Meredith kaget dengan tarikan tiba-tiba Jeremy. Matanya membelalak dalam keterkejutan saat dia mendengar kata-kata pria itu. Dirinya seperti kehilangan kemampuan untuk bernafas. ‘Bagaimana ... Bagaimana dia tahu bahwa itu bukan aku?’ ‘Kecuali Madeline sudah memberi tahu pria ini semuanya?' ‘Tidak. Madeline tak akan memberi tahu Jeremy. Tidak mungkin gadis itu mau!’ “Uhuk, uhuk…” Meredith merasakan udara tersedot keluar dari paru-parunya saat cengkeraman tangan Jeremy di kerah bajunya mengencang. Kulitnya memerah dan lidahnya menjadi kelu. "Apa... Apa kau bilang, Jeremy? Aku Linnie, gadis yang kau simpan rapat-rapat di hatimu. Bagaimana lagi aku bisa memiliki pembatas buku berbentuk daun itu? Uhuk, uhuk… Kumohon… Jeremy, lepaskan…” “Kau masih berpikir kalau kau bisa membohongiku di titik ini?" Jeremy menyipitkan kedua matanya, seberkas embun beku memancar dari kedua matanya dan membekukan separuh hati Meredith. “Kau bahkan bukan putri Eloise dan Sean, jadi bagaimana bisa liontin
Memandang Meredith dari atas seperti seorang juara menatap pecundang, pria itu mengeluarkan aura mendominasi yang sangat menakutkan. “Kau tak akan membuang waktuku kecuali kau ingin kematian yang mengenaskan mendatangimu.” Jeremy memperingatkan dengan dingin. Meredith batuk dua kali mendengar itu dan dengan susah payah mengangkat kepalanya. “Aku... Aku tahu tak seharusnya aku berbohong padamu, Jeremy. Tapi… Tapi aku bersumpah, cinta yang kurasakan untukmu adalah nyata. Aku mencintaimu, Jeremy, sungguh—” “Hentikan omong kosongmu,” potong Jeremy tanpa emosi. Meredith jatuh tertelungkup di lantai dan menggigit bibirnya. “Baik, aku akan mengatakannya padamu…” Menunduk, kedua mata Meredith berkilau dengan tipuan. "Jika aku tak bisa mendapatkan pria ini, Madeline, maka lupakan juga untuk mendapatkan sedikit cintanya!’Dia mengatupkan rahangnya dan mengumpat dalam hati sebelum membuka mulutnya lalu berkata, “Ada mata pelajaran pilihan yang aku ambil bersama Madeline di tahun pertamaku, d
Pria di hadapannya mengeluarkan sebuah hawa dingin dan rasa ingin menghindar, wajahnya yang tegas tidak menunjukkan emosi apapun saat pria itu menatapnya. Angin bertiup kencang di tengah musim gugur di pemakaman itu, membelai pipi orang-orang yang berkunjung. Madeline dengan tenang memberikan seulas senyum lembut untuk pria yang muncul di hadapannya. "Kenapa kau di sini, Jeremy?" Dia bertanya, nadanya santai dengan sedikit keterkejutan. Namun, dia tidak memperlihatkan kegugupan yang dia rasakan. Jeremy perlahan berjalan sebelum menoleh untuk melihat ke batu nisan. "Mengapa kau di sini? Dan siapa ini? Kenapa kau memberi penghormatan pada makam ini? Ini pertama kalinya kau di Glendale, bukan? Aku tak tahu kalau dirimu memiliki kerabat yang dimakamkan di sini.” Madeline berpura-pura terkejut saat menjawab, “Apa kau tidak tahu, Jeremy? Secara teknis Madeline masih mantan istrimu. Apa kau tidak mengenali kakeknya?” “Kakek mantan istriku?" Dia menatap bingung ke nama yang terukir di bat
Namun di sinilah mereka sekarang, dengan Jeremy yang gembira membawanya melewati pintu Whitman Manor. Mungkin inilah yang dimaksud orang dengan masa depan itu tak bisa diprediksikan. Mrs. Whitman, Karen Yaleman, langsung bergegas bertanya saat menyadari bahwa Jeremy telah tiba. “Benarkah, Jeremy, yang aku baca di dunia maya? Apa Meredith benar-benar melakukan semua itu? Apa dia dipenjara selama 12 tahun? Apa dia juga benar-benar berpura-pura sebagai putri Keluarga Montgomery?” Jeremy mengerutkan kening dengan tidak suka. “Aku tak mau mendengar nama itu itu.” “Tapi…” “Hari ini aku di sini membawa tunanganku untuk bertemu dengan kedua orangtuaku. Aku hargai jika kau tidak berbicara tentang nama atau apa pun yang membuat depresi,” sela Jeremy dengan dingin sebelum menurunkan pandangannya untuk menatap Madeline. “Ibuku sendiri yang memasak semua makanan ini. Aku harap kau menyukainya.” “Apa?” Ekspresi Karen seketika menggelap. “Kau bilang padaku kalau kita akan kedatangan seorang tam
Madeline tertegun untuk beberapa detik sebelum seulas senyum kalem menghiasi wajahnya. “Saya yakin Anda mungkin sedikit bingung mengenai saya, Grandpa Whitman. Bagaimana mungkin saya adalah Madeline Crawford?” Cahaya di kedua mata Old Master Whitman sedikit meredup, namun tatapan beliau terang. “Aku tak akan memaksamu untuk mengakuinya jika kau tak ingin, Madeline.” “Saya benar-benar bukan Madeline, Grandfather.” Madeline menyangkal sambil tersenyum. “Mana mungkin saya menikah dengan pria yang membenci saya jika saya adalah Madeline? Saya akan belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa melemparkan diri saya ke api hanya akan membuat saya terbakar.” Old Master Whitman terkejut mendengar berita itu. Kedua alis putihnya berkerut dalam. “Apakah kamu benar-benar akan menikah dengan Jeremy?” Madeline mengangguk dengan mantap. “Tentu saja, saya juga sedang mengandung anak Jeremy.” Mendengar itu, tatapan Old Master Whitman jatuh ke perut ratanya. Beliau mengerutkan kedua bibirnya namun tak
Kedua sudut bibir Madeline melengkung saat sebuah noda kenakalan muncul di kedua matanya. Tepat ketika Karen hendak duduk, Madeline mengernyit dan meletakkan tangannya di depan dadanya, mengendus-endus. Tatapan semua orang serempak jatuh ke Madeline saat Jeremy mengulurkan tangannya dan menggenggam tangannya dengan khawatir. “Kau baik-baik saja, Vera?” “Sesuatu berbau menyengat. Membuatku ingin muntah,” Madeline menjawab pelan, “Itu mungkin dari supnya, Jeremy. Aku merasa tidak enak badan. Kurasa aku perlu muntah.” “...” Ekspresi Karen seketika menggelap. Sup ini adalah salah satu masakan kebanggaannya. Kaya dengan antioksidan dan vitamin. Juga sup favoritnya untuk diminum. Tapi apa yang perempuan ini katakan? Bau dari sup itu busuk dan membuatnya ingin muntah? “Bawa pergi supnya,” suruh Jeremy.Pelayan itu tertegun, lalu dia mengangguk dan menurut. “Tunggu!” Karen menghentikan pelayan itu. “Apa yang kau coba katakan, Vera? Kau tak harus memakan masakanku jika kau pikir itu me
Mertua?” Madeline mendengus saat mengatakan itu, cemoohan terlihat jelas di fitur-fiturnya yang memesona. “Berani-beraninya kau menyebut dirimu mertua?” “...” Kedua mata Karen membelalak karena syok. Madeline menarik kembali tangannya saat kedua mata angkuhnya menyapu dengan dingin eskpresi frustasi dan meradang Karen. Bunga es tiba-tiba muncul di udara. “Kaulah yang seharusnya berhati-hati bila berada di dekatku. Aku bukan Madeline Crawford, dan aku tak akan membiarkanmu menginjakku dan menghardikku atau memukulku seenakmu.” “Kau…” Amarah berkobar di kedua mata Karen saat wanita itu mengangkat satu tangannya untuk memberi Madeline pelajaran. “Berhenti!” Intonasi dingin Jeremy ditembakkan ke udara, membekukan tangan Karen yang masih teracung. Madeline mengangkat satu alisnya dan membuka bibir merah mudanya. “Apa kau tak lihat seberapa besar Jeremy mempedulikan aku? Jangan menyinggungku, mengerti kau?” “...” Karen terlalu marah untuk berbicara. Sepotong ketakutan bersinar di kedu
“Ava mengalami kecelakaan. Kondisinya tidak bagus. Dia ingin melihatmu untuk terakhir kalinya sebelum dia pergi.” Langkah kaki Madeline terhenti saat jantungnya mulai berdebar tak terkendali. Menarik nafas dalam-dalam, dia punya firasat kalau ini bisa jadi adalah sebuah tes dari Daniel dan Ava. Bagaimana bisa Ava tiba-tiba terlibat kecelakaan mobil? Tidak mungkin, gadis itu pasti baik-baik saja! Madeline memikirkan itu dalam diam saat menatap Daniel dengan kesal. “Aku tak kenal dengan orang yang kau bicarakan ini. Tolong jangan ganggu aku.” Dia bergegas pergi, namun hati nuraninya ditarik kencang di dadanya. Tatapan Daniel begitu memilukan saat menatap figur Madeline yang menjauh dengan yakin. “Perlukah kau begitu tak berperasaan, Madeline? Ava adalah sahabatmu. Apakah kau ingin dia meninggalkan dunia ini tanpa kepastian sama sekali?” Madeline mendengar Daniel dengan jelas karena dia belum begitu jauh saat pria itu berbicara. Namun, hatinya teguh. Tetap saja, Madeline gemetar