"Maaf, Yo, aku terlambat," ucap Kayla begitu sampai di kantor dan langsung menemui Ryo."Kenapa, Kay, kamu telat bangun?" tanya Ryo ingin tau."Hmm... iya, aku lupa pasang alarm, padahal tadinya sudah bangun, trus tidur lagi," ungkap Kayla jujur."Radit juga?""Iya.""Nanti pulang agak malam bisa kan?""Kenapa, Yo?" "Aku mau kamu overtime. Ada beberapa quotation yang harus di follow ups," jelas Ryo.Kayla terdiam, sambil meremas-remas jari jemarinya. Kalau ia overtime malam ini, rencana candle light dinner bersama Radit bakalan gagal. Padahal momen seperti ini hanya sesekali. Perlahan, kegundahan mulai merangkak memasuki hatinya."Ada apa, Kay? Kamu nggak bisa ya?" Ryo bertanya begitu melihat Kayla yang terlihat resah."Bukan begitu, Yo. Tapi malam ini aku ada acara dengan Radit.""Hmm... begitu rupanya. Kalo boleh aku tau, ada acara apa?" Sebenarnya Ryo tidak ingin kepo. Tapi dia merasa tertarik untuk mengetahuinya, karena menurut cerita Kayla, Radit sangat sibuk dan hampir tidak p
"Trus udah dibawa ke rumah sakit?" Radit menanggapi santai. Benar-benar luar biasa. Ternyata Andrea tidak pernah kehabisan akal untuk menarik perhatiannya"Belum, Pak. Saya lagi nunggu Bapak," jawab Haris."Kenapa harus menunggu saya?" tanya Radit tidak mengerti."Penanggung jawab karyawan disini kan, Bapak, jadi saya harus hubungi siapa lagi kalau bukan Bapak?" Haris beralasan."Kamu jangan mengada-ngada," sergah Radit tidak suka. "Lagian ini bukan lagi jam kerja. Sudah seharusnya dia berada di rumah, ngapain juga dia masih di kantor."Haris mulai ketakutan mendengar Radit yang mengomelinya. "Jadi saya harus bagaimana, Pak?" tanyanya meminta pendapat."Coba kamu siram mukanya pake air. Kalo dia tetap nggak bangun, bawa ke rumah sakit atau sekalian antar pulang biar diurus keluarganya," ketus Radit sambil menahan rasa jengkel.Dengan gerakan cepat ditekannya ditekannya tombol switch off agar tidak ada lagi yang bisa menghubunginya. "Ada apa, beb?" tanya Kayla begitu melihat muka Radi
Kalau tidak salah namanya Diandra. Dia adalah saudara kembar Andrea. Wajah mereka sangat mirip. Anehnya, sifat, sikap, tingkah laku, dan penampilan mereka sangat jauh berbeda. Mereka bagaikan langit dan bumi.Lalu apa hubungannya Diandra dengan Nabil? Apakah mereka hanya berteman biasa? Atau mereka memiliki hubungan khusus? Radit segera menghampiri Kayla, dengan maksud mengajaknya pergi dari sana. Radit tidak ingin Kayla bertemu dengan Nabil. Apalagi kalau sampai Nabil menceritakan tentang kejadian di rumah Andrea waktu itu. Hubungannya dengan Kayla bisa rusak."Yang, ayo kita pergi," ajak Radit sembari menarik pelan tangan Kayla."Tapi ini belum selesai, beb," Kayla menolak dan bertahan di tempatnya."Aku lapar, kita makan dulu, nanti baru kesini lagi," Radit mencari alasan.Kayla menatap heran pada Radit. Padahal sebelum pergi, mereka sudah makan di rumah. Tapi kenapa sudah lapar lagi? Padahal mereka belum ada satu jam disini.Pasti ada seseorang yang ingin dihindari Radit. Yang je
"Bisa kamu jelasin semuanya sekarang?" Kayla langsung mengeluarkan pertanyaan yang disimpannya sejak tadi begitu mereka sampai di rumah."Apa sih, yang, yang harus aku jelasin?" Radit balas bertanya setelah merebahkan tubuhnya di pembaringan. Rasanya sangat lelah dan ingin istirahat, tapi Kayla terus memberondongnya dengan pertanyaan.Kayla duduk di pinggir tempat tidur, di sebelah Radit, lalu mulai menginterogasi. "Apa hubungan Diandra dan Andrea? Apa benar kamu pernah ke rumah Diandra? Kapan? Ngapain? Aku kok nggak tau?"Radit memejamkan mata, lalu menggaruk-garuk kepalanya sambil memikirkan jawaban yang tepat untuk membungkam mulut Kayla."Jangan tidur dulu, beb," larang Kayla begitu melihat Radit memejamkan matanya."Aku ngantuk, yang. Kamu lupa kalo tadi malam kita 'lembur' sampai pagi? Nanti bangun tidur aku jawab pertanyaan kamu ya.""Apa susahnya sih jawab sekarang?" Kayla mulai kesal karena Radit yang bertele-tele dan terkesan mengulur waktu.Melihat muka Kayla yang dilipat
Radit jadi kepikiran kata-kata Diandra waktu mereka bertemu di mall. Dia bilang Andrea lagi sakit. Jadi apakah benar waktu itu kalau Andrea pingsan betulan dan tidak sedang bersandiwara?Pertanyaan itu terjawab ketika di hari senin Andrea tidak datang ke kantor. Radit mendapat laporan dari Haris kalau waktu itu Andrea sesak nafas dan tidak lama kemudian langsung pingsan. Sekelumit rasa bersalah langsung menelusup di hati Radit, karena sudah berburuk sangka padanya.Keesokan harinya Andrea masih belum masuk hingga tiga hari berturut-turut. "Sebaiknya kita besuk Andrea, Pak," saran Haris pada Radit.Radit diam saja, tapi di dalam hati dia memikirkan saran Haris."Masalahnya ini sudah tiga hari, Pak," lanjut Haris."Kamu aja yang pergi ya sama yang lainnya. Saya tidak bisa," Radit menolak. Dia sungguh tidak ingin bertemu dengan Andrea."Tapi yang lain pada sibuk, Pak. Gimana kalau kita berdua saja yang pergi, Pak?"Masa semuanya sibuk? Atau kamu pergi sendiri aja.""Masalahnya SIM saya
Dengan kasar Radit menyentakkan tangannya yang dipegang Andrea. Ingin rasanya ia memaki. Ternyata iblis betina itu benar-benar ada, dan dia sudah membuktikannya."Dit, maaf, aku nggak sengaja," suara Andrea terdengar lirih, begitu juga dengan wajahnya, terlihat sangat polos.Kadang Radit heran, apakah perempuan ini adalah makhluk sejenis bunglon yang bisa berganti rupa dengan cepat."Apa waktu sekolah dulu kamu tidak pernah diajari budi pekerti? Saya heran, ternyata ada perempuan yang tidak punya harga diri seperti kamu."Andrea membisu mendengar kata-kata Radit yang tidak enak didengar dan membiarkannya pergi. Dia tidak menyangka kalau seorang Radit mampu berkata sekasar itu padanya."Darimana saja kamu?" Nada suara Radit mengandung emosi saat melihat Haris sudah menunggu di tempat parkir."Dari toilet, Pak.""Emang kamu ngapain aja sampai selama itu?" sergah Radit geram."Saya mencret, Pak, mungkin salah makan," jawab Haris beralasan.Radit tidak bertanya lagi, lalu masuk ke mobil,
Kayla dan Radit saling berpandangan begitu mendengar celetukan Nadin."Kita nggak nunda kok. Cuma belum dikasih," Kayla yang menjawab."Bagus, Kay, jangan sampai ditunda. Ntar kalo udah kepala tiga, susah lho," kata Nadin memperingatkan."Iya, Nad, doain aja ya.""Itu pasti, sayang," jawab Nadin kemudian tersenyum.Radit melihat arloji yang menempel di pergelangan tangan kirinya. Kayla langsung mengerti maksudnya."Nad, aku dan Radit pulang dulu ya, udah malam.""Iya, Kay, makasih lho kadonya.""Iya, sama-sama. Oh iya, aku numpang ke kamar mandi ya," Kayla pun masuk ke dalam kamar mandi yang berada di kamar itu.Sekarang hanya tinggal Radit berdua dengan Nadin, karena Azka keluar entah kemana."Selamat, akhirnya kamu berhasil ngedapetin Kayla," desis Nadin dengan suara tertahan, takut Kayla akan mendengar percakapan mereka."Aku bilang juga apa," suara Radit tidak kalah pelan. "Dari dulu aku selalu jadi pemenang," ucapnya penuh percaya diri, bibirnya melengkung miring, seolah tengah
"Iya, aku mau. Gimana kalo kita kesana sekarang?" ajak Kayla bersemangat."Nggak bisa gitu, yang. Kita harus bikin appoinment dulu. Lagian ini udah malam."Radit menjadi heran sendiri. Ngaruh banget ya kata-kata Nadin tadi? Atau Kayla tersentuh karena melihat baby Dzaky dan naluri keibuannya langsung keluar?Entahlah.Begitu sampai di rumah, yang pertama kali dicari Radit adalah kasur. Entah kenapa belakangan ini ia merasa mudah lelah. Mungkin karena kesibukannya yang luar biasa."Makan dulu, beb, nanti ketiduran," kata Kayla memperingatkan saat melihat Radit memejamkan matanya."Nanti aja, yang. Aku capek. Lagian, aku lagi nggak nafsu makan."Kayla mendekati Radit, lalu mengusap-usap kepalanya penuh cinta."Kenapa nggak nafsu? Masakan aku nggak enak ya?"Radit kembali membuka mata begitu merasakan sentuhan lembut di kepalanya. "Enak kok, yang. Cuma sekarang aku lagi malas makan.""Kamu kurusan sekarang. Kamu harus jaga kesehatan. Jangan terlalu sibuk dan banyak pikiran.""Iya, sayan
Di hari minggu yang cerah, Radit dan Kayla menghabiskan waktu di rumah dan tidak kemana-mana karena cuaca diluar sangat panas. Mereka sedang menonton tv sambil ngemil ketika bel pintu berbunyi."Kamu aja yang buka, yang," suruh Radit pada Kayla yang berbaring manja di pangkuannya."Kamu aja, deh," Kayla menolak karena sedang malas bergerak.Kayla menggeser posisinya dari pangkuan Radit, agar suaminya itu bisa segera beranjak.Radit mengalah dan segera berdiri. Suara bel yang ditekan berulang kali dengan tidak sabar membuat Radit mempergegas langkahnya."Siang, Pak!"Seraut wajah manis berdiri di hadapan Radit begitu pintu terbuka dan langsung menyapanya."Andrea," gumam Radit menyebut nama sosok perempuan yang menyapanya itu. "Kamu tau dari mana rumah saya?" tanyanya setelah bisa mengusir rasa terkejut yang datang menguasainya."Apa sih yang saya tidak tau tentang Bapak," jawab Andrea berteka-teki.Radit langsung waspada. "Kamu ada perlu apa kesini?" tanyanya tegas."Saya mau main sa
Sudah tiga kali dalam seminggu ini Nabil mengalami mimpi basah. Dia merasa ada perubahan yang signifikan pada dirinya, terutama pada kehidupan seksualnya. Frekuensi ereksi pun meningkat. Nabil merasa gairah kelaki-lakiannya kini meluap-luap. Dan, semua itu butuh penyaluran.Nabil menyesal. Kenapa tidak dari dulu dia mencoba berobat kesana. Mungkin semuanya tidak seperti sekarang. Mungkin ini, mungkin itu. Mungkin begini, mungkin begitu. Terlalu banyak kemungkinan yang bisa terjadi.Dulu Nabil tidak mempercayai apa pun jenis pengobatan selain secara medis. Tapi kini, dengan semua yang sudah dialaminya, Nabil percaya, ada hal-hal yang tidak masuk akal bisa membantu kehidupan manusia."Kamu kenapa ganti sprei terus?" tegur papa saat untuk ke sekian kalinya Nabil memasukkan alas kasur itu ke mesin cuci."Udah kotor, Pa," Nabil memberi alasan."Tapi baru dua hari, gimana mungkin bisa kotor?" tanya papa dengan raut wajah tak mengerti."Iya, Pa, nggak tau kenapa, rasanya udah nggak nyaman."
Suara alarm yang berisik membangunkan Nabil dari tidurnya. Tapi ia memejamkan kembali matanya. Rasanya Nabil tidak ingin bangun. Lebih baik ia terpejam selamanya dari pada harus menghadapi hari-hari berat ini.Nabil bertanya pada dirinya. Apakah ia patah hati lagi? Sepertinya bukan. Karena dia sama sekali tidak mencintai Diandra. Lalu kenapa semua ini terasa sulit? Kenapa semangat hidupnya menguap begitu saja oleh kejadian kemarin?"Bil... Nabil... kamu masih tidur?" Terdengar suara papa di depan pintu diiringi dengan ketukan.Nabil menggeliat malas, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku."Iya, Pa, bentar lagi," jawabnya kemudian.Nabil membuang rasa malas yang menghinggapinya jauh-jauh, lalu bangkit dari tempat tidur. Sebelum keluar dari kamar, dia menyempatkan diri berkaca di cermin.Nabil menyapukan pandangan pada tiap inci bagian wajahnya. Kumisnya yang tipis kini sudah memanjang. Begitu juga dengan area dagu yang ditumbuhi jenggot. Sepertinya ia harus mencukurnya sekarang. N
Seperti biasanya setiap jalan bareng Diandra, pasti selalu ada orang ketiga di antara mereka.Begitu juga hari ini. Saat mereka menghadiri pesta pernikahan salah satu teman Diandra, Andri juga ikut bersama mereka. Bagi Nabil hal itu bukanlah sebuah masalah. Yang menjadi masalah adalah saat Diandra terus-terusan membicarakan Andrea dan hubungannya bersama Radit.Diandra tampak begitu peduli dan sangat menyayangi saudara kembarnya itu. Dia tidak ingin ada orang yang menyakiti Andrea.Gimana Nabil bisa move on kalau begini? "Mungkin lebih baik kalo kamu kasih tau Andrea langsung kalo laki-laki yang namanya Radit itu sudah menikah," kata Nabil memberi saran."Saya tidak bisa, Bil. Saya tidak sanggup membayangkan betapa hancurnya hati Andrea jika mengetahui itu semua," kata Diandra menolak saran Nabil."Sesuatu yang busuk, seperti apa pun kita menyembunyikannya, suatu saat akan tercium juga," kata Nabil memberi nasehat."Tapi aku tetap tidak tega," Diandra bersikukuh dengan pendapatnya."
"Kamu darimana aja, yang? Kenapa lama? Tadi katanya cuma bentar," Radit menyambut dengan pertanyaan begitu Kayla baru saja muncul dan berdiri di pintu."Tadi aku ke kamar Diandra dulu, ngembaliin uang yang aku pinjam semalam," jawab Kayla memberi penjelasan. "Oh iya, beb, ada yang mau ketemu sama kamu.""Siapa?"Kayla menoleh ke belakang, lalu memberi isyarat pada Andrea yang masih berdiri diluar untuk masuk."Apa kabar, Pak?" sapa Andrea lalu menebarkan senyum sumringah begitu ia masuk dan bertemu Radit.Radit mendadak speechless. Rasanya tidak bisa mempercayai penglihatannya sendiri. Ia mengucek mata, dan objek yang dilihatnya masih sama. Perempuan berwujud manusia, berprilaku laksana ibli5.Radit mengalihkan pandangan pada Kayla."Yang, sini!"Kayla beranjak mendekati Radit, dan duduk di dekatnya.Radit menggenggam tangan Kayla erat-erat dan tidak melepaskannya. Kayla bertanya di dalam hati, kenapa Radit bersikap begini?"Bapak kok sakit juga? Mau kompakan ya sama saya?" canda And
Kayla tidak mengerti, apa maksud Diandra berkata seperti itu padanya. Di telinganya terdengar seperti sebuah nasehat dan juga seperti sebuah pesan yang mengandung peringatan."Iya. Itu sudah pasti. Terima kasih ya," jawab Kayla membalas kata-kata Diandra.Kayla pun segera masuk. "Dari mana aja, yang?" tanya Radit yang ternyata sudah bangun."Aku tadi beli cemilan di mini market depan," jawab Kayla sambil menunjukkan kantong belanjaannya. "Yang, kalo mau makan itu udah ada nasi. Tadi diantar perawat waktu kamu pergi."Kayla mendekati meja kecil yang ditunjuk Radit. Disana sudah tersaji nasi putih lengkap dengan lauknya beserta dua buah pisang. "Kita makan sekarang ya," ujar Kayla pada Radit."Suapin ya, yang... "Kayla mendelik, "Kamu tu ya, paling pandai ambil kesempatan," ucapnya pura-pura kesal.Radit tertawa kecil dan merasa gemas melihat ekspresi istrinya itu."Kalo kamu kayak gitu aku jadi pengen," katanya kemudian."Pengen apa?" tanya Kayla pura-pura tidak tahu."Pengen gigit
"Ap... apa?" Kayla tergagap, tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Beribu pikiran buruk menyerbunya. "Gimana bisa?" Suara Kayla sudah bercampur air mata."Tadi selesai meeting, Pak Radit mau pulang. Tapi pas udah di parkiran, dia bilang perut dan ulu hatinya sakit. Sekarang ada di rumah sakit PMC," jelas Haris."Tapi kenapa dibawa ke PMC? Bukannya ke Eka Hospital?" protes Kayla. Karena ia tahu, rumah sakit yang bekerja sama dengan perusahaan Radit adalah Eka Hospital, bukan PMC."Iya, Kay, tadi rencananya mau bawa ke Eka Hospital, tapi karena udah panik, jadinya bawa ke rumah sakit terdekat."Ah, betapa bodohnya. Bahkan dalam keadaan seperti ini Kayla masih berpikir dibawa ke rumah sakit mana. Padahal yang penting adalah Radit bisa mendapatkan pertolongan secepat mungkin. Kayla mengutuk kebodohannya sendiri."Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu," ujar Kayla pada Haris, lalu berlalu ke dalam rumah.***Radit memaksakan sebuah senyuman begitu melihat Kayla datang.Kayla langsung m
Sekali lagi Ryo memandang wajah Kayla. Rasanya dia tidak tega mengecewakannya. Sebenci apa pun dirinya pada Radit, tapi tidak adil jika ia juga melampiaskannya pada Kayla."Kay... ""Iya, Yo.""Hmm... apa kamu sangat mencintai Radit?""Tentu saja. Aku amat sangat mencintainya.""Sebesar apa?"Kayla mengerutkan dahi. Merasa aneh dengan pertanyaan Ryo. "Mungkin sebesar dunia dan seluruh isinya.""Wow!" Ryo bertepuk tangan. "Aku salut sama kamu, Kay."Kayla tersenyum tipis. Sesungguhnya dia sudah tidak tahan lagi. Keresahan semakin menguasainya. Ia ingin pulang secepatnya."Yo, jadi gimana? Boleh aku pulang?" ulang Kayla untuk ke sekian kali."Boleh," putus Ryo akhirnya. "Daripada nanti dia mati," sambungnya."Ih, jangan gitu dong!"Ryo tertawa melihat wajah Kayla yang berubah cemberut."Sorry, aku becanda," ujarnya kemudian.Kayla tau kalau Ryo hanya becanda. Tapi tetap saja dia trauma mendengar kata mati."Makasih ya, kamu baik banget.""Buat kamu apa sih yang nggak?"***Dalam dua pu
"Iya, aku mau. Gimana kalo kita kesana sekarang?" ajak Kayla bersemangat."Nggak bisa gitu, yang. Kita harus bikin appoinment dulu. Lagian ini udah malam."Radit menjadi heran sendiri. Ngaruh banget ya kata-kata Nadin tadi? Atau Kayla tersentuh karena melihat baby Dzaky dan naluri keibuannya langsung keluar?Entahlah.Begitu sampai di rumah, yang pertama kali dicari Radit adalah kasur. Entah kenapa belakangan ini ia merasa mudah lelah. Mungkin karena kesibukannya yang luar biasa."Makan dulu, beb, nanti ketiduran," kata Kayla memperingatkan saat melihat Radit memejamkan matanya."Nanti aja, yang. Aku capek. Lagian, aku lagi nggak nafsu makan."Kayla mendekati Radit, lalu mengusap-usap kepalanya penuh cinta."Kenapa nggak nafsu? Masakan aku nggak enak ya?"Radit kembali membuka mata begitu merasakan sentuhan lembut di kepalanya. "Enak kok, yang. Cuma sekarang aku lagi malas makan.""Kamu kurusan sekarang. Kamu harus jaga kesehatan. Jangan terlalu sibuk dan banyak pikiran.""Iya, sayan