Christa bangun dengan tubuhnya yang terasa sakit, dia tampak meringis pelan dan menatap langit-langit kamar yang tampak sangat kabur. Dia yakin sebentar lagi dia pasti akan melahirkan, makanya dia merasa sakit seperti ini yang tidak apa yang sudah terjadi selama ini."Sakit sekali ..." Christa menahan napasnya dengan rasa sakit yang terasa kuat.Tak lama dia mendengar suara pintu terbuka dan pelayan masuk ke dalam untuk mengantarkan makanannya. Christa memegang perutnya sambil menyibak selimut, lalu menatap wajah pelayan itu."Apakah disini ada dokter Gerson?" tanyanya pelan seraya berusaha bangkit.Pelayan yang sudah akan pergi itu tampak menatapnya yang sudah pucat dengan memegang perutnya sendiri."Dia tadi pergi, kami akan memanggil Tuan Hafens." Christa mengangguk pelan dan memegang perutnya dengan rasa sakit yang dia rasakan. Dia menarik napasnya beberapa saat lalu mulai bangkit dan masuk kamar mandi untuk membersihkan wajahnya.***Hafens sedang berada di dalam ruangan pribadi
Gerson memeriksa keadaan Christa yang terlihat tidak begitu memungkinkan untuk melahirkan secara normal karena dia lemah dan seperti tidak memiliki tenaga yang cukup. Apalagi wajah dan keringat wanita itu terlihat berbeda dari biasanya, wajah Christa benar-benar memucat dan keringatnya sebesar biji jagung menetes dari dahi."Kau tidak akan bisa melakukan persalinan secara normal. Ini terlalu beresiko, tapi untuk melahirkan secara operasi juga kita tidak memiliki alat-alat yang cukup sebab kita tidak ada di rumah sakit. Hafens melarangku untuk membawamu ke rumah sakit karena dia tidak mau kau terlihat oleh siapapun." Gerson berkata membuat Christa mengangguk paham dan berusaha untuk tenang padahal perutnya begitu sakit dan terasa seperti melilit."Kalau begitu aku akan mencoba untuk tetap normal, apapun yang terjadi pada akhirnya itu sudah menjadi takdirku. Sudah dulu dia memang tidak suka denganku, 'kan? Jika memang sudah seperti ini aku hanya bisa menurut dan lakukan saja kelahiranny
Hafens menatap wajah Christa yang matanya terpejam. Dia tak tahu perasaan apa ini, dia tidak bahagia dengan kelahiran putranya tapi malah menatap istrinya yang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang itu.Christa dinyatakan koma oleh Gerson karena banyaknya darah yang keluar akibat persalinan dan memang keadaan Christa yang memang tidak membaik sejak dia hamil besar. Dia banyak pikiran dan itu membuat tubuhnya melemah padahal konsumsi gizi dan segalanya itu cukup untuk menunjang keadaannya yang sedang hamil. Hanya saja kembali lagi saat seorang ibu hamil mendapatkan tekanan dan tidak ada kasih sayang yang dia rasakan tentu saja dia merasa hidupnya seperti hancur dan dia tidak bahagia seperti ibu hamil kebanyakan. Disini Christa menjadi seorang wanita hamil yang mengandung anak musuhnya jadi tentu saja dia tidak bahagia seperti ibu hamil pada umumnya.Hafens bergerak mendekati wajah Christa dan menyentuh bawah hidung wanita itu. Masih ada napas yang begitu lemah sekaligus denyut j
Hafens menjaga bayinya yang menangis sepanjang malam dan sama sekali tak mau menyusu atau tidur padahal ini sudah jam satu malam. Dia hanya akan diam jika didekatkan dengan Ibunya dan itu cukup membuat Hafens merasa sangat aneh. Anaknya yang baru lahir ini saya akan tahu kalau ada ibunya di sana dan dia bisa mendekatinya. Hanya saja ibunya tidak bisa merangkul atau mendekapnya karena keadaan Christa yang sedang koma. Hafens sudah meminta pada Gerson untuk melakukan semuanya tapi salah ada yang salah dengan diri Christa, makanya wanita itu terus memejamkan matanya dan tidak mau bangun padahal dia bisa saja bangun ketika mendengar suara tangisan anaknya."Kenapa kau hanya mau diam ketika dekat dengan ibumu, hmmm? Padahal dia adalah anak musuh Ayah." Hafens menarik napasnya dengan rasa sesak di hatinya.Dia menatap wajah wanita yang baru saja melahirkan putranya itu. Christa sudah terbaring tak sadarkan diri sejak tadi pagi setelah melahirkan dan sampai saat ini dia juga belum sadar. Haf
Hafens menatap wajah Christa yang juga masih memejamkan matanya di hari kedua. Dia seperti tidak ingin bangun sama sekali karena wajahnya terlihat tenang walaupun pucat. Wanita ini terlihat sangat santai seolah tak ada yang dia dengar, padahal anaknya menangis dan tak mau diam kalau bukan dekat dengannya."Setersiksa itukah kau sampai tidak mau bangun untuk melihat anakmu lagi?" tanyanya seraya menatap wajah Christa yang masih diam sementara suara mesin pendeteksi terdengar nyaring di dalam ruangan itu.Sesak, entah mengapa ada rasa sesak di dalam hatinya hanya karena dia melihat Christa yang memejamkan matanya dengan wajah pucat tak berdaya. Dia seperti nyaman berada di dalam mimpinya dan tidak ingin bangun seperti memang sudah memutuskan untuk berada di dalam sana terus-terusan. Hafens menghela napasnya pelan sebelum akhirnya dia memegang tangan Christa dan menggenggamnya karena tangan itu terasa sedikit dingin dan lemah."Christa ..." Hafens memanggilnya lirih ditambah lagi dia bisa
Tangisan dan kebisingan serta ucapan-ucapan putus asa terdengar dari sebelah ranjang di dalam kamar yang begitu pengap. Bisa dia dengar suara bayi yang menangis terus menerus dan hanya diam dalam beberapa menit, malam yang tidak ada heningnya karena terdengar suara orang yang putus asa dan cemas serta banyaknya orang yang memanggil namanya supaya dia bangun.Di hari ketiga sosok yang sedang terbaring, itu membuka matanya perlahan dengan sesak napas yang menghampiri dadanya. Dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya dan merasa seperti ada yang menimpanya begitu kuat hingga dia merasa sangat lemah dan seluruh tubuhnya sakit.Christa, dia adalah seorang wanita yang baru melahirkan tiga hari lalu tapi sudah jatuh ke dalam lubang yang tak berdasar, yang jatuh tak sadarkan diri setelah anaknya berhasil dilahirkan dan ketika dia bangun dia bisa melihat suasana yang begitu berisik dengan suara tangisan bayi, suara mesin pendeteksi dan suara orang yang sedang menenangkan sesuatu dengan pelan dan pe
Christa menatap wajah bayinya dari box yang agak jauh. Terlihat masih bangun seolah tak mau tidur, bahkan sesekali juga terdengar merengek dan tangisannya seperti begitu sedih."Maaf, Ibu bukan tidak mau menggendongmu. Hanya saja, Ibu tidak bisa membiasakanmu. Nanti mungkin tidak sampai 2 tahun lagi ibu akan pergi dan kalau ibu tudak membiasakanmu dari sekarang yang ada nanti malah akan menjadi masalah karena kau tidak mau berpisah dari ibu." Christa menghela napas sedih.Dia tak tahu kenapa harus berada di dalam suasana dan keadaan yang begitu menyedihkan seperti saat ini. Dia dan anaknya harus berkorban perasaan hanya untuk menebus dosa orang tua Christa yang sudah membunuh kedua orang tua Hafens. Tak ada yang mau berada disini tapi Christa harus bertahan karena dia harus menyelesaikan apa yang diminta oleh pria itu padanya."Kau tidak mau menggendong anakmu?" tanya Gerson saat dia kembali dan melihat Christa yang sedang menatap ke arah box dari tempat anaknya di baringkan."Tidak,"
Christa menatap Hafens dengan wajah tak percaya. "Apa maksudmu?" tanyanya tak paham. "Kau sudah bisa memegang dan menggendong bayi ini, juga sudah bisa merawatnya-""Tidak!" Christa menggeleng dengan wajahnya yang berubah pias. "Jangan lakukan itu karena aku tidak mau."Hafens mengerutkan dahinya walau dia sudah tahu alasan dari wanita ini tidak mau mengurus anaknya tapi yang pasti dia harus tetap membujuk dan meyakinkannya."Kenapa? Bukankah kau ingin melakukannya?""Ya, tapi setelah aku berpikir itu hanya akan menyiksa kami. Setelah ini aku akan merawat diriku dan melakukan program kehamilan kedua. Sebaiknya kita tidak usah menunda begitu lama. Aku akan mempersiapkan kehamilan kedua dengan lebih baik supaya tidak ada tragedi seperti ini. Anak ini hanya belum terbiasa saja dan jika dibiasakan pasti akan lebih tenang. Sebaiknya kau membawanya jauh dariku karena kalau dekat justru bisa membuatnya tahu kalau ada aku disini. Itu berbahaya karena dia akan terus menangis dan berharap aku
Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan
Hafens melihat halaman belakang dimana istrinya sedang duduk di atas matras dan melakukan senam yoga. Dia mengakui Christa pasti akan selalu melakukan kegiatan dan gaya hidup sehat yang biasa dilakukan oleh wanita yang menginginkan bentuk tubuhnya bagus dan sempurna.Christa juga biasa gym dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kesehatan tubuhnya, membuat Hafens kadang suka memperhatikannya dari jauh."Wanita yang dulu hampir putus asa itu, sudah bisa melihat dan menyaksikan masa depannya yang dulu suram. Aku berharap bisa terus menjadi bagian dari masa depanmu, Christa."Ini bukan hanya soal kisah dendam antara mafia, juga ada kisah cinta dan pelajaran hidup. Semuanya lengkap dan Hafens merasa semua yang dia rasakan lebih baik dan tidak ada yang harus diubah. Wanita itu dengan segala macam hal yang dia punya membuat Hafens merasa jatuh cinta tanpa paksaan, hingga tak terasa nyatanya sudah hampir delapan belas tahun mereka bersama."Tuan butuh sesuatu?"Hafens menatap pelayan itu dan me
Hafens menatap putranya yang baru kembali, hingga dia menaikkan alisnya dan mengajak Hansen duduk di kursi sebelah taman dan agak menjauh dari rumah."Kau baru dari satu tempat?"Hansen mengangguk dan menatap ayahnya. "Menemui pria tua bangka yang tidak pernah mau mati itu. Aku kesal karena anak perempuannya suka mengganggu Cherry dan terang-terangan melakukan aksi pengejaran karena dia suka padaku. Hanya dengan melihat dia mati maka keluarga itu akan berhenti untuk melakukan hal yang menyebalkan," ujarnya datar membuat Hafens tersenyum kecil."Ayah sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Cherry tadi, dia mengadukan hal itu pada ibu kalian. Sepertinya keputusan Ayah untuk memindahkannya sekalian adalah hal yang baik, tapi kemudian Ayah berpikir untuk memindahkan anak itu saja kalau misalnya tidak memungkinkan. Bagaimanapun satu tahun lagi Cherry akan segera lulus dan dia membutuhkan tempat yang sama untuk mendapatkan nilai yang baik sesuai dengan harapannya. Kalau pindah sekolah maka
Beberapa tahun kemudian ...Hansen menatap wajah adiknya yang tampak merah padam dengan tatapan kesal."Bisa-bisanya Claudia mengatakan semua itu! Aku kesal padanya, dia sudah keterlaluan!"Hansen tersenyum pelan, mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. "Sudah kukatakan abaikan saja dia," ucapnya santai. "Kita akan segera lulus dari sekolah ini, kenapa harus peduli dengannya? Aku dan kau akan pergi ke universitas yang tidak semua orang bisa memasukinya. Kau dan dia tidak akan pernah bertemu lagi."Cherry menarik napasnya beberapa kali dengan tak beraturan hingga membuat Hansen tersenyum dan membawanya ke arah kantin. Dia tahu apa yang terjadi pada Cherry makanya tidak mengatakan banyak hal. "Makanlah, aku akan membayarnya." Hansen berkata seraya mendudukkan diri dihadapan adiknya yang sudah duduk di kursi seberang. "Kau mau makan apa, katakan saja."Cherry menghela napas, merasa lebih baik karena kakaknya selalu tahu kalau dia marah maka akan memberikannya makanan yang banyak untuk