Sore ini, Reni sudah bersiap untuk menyambut sang suami pulang dari kantor. Sebab, suaminya tadi pagi sudah janji kalau nggak akan pulang telat. Namun, sampai hari hampir malam, suaminya tak kunjung pulang ke rumah juga.
"Ke mana ya, Mas Candra? Sampai jam segini kok belum pulang juga? Apa iya dia lembur lagi?” tanya Reni yang berbicara sendiri. Akhirnya, Reni mencoba untuk menghubungi nomor suaminya. Panggilan terhubung, tapi tidak kunjung diangkat. Akhir-akhir ini suaminya itu memang sering pulang malam. Katanya lembur, karena di kantor sedang ada masalah dalam keuangan. Reni masih terus mencoba menelepon sang suami, tapi tak kunjung dapat jawaban juga sehingga ia memutuskan untuk menelepon sekretaris suaminya di kantor. Reni sangat kenal dengan sekretaris suaminya di kantor. Sebab, perusahaan yang dikelola suaminya itu adalah perusahaan miliknya. "Iya. Halo, Bu," jawab seorang wanita di seberang sana, yang merupakan sekretaris Candra. "Iya, Wi. Saya cuma mau tanya, apa Pak Candra masih di kantor?" tanya Reni. "Ah … maaf, Bu. Pak Candra-nya sudah pulang sedari sore. Dan, sekarang di kantor hanya tinggal saya dan beberapa karyawan lainnya yang sedang lembur," jawabnya. "Owh … begitu, aku kira dia sedang lembur. Katanya di perusahaan sedang ada masalah keuangan," ujar Reni. “Tidak Bu, lagian Pak Candra nggak pernah lembur. Malah kita-kita yang sering di suruh lembur untuk mengatasi perusahaan yang saat ini sedang terancam pailit," jawab Dewi, yang seketika membuat Reni begitu kaget. "Kamu serius? Kalau suami saya nggak pernah lembur di kantor, Wi?” tanya Reni, dengan perasaan yang begitu sakit, karena telah dibohongi oleh suaminya. "Iya, Bu. Pak Candra nggak pernah lembur. Dan, kalau berangkat ke kantor juga suka seenaknya. Kadang, siang baru datang. Bahkan, kadang nggak datang sama sekali," jawabnya, yang membuat Reni mendadak jadi naik darah. "Apa?! Jadi—selama ini Mas Candra nggak pernah bener-bener serius mengurus perusahaan peninggalan papaku? Bahkan, dia malah seenaknya datang dan pulang ke kantor kapan saja," batin Reni. Dadanya bergemuruh hebat, memikirkan suaminya yang entah pergi kemana. "Lalu, selama ini kamu pergi ke mana, Mas? Padahal setiap hari kamu pamit denganku untuk berangkat ke kantor," batin Reni bertanya-tanya. "Ya sudah, Wi. Kalau ada apa-apa, kamu tolong langsung hubungi saya saja," pinta Reni. "Baik, Bu," jawab Dewi. Ia tahu bahwa Reni adalah pemilik perusahaan yang sesungguhnya, bukanlah Candra. "Sialan kamu, Mas. Berarti selama ini kamu sudah membohongiku. Bisa hancur perusahaanku, kalau kamu tidak benar-benar bertanggung jawab begitu. Sepertinya, aku harus segera mengambil alih perusahaan itu sebelum jadi bangkrut," gumam Reni penuh tekad. Dulu setelah menikah, Reni memercayakan perusahaan itu sama suaminya. Sebab, suaminya nggak punya pekerjaan. Selain itu, Candra juga tidak suka kalau istrinya bekerja sehingga Candra menyuruh Reni untuk di rumah saja. Dia yang akan mengurus perusahaan Reni. Namun, kepercayaan Reni telah disalahgunakan oleh Candra. "Dan sepertinya aku harus memata-matai Mas Candra. Ke mana dia kalau bukan ke kantor?" Reni segera menelepon orang kepercayaan keluarganya untuk membuntuti ke mana pun suaminya pergi. Dengan begitu, Reni bisa tahu ke mana suaminya selama ini pergi, kalau bukan ke kantor. *** Sementara di tempat lain, Candra sedang bersama dengan istri keduanya. "Mas, malam ini kamu sudah janji bakal tidur di sini sama aku. Masak iya, kamu tidur sama Mbak Reni terus. Itu namanya nggak adil dong," desak Mira. "Seharusnya kamu sudah tahu konsekuensinya menjadi istri kedua, Mir," balas Candra. Ia merasa berat jika tidak pulang ke rumah. Selama ini memang Candra begitu menginginkan seorang anak. Tapi entah kenapa, mendengar berita kehamilan Mira malah membuat Candra tak begitu bahagia. Perasaannya terasa hambar. "Tapi sekarang aku kan sedang hamil, Mas. Kamu tega banget ninggalin aku sendirian," ujar Mira dengan memelas. Tiba-tiba ponsel milik Candra berbunyi. Ia ingin langsung mengangkatnya, saat tahu bahwa Reni-lah yang telah meneleponnya. Candra baru ingat. Tadi pagi dirinya sudah berjanji pada Reni untuk pulang tepat waktu. "Itu pasti telepon dari Mbak Reni, kan? Sudahlah nggak usah diangkat, ganggu saja." Mira langsung merebut HP milik suaminya. "Mir, balikin HP-ku! Aku harus mengangkatnya. Aku nggak mau ya, kalau sampai Reni mencurigaiku yang macam-macam," pinta Candra. "Gak! Pasti nanti kamu akan pulang, kalau kamu mengangkat telepon darinya," Mira malah menyembunyikan HP itu di belakang punggungnya. "Iya, aku memang harus pulang, Mir. Aku nggak bisa nginap di sini. Aku lupa kalau aku ada janji dengan Reni." "Ya ampun, Mas. Mbak Reni lagi … Mbak Reni lagi yang kamu utamakan. Sekali-kali kamu pikirkan aku, dong. Aku ini sedang hamil anak kamu loh, Mas.” "Mir, aku harap kamu paham posisiku.” "Sepertinya kamu sangat takut akan kehilangan Mbak Reni ya, Mas," ujar Mira. "Iyalah, aku nggak akan bisa kehilangan dia, Mir. Karena aku sangat mencintainya." "Lalu apa kamu tidak mencintaiku?” tanya Mira, menatap Candra dengan penuh harap. "Jujur, sampai saat ini aku belum bisa mencintaimu, Mir. Kamu tahu kan, aku menikahimu karena apa?" Kalimat Candra seketika membuat Mira begitu sakit hati. Ia nggak terima kalau sang suami mengatakan ‘tidak mencintainya’ secara terang-terangan di depannya. BERSAMBUNG.Candra segera mengambil HP-nya dari tangan Mira. Sebab, HP-nya terus berdering. Candra langsung mengangkat telepon dari istri pertamanya itu, seraya menyuruh Mira untuk diam."Diamlah, aku mau mengangkat telepon dari istriku dulu.""Iya. Halo, Sayang," jawab Candra di seberang sana."Aduh … Mas, kamu itu ke mana saja sih? Kok sampai malam begini belum pulang juga? Ditelepon juga nggak diangkat?" tanya Reni penasaran."Ah … maaf, Sayang. Tadi HP-nya aku silent. Jadi, nggak tahu kalau kamu telepon. Maaf, aku belum bisa pulang, Sayang, karena masih lembur," jawab Candra berbohong. Reni langsung mengepalkan tangannya karena marah. Reni sudah tahu jika suaminya telah membohonginya."Kamu seriusan, Mas? Masih lembur di kantor?” tanya Reni sekali lagi."I-iya. Iya dong, Sayang," jawab Candra dengan gugup."Mas, bisa tidak kamu pulang sekarang? Tiba-tiba aku nggak enak badan," keluh Reni berbohong pula.Seorang pembohong harus dibohongi balik."Apa? Kamu sakit, Sayang?" Candra langsung mera
Setelah suaminya tertidur dengan nyenyak, Reni segera mengambil HP suaminya. Untuk membuka HP itu, dengan gerakan pelan Reni menyentuhkan jari suaminya pada layar sehingga HP suaminya berhasil terbuka.Entah kenapa, Reni mendadak deg-degan saat membuka HP suaminya. Pertama kali yang Reni buka adalah bagian pesan. Paling atas, ada pesan dari nomor yang dikasih nama ‘Dadang’.Dari kemarin, itulah yang membuat Reni sangat penasaran. Sebab, nomor itulah yang mengirim pesan ke suaminya dengan kata-kata ‘sayang’.Begitu dibuka, dada Reni langsung terasa begitu sesak. Bagaimana tidak, karena ternyata nomor itu adalah nomor seorang wanita yang tidak Reni kenali. Dan isi pesannya malah memanggil suaminya dengan kata ‘sayang’.Terlihat bahwa suaminya selama ini sering mentransfer sejumlah uang ke wanita itu. Tak hanya itu. Suaminya juga mengirim sejumlah uang ke ibu mertua dan adik iparnya, dengan jumlah yang tak sedikit. Padahal setiap bulan Reni sudah menjatah uang bulanan buat ibu mertuan
Pagi itu, Candra bukannya pergi ke kantor, tapi malah ke rumah ibunya. Tadi pagi ibunya menelepon dan marah-marah hanya karena semalam Candra tak jadi tidur di rumah Mira."Candra! Keterlaluan kamu, ya. Bisa-bisanya kamu semalam ninggalin istri kedua kamu dan lebih memilih pulang ke rumah wanita mandul itu. Mira itu lagi hamil anak kamu. Kalau terjadi sesuatu dengannya, bagaimana? Mikir dong," omel Ratih."Maaf, Mah. Tapi, semalam Reni sedang sakit dan tidak mungkin kalau Candra tidak pulang. Reni juga butuh Candra, Mah," kilah Candra."Halah, dasar manja! Ketimbang nggak enak badan saja kamu sampai segitunya. Sedangkan, Mira ini sedang mengandung anak kamu loh, Dra. Seharusnya kamu utamakan dia. Bukan malah lebih penting Mira, ketimbang istri mandul kamu itu."Candra benar-benar kesal dengan Mira. Dirinya jadi kena marah sang ibu, hanya karena aduan dari istri keduanya itu."Iya, maaf." Candra lebih memilih mengalah ketimbang ribut sampai ke mana-mana, sedangkan Mira malah senang mel
Sesampainya di kantor! Reni tak mendapati suaminya, dan Reni sudah bisa menebak ke mana suaminya itu pergi."Ck! Jadi bener ya, Mas. Apa yang dikatakan oleh Dewi, jika kamu datang dan pergi sesuka hati ke kantor. Kamu pikir kantorku ini tempat untuk apa, Mas? Untuk main-main," batin Reni, yang lantas memeriksa ruangan yang selama ini Candra tempati.Semuanya nggak ada yang mencurigakan, dekorasinya masih sama seperti dulu saat Reni memimpin perusahaannya. Nggak ada yang berubah, Reni segera duduk di kursi kebesarannya, lalu mengecek semua laci meja. Tak sengaja Reni menemukan cukup banyak struk belanjaan barang branded, mulai dari tas mahal, baju, sepatu, serta alat make up."Kenapa ada banyak struk belanjaan di sini, mana mahal-mahal lagi harganya?” tanya Reni, seraya mengecek semua nota-nota belanjaan itu, bahkan ada sebuah nota tas limited edition seharga ratusan juta."Rasanya aku gak pernah dibelikan semua barang-barang ini sama Mas Candra. Si*lan, pasti semua barang-barang ini u
"Loh, ini kenapa ada pengeluaran uang sampai sebesar ini? Buat apa?” tanya Reni.Dada Reni langsung bergemuruh hebat, suaminya seperti sedang menguras semua hartanya. Untung saja semua kartu ATM dan kartu kredit yang dipegang oleh suaminya, sudah Reni bekukan."Maaf, Bu. Uang itu Pak Candra minta sekitar satu bulan yang lalu, dan saya juga tidak tahu buat apa uang itu," jawabnya."Aku minta sekarang juga kamu telusuri ke mana uang itu digunakan," titah Reni, dada Reni sampai naik turun menahan amarah, karena Reni baru tahu jika perusahaannya bermasalah karena ulah suaminya sendiri."Baik, Bu. Laksanakan," jawab manajer itu langsung melakukan perintah dari Reni.Sungguh Reni merasa begitu sangat bodoh, karena selama ini Reni nggak pernah sekalipun mengecek perusahaannya. Reni sudah begitu sangat percaya dengan suaminya.Reni kini langsung memijit pelipisnya pusing. "Kamu sangat tega sekali denganku, Mas. Padahal selama ini aku gak pernah perhitungan sama kamu, dan keluarga kamu. Tapi
Reni baru saja selesai memimpin meeting, ketika tiba-tiba ditelepon Ibu mertuanya. Dengan kesal dan gondok, langsung mengangkatnya."Halo, Bu," jawab Reni, dengan sedikit ketus. Tidak seperti biasanya, karena sekarang Reni sudah tahu borok mertuanya. Kalau dulu okelah Reni selalu bersikap baik dengan mertuanya, karena mertuanya begitu baik dengannya. Tapi nyatanya kebaikannya ibu mertuanya itu hanyalah palsu belaka."Iya, halo Ren. Apa kabar kamu Sayang, mama kangen nih sama kamu," ujar Ratih.Mungkin dulu Reni akan merasa sangat senang dengan perkataan ibu mertuanya, yang terlihat begitu menyayanginya. Tapi tidak untuk sekarang, yang ada Reni sekarang ingin muntah mendengar perkataan dari ibu mertuanya, yang pura-pura baik dengannya."Keadaan Reni, yah beginilah, Mah. Lagi nggak baik-baik saja," jawab Reni."Owh! iya, mama lupa. Kata Candra kamu kan sedang nggak enak badan ya? Aduh maaf ya, mama belum bisa nengokin kamu di rumah. Lalu bagaimana sekarang keadaan kamu, Sayang?" tanya R
Pretttt."Eh! aduh maaf, Sayang. Mungkin ini Mama makannya kekenyangan kali ya, sehingga perut Mama langsung mules. Ya sudah, Mama mau ke toilet dulu," ujar Ratih. Ia langsung kocar kacir ke toilet, membuat Reni ingin tertawa ngakak.Sengaja Reni membelikan makanan kesukaan ibu mertuanya. Tak lupa, Reni juga memberikan sedikit obat pencahar, supaya ibu mertuanya sakit perut.Kalau sudah begini, waktunya Reni beraksi."Bagaimana, Ma. Udah lega?" tanya Reni, saat ibu mertuanya keluar dari toilet."Iya sudah, Sayang," jawab Ratih, tapi sedetik kemudian perutnya kembali mulas sehingga Ratih langsung ke toilet lagi."Aduh duh, mules lagi nih perut Mama. Bentar ya, Ren," ujar Ratih. Ia lari terbirit-birit ke toilet. "Hahaha ...., rasakan kamu, Ibu mertuaku yang tersayang. Makanya, kamu jangan pernah main-main sama Reni. Kita lihat saja nanti, aku akan membuat kalian menjadi miskin lagi," ujar Reni, seraya mengambil sebuah berkas supaya ditandatangani oleh Ratih."Eh, Ma. Itu di depan ada P
Di Eropa, kini Mira merengek minta diajak jalan-jalan, makan-makan dan shopping sehingga Candra langsung menurutinya, karena Mira bilangnya anaknya yang lagi pengen. Ya, Mira paling tahu banget kelemahan Candra, karena selama ini Candra begitu menginginkan seorang anak.Di pusat perbelanjaan, Mira membeli apa yang ingin dibelinya. Mulai dari sepatu brand ternama, baju, dan juga tas yang harganya begitu fantastis. Candra lagi pusing mikirin keuangan kantor, eh, istri keduanya malah asyik shopping tanpa memikirkan uangnya.Ditambah lagi Mira minta dibelikan satu set perhiasan mewah sama Candra."Mas, kamu belikan aku juga dong perhiasan mewah," pinta Mira, dengan suara yang dibuat semanis mungkin."Ehmmm! Itu bisa lain kali saja ya, Mir. Jangan sekarang," tolak Candra, yang seketika membuat Mira ngambek."Ish, Mas. kamu kok begitu sih, aku ini lagi hamil dan ini anak kamu loh yang minta," ujar Mira beralasan, seraya mengempaskan tangan Candra yang tadi di pegangnya."Please, kamu tolong
"Loh, loh. Itu kok meja makan masih kosong? Candra sarapan pakai apa nih, kok nggak ada makanan?” tanya Candra, saat melihat meja makan masih kosong."Yah, Bibi sudah mengundurkan diri, Ndra. karena gajinya belum dibayar, jadi mulai sekarang udah nggak ada ART di rumah ini," jawab Ratih."Loh, kenapa belum dibayar sih, Ma. Kan tinggal bayar saja," ujar Candra dengan entengnya, seperti dia itu orang kaya saja. Yang bayar tinggal bayar."Renikan belum memberikan uangnya, Dra. lalu Mama harus bayar pakai apa," balas Ratih."Ya udah, tinggal minta aja, Ma. Nanti juga ditransfer," titah Candra."Emang nggak pa-pa nih, Mas. Bukankah Mbak Reni itu sedang ngambek sama kita?" tanya Bunga."Ya dicoba saja dulu, Renikan paling nggak bisa marahan sama aku lama-lama," jawab Candra dengan pedenya."Aduh, mana Hp Mama di kamar lagi. Minta duit kamu sajalah Ndra, ini buat beli sarapan. Nanti biar Ibu telepon Reni buat minta duit," minta Ratih."Aduh, Ma. Candra mana ada duit, kan semua kartu Candra s
Reni selalu memilih mengurus suaminya sendiri, dengan menyiapkan makanan untuk suaminya. Kecuali kalau dia sedang sakit."Mama sih, ngapain pakai nyuruh Mas Candra menikahi, Mira. Padahal menurut aku nih ya, Ma. Mira itu emang nggak ada cantik-cantiknya, jauh jika dibandingkan dengan Mbak Reni.”Sekarang uang Bunga sudah habis. Coba saja kakak iparnya tidak sedang marah, pasti Bunga bisa meminta uang sama Reni, buat shopping sama teman-temannya."Buat apa Cantik doang, kalau mandul juga percuma, Nga," ujar Ratih."Tapi lihatlah, Ma. Semuanya jadi kacau begini, Mbak Reni jadi ngambek sama kita. Dan udah nggak mau lagi memberikan uang ke kita.”"Sudahlah, palingan Reni itu ngambeknya cuma sebentar. Nanti juga baik lagi, biar itu jadi urusan Candra. Sudah ah, Mamah mau bangunin Mira dulu, udah siang begitu masih juga belum bangun."Ratih segera mendatangi kamar Candra dan Mira untuk membangunkan keduanya."Mira, Candra, bangun. Sudah jam berapa ini," teriak Ratih, seraya menggedor-gedor
“Mas, jawab dong jangan hanya diam saja," ujar Mira dengan Kesal, karena suaminya di tanya malah diam saja."Ish kamu itu berisik sekali sih, Mir. Iya aku beli semua itu menggunakan uang perusahaannya Reni, puas kamu," jawab Candra."Apa, jadi perusahaan itu miliknya Mbak Reni, Mas. Bukan milik kamu?" tanya Reni, kaget saat mendengar kenyataan itu."Iya, dan otomatis kita akan miskin jika Reni mencabut semua fasilitas yang dia berikan ke aku dan keluarga aku. Karena semua kebutuhan hidup adik dan Ibuku, Renilah yang menanggung," jawab Candra, dengan emosi."Jadi, sebenarnya yang kaya itu istri kamu, Mas. bukan kamu," Mira merasa kaget mendengar perkataan itu, karena Mira pikir suaminya yang kaya."Pantas saja kamu begitu takut sama Mbak Reni, Mas. Jadi selama ini yang kaya Mbak Reni, kirain kamu Mas," ada rasa penyesalan di hati Mira menikah sama Candra, yang dikiranya kaya, tapi nyatanya miskin."Makanya, kamu itu jangan meminta Mas Candra bercerai dari Mbak Reni dong, Mbak. kalau s
Mira melihat perkataan Ibu mertuanya memdadak terlalu lembut sama Reni. padahal tadi saja yang paling marah dengan Reni, karena tidak dikasih uang yang diminta.Mata Reni menyorot seorang wanita, yang diyakini selingkuhan suaminya. "Owh, jadi wanita itu ya, Bu. Istri keduanya Mas Candra? Ya ampun aku kira dia secantik apa. Eh, nggak taunya buluk begitu, ya masih cantikan aku kemana-mana dong. Memangnya nggak ada wanita yang lebih cantik dari aku? Bisa-bisanya Ibu menyuruh Mas Candra menikahi wanita jelek begitu, udah orangnya jelek, hatinya busuk lagi. Nggak selevel banget sama aku," ejek Reni, yang bener-bener tidak menyangka, kalau madunya itu nggak sebanding dengannya.Udah gendut, kulitnya agak gelap, jauh banget sama Reni. Bagaikan langit dan bumi. Sementara Mira yang di hina begitu sama Reni, tentu saja tidak terima."Eh, enak saja kamu ngatain aku jelek. Biar aku jelek begini yang penting bisa hamil, nggak kaya kamu, mandul," Mira balas menghina Reni dengan kata-katanya yang b
"Loh kenapa kamu malah balik lagi, Dra. Mana pakai bawa koper segala lagi?" tanya Ratih, saat melihat Candra balik dengan membawa koper."Jangan bilang kalau kamu malah di usir Mas sama Mbak Reni," tebak Mira."Candra di usir sama Reni, Ma. ternyata dia sudah tau semuanya, kalau Candra menikah lagi," jawab Candra, yang membuat Ratih dan Bunga begitu kaget."Apa, kurang ajar sekali itu si Reni. Beraninya dia mengusir kamu, ayo Dra antarkan Mama kesana biar Mama marahin dia," pinta Ratih, yang merasa geram dengan sikapnya Reni, yang berani mengusir anaknya. "Lagian kenapa kalau kamu nikah lagi sih? bukankah seorang laki laki itu boleh memiliki istri lebih dari satu," ujar Ratih tanpa memikirkan perasaan Reni, padahal Ratih juga seorang perempuan."Aduh, Mas. Kamu ini bagaimana sih, kok bisa di usir sama Mbak Reni. Kamu itu kepala rumah tangga, seharusnya kamu jangan lembek begitu dong. Masak iya diusir begitu langsung pergi sih, itukan rumah kamu," tambah Mira, yang mengira jika rumah
"Enggak, Ren. Tapi aku cintanya sama kamu, aku nggak mau pisah sama kamu," balas Candra."Ck, dasar kamu itu laki-laki yang serakah ya, Mas. Aku nggak habis pikir sama perilaku kamu dan keluarga kamu yang bisa-bisanya nusuk aku dari belakang begini, padahal aku ini kurang apa sih sama kalian semua.Setiap bulan aku jatah uang bulanan sebanyak 5 juta untuk Ibu kamu, adik kamu 3 juta. Bahkan kamu saja aku percayakan perusahaanku di tangan kamu, Mas. Tapi apa yang kalian lakukan padaku? kalian semua memang tidak tau diri dan tidak tau terimakasih. Padahal aku loh, Mas. Yang mengangkat derajat keluarga kamu itu, tapi bisa-bisanya kalian semua pada menikamku dari belakang.Sakit Mas, sakit. kamu pikir tidak sakit? hah. Kalian memang manusia-manusia yang tidak bersyukur, begitu saja kamu masih bisa mencuri uangku, Mas," ujar Reni dengan marah-marah."Mencuri, Maksud kamu apa? Aku tidak mencuri uang kamu loh, Ren.""Ternyata selama ini secara diam-diam kamu telah mentransfer sejumlah uang d
Sesampainya di rumahnya Reni, Candra malah dilarang masuk sama satpam yang sedang berjaga di rumah. ya, Reni sudah membereskan baju-baju milik suaminya ke dalam koper, dan nanti Reni tinggal mengusir suaminya. Tidak lupa Reni juga berpesan sama penjaga di rumahnya jika ada suaminya datang ataupun keluarga dari suaminya dilarang masuk."Maaf, pak Candra. Anda di larang masuk sama Bu Reni," beritahu seorang satpam, ketika Candra minta di bukain gerbangnya."Apa, nggak mungkin. Heh, aku ini suaminya, bagaimana bisa istri saya melarang saya untuk masuk ke dalam rumah saya sendiri?" tanya Candra, dengan marah-marah. Ah, sepertinya Candra lupa jika rumah itu adalah rumahnya Reni bukan rumahnya.Badan sudah terasa capek banget habis perjalanan jauh. Eh, ketika pulang ke rumahnya 'Mira' malah dilarang masuk sama orang suruhan Reni, terpaksa Candra harus membawa istri keduanya untuk kerumah Ibunya. Dan sekarang ketika Candra pulang ke rumah istri pertamanya juga tidak diperboleh masuk ke dalam
"Ya ampun, Mas. Aku ini lagi hamil loh, jadi wajar kalau aku ini rewel. Mungkin ini itu bawaan orok, apalagi aku habis perjalanan jauh. Capek, Mas. Aku ingin istirahat.Kenapa kita nggak pulang kerumah mbak Reni saja sih, itu kan juga rumah kamu. Biarkan saja, biar dia tau siapa aku, karena aku itu bosen, Mas. Selalu kucing-kucingan terus." "Nggak bisa, Mir. Ini itu bukan waktu yang pas, nanti saja biar aku yang akan bicara sendiri sama Reni." "Iya, tapi sampai kapan, Mas. Sampai perut aku besar? Aku juga ingin menikah resmi, kasihan nanti anak kita." Tiba-tiba saja ada yang membuka pintu rumah itu. Yah, Reni memang mempekerjakan 3 orang untuk menjaga rumah itu. Sekalian Reni juga menyuruh orang itu untuk membereskan barang-barang yang tidak penting milik Mira. Karena terdengar ada suara orang yang berbicara di depan rumah, orang yang ditugaskan untuk menjaga rumah itu, langsung keluar untuk mengecek.ClekkSeketika Mira dan Candra di buat begitu kaget, karena tiba-tiba ada orang
"Saya mau bertemu dengan Pemilik rumah ini," jawab Reni, sedangkan Nilam langsung mengerutkan keningnya."Tapi, ada apa ya, Ren? kamu mau bertemu denganku. Apa kita sebelumnya pernah kenal?” tanya Nilam."Belum, Tante. Tapi saya datang kemari mau membicarakan soal rumah Tante yang berada di daerah XX," Jawab Reni.Sementara Nilam langsung menyuruh cucunya supaya langsung ke kamar buat ganti baju dulu, sedangkan Reni langsung membicarakan apa maksud dan tujuannya ingin bertemu dengan Nilam.Ya, sertifikat rumah milik Nilam yang rumahnya dibeli sama suaminya belum beres. Sehingga Reni maunya sertifikat itu diatas namakannya saja, jangan namanya Mira, ‘alias selingkuhan suaminya’."Aduh, bagaimana ya, Ren. Bukannya saya tidak mau, tapi yang membeli rumah itukan pak Candra. Dan pak Candra itu ingin kalau sertifikat rumah itu atas nama istrinya," tolak Nilam, yang tak bisa begitu saja menuruti keinginan Reni."Tapi saya ini istri pertamanya yang sah loh, Tante. Asal Tante tau, suami saya i