"Kamu bales dendam ya sama saya?"Akhirnya disinilah mereka berada. Di tempat makan pinggir jalan, bersama suasana malam hari yang cukup berisik oleh nyanyian kendaraan bermotor dan mobil yang terus berlalu lalang. Tempat makan seperti ini sungguh merusak mood Pasha, tapi tidak dengan Hana yang tampak santai melahap seporsi nasi goreng yang dipesannya."Engga kok Pak" Hana mengambil segelas es teh dan meminumnya sedikit. Sudah lama Hana ingin makan ditempat seperti ini di malam hari. Tapi Hana tak bisa melakukannya karena ayahnya kerapkali protektif jika Hana keluar seorang diri di waktu malam."Kamu kok bisa makan ditempat seperti ini?" Mata elang Pasha berkerut heran melihat Hana yang terus menyendok kan nasi goreng itu ke dalam mulut dengan begitu nikmat, "Kamu tau gak kalo disini itu gak higenis?""..." Hana enggan menggubris. Terus mengunyah nasi goreng di mulutnya. Seporsi nasi goreng pedas plus telur ceplok setengah matang, itu sajian yang sangat menggugah selera makan Hana."N
Malam harinya Pasha berdiam di ruang kerja, meninjau banyak dokumen yang dikirim Eman melalui surel pribadinya. Karena hampir setengah hari penuh Pasha tidak di perusahaan, maka banyak pekerjaan tertunda yang harus Pasha bereskan di malam harinya. Setelah shalat Insya, Hana pergi ke dapur. Tapi sebelum itu Hana sempat melihat Pasha yang duduk di kursi kerja itu tampak serius memperhatikan layar tablet. Hana tau Pasha pasti sedang meninjau banyak dokumen yang tertunda karena menemaninya separuh hari ini. Di dapur, Hana membuka kulkas dan mengambil sekotak susu vanilla yang kemudian ia tuangkan ke gelas. Setelah menuntaskan segelas susu vanila itu, Hana pergi mengambil sekotak jus sayur yang ada di kulkas dan menuangkannya ke gelas kosong lainnya. Hana membawa segelas jus sayur itu ke ruang kerja Pasha. "Pak Pasha" Panggil Hana. Tangan kanannya memegang segelas jus sayur yang sengaja ia bawa untuk Pasha. Melihat jus sayur, itu sedikit mengingatkan Hana akan momen pertemuan mereka dul
Kata orang, hidup ini jangan terlalu dipikirkan— tapi cukup jalanin saja. Itu lah yang hanya dapat Hana lakukan di situasinya seperti sekarang. Bangun pagi, Hana bersiap-siap pergi mandi dan berpakaian rapi untuk ke kampus. Hana mencoba untuk beradaptasi dengan kehidupannya yang dijalaninya saat ini sebagai istri dari seorang workaholic."Lagi, aku harus terjebak dalam kehidupan yang dingin ini" Hana berpikir, menikah adalah caranya keluar dari kehidupannya yang kelabu dan hambar. Tapi tak taunya Hana malah terjebak dalam gua es yang sunyi dan sepi."Mungkin memang sudah takdir ku memiliki kehidupan seperti ini" Hana menarik nafas dalam-dalam, menelan segala kekecewaan dan kesedihan. Mengambil Tote bag nya, Hana bergegas keluar dari kamar dan menuju dapur.Hana terkejut melihat di meja makan sudah ada sepiring sandwich dan segelas susu vanila. Baru saja hatinya merasa sakit mengenang mirisnya takdir pernikahan yang ia miliki, tapi melihat sajian sarapan ini— seketika dadanya berbunga-
"Ayo dong Hana ceritaa, gimana malam pertama kamu sama Pak Pasha.." Rengek Chaca pada Hana. Saat itu mereka tengah duduk-duduk di taman kampus. Niat awalnya mereka hendak mengerjakan tugas kelompok, tapi begitulah kaum hawa yang tak dapat terpisahkan dengan topik dan obrolan."Syutt, Chaca berapa kali sih aku bilangin jangan keras-keras..." Ujar Hana dengan ekspresi wajah tertekan. Bagaimana jika ada salah satu anak-anak kampus yang mendengarnya? Kabarnya yang sudah menikah itu pasti akan menyebar dengan cepat. Biar bagaimanapun pernikahan di kalangan pelajar seperti mereka masih sangat minim terjadi. Hana terlalu malu diketahui orang-orang jika ia sudah menikah."Makanya ceritaaa!" Tukas Chaca yang tak henti-hentinya menuntut Hana untuk bercerita. Sedang Miftah hanya menggelengkan kepala melihat kerenah Chaca itu yang bukan kali pertama buat mereka."Mau cerita apa? Toh gak ada kejadian apa-apa kok" Tutur Hana, karena begitulah yang terjadi. Dari awal memang ia sudah buat kesepakatan
Pasha memutuskan untuk pulang awal. Tidak tau kenapa memikirkan ada Hana di apartemennya yang kosong dan sunyi, membuat Pasha tak tahan jika mengingat Hana harus mendekam sendirian di sana. Hal itu membawa keberuntungan bagi para karyawan yang akhirnya dapat pulang kerja cepat tanpa harus lembur seperti biasanya."Alhamdulillah, akhirnya setelah sekian lama, untuk pertama kalinya kita menghirup kembali udara kebebasan" Ujar Bahri yang tampak bersemangat berkemas untuk pulang. Biasanya ia tak dapat melakukannya meski pekerjaan untuk hari itu sudah usai. Karena perusahaan mempunyai aturan tak tertulis...Dilarang pulang sebelum bos besar pulang."Pak Bahri memang ngomongin apa aja tadi sama Pak Pasha? Saya yakin ini pasti ada hubungannya sama yang pak Bahri bicarain tadi.." Tanya salah seorang karyawati. Karena sangat jarang mereka melihat bos toxic itu bisa pulang sore. Biasanya Pasha paling cepat pulang jam sembilan malam lewat."Kalian semua mau tau apa?" Pembicaraan serius yang meng
Hana meraba bibirnya yang baru saja dicium Pasha. Tekstur kasar dan tebalnya bibir pria itu terasa masih membekas di sekujur bibir kecilnya. Hawa panas pun kian menjalar di kedua belah pipinya yang sudah memerah muda bak sakura mekar. Hana memegang dadanya, merasa detak jantungnya yang berdegup tak wajar. Ini sungguh berbeda dari yang sebelumnya. "Haah, perasaan apa ini?" Meski samar, Hana dapat merasakan sesuatu yang membuncah dalam perutnya—menggelitik seperti jutaan kupu-kupu baru saja menyeruak keluar dari sana, "Kenapa rasanya begitu manis dan menyenangkan?" Detik itu Hana sama sekali tidak sadar, bahwa dalam dirinya mulai tertanam bibit cinta untuk suaminya— Pasha. Malam harinya, mereka ada agenda makan besar keluarga di sebuah hotel bintang lima yang dikelola oleh keluarga Pasha. Bisnis perhotelan keluarga El Murad tidak diragukan lagi keistimewaan dan kemewahan fasilitas yang tersedia didalamnya dan cabangnya pun sudah merambat di beberapa negara timur. Pasha duduk di sofa,
Menyadari ketidaksenangan Pasha, pria itu tersenyum agak canggung menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Hana yang tak menyadari keganjilan dari tatapan Pasha yang mendingin, hanya mengangguk dengan polosnya pada pria berjas coklat itu dengan bibir yang mengukir senyum sopan. "Ah, ternyata ini istri anda pak. Maaf saya hanya tau anda sudah menikah, tapi ini kali pertama saya melihat istri anda" Itu wajar beberapa kolega bisnis Pasha tidak mengenal Hana. Karena Pasha telah membuat pernikahannya sedikit tertutup dan melarang media manapun datang untuk meliput. "Ah, perkenalkan saya—" Pria itu baru saja hendak mengulurkan tangannya untuk melakukan salam kenal formal dengan Hana, tapi... "Kami permisi!" Pasha terus menarik pinggang kecil Hana dan segera pergi meninggalkan tempat itu. Hana cukup terkejut dengan kelakuan Pasha itu. Matanya diam-diam menoleh pada Pasha yang auranya masih suram dan gelap, 'Tidakkah Pak Pasha ini terlalu sombong?' Bagaimanapun tadi itu salah seorang kolega
Shahbaz dapat merasakan ketidaksenangan Arya karena kelakuan keluarga besarnya. Shahbaz baru saja hendak mengatakan sesuatu untuk menghentikan alur pembicaraan itu hanya Pasha sudah bergerak mendahuluinya."Style Hana malam hari ini itu atas pilihan saya, jika kalian menganggap itu lelucon itu berarti kalian menghina saya"Sejurus kata-kata itu keluar dari mulut Pasha, tak seorangpun di meja makan yang masih berani tersenyum. Termasuk Aira yang sudah menciut dengan pandangan tertunduk ke bawah. Sejak dulu Aira selalu takut dengan pesona Pasha yang dingin dan acuh tak acuh itu.Keira dan Ratna yang sejak tadi sudah memanas dengan tenggorokan yang sudah sangat gatal ingin mengatakan sesuatu, kali ini dapat merasa lega melihat Pasha yang turun tangan untuk membela Hana."Ah, ternyata selera keluarga El-Murad sangat kuno ya" Keira tersenyum jahat kearah Aira. Keira tidak puas jika tidak melakukan sesuatu sebagai balasan."Siapa tadi yang berkata... 'Style apa nya? Siapa yang masih hidup d