Sesampainya di kantor! Reni tak mendapati suaminya, dan Reni sudah bisa menebak ke mana suaminya itu pergi.
"Ck! Jadi bener ya, Mas. Apa yang dikatakan oleh Dewi, jika kamu datang dan pergi sesuka hati ke kantor. Kamu pikir kantorku ini tempat untuk apa, Mas? Untuk main-main," batin Reni, yang lantas memeriksa ruangan yang selama ini Candra tempati. Semuanya nggak ada yang mencurigakan, dekorasinya masih sama seperti dulu saat Reni memimpin perusahaannya. Nggak ada yang berubah, Reni segera duduk di kursi kebesarannya, lalu mengecek semua laci meja. Tak sengaja Reni menemukan cukup banyak struk belanjaan barang branded, mulai dari tas mahal, baju, sepatu, serta alat make up. "Kenapa ada banyak struk belanjaan di sini, mana mahal-mahal lagi harganya?” tanya Reni, seraya mengecek semua nota-nota belanjaan itu, bahkan ada sebuah nota tas limited edition seharga ratusan juta. "Rasanya aku gak pernah dibelikan semua barang-barang ini sama Mas Candra. Si*lan, pasti semua barang-barang ini untuk gundiknya, awas saja kamu, Mas," maki Reni dalam hati. "Permisi," ucap Dewi, seraya mengetuk pintu ruangan Reni. "Iya! Masuk, Wi," titah Reni, sehingga Dewi segera masuk ke dalam. "Maaf, Bu. Saya sudah memberitahukan kepada para petinggi perusahaan, jika pagi ini Bu Reni mengadakan rapat," beritahunya. "Baiklah. Oh iya, Wi. Tolong kamu suruh orang buat mengemasi semua barang-barang milik suami saya, karena mulai sekarang ruangan ini akan saya tempati kembali," titah Reni. "Baik, Bu," jawab Dewi patuh. Dewi segera memanggil seorang OB, untuk membereskan semua barang-barang milik Candra. Setelah itu Reni dan Dewi segera pergi ke ruang rapat. Begitu Reni masuk, semua orang yang berada di ruang rapat segera berdiri untuk menyambut kedatangannya. Semua orang tampak bertanya-tanya ada apakah gerangan? Karena secara tiba-tiba Reni mendadak mengadakan rapat. "Iya! Selamat pagi semuanya, silakan duduk," ujar Reni. "Terima kasih," jawab semuanya, dengan kompak. "Kalian tahu, kenapa saya tiba-tiba mengumpulkan kalian semua disini pagi ini?” tanya Reni. "Maaf, kami semua tidak tahu, Bu," jawab mereka dengan serempak. "Mulai hari ini saya akan kembali mengambil alih untuk memegang perusahaan saya," beritahu Reni. "Lalu bagaimana dengan Pak Candra, Bu?" tanya nya. "Ya otomatis dia sudah gak bekerja di sini lagi, ini perusahaan saya! Jadi saya yang lebih berhak atas perusahaan ini. Dan kalian semua wajib mengikuti semua peraturan yang saya buat, peraturan dari Pak Candra sudah tidak berlaku lagi. Barang siapa nanti yang berani melanggar peraturan di kantor ini saya akan langsung memecatnya," jawab Reni, menjelaskan. "Siapa yang tidak suka dengan keputusan saya, silakan bisa mengundurkan diri," ujar Reni dengan sangat tegas. "Kalau kami sih malah lebih suka kalau Ibu Reni yang mengambil alih kembali perusahaan ini, karena saya lihat perusahaan ini bukannya semakin maju di tangan Pak Candra, yang ada malah semakin berantakan. Bahkan kini perusahan terancam pailit," ujar para petinggi perusahan, yang malah setuju jika perusahaan berada di tangan Reni. "Baiklah, kalau begitu saya anggap kalian semua sudah setuju ya, jika perusahan saya ambil alih. Jujur saya sangat kecewa berat dengan kepemimpinan Pak Candra." Setelah Reni ngomong panjang kali lebar, akhirnya rapat itu pun selesai, dan Reni segera kembali ke ruangannya. Tak lupa Reni meminta laporan keuangan dalam 6 bulan terakhir kepada manajer keuangan. Tak lama seorang manajer keuangan itu datang ke ruangan Reni. Untuk menyerahkan data keuangan yang Reni minta, selama 6 bulan terakhir. Saat Reni mengecek laporan keuangan itu, banyak sekali kejanggalan, karena ada banyak sekali nominal uang dengan nilai yang nggak sedikit keluar tanpa alasan yang jelas. "Loh, ini kenapa laporan keuangannya kok hancur begini. Dan ini, kenapa bisa ada pengeluaran uang sebanyak ini tanpa alasan yang jelas?" tanya Reni. "Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya, Bu. Karena Pak Candra sering kali minta uang kantor dengan jumlah yang tak sedikit," jawab Manajer keuangan itu, seraya menundukkan kepalanya, takut. "Jadi, selama ini suami saya sering mengambil uang kantor dalam jumlah yang besar? Dan tanpa alasan yang jelas," tanya Reni. "Iya! Benar, Bu," jawabnya. "Lalu kenapa kamu gak pernah bilang sama saya, kalau aturannya begini. Pantas saja jika perusahaan saya jadi pailit," marah Reni, “seharusnya kamu bilang sama saya, karena uang yang diambil sama suami saya sudah nggak wajar begini. Lihatlah perusahaan ini jadi terancam pailit karenanya, dan ini juga bisa berimbas sama kalian semua loh," lanjutnya. "Maafkan saya, Bu. Saya diancam sama Pak Candra jika saya lapor ke Ibu, maka saya akan dipecat," ujarnya. "Lalu kamu takut dengan ancamannya begitu? Heh, yang punya perusahan ini itu saya, jadi hanya saya yang berhak memecat karyawan di sini. Seharusnya kamu mikir, karena semua karyawan dipertaruhkan pekerjaannya di sini, kalau perusahaan ini sampai bangkrut otomatis kalian semua akan kena PHK," ujar Reni. "Maaf, Bu. Saya tidak berpikiran ke sana. Saya pikir Pak Canda itu suaminya Ibu dan perusahaan ini juga udah Ibu percayakan sama Pak Candra," balas manajer itu, sehingga membuat Reni langsung memijat kepalanya, pusing. Yah! Perkataan manajer keuangan itu benar, karena dia sudah mempercayakan perusahaan itu sama suaminya. Otomatis semuanya nurut sama suaminya. Sungguh selama ini Reni merasa begitu sangat dibodohi. Reni segera mengecek kembali laporan keuangan itu, sampai mata Reni dibuat melotot kala melihat pengeluaran dengan nominal yang begitu fantastis, gak lama ini telah keluar. Nilai itu gak main-main sampai miliaran rupiah. Reni kira perusahaannya sedang ada masalah keuangan yang sepele, dan itu sudah biasa. Eh nggak tahunya itu masalah yang sangat besar, karena perusahaannya hampir bangkrut karena perbuatan suaminya sendiri."Loh, ini kenapa ada pengeluaran uang sampai sebesar ini? Buat apa?” tanya Reni.Dada Reni langsung bergemuruh hebat, suaminya seperti sedang menguras semua hartanya. Untung saja semua kartu ATM dan kartu kredit yang dipegang oleh suaminya, sudah Reni bekukan."Maaf, Bu. Uang itu Pak Candra minta sekitar satu bulan yang lalu, dan saya juga tidak tahu buat apa uang itu," jawabnya."Aku minta sekarang juga kamu telusuri ke mana uang itu digunakan," titah Reni, dada Reni sampai naik turun menahan amarah, karena Reni baru tahu jika perusahaannya bermasalah karena ulah suaminya sendiri."Baik, Bu. Laksanakan," jawab manajer itu langsung melakukan perintah dari Reni.Sungguh Reni merasa begitu sangat bodoh, karena selama ini Reni nggak pernah sekalipun mengecek perusahaannya. Reni sudah begitu sangat percaya dengan suaminya.Reni kini langsung memijit pelipisnya pusing. "Kamu sangat tega sekali denganku, Mas. Padahal selama ini aku gak pernah perhitungan sama kamu, dan keluarga kamu. Tapi
Reni baru saja selesai memimpin meeting, ketika tiba-tiba ditelepon Ibu mertuanya. Dengan kesal dan gondok, langsung mengangkatnya."Halo, Bu," jawab Reni, dengan sedikit ketus. Tidak seperti biasanya, karena sekarang Reni sudah tahu borok mertuanya. Kalau dulu okelah Reni selalu bersikap baik dengan mertuanya, karena mertuanya begitu baik dengannya. Tapi nyatanya kebaikannya ibu mertuanya itu hanyalah palsu belaka."Iya, halo Ren. Apa kabar kamu Sayang, mama kangen nih sama kamu," ujar Ratih.Mungkin dulu Reni akan merasa sangat senang dengan perkataan ibu mertuanya, yang terlihat begitu menyayanginya. Tapi tidak untuk sekarang, yang ada Reni sekarang ingin muntah mendengar perkataan dari ibu mertuanya, yang pura-pura baik dengannya."Keadaan Reni, yah beginilah, Mah. Lagi nggak baik-baik saja," jawab Reni."Owh! iya, mama lupa. Kata Candra kamu kan sedang nggak enak badan ya? Aduh maaf ya, mama belum bisa nengokin kamu di rumah. Lalu bagaimana sekarang keadaan kamu, Sayang?" tanya R
Pretttt."Eh! aduh maaf, Sayang. Mungkin ini Mama makannya kekenyangan kali ya, sehingga perut Mama langsung mules. Ya sudah, Mama mau ke toilet dulu," ujar Ratih. Ia langsung kocar kacir ke toilet, membuat Reni ingin tertawa ngakak.Sengaja Reni membelikan makanan kesukaan ibu mertuanya. Tak lupa, Reni juga memberikan sedikit obat pencahar, supaya ibu mertuanya sakit perut.Kalau sudah begini, waktunya Reni beraksi."Bagaimana, Ma. Udah lega?" tanya Reni, saat ibu mertuanya keluar dari toilet."Iya sudah, Sayang," jawab Ratih, tapi sedetik kemudian perutnya kembali mulas sehingga Ratih langsung ke toilet lagi."Aduh duh, mules lagi nih perut Mama. Bentar ya, Ren," ujar Ratih. Ia lari terbirit-birit ke toilet. "Hahaha ...., rasakan kamu, Ibu mertuaku yang tersayang. Makanya, kamu jangan pernah main-main sama Reni. Kita lihat saja nanti, aku akan membuat kalian menjadi miskin lagi," ujar Reni, seraya mengambil sebuah berkas supaya ditandatangani oleh Ratih."Eh, Ma. Itu di depan ada P
Di Eropa, kini Mira merengek minta diajak jalan-jalan, makan-makan dan shopping sehingga Candra langsung menurutinya, karena Mira bilangnya anaknya yang lagi pengen. Ya, Mira paling tahu banget kelemahan Candra, karena selama ini Candra begitu menginginkan seorang anak.Di pusat perbelanjaan, Mira membeli apa yang ingin dibelinya. Mulai dari sepatu brand ternama, baju, dan juga tas yang harganya begitu fantastis. Candra lagi pusing mikirin keuangan kantor, eh, istri keduanya malah asyik shopping tanpa memikirkan uangnya.Ditambah lagi Mira minta dibelikan satu set perhiasan mewah sama Candra."Mas, kamu belikan aku juga dong perhiasan mewah," pinta Mira, dengan suara yang dibuat semanis mungkin."Ehmmm! Itu bisa lain kali saja ya, Mir. Jangan sekarang," tolak Candra, yang seketika membuat Mira ngambek."Ish, Mas. kamu kok begitu sih, aku ini lagi hamil dan ini anak kamu loh yang minta," ujar Mira beralasan, seraya mengempaskan tangan Candra yang tadi di pegangnya."Please, kamu tolong
“Ya ampun, Mir. Kamu jadi orang perhitungan banget sih, uang yang kamu punya juga dari aku kali. Kok saat aku kesusahan kamunya malah kayak gak mau keluar uang," ujar Candra."Ya ... ya! Bukan begitu, Mas. Maksud aku kan uang kamu itu banyak jadi gak salah dong kalau aku minta ganti," balas Mira, padahal Mira itu emang aslinya pelit beda banget sama Reni."Ya, sudah. Kalau begitu ayo kita pulang sekarang," ujar Candra, yang langsung melangkah pergi lebih dahulu."Ya Tuhan, apes banget sih nasib aku. Mau babymoon saja nggak jadi, tapi ya udahlah minimal aku sudah pernah menginjakkan kakiku di Eropa," gumam Mira dalam hati.Begitu saja Mira masih bisa pamer loh dengan mengunggah liburannya di story WA-nya. Padahal liburannya gagal total, tapi yang penting Mira masih bisa pamer ke teman-teman dan saudaranya.***"Loh, Reni. Tumben kamu datang ke perusahaannya om?" tanya omnya Reni yang bernama Dipta.Ya, dulu Dipta sudah pernah menasehati Reni untuk hati-hati dengan suaminya, karena Dipt
"Nggak apa-apa. Tapi jujur saja tadi jantung saya hampir mau copot melihat ada anak kecil yang tiba-tiba melintas di jalan raya," balas Reni."Ya sudah, ayo Sayang kita pulang ya," ajak Nilam yang mengajak cucunya pulang."Nggak, Caca gak mau pulang. Caca benci sama Tante Risa, Caca gak mau punya Mamah seperti Tante Risa, Nek. Dia jahat,” ujar Caca. Gadis kecil itu memang ngambek begitu tahu ayahnya mau menikah sama Risa."Enggak, Sayang. Papa nggak akan menikah sama Tante Risa, nanti biar Nenek yang bilangin ya. Tante Risa itu kemarin hanya bohong bilang begitu ke Caca," rayu Nilam supaya cucunya mau pulang."Nggak mau, Papah jahat," rengek Caca.Ya, Caca sudah nggak punya ibu sekarang, karena ibunya sudah meninggal saat melahirkan Caca sehingga ia hidup dengan kekurangan kasih sayang dari seorang ibu.Dan saat ini ayahnya Caca sedang dekat dengan Risa, yang merupakan seorang model di perusahaan ayahnya Caca. Tapi Caca sangat tidak menyukai Risa. Di depan ayahnya Caca saja dia baik,
"Saya mau bertemu dengan Pemilik rumah ini," jawab Reni, sedangkan Nilam langsung mengerutkan keningnya."Tapi, ada apa ya, Ren? kamu mau bertemu denganku. Apa kita sebelumnya pernah kenal?” tanya Nilam."Belum, Tante. Tapi saya datang kemari mau membicarakan soal rumah Tante yang berada di daerah XX," Jawab Reni.Sementara Nilam langsung menyuruh cucunya supaya langsung ke kamar buat ganti baju dulu, sedangkan Reni langsung membicarakan apa maksud dan tujuannya ingin bertemu dengan Nilam.Ya, sertifikat rumah milik Nilam yang rumahnya dibeli sama suaminya belum beres. Sehingga Reni maunya sertifikat itu diatas namakannya saja, jangan namanya Mira, ‘alias selingkuhan suaminya’."Aduh, bagaimana ya, Ren. Bukannya saya tidak mau, tapi yang membeli rumah itukan pak Candra. Dan pak Candra itu ingin kalau sertifikat rumah itu atas nama istrinya," tolak Nilam, yang tak bisa begitu saja menuruti keinginan Reni."Tapi saya ini istri pertamanya yang sah loh, Tante. Asal Tante tau, suami saya i
"Ya ampun, Mas. Aku ini lagi hamil loh, jadi wajar kalau aku ini rewel. Mungkin ini itu bawaan orok, apalagi aku habis perjalanan jauh. Capek, Mas. Aku ingin istirahat.Kenapa kita nggak pulang kerumah mbak Reni saja sih, itu kan juga rumah kamu. Biarkan saja, biar dia tau siapa aku, karena aku itu bosen, Mas. Selalu kucing-kucingan terus." "Nggak bisa, Mir. Ini itu bukan waktu yang pas, nanti saja biar aku yang akan bicara sendiri sama Reni." "Iya, tapi sampai kapan, Mas. Sampai perut aku besar? Aku juga ingin menikah resmi, kasihan nanti anak kita." Tiba-tiba saja ada yang membuka pintu rumah itu. Yah, Reni memang mempekerjakan 3 orang untuk menjaga rumah itu. Sekalian Reni juga menyuruh orang itu untuk membereskan barang-barang yang tidak penting milik Mira. Karena terdengar ada suara orang yang berbicara di depan rumah, orang yang ditugaskan untuk menjaga rumah itu, langsung keluar untuk mengecek.ClekkSeketika Mira dan Candra di buat begitu kaget, karena tiba-tiba ada orang
"Loh, loh. Itu kok meja makan masih kosong? Candra sarapan pakai apa nih, kok nggak ada makanan?” tanya Candra, saat melihat meja makan masih kosong."Yah, Bibi sudah mengundurkan diri, Ndra. karena gajinya belum dibayar, jadi mulai sekarang udah nggak ada ART di rumah ini," jawab Ratih."Loh, kenapa belum dibayar sih, Ma. Kan tinggal bayar saja," ujar Candra dengan entengnya, seperti dia itu orang kaya saja. Yang bayar tinggal bayar."Renikan belum memberikan uangnya, Dra. lalu Mama harus bayar pakai apa," balas Ratih."Ya udah, tinggal minta aja, Ma. Nanti juga ditransfer," titah Candra."Emang nggak pa-pa nih, Mas. Bukankah Mbak Reni itu sedang ngambek sama kita?" tanya Bunga."Ya dicoba saja dulu, Renikan paling nggak bisa marahan sama aku lama-lama," jawab Candra dengan pedenya."Aduh, mana Hp Mama di kamar lagi. Minta duit kamu sajalah Ndra, ini buat beli sarapan. Nanti biar Ibu telepon Reni buat minta duit," minta Ratih."Aduh, Ma. Candra mana ada duit, kan semua kartu Candra s
Reni selalu memilih mengurus suaminya sendiri, dengan menyiapkan makanan untuk suaminya. Kecuali kalau dia sedang sakit."Mama sih, ngapain pakai nyuruh Mas Candra menikahi, Mira. Padahal menurut aku nih ya, Ma. Mira itu emang nggak ada cantik-cantiknya, jauh jika dibandingkan dengan Mbak Reni.”Sekarang uang Bunga sudah habis. Coba saja kakak iparnya tidak sedang marah, pasti Bunga bisa meminta uang sama Reni, buat shopping sama teman-temannya."Buat apa Cantik doang, kalau mandul juga percuma, Nga," ujar Ratih."Tapi lihatlah, Ma. Semuanya jadi kacau begini, Mbak Reni jadi ngambek sama kita. Dan udah nggak mau lagi memberikan uang ke kita.”"Sudahlah, palingan Reni itu ngambeknya cuma sebentar. Nanti juga baik lagi, biar itu jadi urusan Candra. Sudah ah, Mamah mau bangunin Mira dulu, udah siang begitu masih juga belum bangun."Ratih segera mendatangi kamar Candra dan Mira untuk membangunkan keduanya."Mira, Candra, bangun. Sudah jam berapa ini," teriak Ratih, seraya menggedor-gedor
“Mas, jawab dong jangan hanya diam saja," ujar Mira dengan Kesal, karena suaminya di tanya malah diam saja."Ish kamu itu berisik sekali sih, Mir. Iya aku beli semua itu menggunakan uang perusahaannya Reni, puas kamu," jawab Candra."Apa, jadi perusahaan itu miliknya Mbak Reni, Mas. Bukan milik kamu?" tanya Reni, kaget saat mendengar kenyataan itu."Iya, dan otomatis kita akan miskin jika Reni mencabut semua fasilitas yang dia berikan ke aku dan keluarga aku. Karena semua kebutuhan hidup adik dan Ibuku, Renilah yang menanggung," jawab Candra, dengan emosi."Jadi, sebenarnya yang kaya itu istri kamu, Mas. bukan kamu," Mira merasa kaget mendengar perkataan itu, karena Mira pikir suaminya yang kaya."Pantas saja kamu begitu takut sama Mbak Reni, Mas. Jadi selama ini yang kaya Mbak Reni, kirain kamu Mas," ada rasa penyesalan di hati Mira menikah sama Candra, yang dikiranya kaya, tapi nyatanya miskin."Makanya, kamu itu jangan meminta Mas Candra bercerai dari Mbak Reni dong, Mbak. kalau s
Mira melihat perkataan Ibu mertuanya memdadak terlalu lembut sama Reni. padahal tadi saja yang paling marah dengan Reni, karena tidak dikasih uang yang diminta.Mata Reni menyorot seorang wanita, yang diyakini selingkuhan suaminya. "Owh, jadi wanita itu ya, Bu. Istri keduanya Mas Candra? Ya ampun aku kira dia secantik apa. Eh, nggak taunya buluk begitu, ya masih cantikan aku kemana-mana dong. Memangnya nggak ada wanita yang lebih cantik dari aku? Bisa-bisanya Ibu menyuruh Mas Candra menikahi wanita jelek begitu, udah orangnya jelek, hatinya busuk lagi. Nggak selevel banget sama aku," ejek Reni, yang bener-bener tidak menyangka, kalau madunya itu nggak sebanding dengannya.Udah gendut, kulitnya agak gelap, jauh banget sama Reni. Bagaikan langit dan bumi. Sementara Mira yang di hina begitu sama Reni, tentu saja tidak terima."Eh, enak saja kamu ngatain aku jelek. Biar aku jelek begini yang penting bisa hamil, nggak kaya kamu, mandul," Mira balas menghina Reni dengan kata-katanya yang b
"Loh kenapa kamu malah balik lagi, Dra. Mana pakai bawa koper segala lagi?" tanya Ratih, saat melihat Candra balik dengan membawa koper."Jangan bilang kalau kamu malah di usir Mas sama Mbak Reni," tebak Mira."Candra di usir sama Reni, Ma. ternyata dia sudah tau semuanya, kalau Candra menikah lagi," jawab Candra, yang membuat Ratih dan Bunga begitu kaget."Apa, kurang ajar sekali itu si Reni. Beraninya dia mengusir kamu, ayo Dra antarkan Mama kesana biar Mama marahin dia," pinta Ratih, yang merasa geram dengan sikapnya Reni, yang berani mengusir anaknya. "Lagian kenapa kalau kamu nikah lagi sih? bukankah seorang laki laki itu boleh memiliki istri lebih dari satu," ujar Ratih tanpa memikirkan perasaan Reni, padahal Ratih juga seorang perempuan."Aduh, Mas. Kamu ini bagaimana sih, kok bisa di usir sama Mbak Reni. Kamu itu kepala rumah tangga, seharusnya kamu jangan lembek begitu dong. Masak iya diusir begitu langsung pergi sih, itukan rumah kamu," tambah Mira, yang mengira jika rumah
"Enggak, Ren. Tapi aku cintanya sama kamu, aku nggak mau pisah sama kamu," balas Candra."Ck, dasar kamu itu laki-laki yang serakah ya, Mas. Aku nggak habis pikir sama perilaku kamu dan keluarga kamu yang bisa-bisanya nusuk aku dari belakang begini, padahal aku ini kurang apa sih sama kalian semua.Setiap bulan aku jatah uang bulanan sebanyak 5 juta untuk Ibu kamu, adik kamu 3 juta. Bahkan kamu saja aku percayakan perusahaanku di tangan kamu, Mas. Tapi apa yang kalian lakukan padaku? kalian semua memang tidak tau diri dan tidak tau terimakasih. Padahal aku loh, Mas. Yang mengangkat derajat keluarga kamu itu, tapi bisa-bisanya kalian semua pada menikamku dari belakang.Sakit Mas, sakit. kamu pikir tidak sakit? hah. Kalian memang manusia-manusia yang tidak bersyukur, begitu saja kamu masih bisa mencuri uangku, Mas," ujar Reni dengan marah-marah."Mencuri, Maksud kamu apa? Aku tidak mencuri uang kamu loh, Ren.""Ternyata selama ini secara diam-diam kamu telah mentransfer sejumlah uang d
Sesampainya di rumahnya Reni, Candra malah dilarang masuk sama satpam yang sedang berjaga di rumah. ya, Reni sudah membereskan baju-baju milik suaminya ke dalam koper, dan nanti Reni tinggal mengusir suaminya. Tidak lupa Reni juga berpesan sama penjaga di rumahnya jika ada suaminya datang ataupun keluarga dari suaminya dilarang masuk."Maaf, pak Candra. Anda di larang masuk sama Bu Reni," beritahu seorang satpam, ketika Candra minta di bukain gerbangnya."Apa, nggak mungkin. Heh, aku ini suaminya, bagaimana bisa istri saya melarang saya untuk masuk ke dalam rumah saya sendiri?" tanya Candra, dengan marah-marah. Ah, sepertinya Candra lupa jika rumah itu adalah rumahnya Reni bukan rumahnya.Badan sudah terasa capek banget habis perjalanan jauh. Eh, ketika pulang ke rumahnya 'Mira' malah dilarang masuk sama orang suruhan Reni, terpaksa Candra harus membawa istri keduanya untuk kerumah Ibunya. Dan sekarang ketika Candra pulang ke rumah istri pertamanya juga tidak diperboleh masuk ke dalam
"Ya ampun, Mas. Aku ini lagi hamil loh, jadi wajar kalau aku ini rewel. Mungkin ini itu bawaan orok, apalagi aku habis perjalanan jauh. Capek, Mas. Aku ingin istirahat.Kenapa kita nggak pulang kerumah mbak Reni saja sih, itu kan juga rumah kamu. Biarkan saja, biar dia tau siapa aku, karena aku itu bosen, Mas. Selalu kucing-kucingan terus." "Nggak bisa, Mir. Ini itu bukan waktu yang pas, nanti saja biar aku yang akan bicara sendiri sama Reni." "Iya, tapi sampai kapan, Mas. Sampai perut aku besar? Aku juga ingin menikah resmi, kasihan nanti anak kita." Tiba-tiba saja ada yang membuka pintu rumah itu. Yah, Reni memang mempekerjakan 3 orang untuk menjaga rumah itu. Sekalian Reni juga menyuruh orang itu untuk membereskan barang-barang yang tidak penting milik Mira. Karena terdengar ada suara orang yang berbicara di depan rumah, orang yang ditugaskan untuk menjaga rumah itu, langsung keluar untuk mengecek.ClekkSeketika Mira dan Candra di buat begitu kaget, karena tiba-tiba ada orang
"Saya mau bertemu dengan Pemilik rumah ini," jawab Reni, sedangkan Nilam langsung mengerutkan keningnya."Tapi, ada apa ya, Ren? kamu mau bertemu denganku. Apa kita sebelumnya pernah kenal?” tanya Nilam."Belum, Tante. Tapi saya datang kemari mau membicarakan soal rumah Tante yang berada di daerah XX," Jawab Reni.Sementara Nilam langsung menyuruh cucunya supaya langsung ke kamar buat ganti baju dulu, sedangkan Reni langsung membicarakan apa maksud dan tujuannya ingin bertemu dengan Nilam.Ya, sertifikat rumah milik Nilam yang rumahnya dibeli sama suaminya belum beres. Sehingga Reni maunya sertifikat itu diatas namakannya saja, jangan namanya Mira, ‘alias selingkuhan suaminya’."Aduh, bagaimana ya, Ren. Bukannya saya tidak mau, tapi yang membeli rumah itukan pak Candra. Dan pak Candra itu ingin kalau sertifikat rumah itu atas nama istrinya," tolak Nilam, yang tak bisa begitu saja menuruti keinginan Reni."Tapi saya ini istri pertamanya yang sah loh, Tante. Asal Tante tau, suami saya i