Eloise merasakan tubuhnya membeku mendengar kata-kata yang Meredith teriakkan. Tangannya gemetar saat dengan keras mendorong pintu ruang kunjungan. Tiga orang di dalamnya terhenyak melihat kedatangan Eloise yang begitu tiba-tiba. “Mrs. Montgomery... Apa yang kau lakukan disini?” Rose bangkit dari kursinya dan menatap Eloise dengan gelisah. Meredith tampak tenang sekarang setelah gelombang keterkejutan telah berlalu. “Apa kau kesini untuk menemuiku, Mom? Apa yang terjadi dengan tanganmu? Kenapa diperban?” Nada bicaranya sekarang ramah dan sorot matanya lembut, tidak meninggalkan jejak dominasi dan sifat memerintah yang ada padanya beberapa saat yang lalu. Eloise tidak peduli dengan kepedulian dan sapaan palsu Meredith, karena sepasang matanya saat ini menatap tajam penampilan yang sangat halus itu. “Kata-kata yang baru saja kau ucapkan, apa kau serius?” Meredith tercengang. Dia menyimpulkan bahwa Eloise pasti mendengar kata-kata yang dia teriakkan dengan kemarahan yang tak terke
Dia mendekat dan dengan penuh kasih menopang Eloise yang terengah-engah. “Apa yang terjadi, Eloise?” Mata Eloise memerah saat dia menekankan tangannya di atas hatinya yang sakit. "Aku baru saja mengetahui bahwa Meredith... Dia... Dia bukanlah putri kita…” “A-apa katamu?” Semua warna dikuras dari wajah Sean. Sean merasakan tubuhnya menggigil saat Eloise menceritakan kembali seluruh kejadian tadi. Dengan Eloise di belakangnya, mereka pergi untuk berbicara lagi dengan Meredith, tapi tidak berhasil karena gadis itu menolak untuk berbicara dengan mereka. Sementara itu, Rose dan Jon juga tidak bisa ditemukan. Mereka tampaknya menghilang begitu saja seperti ditelan bumi. Keduanya akhirnya kembali ke rumah, kekosongan vila besar itu mencekik mereka. Eloise mencari petunjuk di kamar Meredith, tapi yang bisa dia temukan hanyalah liontin emas yang dia buat bertahun-tahun lalu untuk bayi mereka yang baru lahir. Nama ‘Eveline’ masih bisa dilihat dengan jelas di liontin itu. Matahari siang
Terkejut, sepasang mata Madeline berkedip-kedip penasaran saat menatap Eloise, yang air matanya mengalir deras. “Mengapa kau berkata begitu, Mrs. Montgomery?” “Eloise dan aku mendengar Meredith mengakuinya sendiri." Sean menghela nafas, kedua alisnya berkerut dalam. “Aku tak percaya dia mencuri identitas putriku.” Madeline agak bingung dengan pergantian situasi ini. Buat apa Meredith mengaku kalau dirinya bukan putri tertua dari Keluarga Montgomery? Melakukan hal seperti itu tidak memberi gadis itu keuntungan. “Aku tak akan pernah mendengar percakapan gadis itu dengan Rose dan Jon jika aku tidak mengunjunginya di rumah tahanan.” Eloise mencemooh dirinya sendiri, dan Madeline sadar bahwa Eloise telah mendengar sesuatu yang tidak pernah dimaksudkan untuk didengar wanita itu. Sebuah kebohongan akan selalu menjadi sebuah kebohongan. Menemukan kebenarannya hanyalah soal kapan.Terasa ironis, dan dia mendengar Eloise terkekeh. “Kupikir aku akhirnya menemukan putriku setelah bertahun
Dalam diamnya, Madeline memperhatikan mobil Sean melaju. Secara teknis, itu bukan kebohongan. Putri mereka masih hidup. ‘Yang sudah mati itu si bodoh yang gampang dibohongi, Madeline Crawford, bukan putri kalian, Eveline Montgomery.’Setelah mengunjungi Eloise, Jeremy awalnya berencana untuk membawa Madeline ke Whitman Manor. Namun, di menit terakhir tiba-tiba dia berubah pikiran. “Aku baru ingat kalau aku punya urusan penting yang harus aku urus. Aku akan mengantarmu pulang dulu dan nanti malam aku jemput?” Madeline tersenyum lembut. “Pergilah. Aku tunggu kamu menjemputku setelah urusan mu selesai.” Kedua sudut bibir Jeremy melengkung membentuk sebuah senyuman, namun senyum itu bukan berasal dari hatinya. Dia hanya memaksakan senyum itu keluar. Madeline sudah merasakan ada yang tidak beres dengan pria itu sejak mendengar bahwa Meredith adalah seorang penipu. Setelah keluar dari mobil, Madeline menyaksikan Jeremy membalikkan arah mobil tanpa meliriknya sedikit pun. Sangat b
Meredith kaget dengan tarikan tiba-tiba Jeremy. Matanya membelalak dalam keterkejutan saat dia mendengar kata-kata pria itu. Dirinya seperti kehilangan kemampuan untuk bernafas. ‘Bagaimana ... Bagaimana dia tahu bahwa itu bukan aku?’ ‘Kecuali Madeline sudah memberi tahu pria ini semuanya?' ‘Tidak. Madeline tak akan memberi tahu Jeremy. Tidak mungkin gadis itu mau!’ “Uhuk, uhuk…” Meredith merasakan udara tersedot keluar dari paru-parunya saat cengkeraman tangan Jeremy di kerah bajunya mengencang. Kulitnya memerah dan lidahnya menjadi kelu. "Apa... Apa kau bilang, Jeremy? Aku Linnie, gadis yang kau simpan rapat-rapat di hatimu. Bagaimana lagi aku bisa memiliki pembatas buku berbentuk daun itu? Uhuk, uhuk… Kumohon… Jeremy, lepaskan…” “Kau masih berpikir kalau kau bisa membohongiku di titik ini?" Jeremy menyipitkan kedua matanya, seberkas embun beku memancar dari kedua matanya dan membekukan separuh hati Meredith. “Kau bahkan bukan putri Eloise dan Sean, jadi bagaimana bisa liontin
Memandang Meredith dari atas seperti seorang juara menatap pecundang, pria itu mengeluarkan aura mendominasi yang sangat menakutkan. “Kau tak akan membuang waktuku kecuali kau ingin kematian yang mengenaskan mendatangimu.” Jeremy memperingatkan dengan dingin. Meredith batuk dua kali mendengar itu dan dengan susah payah mengangkat kepalanya. “Aku... Aku tahu tak seharusnya aku berbohong padamu, Jeremy. Tapi… Tapi aku bersumpah, cinta yang kurasakan untukmu adalah nyata. Aku mencintaimu, Jeremy, sungguh—” “Hentikan omong kosongmu,” potong Jeremy tanpa emosi. Meredith jatuh tertelungkup di lantai dan menggigit bibirnya. “Baik, aku akan mengatakannya padamu…” Menunduk, kedua mata Meredith berkilau dengan tipuan. "Jika aku tak bisa mendapatkan pria ini, Madeline, maka lupakan juga untuk mendapatkan sedikit cintanya!’Dia mengatupkan rahangnya dan mengumpat dalam hati sebelum membuka mulutnya lalu berkata, “Ada mata pelajaran pilihan yang aku ambil bersama Madeline di tahun pertamaku, d
Pria di hadapannya mengeluarkan sebuah hawa dingin dan rasa ingin menghindar, wajahnya yang tegas tidak menunjukkan emosi apapun saat pria itu menatapnya. Angin bertiup kencang di tengah musim gugur di pemakaman itu, membelai pipi orang-orang yang berkunjung. Madeline dengan tenang memberikan seulas senyum lembut untuk pria yang muncul di hadapannya. "Kenapa kau di sini, Jeremy?" Dia bertanya, nadanya santai dengan sedikit keterkejutan. Namun, dia tidak memperlihatkan kegugupan yang dia rasakan. Jeremy perlahan berjalan sebelum menoleh untuk melihat ke batu nisan. "Mengapa kau di sini? Dan siapa ini? Kenapa kau memberi penghormatan pada makam ini? Ini pertama kalinya kau di Glendale, bukan? Aku tak tahu kalau dirimu memiliki kerabat yang dimakamkan di sini.” Madeline berpura-pura terkejut saat menjawab, “Apa kau tidak tahu, Jeremy? Secara teknis Madeline masih mantan istrimu. Apa kau tidak mengenali kakeknya?” “Kakek mantan istriku?" Dia menatap bingung ke nama yang terukir di bat
Namun di sinilah mereka sekarang, dengan Jeremy yang gembira membawanya melewati pintu Whitman Manor. Mungkin inilah yang dimaksud orang dengan masa depan itu tak bisa diprediksikan. Mrs. Whitman, Karen Yaleman, langsung bergegas bertanya saat menyadari bahwa Jeremy telah tiba. “Benarkah, Jeremy, yang aku baca di dunia maya? Apa Meredith benar-benar melakukan semua itu? Apa dia dipenjara selama 12 tahun? Apa dia juga benar-benar berpura-pura sebagai putri Keluarga Montgomery?” Jeremy mengerutkan kening dengan tidak suka. “Aku tak mau mendengar nama itu itu.” “Tapi…” “Hari ini aku di sini membawa tunanganku untuk bertemu dengan kedua orangtuaku. Aku hargai jika kau tidak berbicara tentang nama atau apa pun yang membuat depresi,” sela Jeremy dengan dingin sebelum menurunkan pandangannya untuk menatap Madeline. “Ibuku sendiri yang memasak semua makanan ini. Aku harap kau menyukainya.” “Apa?” Ekspresi Karen seketika menggelap. “Kau bilang padaku kalau kita akan kedatangan seorang tam