Madeline dengan cepat menyesuaikan emosinya dan tersenyum. “Jeremy, Grandpa ingin beristirahat. Ayo kita pulang.”Tatapan Jeremy terfokus pada cemoohan sepintas lalu di mata Madeline. Dia mengangguk ringan. "Oke.”Setelah mereka sampai di rumah, Madeline mandi air dingin untuk menenangkan dirinya.‘Grandpa sepertinya benar-benar telah mengetahui jati diriku yang sebenarnya dan dengan sengaja mengingatkanku untuk menjauhi Felipe.‘Mungkinkah diam-diam Grandpa sudah menyelidiki sesuatu?’‘Aku harus mempercepat proses balas dendam ku.’‘Jika aku berlarut-larut, cepat atau lambat Jeremy akan mengetahui siapa diriku yang sebenarnya.’‘Lagi pula, IQ pria itu tidak rendah.’Tengah malam, Madeline perlahan membuka kedua matanya setelah Jeremy tertidur.Dengan perlahan dia melepaskan dirinya dari pelukan Jeremy, lalu pergi ke ruang kerja pria itu dipandu oleh sinar bulan.Setelah mengamati selama beberapa hari ini, Madeline yakin ruang kerja Jeremy tidak dilengkapi dengan sistem keamanan.Dia m
Jeremy langsung menuju ruang kerja dan melihat cahaya keluar dari ruangan dari tempatnya berdiri.Tatapannya sedikit muram saat langkah-langkah kakinya melambat tanpa dia sadari.Tepat ketika dia mencapai pintu ruang kerja dan hendak masuk, Madeline berjalan keluar sambil menggendong Jackson.Madeline terkejut saat melihat Jeremy. “Jeremy, kenapa kau juga bangun?” Dia tersenyum kecil. "Aku akan membawa Jack kembali ke kamarnya untuk tidur dulu.”Jeremy tidak menanyakan apa pun dan hanya mengangguk.Melihat Madeline berbalik dan menuntun Jackson kembali ke kamar bocah itu, dia berlama-lama menatap mereka sebelum berbalik dan masuk ke ruang kerja.Setelah Madeline dan Jackson sampai di kamar, dia berbisik, "Jack, bisakah kau berjanji pada Mommy untuk tidak memberitahu ayahmu apa yang baru saja terjadi?”Jackson mengedipkan matanya yang besar dan jernih dua kali, lalu menganggukkan kepalanya. "Jack akan mendengarkan Mommy dan tidak memberi tahu Daddy.”“Terima kasih, Jack." Madeline membe
“Ada apa? Kenapa kau begitu gugup?" Suara rendah dan dalam pria itu meluncur ke telinganya seperti anggur merah yang kental.Madeline tiba-tiba menarik kembali pikirannya. Dalam gelap, sebuah seringai muncul di kedua sudut bibirnya.“Tidak ada apa-apa. Aku tiba-tiba teringat sebuah lelucon yang lucu,” jawabnya acuh tak acuh, namun sepasang matanya menyala-nyala.‘Benar, sebuah lelucon. Sebuah lelucon akbar.’‘Dia mungkin mencintai wanita manapun di dunia ini, tapi dia tak akan pernah mencintaiku.’Keesokan harinya setelah Madeline bangun pagi untuk menyiapkan sarapan yang lezat buat Jackson, dia kemudian mengantar anak itu ke taman kanak-kanak bersama Jeremy.Jelas bahwa kondisi Jackson saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya.Madeline belum pernah melihat seorang anak yang menjadi lebih bahagia dan lebih nyaman setelah tidak bersama ibu kandung mereka.Iblis macam apa Meredith itu hingga sanggup menghancurkan darah dagingnya sendiri sampai ke titik depresi dan kerusakan mental?Whitm
Yvonne bergegas menoleh ketika mendengar kata-kata Madeline, hanya untuk menemukan sebuah kamera pengintai.Kepercayaan diri Yvonne seketika mengempis. Dia tampak sangat malu.Mata sedingin es Jeremy menyapu wajah Yvonne. “Jangan sampai aku melihatmu dekat-dekat dengan Vera.”Yvonne gemetar ketakutan. “Jez, aku…”“Enyah.”“…”Yvonne tidak senang dengan hal ini, tapi dia melihat para karyawan di sekitar mereka saling berbisik sambil menatapnya. Dia tiba-tiba merasakan pipinya sangat panas. Dia memelototi Madeline dengan marah sebelum akhirnya kabur.Jeremy berjalan menuju Madeline, hawa dingin di kedua matanya langsung menghilang. “Apa dia melukaimu?”Madeline menggelengkan kepalanya dan tersenyum tenang. “Aku tidak apa-apa.”Jeremy tampak lebih lega setelah mendengar itu. Dia menggandeng tangannya dengan lembut dan berjalan ke lift. “Apa kau capek setelah bekerja sepanjang pagi ini?”“Semua kelelahanku hilang saat melihatmu." Madeline tersenyum dengan mata menyipit.Jeremy menatap waja
Madeline menghapus semua jejaknya, lalu meletakkan laptop itu ke tempatnya semula.Dia memegang USB flash drive yang ringan itu di tangannya, tapi entah mengapa terasa berat.Meskipun sejak kecil dia tidak dididik oleh orangtuanya, kakeknya selalu mengajarinya untuk menjadi orang yang baik hati dan jujur.Hati nuraninya selalu jernih dan tidak pernah melakukan apa pun yang membahayakan orang lain.Namun, saat ini, dia sebenarnya merasa ragu-ragu.‘Apakah ini termasuk tidak jujur?’‘Tidak, ini tidak termasuk.’‘Jeremy Whitman, dulu, kau bekerja sama dengan Meredith untuk menghancurkanku sepenuhnya. Bahkan di hari 'kematian' ku, aku masih harus menanggung semua serangan kejam dan kritis dari kalian berdua.’‘Dosa-dosa yang tidak pernah ada itu, kerusakan dari metode tirani mu, rasa sakit dari tiga tahun hukuman yang tidak adil, dan pemisahan darah dagingku, semuanya tampak jelas bagiku.’‘Kau telah memberiku kemalangan seperti itu, jadi jangan salahkan aku karena membalas sekarang.’‘Jer
Tangan Madeline yang terulur tiba-tiba dipegang dan Felipe langsung diinterupsi tepat di saat tangannya menyentuh sudut USB flash drive itu.Dengan sepasang mata dinginnya dia mendongak dengan tidak senang dan melihat seraut wajah marah."Vera Quinn, bagaimana bisa kau begitu tidak tahu malu?!"Yvonne berteriak, "Begitu Jeremy pergi, kau langsung pergi makan siang dengan pria lain. Kalian berdua bahkan berpegangan tangan di depan umum. Kau benar-benar murahan, kau tidak pantas menjadi sepupu iparku! Aku akan segera memberi tahu Jeremy tentang hal ini!"Madeline benar-benar tidak menyangka Yvonne telah membuntutinya. Saat dia mendengarkan kata-kata fitnah Yvonne, dia menarik kembali tangannya dengan tidak senang dan berkata, "Bicaralah dengan hormat. 'Pria lain' yang kau bicarakan ini adalah paman Jeremy.""Apa?” Terkejut, Yvonne menatap Felipe yang memasang ekspresi dingin di wajahnya. Baru kemudian dia menyadari bahwa pria ini tidak hanya terlihat tampan dan luar biasa, namun fitur-fi
Dia memberi jeda selama beberapa detik sebelum mengangkatnya.Suara seorang pria yang dalam dan serak terdengar lirih, "Kau sudah kembali ke kantor?""Belum, aku balik ke tokoku," jawab Madeline dengan tenang, "Kau tidak sibuk? Kok punya waktu untuk meneleponku?"“Aku tiba-tiba kangen kamu,” ucap Jeremy lirih. Setelah mengatakan itu, pria itu menambahkan, "Sungguh."Satu kata itu membuat detak jantung Madeline tiba-tiba berdebar kencang. Tatapannya beralih ke layar komputer, hatinya merasa terusik."Vera, aku mungkin tak bisa pulang malam ini. Akankah kau merindukanku sebesar aku merindukanmu?"Madeline terdiam beberapa saat mendengarkan kata-kata Jeremy.Tak tahu berapa lama waktu telah berlalu, dia kemudian menjawab dengan lembut, "Tentu, tentu saja aku akan merindukanmu."Setelah mendapat jawaban Madeline, Jeremy terkekeh pelan dan berkata dengan nada mesra, "Jangan khawatir, semuanya akan segera beres. Kita tak akan pernah berpisah lagi setelah ini."Madeline mendengarkan kata-kata
Madeline tak menyangka Jeremy akan muncul dengan begitu tiba-tiba saat ini. Tidak hanya dia menghentikannya, tapi pria itu bahkan mengatakan sesuatu seperti itu.Tatapan Felipe menjadi dingin. "Jeremy, bukannya kamu sedang dalam perjalanan bisnis?""Apa aku tidak boleh pulang setelah perjalanan bisnisku selesai? Bagaimana aku bisa melihatmu mengganggu istriku kalau aku tidak pulang tepat waktu?" Jeremy berkata dengan nada dingin, lalu dia meletakkan tangan Madeline ke telapak tangannya. "Ayo masuk."Dia mengabaikan Felipe dan berbalik sambil membawa Madeline ke pintu.Madeline menoleh untuk menatap Felipe, lalu mengikuti Jeremy ke dalam kantor tanpa bersuara.Sesampainya di dalam ruangan kantor, Madeline mengira Jeremy akan menanyainya, tapi pria itu tidak menanyakan apa pun."Apa kau tidak punya pertanyaan untuk ditanyakan padaku?” Dengan penuh rasa ingin tahu Madeline menatap pria dengan ekspresi tenang itu.Jeremy melepas mantelnya dan menjawab dengan nada lembut, "Apa ada yang haru