“Tolong buka pintunya, Rein! Kamu kenapa? Kenapa sikap kamu aneh sekali? Apa kamu tidak merindukan aku?” Dia mendorong pintu yang sedang kututup rapat.
Suara itu, suara yang sudah seminggu tidak aku dengar. Suara yang hanya bisa ku dengar melalui sambungan telepon kini aku dapat mendengarnya secara langsung. Aku sangat rindu, aku merindukan pemilik suara itu. Rasanya aku ingin memeluk dan melampiaskan kerinduanku selama ini.
Namun, seketika rasa bersalahku muncul lagi. Aku tidak bisa membiarkan rasa ini tumbuh dengan lebih hebat lagi.
Dia adalah Niko, kekasihku sejak SMA. Orang yang telah membuatku sembuh dari rasa trauma. Orang yang telah membuatku bahagia saat bersamanya.
Niko terus mendorong pintu dengan sekuat tenaga hingga akhirnya pintu itu terbuka. Niko langsung memelukku. Aku terus menolak, tapi dia juga semakin mengeratkan pelukannya. Ya, aku sangat merindukannya. Tubuhku serasa ingin pelukan itu lebih lama.
Saat Niko memeluk ku, aku merasakan kehangatan yang selama ini aku rindukan. Aku meneteskan air mata, entah air mata bahagia atau air mata kesedihan karena rasa bersalah.
Andai saja kejadian itu tidak menimpaku, pasti aku akan menjadi wanita yang paling bahagia di muka bumi ini. Kembali bertemu dengan kekasih setelah dua tahun berpisah, merupakan suatu penantian yang sangat diimpikan bagi sebagian orang.
“Sayang, kamu kenapa? Ke mana kamu selama ini, kenapa ponsel mu mati? Kamu membuatku khawatir. Aku bahkan tidak bisa menghubungi kamu. Sampai aku harus memajukan kepulanganku, karena aku takut terjadi sesuatu dengan kamu,” ucap Niko masih memelukku erat.
Aku masih membiarkan tubuhku dipeluk sejenak olehnya. Lalu perlahan aku melepas pelukannya.
“Kak Niko, maafkan aku telah membuatmu khawatir,” ucapku dengan menunduk. Aku tak berani mengangkat kepalaku.
Niko mengangkat daguku, memintaku untuk menatap matanya yang tersirat kerinduan mendalam.
“Sebenarnya ada apa? Kamu kenapa? Apa yang terjadi? Tidak biasanya kamu seperti ini. Kamu menghilang tanpa kabar, bahkan janjimu untuk menjemputku di bandara pun kamu ingkari. Sebenarnya ada apa, katakan sejujurnya, Sayang...” pinta Niko. Kedua tangannya memegang bahuku.
“A–aku… a–aku .... ”
Aku tidak sanggup melanjutkan perkataanku.
Kemudian Niko mengajakku untuk duduk.
“Ada masalah apa, hem? Katakan saja. Sepahit apa pun kenyataannya, aku akan terima, Rein,” ujar Niko selembut mungkin.
“Aku tidak apa-apa, Kak,” ucapku sambil menangis.
“Kamu menangis, Rein... ini pasti ada yang tidak beres.” Sepertinya Niko mulai curiga dengan sikapku.
Aku hanya menggeleng pasrah sambil terus menangis. Rasanya mulutku tak sanggup untuk mengungkapkan semuanya.
“Kamu jangan membuat aku menjadi laki-laki bodoh yang tidak tau apa-apa, Reina... aku tahu kamu, aku tahu semua tentang kamu.”
Aku terkejut saat Niko tiba-tiba merosot dan bersimpuh di depanku. Matanya berkaca-kaca, sepertinya dia mengetahui suatu hal tentang rahasiaku.
Aku menatapnya nanar dengan mata yang sudah basah karena air mata yang terus mengalir.
“Jangan seperti ini, Kak... aku mohon Kakak bangun.”
Aku membantunya untuk bangkit dan duduk sejajar denganku. “Kak Niko tau semua tentang aku?” tanyaku kemudian.
“Iya. Aku tahu semua tentang kamu. Semua tingkah laku kamu, gerak gerik kamu, hingga kamu keluar dari rumah itu dengan tangisan pun aku tau!” kata Niko dengan nada cukup tinggi.
Deg!
‘Astaga, apa Kak Niko benar-benar sudah mengetahui apa yang selama ini aku tutupi?’ Batinku menerka.
“Kenapa kamu mencoba menutupi semuanya dariku? Apa aku tidak sepenting itu untuk kamu?!” Niko meremas kepalanya kesal. Mungkin karena merasa jengkel dengan sikapku yang tertutup.
“Kak, aku—”
“Sebenarnya apa yang terjadi? Katakan apa yang membuatmu hingga menjadi seperti ini? Aku ingin mendengar semua itu langsung dari mulutmu. Katakan, Reina, katakan!” teriak Niko. Bentakannya membuat hatiku bergelayar nyeri.
“Aku tidak mungkin menceritakan semuanya sama kamu, Kak!” Aku menyerah. Aku memberanikan diri untuk membela diri.
“Kenapa? Kenapa? Kenapa aku tidak boleh tahu? Aku kekasih kamu, aku berhak tahu semuanya tentang kamu, Reina!”
Kami terus berdebat. Aku berpegang pada pemikiran ku begitupula dengan Niko.
“Setelah kamu tahu apa yang terjadi dengan aku beberapa hari lalu, aku yakin kamu tidak akan bisa menerima aku! Aku bukan Reina yang dulu, Kak! Wanita suci yang selama ini kamu cintai sudah tidak ada lagi!”
Kali ini tercetuslah suatu kalimat yang membuatku gentar. Tapi lebih baik menyakitkan sekarang daripada harus menjadi momok yang membuatku terus diselimuti rasa bersalah. Aku sudah siap seandainya dia memilih mundur dari hubungan ini.
Niko menatapku sangat dalam. Entah mengapa dia manggut-manggut sambil tersenyum miring yang justru membuatku semakin bingung.
“Jadi benar dugaanku? Siapa yang sudah menodai kamu?” tanyanya terdengar dingin. Niko membuang pandangannya ke sembarang arah untuk menghindari tatapan mataku.
“Rama Adijaya. Dia yang sudah merenggut paksa apa yang selama ini aku pertahankan.”
Kalimat itu begitu lancar keluar dari mulutku. Rasanya mungkin sudah tidak perlu lagi untuk aku tutupi. Niko sudah tahu semuanya dan itu pasti karena mata-mata yang dia suruh untuk mengawasi kegiatanku.
Aku mulai menceritakan semuanya kepada Niko. Sedetail-detailnya tanpa ada yang aku kurangi maupun aku tambahi. Aku bercerita tanpa ada yang tertinggal sedikit pun.
“Kurang ajar! Berani-beraninya dia menyentuh wanitaku!” Niko mengumpat karena emosinya sudah tak terjaga.
Aku memegang tangannya kemudian meminta matanya untuk melihat mataku. “Sekarang kamu sudah tahu tentang apa yang menimpaku. Aku wanita hina, aku sudah tidak suci lagi dan rasanya sudah tidak pantas aku bermimpi bersanding dengan kamu. Aku sudah ikhlas jika kamu memutuskan hubungan ini. Aku akan terima keputusan apapun yang kamu ambil.”
Aku sudah pasrah dengan hubungan yang selama enam tahun lebih kami jalin bersama.
Niko merengkuh tubuhku dalam pelukannya. Dia menangis sejadi-jadinya.
“Maafkan aku, Reina, maafkan aku. Aku sudah gagal menjadi laki-laki terbaik buat kamu. Jika aku menentang keluargaku dan memilih tinggal di sini bersama kamu, kejadian buruk ini tidak akan menimpa kamu. Mungkin saja kita sudah menikah dan tidak ada pria lain yang bisa mendekati kamu. Dan sekarang… apapun keadaan kamu, aku tidak peduli. Kamu tetap suci di mataku. Aku akan tetap menikahi kamu.”
Air mataku luruh begitu saja mendengar apa yang dia ucapkan. Benarkah apa yang kudengar ini? Dia tidak mempedulikan keadaanku bahkan dia tetap nekad untuk menikahiku?
“Apa kamu yakin dengan apa yang kamu ucapkan? Aku tidak bisa memberi apa yang kamu idamkan?” tanyaku memastikan. Ini bukan perkara sepele. Setiap laki-laki pasti menginginkan pasangan yang suci.
“Aku yakin. Tapi sebelum kita menikah, aku ingin memberi laki-laki biadab itu pelajaran.” Pernyataan Niko membuatku terperangah.
“Pelajaran? Maksud kamu?”
“Keluarganya harus tau tentang kelakuan bejad anaknya. Seenaknya saja mereka terlihat terpandang, padahal kelakuan anaknya sangat menjijikkan!” umpat Niko.
“Untuk apa? Aku sudah malas berhubungan dengan laki-laki itu, Kak.”
“Pokoknya kamu besok ikut aku ke rumahnya. Mereka harus meminta maaf sama kamu atas apa yang telah anaknya perbuat,” ujar Niko.
**
Aku dan Niko sedang berada di jalan menuju kediaman Adijaya. Sejujurnya aku sangat takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apa yang akan terjadi setelah ini? Mereka adalah keluarga terpandang, apa pun bisa mereka lakukan. Membayangkannya saja sudah membuatku ngeri.
Mobil telah berhenti, Niko izin kepada satpam di rumah ini. Satpam tersebut menghubungi pihak dalam. Setelah beberapa menit, kami pun diizinkan untuk masuk.
Kami telah berada di depan rumah Adijaya. Bi Tri mempersilakan kami masuk dan menyuruh kami duduk di ruang tamu.
Kami menunggu beberapa saat. Tak perlu waktu lama, seluruh anggota di rumah ini telah berkumpul. Aku melihat laki-laki itu, seketika membuatku takut dan berlindung di belakang tubuh Niko.
“Lho, Reina. Tumben malam-malam begini. Ada perlu apa?” tanya Bu Ningrum padaku dengan Ramah.
“Siapa, Mah?” tanya pak Adijaya pada istrinya.
“Itu lho, Pah. Namanya Reina, guru private Dika, yang mama ceritakan kemarin,” jawab Bu Ningrum menjelaskan pada suaminya.
“Oh, ada perlu apa ya kalian ke sini?” tanya pak Adijaya sopan pada kami.
“Selamat malam, Om, Tante dan … kau!” ucap Niko sambil menatap Rama penuh amarah.
“Tenang, tenang ... ada apa ini? Kenapa kamu menatap anak saya seperti itu?” tanya Bu Ningrum terlihat panik. Kuperhatikan sedari tadi Bu Ningrum melihat tatapan Niko tidak biasa terhadap Rama.
“Kami datang kemari untuk meminta pertanggung jawaban dari laki-laki itu!” ucap Niko menunjuk Rama tanpa basa-basi.
“Apa maksud kamu? Pertanggung jawaban apa? Memangnya apa yang sudah diperbuat oleh putra saya?” tanya pak Adijaya lalu melihat ke arah Rama.
“Saya tidak mau berbasa-basi lagi, Om, Tante. Anak kebanggaan Om dan Tante ini telah merusak dan menodai calon istri saya dengan tidak terhormat!”
“Menodai? Calon istri? Apa maksud kamu? Cepat jelaskan, jangan berbelit-belit!” ucap Pak Adijaya. Ia pun mulai tersulut emosi. Terdengar jelas dari nada bicaranya yang sedikit meninggi.
“Dia telah memperk*sa Reina calon istri saya, saat Reina menginap di sini beberapa hari yang lalu, Om!” terang Niko tegas dan jelas.
“Apa?” ucap Pak Adijaya, Bu Ningrum dan Dika bersamaan. Mereka melongo seakan tidak percaya dengan apa yang mereka dengar barusan.
“Lelucon macam apa ini? Anak saya tidak mungkin melakukan hal keji seperti itu!” elak pak Adijaya seperti tidak terima.
“Reina… apa maksud semua ini? Apa yang dikatakan teman kamu ini benar?” Bu Ningrum menyelidiki ku dengan tatapan sendu.
Aku melihat ke arah Niko. Dia mengangguk dan menggenggam tanganku erat-erat seperti sebuah kekuatan yang dia salurkan agar aku bisa menceritakan kejujuran.
“Tidak usah takut. Katakan saja semuanya,” perintah Niko padaku.
Aku pun mulai menceritakan kejadian malam itu. Sangat memilukan jika diingat
“Jadi, kamu tidak mau mengajari Dika lagi dan pergi pagi-pagi sekali waktu itu karena ini?” tanya Bu Ningrum padaku dan aku pun mengangguk.
Plak! Plak!
PLAK! PLAK!Suara tamparan terdengar sangat kencang, membuat sang pemilik wajah itu meringis kesakitan. Pak Adijaya menampar Rama berkali kali.“Memalukan! Kamu itu seorang pemimpin, Rama! Bagaimana bisa kelakuan mu seperti binatang!” kesal Pak Adijaya.Bu Ningrum hanya menangis membiarkan suaminya menampar dan memarahi putranya. Karena rasanya memang pantas Rama mendapat perlakuan seperti itu. Anak itu telah mencoreng nama baik keluarganya.“Papa dan mama membesarkan kamu dengan penuh cinta, kenapa kamu membalas kami dengan seperti ini. Apa salah kami, Rama? Sekarang kamu jawab, apa benar yang dikatakan gadis ini?” tanya pak Adijaya pada Rama dengan tegas.Rama hanya mengangguk, membuat orang tuanya tampak lemas dan frustasi.“Kamu telah membuang kotoran di muka mama dan papa, Rama. Sekarang kamu harus bertanggung jawab atas perbuatan kamu. Nikahi Reina minggu depan!” ucap Bu Ningrum pada Rama. “Rama tidak sengaja melakukan hal itu, Mah! Rama sedang mabuk.” Rama mencoba membela diri
Doorrrr!! Doorrr!!!Suara tembakan mengenai tubuh seseorang sehingga terdengar Niko menghentikan ucapannya saat itu juga. AAAAA!!Bertepatan dengan suara tembakan tersebut, para tamu undangan menjerit dan berteriak histeris karena kaget melihat kejadian tragis yang terjadi di hadapan mereka. Tak terkecuali aku yang juga sukses dibuat terkejut dan penasaran.Aku langsung berdiri untuk memastikan siapa yang terkena suara tembakan itu. Aku shock saat melihat ternyata Niko lah yang tergeletak tidak berdaya di sana. “Kak NIKO!” teriakku sambil berlari dan menangis melihat keadaan Niko yang mengenaskan. Setengah tubuhnya dipenuhi dengan lumuran darah.Aku bersimpuh di sisinya lalu mengangkat kepalanya di pangkuanku. Aku masih menangis sejadi-jadinya. Semua orang mengerubungi kami dengan tangisan, namun semuanya hanya bisa menangis iba karena tidak bisa melakukan apa-apa.“Panggil ambulance sekarang! Kita harus bawa Niko ke rumah sakit sekarang juga!” titah Daffa kepada kami semua dengan r
Reina Amanda, seorang guru matematika yang sedang berjuang hidup di tengah kerasnya ibukota mengalami nasib nahas yang membuat kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat.Kehidupan Reina sebelumnya berjalan baik-baik saja sebelum kejadian buruk menimpa dirinya. Suatu kejadian yang membuat hidupnya hancur berantakan beserta dengan karir yang tengah Reina bangun dengan susah payah.Kejadian itu bermula saat Reina mengajar les private di rumah salah satu muridnya. Malam itu hujan turun sangat deras dan petir saling bersahutan sehingga menumbangkan pohon-pohon di jalanan. Reina dipaksa menginap oleh sang pemilik rumah. Dan di rumah itulah semua penderitaan Reina dimulai. ***Tengah malam aku terbangun dari tidurku. Aku merasa tenggorokanku sangat kering. Aku haus dan aku memutuskan ke lantai bawah untuk mengambil air minum.Setiap sudut ruangan terlihat sangat gelap, hanya beberapa lampu saja yang masih menyala. Aku turun pelahan-lahan menuju dapur untuk mengambil minum.Setelah
Kejadian malam itu benar-benar membuat ku terpukul. Apa yang ku pertahankan selama ini, kini tak berarti lagi. Sesuatu yang seharusnya ku berikan kepada suamiku, direnggut paksa oleh seseorang yang tidak aku kenal.***Aku telah sampai di kosan. Sekarang pukul lima kurang lima belas menit. Aku mendengar suara adzan berkumandang. Awalnya aku enggan karena aku merasa sangat hina di hadapan-Nya.Tetapi, ini sebuah kewajiban yang harus kutunaikan. Kemudian aku memaksa untuk tetap berdiri dan melaksanakan kewajiban ku. Aku menangis mengharapkan ampunan-Nya. Aku bertaubat, aku sangat malu dengan keadaanku saat ini.Masih dalam keadaan menangis dan bersimpuh di sajadahku, aku meringkuk sambil terus meminta ampunan. Sampai akhirnya aku tertidur karena lelah akibat terlalu banyak menangis.Aku terbangun dari tidurku. Aku melihat pukul dua belas siang. Tubuhku terasa remuk dan sakit semua. Aku merasa sangat malas. Tapi aku memaksakan diri untuk mandi, lalu sholat dzuhur.Aku keluar rumah untuk
Doorrrr!! Doorrr!!!Suara tembakan mengenai tubuh seseorang sehingga terdengar Niko menghentikan ucapannya saat itu juga. AAAAA!!Bertepatan dengan suara tembakan tersebut, para tamu undangan menjerit dan berteriak histeris karena kaget melihat kejadian tragis yang terjadi di hadapan mereka. Tak terkecuali aku yang juga sukses dibuat terkejut dan penasaran.Aku langsung berdiri untuk memastikan siapa yang terkena suara tembakan itu. Aku shock saat melihat ternyata Niko lah yang tergeletak tidak berdaya di sana. “Kak NIKO!” teriakku sambil berlari dan menangis melihat keadaan Niko yang mengenaskan. Setengah tubuhnya dipenuhi dengan lumuran darah.Aku bersimpuh di sisinya lalu mengangkat kepalanya di pangkuanku. Aku masih menangis sejadi-jadinya. Semua orang mengerubungi kami dengan tangisan, namun semuanya hanya bisa menangis iba karena tidak bisa melakukan apa-apa.“Panggil ambulance sekarang! Kita harus bawa Niko ke rumah sakit sekarang juga!” titah Daffa kepada kami semua dengan r
PLAK! PLAK!Suara tamparan terdengar sangat kencang, membuat sang pemilik wajah itu meringis kesakitan. Pak Adijaya menampar Rama berkali kali.“Memalukan! Kamu itu seorang pemimpin, Rama! Bagaimana bisa kelakuan mu seperti binatang!” kesal Pak Adijaya.Bu Ningrum hanya menangis membiarkan suaminya menampar dan memarahi putranya. Karena rasanya memang pantas Rama mendapat perlakuan seperti itu. Anak itu telah mencoreng nama baik keluarganya.“Papa dan mama membesarkan kamu dengan penuh cinta, kenapa kamu membalas kami dengan seperti ini. Apa salah kami, Rama? Sekarang kamu jawab, apa benar yang dikatakan gadis ini?” tanya pak Adijaya pada Rama dengan tegas.Rama hanya mengangguk, membuat orang tuanya tampak lemas dan frustasi.“Kamu telah membuang kotoran di muka mama dan papa, Rama. Sekarang kamu harus bertanggung jawab atas perbuatan kamu. Nikahi Reina minggu depan!” ucap Bu Ningrum pada Rama. “Rama tidak sengaja melakukan hal itu, Mah! Rama sedang mabuk.” Rama mencoba membela diri
“Tolong buka pintunya, Rein! Kamu kenapa? Kenapa sikap kamu aneh sekali? Apa kamu tidak merindukan aku?” Dia mendorong pintu yang sedang kututup rapat.Suara itu, suara yang sudah seminggu tidak aku dengar. Suara yang hanya bisa ku dengar melalui sambungan telepon kini aku dapat mendengarnya secara langsung. Aku sangat rindu, aku merindukan pemilik suara itu. Rasanya aku ingin memeluk dan melampiaskan kerinduanku selama ini.Namun, seketika rasa bersalahku muncul lagi. Aku tidak bisa membiarkan rasa ini tumbuh dengan lebih hebat lagi.Dia adalah Niko, kekasihku sejak SMA. Orang yang telah membuatku sembuh dari rasa trauma. Orang yang telah membuatku bahagia saat bersamanya.Niko terus mendorong pintu dengan sekuat tenaga hingga akhirnya pintu itu terbuka. Niko langsung memelukku. Aku terus menolak, tapi dia juga semakin mengeratkan pelukannya. Ya, aku sangat merindukannya. Tubuhku serasa ingin pelukan itu lebih lama.Saat Niko memeluk ku, aku merasakan kehangatan yang selama ini aku r
Kejadian malam itu benar-benar membuat ku terpukul. Apa yang ku pertahankan selama ini, kini tak berarti lagi. Sesuatu yang seharusnya ku berikan kepada suamiku, direnggut paksa oleh seseorang yang tidak aku kenal.***Aku telah sampai di kosan. Sekarang pukul lima kurang lima belas menit. Aku mendengar suara adzan berkumandang. Awalnya aku enggan karena aku merasa sangat hina di hadapan-Nya.Tetapi, ini sebuah kewajiban yang harus kutunaikan. Kemudian aku memaksa untuk tetap berdiri dan melaksanakan kewajiban ku. Aku menangis mengharapkan ampunan-Nya. Aku bertaubat, aku sangat malu dengan keadaanku saat ini.Masih dalam keadaan menangis dan bersimpuh di sajadahku, aku meringkuk sambil terus meminta ampunan. Sampai akhirnya aku tertidur karena lelah akibat terlalu banyak menangis.Aku terbangun dari tidurku. Aku melihat pukul dua belas siang. Tubuhku terasa remuk dan sakit semua. Aku merasa sangat malas. Tapi aku memaksakan diri untuk mandi, lalu sholat dzuhur.Aku keluar rumah untuk
Reina Amanda, seorang guru matematika yang sedang berjuang hidup di tengah kerasnya ibukota mengalami nasib nahas yang membuat kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat.Kehidupan Reina sebelumnya berjalan baik-baik saja sebelum kejadian buruk menimpa dirinya. Suatu kejadian yang membuat hidupnya hancur berantakan beserta dengan karir yang tengah Reina bangun dengan susah payah.Kejadian itu bermula saat Reina mengajar les private di rumah salah satu muridnya. Malam itu hujan turun sangat deras dan petir saling bersahutan sehingga menumbangkan pohon-pohon di jalanan. Reina dipaksa menginap oleh sang pemilik rumah. Dan di rumah itulah semua penderitaan Reina dimulai. ***Tengah malam aku terbangun dari tidurku. Aku merasa tenggorokanku sangat kering. Aku haus dan aku memutuskan ke lantai bawah untuk mengambil air minum.Setiap sudut ruangan terlihat sangat gelap, hanya beberapa lampu saja yang masih menyala. Aku turun pelahan-lahan menuju dapur untuk mengambil minum.Setelah