membuatnya menggigil, padahal biasanya tidak seperti ini.Ia cepat-cepat menyudahi ritual pagi itu.Tidak ada makanan apa pun di meja makan. Begitu juga ketika ia membuka kulkas.Hanya ada satu kardus persediaan mie instan.Kayla mengambilnya sebungkus, lalu memasaknya dengan cara biasa, tanpa ada inovasi dan add on.Tidak butuh waktu lama. Dalam hitungan menit semangkok mie instan sudah tersaji di depannya.Ia meniup uap panas yang masih mengepul.Kayla mencicipinya sesendok, tapi tidak berasa apa pun di lidahnya. Bukan karena ia lupa memasukkan bumbu, tapi karena hatinya yang bermasalah.Kendati demikian, makanan tak bergizi itu lolos ke dalam perutnya.Ia merasa sedikit kenyang, tapi tidak mend
Kayla tersenyum kecut. Ia merasa malu karena Nabil selalu membalikkan pertanyaannya. Ia pun memilih diam dan melempar pandangan keluar."Kamu sudah makan?" Nabil bertanya padanya.Tanpa sadar Kayla memegang perut. Jujur, ia merasa lapar. Semangkok mie instan tadi tidak cukup lama bertahan memberi rasa kenyang. Tapi ia merasa sungkan untuk mengatakannya pada Nabil."Ini sudah waktunya makan siang," gumam Nabil pelan.Dan tanpa meminta persetujuan Kayla, Nabil berbelok memasuki halaman sebuah resto yang tanpa sengaja mereka lewati."Kita ngapain di sini, Bil?" dengan polos Kayla bertanya. Namun sesaat kemudian ia menyadari pertanyaan bodohnya. Memangnya apalagi yang bisa dilakukan di tempat makan kalau bukan mengisi perut.Kita makan siang dulu ya, aku lapar, belum makan dari tadi," jawab Nabil seraya mengajak Kayla turun.Kayla tidak menolak dan mengikuti langkah Nabil.Di dalam resto, Kayla memilih untuk duduk di sebelah Nabil, dan bukan di seberangnya. Ia tidak ingin berhadapan yang
"Dit!!! Radit!!!" Kayla berteriak memanggil nama Radit berkali-kali. Tapi tentu saja Radit sudah tidak mendengarnya karena panggilan sudah terputus.Menyadari hal itu Kayla balik menelepon Radit .Tangannya gemetar memegang handphone.Dan ia harus menelan kekecewaan yang mendalam saat nomor Radit sudah tidak bisa dihubungi.Tidak ada yang bisa dilakukannya lagi selain menangis.Kenapa Radit tega melakukan semua ini padanya?Kenapa ia mengulangi lagi kesalahannya yang dulu?Apakah dia ingin Kayla jatuh lagi ke tangan lelaki lain dan kemudian dia baru kembali dengan sejuta penyesalan seperti dulu?Dan yang membuat Kayla menjadi kesal. Radit begitu pengecut, tidak memberinya kesempatan untuk bicara.Coba kalau dia menjelaskan dengan baik-baik kemana dia akan pergi dan apa alasannya, mungkin Kayla akan menerima atau setidaknya mencoba untuk mengerti.Kayla merasa langit sudah runtuh.Ia sudah sebatang kara sejak lama, tapi ia merasa tidak sendiri karena masih ada Radit.Tapi sekarang ia b
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat