Sesaat kemudian, notifikasi pesan muncul di ponselnya. Mengetuknya, Madeline menyadari bahwa pada akhirnya Felipe tetap menyita Whitman Manor. Dia bergegas ke Whitman Manor hanya untuk mendapati bahwa gerbang rumah itu terkunci. Dia merasakan tubuhnya menjadi dingin. Berdiri di dekat pintu, yang ada dalam pikiran Madeline hanyalah Old Master Whitman yang mendukung dan melindunginya secara diam-diam. “Grandpa…” Dia memikirkan itu sendirian. Setelah bertanya ke sana kemari mengenai tempat tinggal Old Master Whitman saat ini, Madeline segera pergi. Dia tiba di sebuah distrik kelas atas di sekitar pinggiran kota. Kehilangan Whitman Corporation tidak membuat Jeremy sama sekali tidak berguna, karena sepertinya dia masih memiliki tabungan yang lebih dari cukup. Madeline memarkir mobilnya dan bersiap untuk masuk ketika dia mendengar seseorang meneriakkan namanya dari belakang. “Madeline Crawford!” Sebuah suara yang sudah akrab di telinga Madeline. Berbalik, dia dipertemukan dengan
Jeremy menyadari ada yang tidak beres dengan wajah Madeline. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?"Madeline menatapnya dengan tidak senang. "Kamu tahu pasti di dalam hatimu apa yang telah kau lakukan."Jeremy mengernyit sedikit. Dia tak mengerti maksud Madeline.“Ke mana kau membawa Jack?"Pertanyaan Madeline selanjutnya membuat Jeremy bertambah bingung. "Linnie, apa maksudmu? Kapan aku sempat membawa Jack pergi?""Jeremy, harus ya kamu merepotkanku? Apa kau baru bahagia saat melihat aku khawatir atau sedih?""Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi." Jeremy menatap Madeline dengan bingung. "Linnie, ceritakan dulu padaku apa yang terjadi.""Jeremy, kau sudah lama bersama Meredith dan kemampuan aktingmu jadi semakin bagus," ucap Madeline sinis, lalu menginjak pedal gas sebelum mengemudikan mobilnya ke gerbang taman kanak-kanak tempat Jackson bersekolah.Selama dalam perjalanan, Jeremy berulang kali ingin memahami alasan di balik kemarahan Madeline, namun Madeline mengabaikannya.Ketika mo
"Rose? Ibunya Meredith?" Ava tiba-tiba menjadi gelisah. "Dia pasti tahu bahwa Meredith akan menghadapi eksekusi dan telah mengarahkan kebenciannya padamu, Maddie. Itulah kenapa dia mulai dari Jack!"Tebakan Ava tidak terlalu meleset.Madeline juga memiliki sebuah firasat yang sangat buruk di hatinya.Keluarga Meredith benar-benar tidak manusiawi. Mereka sanggup melakukan apa pun.Madeline memutuskan untuk memanggil polisi setelah memahami situasinya. Namun, begitu dia keluar dari gerbang taman kanak-kanak, dia menerima sebuah pesan. [Putramu sekarang ada di tangan kami. Jika kau tidak mau dia mati, lakukan apa yang aku katakan!]Melihat teks ini, jantung Madeline berdegup kencang.Dia tahu dia harus tenang, namun ketika dia memikirkan situasi yang mungkin diderita Jackson sekarang, pikirannya kacau.Jeremy lalu mengambil ponsel Madeline dan langsung menelepon nomor itu.Tak diduga, panggilannya tersambung.Rose merendahkan suaranya dan membuat sebuah tuntutan, "Madeline, siapkan 50 j
Setelah Madeline dan Jeremy saling bertukar pandang, dia mengangkat telepon dan menekan pengeras suara.Rose sengaja merendahkan suaranya, mencoba memalsukan suaranya dengan suara lain.Membuka mulutnya, dia langsung meminta uang, "Madeline, 50 juta-nya sudah siap? Aku mau uang tunai! Harus siap dalam satu jam, atau aku akan membunuh putramu!"Hati Madeline agak cemas dan dia berusaha keras untuk menahan emosinya. "Aku akan memberimu uang, tapi kau tak boleh menyakiti anakku! Jika tidak, silahkan bermimpi soal mendapatkan bahkan satu sen pun uang dariku!"Meskipun Rose tidak senang mendengar itu, dia berpikir soal mendapatkan sejumlah besar uang dalam beberapa saat lagi dan bicara dengan hati-hati. "Selama kamu tidak macam-macam, anakmu akan baik-baik saja. Aku akan mengirimkan alamatnya sekarang dan kamu akan meninggalkan uangnya di sana nanti. Tetaplah di posisi itu. Ingat, kamu tidak diizinkan untuk memanggil Jeremy dan kamu tidak diizinkan untuk memanggil polisi. Kau harus pergi se
Madeline dengan sangat cepat menemukan lokasinya karena jaraknya hanya seratus meter.Rumah di hadapannya terlihat bobrok dan seolah kosong, tapi ada sedikit cahaya yang keluar dari dalam rumah.Madeline berjalan ke jendela dan mengintip ke dalam. Sekilas, dia melihat Jackson duduk di bangku kecil sambil dijaga oleh Jon yang sedang merokok di sampingnya. Ada sebilah pisau buah di samping Jon.Benar saja, merekalah yang berada di belakang penculikan Jack.Madeline mengepalkan tinjunya, sepasang matanya yang khawatir tertuju pada wajah mungil Jackson.Si kecil tampaknya tidak takut pada apa pun. Dia bahkan menggoyangkan kakinya sambil makan sebuah apel dengan santai. Sepertinya dia sedang membicarakan sesuatu dengan Jon.Situasi itu tampak sedikit ganjil, tapi kalau dipikir-pikir lagi, tidak terlalu mengejutkan saat dia ingat bahwa Jackson hanyalah seorang anak berusia enam tahun.Madeline diam-diam memikirkan cara untuk mengatasi hal ini, dan saat dia hendak mengetuk pintu, tanpa dia sa
Pria itu balas menatapnya, seulas senyum muncul di sepasang matanya yang sipit dan menawan. "Kau mengkhawatirkan aku?""..." Madeline langsung melepaskan pelukannya. "Aku tidak mengkhawatirkanmu. Aku hanya tak ingin Jack terluka dengan cara apa pun.""Jangan khawatir, aku tak akan pernah membiarkan apa pun terjadi pada putra kita." Jeremy berjanji dengan sungguh-sungguh. Tiba-tiba dia meraih tangan Madeline. "Linnie, tunggu aku di dalam mobil. Aku pasti akan membawa Jack kembali dengan selamat."Entah mengapa Madeline menjadi linglung sampai Jeremy mendorongnya pelan. "Cepat kembali ke mobil."Sepasang matanya tulus dan nadanya terdengar seperti biasanya, tapi Madeline tidak menghargainya. "Jeremy, aku tak ingin berhutang apapun padamu. Anakku adalah milikku dan aku akan menyelamatkannya sendiri."Pandangan Jeremy berubah menjadi kesepian. "Kau tidak berhutang apa-apa padaku, aku yang berhutang padamu. Tak peduli sekuat apapun dirimu menyangkalnya, kau tak bisa mengubah fakta bahwa Jac
Jackson mengangguk. Sambil memegang apelnya, dia berlari ke arah mereka dengan kaki-kaki mungilnya.Madeline tersenyum, hatinya tenang saat dia mengulurkan tangannya ke arah Jack. "Jack, sini peluk Mommy.""Mommy," teriak Jackson pada Madeline dengan suara kekanak-kanakan dan berlari ke arahnya.Rencana mereka berantakan saat Jack kembali ke pelukan Madeline dengan selamat. Rose yakin Jeremy pasti tak akan membiarkannya pergi, dan seketika itu juga, sebuah ekspresi garang muncul di wajahnya.Rose meraih pisau buah di atas meja dan menikamkannya ke arah Madeline dengan ganas sambil berteriak, "Pelacur kau, Madeline! Pergilah ke neraka!"Dia mengumpat dengan kejam sambil mengayunkan pisau buah itu.Namun, sebelum dia bisa mendekati Madeline, Jeremy menendang nya.Rose terjerembab ke lantai dengan bunyi gedebuk keras sementara pisau buah itu terlempar ke samping. Dia berbalik dan ingin meraihnya, tapi Jeremy menginjak tangannya yang gemuk. Rose langsung melolong kesakitan.Sepasang mata J
Jeremy membaca niat Rose. Dia dengan cepat meraih bahu Madeline dan membawa mereka ke pintu. "Cepat."Madeline hanya ingin membawa Jackson ke tempat yang aman secepatnya dan bersiap untuk pergi sesuai dengan maksud Jeremy.Namun, pintu kayu yang tadinya tertutup tidak bisa dibuka. Sesuatu membuat kuncinya macet dan pintu tidak bisa dibuka apapun yang mereka lakukan padanya. "Pergilah ke neraka kalian semua!” Teriak Rose dingin.Jeremy menoleh dan melihat Rose telah mengambil jeriken bensin. Perempuan itu memercikkan isinya ke depan mereka. Jeremy buru-buru melindungi Madeline dan Jackson sambil mundur ke samping.Semua bensin yang dituangkan Rose ke arah mereka telah memercik sampai ke panel pintu."Hahaha ..." Rose tertawa keras seolah dia sudah gila. "Pelacur kau, Madeline. Mari kita lihat apa kau akan tetap hidup kali ini!"Cahaya perak dingin bersinar di kedua mata Jeremy. Dia ingin menghancurkan Rose sampai berkeping-keping.Namun, pada saat ini, yang paling diinginkannya adalah