Jackson mengangguk. Sambil memegang apelnya, dia berlari ke arah mereka dengan kaki-kaki mungilnya.Madeline tersenyum, hatinya tenang saat dia mengulurkan tangannya ke arah Jack. "Jack, sini peluk Mommy.""Mommy," teriak Jackson pada Madeline dengan suara kekanak-kanakan dan berlari ke arahnya.Rencana mereka berantakan saat Jack kembali ke pelukan Madeline dengan selamat. Rose yakin Jeremy pasti tak akan membiarkannya pergi, dan seketika itu juga, sebuah ekspresi garang muncul di wajahnya.Rose meraih pisau buah di atas meja dan menikamkannya ke arah Madeline dengan ganas sambil berteriak, "Pelacur kau, Madeline! Pergilah ke neraka!"Dia mengumpat dengan kejam sambil mengayunkan pisau buah itu.Namun, sebelum dia bisa mendekati Madeline, Jeremy menendang nya.Rose terjerembab ke lantai dengan bunyi gedebuk keras sementara pisau buah itu terlempar ke samping. Dia berbalik dan ingin meraihnya, tapi Jeremy menginjak tangannya yang gemuk. Rose langsung melolong kesakitan.Sepasang mata J
Jeremy membaca niat Rose. Dia dengan cepat meraih bahu Madeline dan membawa mereka ke pintu. "Cepat."Madeline hanya ingin membawa Jackson ke tempat yang aman secepatnya dan bersiap untuk pergi sesuai dengan maksud Jeremy.Namun, pintu kayu yang tadinya tertutup tidak bisa dibuka. Sesuatu membuat kuncinya macet dan pintu tidak bisa dibuka apapun yang mereka lakukan padanya. "Pergilah ke neraka kalian semua!” Teriak Rose dingin.Jeremy menoleh dan melihat Rose telah mengambil jeriken bensin. Perempuan itu memercikkan isinya ke depan mereka. Jeremy buru-buru melindungi Madeline dan Jackson sambil mundur ke samping.Semua bensin yang dituangkan Rose ke arah mereka telah memercik sampai ke panel pintu."Hahaha ..." Rose tertawa keras seolah dia sudah gila. "Pelacur kau, Madeline. Mari kita lihat apa kau akan tetap hidup kali ini!"Cahaya perak dingin bersinar di kedua mata Jeremy. Dia ingin menghancurkan Rose sampai berkeping-keping.Namun, pada saat ini, yang paling diinginkannya adalah
Namun, saat dia mulai bergerak, Rose tiba-tiba menariknya."Tidak ada yang boleh berpikir untuk bisa pergi dari sini! Aku mau kalian semua terkubur bersamaku!"Di luar jendela, Jack, yang melihat Rose memegangi Jeremy, melemparkan apel di tangannya ke arah Rose dengan marah. "Orang jahat! Lepaskan ayahku!"Jackson melemparkan apelnya dengan akurat dan apel itu mengenai wajah Rose. Perempuan itu spontan melepaskan tangannya dan menyentuh wajahnya disertai jeritan kesakitan."Cepat, Jeremy!" Madeline memegang tangan Jeremy erat-erat untuk mengingatkan pria itu.Melihat Rose kembali untuk terus berusaha menghentikan mereka, Madeline cepat-cepat berkata, "Sandi koper itu angka enam sebanyak enam kali, tapi sayang 50 juta itu akan terbakar menjadi abu!""Apa?!” Mendengar itu, gerakan Rose terhenti. Jon yang lumpuh di lantai tiba-tiba menjadi energik. Dia segera berlari ke koper yang masih belum terbakar dan memasukkan angka enam sebanyak enam kali.Dengan sekali klik, koper itu benar-benar
Madeline mengangkat matanya dengan sedikit ketidaksukaan, tapi dia tidak mengira Jeremy ternyata sedekat itu. Napas hangatnya mengipasi wajahnya. Wajah indah dan lembut pria itu terpantul dengan lembutnya di kedua matanya.Detak jantungnya tiba-tiba bertambah cepat. Melihat wajah Jeremy yang pucat dan lemah, dia memalingkan pipinya yang agak panas dengan dingin namun juga tidak mendorong pria itu menjauh.Dia meraih tangan Jackson dan berkata dengan lembut, "Jack, ayo pulang bersama Mommy.""Yeah, ayo pulang. Jack akan pulang bersama Mommy dan Daddy!” Jackson mengedipkan kedua matanya yang besar dan hidup dan mengangguk patuh.Di sebelah Madeline, Jeremy merasakan panas tubuh wanita itu dan kedua sudut bibir pucatnya membentuk senyuman puas.Begitu mereka sampai di villa, Madeline membantu Jeremy masuk ke kamar.Setelah melepaskan pria itu, dia berbalik dengan tegas."Linnie." Suara rendah Jeremy menyelinap ke telinganya bagaikan angin malam yang sejuk di luar jendela. “Bisakah kau tid
Melihat Jeremy yang hanya menatapnya seperti itu sambil menolak melepaskannya, Madeline mengangkat tangannya dan mendorong pria itu dengan keras.Begitu dia menyentuh lengan pria itu, Jeremy tiba-tiba mengerang kesakitan dan kedua alisnya yang seperti pedang terangkat.Madeline kemudian baru ingat kalau lengan Jeremy terluka.Saat dia menemui jalan buntu dan tak tahu harus berbuat apa, Jackson datang.Lelaki kecil itu mengedipkan kedua matanya yang besar. Melihat dua individu di depannya, dia mengangkat alis imutnya dengan bingung."Mom, Dad, apa yang kalian lakukan?""..." Madeline melirik Jeremy tanpa berkata-kata, lalu tersenyum. "Jack, bagaimana kalau aku tidur denganmu dulu?"Dia pikir Jackson akan setuju, tetapi lelaki kecil itu menggelengkan kepalanya, "Dad adalah orang yang paling membutuhkan perhatian Mommy hari ini. Jack bisa tidur sendiri.""..." Madeline tak bisa berkata-kata.Jeremy membungkuk dan membelai kepala bocah kecil itu, "Jack sangat pengertian. Jangan khawatir, i
Setelah mendengarkan kata-kata Jeremy dengan tenang, Madeline menjauhkan lengan pria itu dengan dingin dan berbalik menghadap Jeremy."Kalau kamu mau bikin alasan, setidaknya cari alasan yang masuk akal." Dia menatap pria di depannya dengan jijik. "Kau bilang kau mencintaiku? Cintamu padaku membolehkan mu membiarkan Meredith menginjak-injak dan menyakitiku?”Jeremy mengerutkan kening dan mencoba menarik tangan Madeline. "Linnie, dengarkan aku dulu."Ting tong, ting tong!Tepat di saat itu, bel pintu berbunyi.Sepasang alis Jeremy yang seperti pedang bahkan terkunci lebih erat saat dia berbalik untuk membuka pintu, merasa agak tidak senang.Namun, saat pintu terbuka, wajah Jeremy langsung menjadi dingin. "Apa yang kau lakukan di sini?"Felipe berdiri di pintu. Dia melirik Jeremy yang tangannya diperban, mengangkat kedua matanya, dan melihat ke dalam ruangan. "Vera, ini aku. Apa kau di sana?"Kedua mata Jeremy bertambah dingin saat dia menahan Felipe di luar. "Felipe, di sini tidak ada o
Di saat dirinya paling tak berdaya, pria itu menyaksikan dengan acuh tak acuh.Pada saat itulah dia terbangun. Cinta matinya yang berlebihan hanyalah mimpi penuh ilusi.Cinta sejati seharusnya tidak begitu gelap dan dingin.Selama beberapa saat udara hening, lalu Madeline berbicara lagi, "Jeremy, kalau kau benar-benar ingin minta maaf padaku, maka tanda tangani surat cerai kita secepatnya."Mendengar kembali kata cerai, Jeremy merasa seolah-olah dirinya sekali lagi terjatuh ke dalam palung.Dia melihat tekad di kedua mata Madeline. Wanita ini tak akan pernah memandangnya dengan tatapan penuh kasih dan kekaguman seperti dulu lagi.Madeline tak akan pernah memanggilnya 'Jeremy' dengan lembut lagi.Kerugian ini disebabkan olehnya sendiri.Melihat Jeremy diam saja, Madeline membuat keputusan terakhirnya. "Aku akan menunggumu untuk menandatangani surat cerai kita di kantor pengacara besok. Jika kau masih memiliki hati nurani yang tersisa, berikan aku hak asuh Jackson. Jika kau menolak, aku
Entah bagaimana, Madeline tiba-tiba seperti kesurupan.Melihat tanda tangan Jeremy pada perjanjian cerai itu, dia tak hanya tidak memiliki perasaan rileks atau bebas. Nyatanya, dia merasakan dirinya menggelenyar.Semua kenangan indah dari masa mudanya, cinta rahasia masa remaja yang berdenyut, dan pernikahan yang gagal, semuanya telah berakhir pada saat ini.Berjalan keluar dari pintu kantor pengacara, Jeremy menatap Madeline dengan penuh nostalgia. "Linnie, bolehkah aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya?"Madeline seharusnya menolak, tapi dia menganggukkan kepalanya seolah kena hipnotis.Jeremy tersenyum tipis, lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Madeline.Dia memejamkan kedua matanya dan dengan rakus menikmati kehangatan ini untuk yang terakhir kalinya. Ketika dia kembali membuka matanya, penglihatannya sudah kabur.Segalanya bisa sangat bahagia.Namun, dia sendiri yang telah menghancurkan kebahagiaan ini.Dia telah menyakiti wanita ini dengan begitu dalam namun masih b