Nada bicara Madeline tiba-tiba menjadi serius.Jeremy tampak terkejut, tapi kegelapan di depannya mencegahnya untuk menangkap ekspresi Madeline saat ini. Dia bahkan tidak bisa menebak mengapa Madeline mencarinya.“Mobilku ada di depan. Ayo cari tempat duduk dan ngobrol, Jeremy.”Undangan proaktif wanita itu membuat jantung Jeremy berdegup kencang.Namun, dia tersenyum dan menolak. “Tidak bisa, Miss Montgomery. Ada sesuatu yang harus kulakukan saat ini.”Madeline melirik Felicity yang sedang menunggu di samping. “Tidak apa-apa. Kamu bisa pacaran dulu dengan pacarmu. Kita akan janjian lagi.”Pacar?Jeremy lalu mengerti. Hatinya terasa sakit.‘Jeremy, kenapa kamu kecewa?’‘Bukankah kau ingin dia salah paham?’Dia mengejek dirinya sendiri dalam diam tapi masih tersenyum hangat pada Madeline. “Silakan masuk kalau mau, Miss Montgomery.”Setelah mengatakan itu dia masuk ke mobil Felicity. Dia sudah berperilaku acuh tak acuh dari awal sampai akhir, tapi hanya dia yang tahu betapa pedulinya dia
“Hei cantik, kenapa kau tidak bermain-main dengan kami bertiga saja? Kami tidak akan memperlakukanmu dengan buruk.”Preman-preman itu mengatakan hal-hal tidak senonoh sambil menatap mesum wajah dan tubuh Madeline.Madeline melirik ketiga preman itu dengan jijik. Tatapannya tajam dan dingin. "Minggir.”Pantai itu luas dan kosong. Jeremy, yang tadinya duduk diam, tiba-tiba mendengar suara Madeline.Dia memalingkan wajahnya untuk mendengarkan dengan seksama, tapi dia malah mendengar suara-suara vulgar dari beberapa laki-laki.“Galaknya!”“Kami kebetulan suka dengan cewek cantik yang galak seperti kamu!”“Ayolah, kami akan membuatmu senang!”Madeline memberikan tatapan dingin. “Jangan sentuh aku. Pergi.”Namun, semakin Madeline melawan, semakin bersemangat ketiga preman pemabuk itu.“Linnie?” Jeremy sekarang yakin kalau itu benar-benar suara Madeline.Dia tak menyangka Madeline akan berada di dekatnya dan ada tiga bajingan yang sekarang sedang melecehkan wanita itu.Tatapannya muram saat d
Bagaimana Jeremy bisa mentolerir laki-laki yang menggunakan kata-kata kasar dan kurang ajar soal tubuh Madeline? Matanya suram, dan kata-katanya dingin seperti es."Meski kalian tidak punya otak dan anggota tubuh yang tidak seberapa, kalian punya penglihatan yang bagus. Wanita ini memang istriku."Kata-katanya berakhir, dan dengan pendengarannya yang sensitif, dia menjatuhkan ketiga preman itu ke aspal dengan kekuatan yang menggelegar.“Argh, argh!” Bajingan bernama Nate berteriak, darah merembes dari sudut mulutnya.Jeremy menarik tangannya dan sekali lagi memeluk Madeline, melebarkan sayap pelindung di atas wanita itu.Hujan berangsur-angsur semakin deras, tapi Madeline merasakan sebuah arus hangat mengalir dari tubuh Jeremy ke tubuhnya. Kehangatan ini membuatnya merasa nyaman.Meski buta, kedua mata Jeremy masih tajam dan diwarnai dengan getaran yang menakjubkan."Kalau kalian tidak mau mati, segera minta maaf kepada istriku."Nada bicaranya yang memerintah membuat ketiga berandalan
Dengan gerakan itu, laki-laki itu membuang pisau lipatnya dalam kesakitan dan berguling ke aspal dengan wajah pucat."Enyah kalian!"Madeline membentak dengan agresif.Dua preman lainnya melihat pemandangan itu dan sangat takut hingga mereka berbalik dan pergi.Madeline segera menelpon polisi, tapi setelah melihat darah masih mengalir dari lengan Jeremy dan hujan yang masih turun, dia tidak cukup sabar menunggu polisi datang. Karena itu, dia membawa Jeremy ke mobil."Aku akan membawamu ke klinik dekat sini untuk membalut lukanya.""Bagaimana kau tahu kalau ada klinik di dekat sini?"Madeline juga terkejut saat Jeremy tiba-tiba menanyakan hal itu.Yeah, bagaimana dia tahu?Namun, itu adalah sebuah kebenaran dalam ingatannya.Tanpa menunda-nunda lagi, dia membawa Jeremy ke klinik berdasarkan apa yang dia ingat.Ketika mereka keluar setelah mengobati luka Jeremy, hujan turun dengan lebatnya.Saat itulah Madeline menerima telepon dari Felipe. Pria itu bertanya di mana dia.Madeline melirik
Wajah Jeremy tampak cemas, tapi dia masih mencari-cari sosok Madeline dalam kegelapan.Meskipun Madeline bukan lagi wanita yang lemah, dia masih tetap terkejut ketika seekor tokek tiba-tiba telah merayap ke dekatnya. Dia juga tidak menyangka Jeremy akan masuk begitu saja dengan begitu cemas."Linnie? Apa yang terjadi padamu? Di mana kamu?"Jeremy meraba-raba. Ada kegelisahan dan kekhawatiran dalam nadanya.Madeline berdiri di satu sisi kamar mandi, dan dia melihat bagaimana Jeremy sedang mencarinya dalam kebingungan saat hatinya diam-diam bergetar."Linnie, tolong jawab aku dengan cepat. Kamu di mana?” Tanya Jeremy lagi dengan gugup. Madeline tak bisa lagi berdiam diri."Aku di sini."Begitu mendengar suara Madeline, Jeremy mengikuti asal suara itu. Saat dia menyentuh tubuh Madeline, dia memeluk wanita itu dengan erat sambil berharap dia bisa melelehkannya ke dalam darahnya sendiri."Kau tidak apa-apa?” Suara rendahnya bergetar disertai sedikit ketegangan.Madeline tertegun selama dua d
Jeremy mengulurkan tangannya tapi setelah beberapa saat tidak juga berhasil menyentuh cangkir teh itu. Melihat pria itu berjuang mati-matian, Madeline merasakan kegelisahan di hatinya.Dia memegang tangan Jeremy dan meletakkan cangkir teh tepat di telapak tangan pria itu.Kontak kulit selama momen singkat ini membuat Jeremy merasa sedikit tersesat dalam pikirannya.Sesaat dia merasakan telapak tangan Madeline yang hangat dan lembut di punggung tangannya. Teh jahe yang meluncur ke kerongkongannya terasa sangat manis.Madeline menyerahkan pakaian basah mereka kepada pemilik hotel, dan ketika dia kembali, Jeremy sudah menghabiskan tehnya. Pria itu duduk dengan tenang di dekat jendela.Dia berjalan ke arah Jeremy, dan ketika dia akan berbicara, hidungnya tiba-tiba terasa gatal. Dia kemudian berbalik untuk bersin.Jeremy menoleh dan menatapnya dengan alis berkerut. "Miss Montgomery, jika kau merasa tidak enak badan, sebaiknya kau beristirahat lebih awal. Jangan khawatir, aku tidak akan per
Felipe menyipitkan mata sedingin esnya pada Jeremy. "Apa yang sedang kau lakukan?" Dia bertanya balik dengan suara dingin dan ekspresi gelap. "Eveline sudah menjadi wanitaku. Dia tidak lagi punya hubungan apapun denganmu, Jeremy. Pikirkan semua yang kau lakukan pada Eveline sebelumnya. Jika bukan karena aku, Eveline sudah menjadi segenggam abu."Kata-kata Felipe menghantam hati Jeremy dengan keras.Jika Felipe tidak menyelamatkan Madeline, wanita itu sudah pergi ke dunia lain...Felipe-lah yang memberi kesempatan pada Madeline untuk dilahirkan kembali.Jeremy seperti tiba-tiba kehilangan semua kekuatannya. Dia melepaskan cengkeramannya pada Felipe."Jeremy, ingat apa yang kau katakan. Jangan usik kedamaian Eveline lagi."Felipe meninggalkan kata-kata peringatan terakhir sebelum berbalik sambil menggendong Madeline di pelukannya.Mendengarkan langkah-langkah kaki selanjutnya, Jeremy merasa seolah-olah Madeline adalah gelombang pasang di lautan yang perlahan memudar di luar jendela. Wani
Saat dia hampir menyentuh kulit Madeline, dia menarik tangannya ke belakang."Madeline, jika kau bisa hidup kembali dan mengubah namamu, aku juga bisa."Felicity terkekeh dengan suara rendah, kedua matanya semakin suram."Madeline, aku pasti tak akan mengizinkan dirimu dan Jeremy untuk bersama lagi. Dia milikku, dan kau… Tunggu saja. Suatu hari nanti aku akan membuktikan kepadamu bahwa pemenang akhirnya adalah aku!"Dia dengan keras mengumpat pada Madeline yang tertidur lelap sebelum diam-diam meninggalkan kamar.…Setelah beristirahat selama dua hari, kondisi mental Madeline telah pulih sepenuhnya.Teringat dengan apa yang terjadi di hotel malam itu, dia menelepon Jeremy.Tidak ada yang menjawab setelah sekian lama dia melakukan panggilan.Dia mencoba menelepon lagi, tetapi hasilnya tetap sama.Saat dia berpikir untuk langsung menemui Jeremy untuk mengklarifikasi, Felipe muncul di depannya. Kedua alis pria itu melembut saat bertanya dengan lembut, "Eveline, sudahkah kau memutuskan k