Madeline lebih terkejut lagi saat mendengar kata-kata itu.Dia menatap wajah Jeremy dengan cermat, seolah ingin mempertanyakan apakah orang di depannya ini benar-benar dia.Namun, mendengar tanggapan Madeline, Jeremy justru merasa semakin menyesal.Dia tahu bahwa luka dan kerusakan yang dia timbulkan pada wanita ini terlalu besar.Dia bertanya-tanya apa yang harus dia lakukan untuk menebus semua kesalahannya.Jeremy membawa Madeline ke rumah sakit terdekat dari mal. Setelah bertemu dengan dokternya, dia menyadari kalau dokter tersebut adalah Adam Brown.Meskipun dulu Adam satu sekolah dengannya, pria ini berteman baik dengan Daniel, jadi Jeremy sedikit waspada padanya."Kapan kau jadi psikiater?” Jeremy bertanya.Adam menyeringai kecil dan dengan santai mengeluarkan kartu dari lacinya. Di kartu itu tertulis bahwa dia adalah Dr. Adam Brown, seorang psikiater."Aku cuma tak punya kesibukan lain yang lebih baik jadi aku melakukan beberapa penelitian dan studi. Seharusnya itu tidak jadi ma
Madeline bertanya dengan tak percaya dan memandang Jeremy dengan hati-hati.Di kepalanya saat ini, ini adalah pria yang dicintainya namun tidak membalas cintanya. Faktanya, pria ini justru membencinya.Jeremy melihat tatapan gelisah Madeline. Dia menggenggam tangan Madeline dan menatapnya dengan penuh kasih. "Jangan takut padaku, Linnie. Aku tak akan pernah melakukan apa pun yang akan membuatmu sedih lagi." Madeline menatap Jeremy dengan tatapan kosong, tak percaya kata-kata itu keluar dari bibir pria itu.Belum lama ini, pria ini dengan galak dan marah mencengkram lehernya dan mengatakan kalau dia mau membalaskan dendam Meredith. Sepasang matanya yang sedingin es menembus tulang-tulangnya. Tajam seperti pemecah es, tapi sekarang…"Jeremy, a-apa kamu baik-baik saja?" Madeline khawatir.Jeremy menatapnya dengan rasa sakit di dadanya. "Linnie, aku salah. Seharusnya aku tidak mempercayai kebohongan Meredith. Aku telah berbuat salah padamu. Seharusnya aku tidak mematahkan hatimu lagi, dan
Pada saat ini, air mata yang menggenang di pelupuk mata Jeremy telah mengaburkan pandangannya.Di sela-sela air matanya, dia melihat kalau kedua mata Madeline juga memerah."Jadi gadis jahat yang berpura-pura menjadi aku adalah Meredith?" Madeline mengatakan dugaannya dengan lantang.Jeremy mengangguk pelan dengan penuh penyesalan. "Maafkan aku, Linnie. Aku membuatmu menderita."Dia memeluk wanita itu dengan ketulusan, cinta, dan penyesalan.Madeline roboh dan menyandarkan dirinya di dada Jeremy. Air mata panas membasahi kedua pipinya. "Jadi, alasan kenapa kamu memperlakukan Meredith dengan begitu baik adalah karena kau mengira dia adalah aku…”Dia mengerutkan bibirnya yang basah oleh air mata. "Meskipun yang aku katakan hanyalah hal yang naif dan kekanak-kanakan, kau menganggapnya serius dan menyimpan itu sebagai sebuah janji. Aku sangat bahagia, sungguh."Madeline tidak menyalahkannya atas semua perbuatannya dan itu membuat Jeremy semakin merasa hancur.Madeline seharusnya menyalahka
Saat dia memanggil nama wanita itu, kelembutan di sepasang mata indah Madeline menghilang dalam sekejap dan digantikan dengan sebuah tepian berduri."Anda?" Dia menatap Jeremy dengan ekspresi serius dan ketidakpastian di matanya. "Di mana tempat ini? Mengapa Anda membawa saya ke sini?"Ketika Jeremy mendengar apa yang Madeline katakan, dia langsung mengerti bahwa Madeline telah menukar identitasnya—identitas yang tidak ada dirinya dalam ingatan wanita ini.Jelas bahwa identitasnya yang ini tidak memiliki ingatan akan identitasnya yang sebelumnya. Kalau tidak, wanita ini tidak akan menatapnya dengan dingin.Jika dia memiliki identitas sebelumnya, dia akan ingat bahwa hubungan mereka berjalan dengan baik selama dua hari terakhir ini.Kegembiraan Jeremy yang berumur pendek seperti kembang api yang bermekaran di langit. Setelah ledakan, yang tersisa hanyalah dingin yang sedingin es.Dalam keadaan linglung, Madeline melepaskan diri dari gandengannya, berbalik, dan pergi.Jeremy kembali sad
Benarkah dia hilang selama dua hari?Mengapa dia tidak ingat kalau dia hilang selama dua hari terakhir ini?Dia hanya ingat Jeremy menariknya dengan paksa di depan mal dan bahwa dia menyaksikan tabrakan mobil. Lalu tiba-tiba, dia ada di sini.Jeremy berdiri di tempat yang sama tanpa bergerak saat dia melihat Felipe perlahan menghilang bersama Madeline di ujung jalan yang ramai.Sentuhan kecemasan dan sikap posesif yang gila diam-diam meluap di matanya yang kesepian.‘Linnie, aku tak akan pernah membiarkanmu lepas dariku lagi.’‘Tak akan pernah.’…Madeline dibawa Felipe pulang ke apartemen.Dalam perjalanan pulang, Madeline masih menggenggam pembatas buku itu di tangannya. Kata-kata Jeremy bergema di benaknya, "Linnie, jika kamu masih menyimpan pembatas buku ini, artinya jauh di lubuk hatimu kamu masih peduli padaku.”‘Tentang apa sih pembatas buku ini?’Setelah memasuki apartemen, Madeline dengan lugas mengajukan pertanyaan kepada Felipe untuk menghilangkan keraguan di hatinya, "Fel
Madeline segera melawan dan menyikut orang di belakangnya.Laki-laki itu itu tidak memblokir sikutannya tetapi malah memeluknya. "Linnie, ini aku."Suara dalam dan berat laki-laki itu menyelinap ke telinganya.Untuk sesaat Madeline tertegun saat dia mencium aroma samar-samar kayu cedar yang familier."Jangan takut, Linnie. Aku tak akan menyakitimu. Aku hanya tak ingin dirimu membuat keputusan yang akan kau sesali seumur hidupmu," kata Jeremy lembut dengan nada bicara meminta dengan rendah hati. "Tolong, maukah kau ikut denganku?”Sepasang alis indah Madeline mengerut. "Lepaskan aku dulu."Ketika Jeremy mendengar apa yang dia katakan, pria itu melepaskannya meski pun enggan.Madeline berbalik dan melihat wajah tampan yang begitu dekat dengan wajahnya. Api di kedua matanya menyala dalam sekejap.Tanpa dia duga, Jeremy melihat api kebencian di mata Madeline dan dia sedikit terkejut.Kepribadian yang mengendalikan tubuh Madeline sebelumnya hanya membencinya dan menghindarinya, jadi mengapa
Jeremy merasa seolah-olah dia akan jadi gila, dan ketenangan awalnya telah lama terlempar keluar jendela.Dia memeluk Madeline seperti orang gila dan terus bersikeras, berkata, "Tidak, Linnie! Kau tidak mencintai Felipe, kau mencintai aku! Sejak pertama kali kita bertemu saat kita masih remaja, akulah satu-satunya pria yang telah memiliki hatimu!"Madeline mendorongnya dengan keras. "Lepaskan aku, Jeremy! Aku tak mungkin jatuh cinta pada bajingan berdarah dingin sepertimu! Lepaskan aku!"Sreet!Tirai kamar pas tiba-tiba terbuka.Saat Ava dan Eloise mendengar suara-suara itu, mereka bergegas masuk. Begitu melihat Jeremy memeluk Madeline saat mereka membuka tirai, Ava bergegas maju dan menarik Jeremy menjauh."Bajingan kau, Jeremy! Apa yang kau lakukan di sini? Lepaskan Maddie sekarang! Lepaskan dia!"Ava memarahi pria itu dan menarik Jeremy pergi dengan paksa."Bajingan kau! Kapan kau akan berhenti menyiksa Maddie?!”Jeremy tertegun mendengar bentakan Ava.‘Menyiksa.’Apakah dia sedang
Malam tanpa cahaya bulan sama gelapnya dengan wadah tinta yang dibalik.Di dalam bar, lampu warna-warni berpendar saat suasana romantis seakan menyelimuti dan menelan semua orang yang masuk. Pada saat ini, dua laki-laki yang duduk di depan meja bar sambil mendentingkan gelas-gelas mereka mengabaikan wanita-wanita seksi yang mendatangi mereka untuk mengobrol.Setelah Daniel mengetahui kondisi Madeline dari Adam, dia menyetir dengan marah untuk menghentikan Jeremy. Dia mengira akan ada perang di antara mereka, tetapi mereka berdua berakhir di bar dan mulai saling menyindir."Sukurin kamu, Jeremy." Daniel mengejek. Dia jarang minum alkohol, tapi hari ini, dia minum beberapa gelas dalam diam."Madeline kecil akhirnya menjadi milik orang lain. Dia tak pernah menjadi milikku." Daniel terkekeh getir dan meminum gelas berikutnya. Cairan dingin masuk ke kerongkongannya dan turun ke dadanya. Terasa menyengat.Dia patah hati lagi.Sikapnya yang biasanya lembut dan elegan hancur berantakan saat se