Namun, saat dia mulai bergerak, Rose tiba-tiba menariknya."Tidak ada yang boleh berpikir untuk bisa pergi dari sini! Aku mau kalian semua terkubur bersamaku!"Di luar jendela, Jack, yang melihat Rose memegangi Jeremy, melemparkan apel di tangannya ke arah Rose dengan marah. "Orang jahat! Lepaskan ayahku!"Jackson melemparkan apelnya dengan akurat dan apel itu mengenai wajah Rose. Perempuan itu spontan melepaskan tangannya dan menyentuh wajahnya disertai jeritan kesakitan."Cepat, Jeremy!" Madeline memegang tangan Jeremy erat-erat untuk mengingatkan pria itu.Melihat Rose kembali untuk terus berusaha menghentikan mereka, Madeline cepat-cepat berkata, "Sandi koper itu angka enam sebanyak enam kali, tapi sayang 50 juta itu akan terbakar menjadi abu!""Apa?!” Mendengar itu, gerakan Rose terhenti. Jon yang lumpuh di lantai tiba-tiba menjadi energik. Dia segera berlari ke koper yang masih belum terbakar dan memasukkan angka enam sebanyak enam kali.Dengan sekali klik, koper itu benar-benar
Madeline mengangkat matanya dengan sedikit ketidaksukaan, tapi dia tidak mengira Jeremy ternyata sedekat itu. Napas hangatnya mengipasi wajahnya. Wajah indah dan lembut pria itu terpantul dengan lembutnya di kedua matanya.Detak jantungnya tiba-tiba bertambah cepat. Melihat wajah Jeremy yang pucat dan lemah, dia memalingkan pipinya yang agak panas dengan dingin namun juga tidak mendorong pria itu menjauh.Dia meraih tangan Jackson dan berkata dengan lembut, "Jack, ayo pulang bersama Mommy.""Yeah, ayo pulang. Jack akan pulang bersama Mommy dan Daddy!” Jackson mengedipkan kedua matanya yang besar dan hidup dan mengangguk patuh.Di sebelah Madeline, Jeremy merasakan panas tubuh wanita itu dan kedua sudut bibir pucatnya membentuk senyuman puas.Begitu mereka sampai di villa, Madeline membantu Jeremy masuk ke kamar.Setelah melepaskan pria itu, dia berbalik dengan tegas."Linnie." Suara rendah Jeremy menyelinap ke telinganya bagaikan angin malam yang sejuk di luar jendela. “Bisakah kau tid
Melihat Jeremy yang hanya menatapnya seperti itu sambil menolak melepaskannya, Madeline mengangkat tangannya dan mendorong pria itu dengan keras.Begitu dia menyentuh lengan pria itu, Jeremy tiba-tiba mengerang kesakitan dan kedua alisnya yang seperti pedang terangkat.Madeline kemudian baru ingat kalau lengan Jeremy terluka.Saat dia menemui jalan buntu dan tak tahu harus berbuat apa, Jackson datang.Lelaki kecil itu mengedipkan kedua matanya yang besar. Melihat dua individu di depannya, dia mengangkat alis imutnya dengan bingung."Mom, Dad, apa yang kalian lakukan?""..." Madeline melirik Jeremy tanpa berkata-kata, lalu tersenyum. "Jack, bagaimana kalau aku tidur denganmu dulu?"Dia pikir Jackson akan setuju, tetapi lelaki kecil itu menggelengkan kepalanya, "Dad adalah orang yang paling membutuhkan perhatian Mommy hari ini. Jack bisa tidur sendiri.""..." Madeline tak bisa berkata-kata.Jeremy membungkuk dan membelai kepala bocah kecil itu, "Jack sangat pengertian. Jangan khawatir, i
Setelah mendengarkan kata-kata Jeremy dengan tenang, Madeline menjauhkan lengan pria itu dengan dingin dan berbalik menghadap Jeremy."Kalau kamu mau bikin alasan, setidaknya cari alasan yang masuk akal." Dia menatap pria di depannya dengan jijik. "Kau bilang kau mencintaiku? Cintamu padaku membolehkan mu membiarkan Meredith menginjak-injak dan menyakitiku?”Jeremy mengerutkan kening dan mencoba menarik tangan Madeline. "Linnie, dengarkan aku dulu."Ting tong, ting tong!Tepat di saat itu, bel pintu berbunyi.Sepasang alis Jeremy yang seperti pedang bahkan terkunci lebih erat saat dia berbalik untuk membuka pintu, merasa agak tidak senang.Namun, saat pintu terbuka, wajah Jeremy langsung menjadi dingin. "Apa yang kau lakukan di sini?"Felipe berdiri di pintu. Dia melirik Jeremy yang tangannya diperban, mengangkat kedua matanya, dan melihat ke dalam ruangan. "Vera, ini aku. Apa kau di sana?"Kedua mata Jeremy bertambah dingin saat dia menahan Felipe di luar. "Felipe, di sini tidak ada o
Di saat dirinya paling tak berdaya, pria itu menyaksikan dengan acuh tak acuh.Pada saat itulah dia terbangun. Cinta matinya yang berlebihan hanyalah mimpi penuh ilusi.Cinta sejati seharusnya tidak begitu gelap dan dingin.Selama beberapa saat udara hening, lalu Madeline berbicara lagi, "Jeremy, kalau kau benar-benar ingin minta maaf padaku, maka tanda tangani surat cerai kita secepatnya."Mendengar kembali kata cerai, Jeremy merasa seolah-olah dirinya sekali lagi terjatuh ke dalam palung.Dia melihat tekad di kedua mata Madeline. Wanita ini tak akan pernah memandangnya dengan tatapan penuh kasih dan kekaguman seperti dulu lagi.Madeline tak akan pernah memanggilnya 'Jeremy' dengan lembut lagi.Kerugian ini disebabkan olehnya sendiri.Melihat Jeremy diam saja, Madeline membuat keputusan terakhirnya. "Aku akan menunggumu untuk menandatangani surat cerai kita di kantor pengacara besok. Jika kau masih memiliki hati nurani yang tersisa, berikan aku hak asuh Jackson. Jika kau menolak, aku
Entah bagaimana, Madeline tiba-tiba seperti kesurupan.Melihat tanda tangan Jeremy pada perjanjian cerai itu, dia tak hanya tidak memiliki perasaan rileks atau bebas. Nyatanya, dia merasakan dirinya menggelenyar.Semua kenangan indah dari masa mudanya, cinta rahasia masa remaja yang berdenyut, dan pernikahan yang gagal, semuanya telah berakhir pada saat ini.Berjalan keluar dari pintu kantor pengacara, Jeremy menatap Madeline dengan penuh nostalgia. "Linnie, bolehkah aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya?"Madeline seharusnya menolak, tapi dia menganggukkan kepalanya seolah kena hipnotis.Jeremy tersenyum tipis, lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Madeline.Dia memejamkan kedua matanya dan dengan rakus menikmati kehangatan ini untuk yang terakhir kalinya. Ketika dia kembali membuka matanya, penglihatannya sudah kabur.Segalanya bisa sangat bahagia.Namun, dia sendiri yang telah menghancurkan kebahagiaan ini.Dia telah menyakiti wanita ini dengan begitu dalam namun masih b
"Tak perlu berterima kasih padaku. Karena kamulah aku bisa mendapatkan kembali semua yang semula menjadi milik orang tuaku."Ketika kata-kata itu sampai ke telinganya, tiba-tiba Madeline merasa seolah-olah dirinya telah melakukan dosa besar.Bisa hidup kembali, tujuannya adalah untuk membalas dendam.Dia senang melihat Jeremy dalam penderitaan seperti itu, berakhir tanpa ada yang tersisa. Namun, dia tak ingin melihat api balas dendamnya memengaruhi Old Master Whitman.Setelah Felipe meninggalkan kantornya, Madeline menelepon Jeremy.Jeremy terkejut ketika menerima telepon dari Madeline, namun dia tetap muncul di tempat di mana Madeline ingin bertemu dengannya.Setelah mereka bertemu, dia mengemudikan mobil dan akhirnya sampai di sebuah panti jompo."Disinikah Grandpa tinggal sekarang?" Madeline merasa ini agak tidak bisa diterima."Lingkungan dan fasilitas di sini sangat bagus." Jeremy kemudian memimpin jalan mereka ke depan.Madeline tahu bahwa untuk seorang lansia, tak peduli seberap
Sorot mata Old Master Whitman menjadi serius.Jantung Madeline berdegup kencang saat dia bertanya dengan bingung, "Apa yang sebenarnya terjadi? Kejadian yang mana yang kau maksud, Grandpa?"Old Master Whitman tersenyum ramah dan lembut. "Gadis konyol, sebenarnya, bukan aku yang memutuskan pernikahanmu dengan Jeremy."..." Madeline tercengang. "Apa maksudmu, Grandpa? Bukankah kau adalah alasan utama mengapa aku dan Jeremy menikah saat itu...""Bukan." Old Master Whitman menyela keraguan Madeline. "Bukan aku tapi orang lain. Orang inilah yang berinisiatif mencariku dan memintaku menjadi orang yang mengatur pernikahanmu dengan Jeremy."Mendengar itu, Madeline semakin tersesat. "Siapa dia? Grandpa, siapa orang itu?""Orang itu adalah Jeremy.""..." Kedua mata Madeline membelalak tak percaya. "Jeremy? Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin dia yang punya inisiatif untuk menikahiku?""Karena berandalan itu menyukaimu, tapi dia terlalu sombong untuk mengakuinya.""..."Madeline merasakan hatiny