{Moh. Ezra Nataprawira}
๐๐ช๐ฏ๐ฅ๐ถ๐ฌ๐ถ ๐ฎ๐ฆ๐ญ๐ฆ๐ฃ๐ช๐ฉ๐ช ๐ณ๐ช๐ฏ๐ฅ๐ถ๐ฎ๐ถ. ๐๐ข๐ฉ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ข๐ฌ๐ถ ๐ต๐ข๐ฌ ๐ฎ๐ข๐ฎ๐ฑ๐ถ ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ฆ๐ซ๐ข๐ฎ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ข๐ต๐ข ๐ฌ๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ข ๐ณ๐ช๐ฏ๐ฅ๐ถ ๐ช๐ต๐ถ ๐ฎ๐ถ๐ญ๐ข๐ช ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ถ๐ฏ๐ค๐ข๐ฉ ๐ฅ๐ช๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฎ ๐ฅ๐ข๐ฅ๐ข๐ฌ๐ถ. ๐๐ช๐ฏ๐ฅ๐ถ ๐ช๐ต๐ถ ๐ต๐ฆ๐ญ๐ข๐ฉ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐บ๐ข๐ต๐ถ ๐ฅ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐ข๐ญ๐ช๐ณ๐ข๐ฏ ๐ฅ๐ข๐ณ๐ข๐ฉ ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ต๐ฆ๐ณ๐ถ๐ด ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ญ๐ช๐ณ ๐ต๐ข๐ฏ๐ฑ๐ข ๐ฉ๐ฆ๐ฏ๐ต๐ช. ๐๐ฆ๐ฉ๐ช๐ฏ๐จ๐จ๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ช๐ต๐ข๐ฉ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ข๐ต๐ข๐ฌ๐ถ ๐ต๐ฆ๐ต๐ข๐ฑ ๐ต๐ฆ๐ณ๐ซ๐ข๐จ๐ข ๐ถ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ๐ถ๐ฎ๐ถ.
{Shaila Shena Anjani}
<<<<<<___________________________>>>>>
Ezra Masih berbaring terkulai tak sadarkan diri. Sedangkan Shaila menggelar sejadahnya memohon kesembuhan untuk Ezra. Berharap semua awan kesedihan yang menimpa dirinya dan Ezra segera berlalu diganti dengan pelangi
Ezra memeluk Shaila dengan erat dari belakang. Sedangkan Shaila masih memikirkan bagaimana caranya dia akan pergi meninggalkan Ezra."Setelah Papa mengusirku dan Mama tidak bisa membelaku, aku pikir tidak ada satu orang pun yang menyayangiku. Kenapa aku harus hidup di jalanan? padahal Papa adalah orang berada. Aku merasa hidup sendiri tak punya orang tua. Tapi kali ini aku tidak akan merasa hidup sendiri lagi, karena aku punya kamu kekasih impianku. Kamu adalah alasanku untuk bangkit dan tetap bertahan." Ezra bercerita. Mulutnya hampir menempel pada kepala Shaila.Kemudian Shaila pun bercerita tentang kisahnya. Lama dan semakin lama Ezra terlelap dalam kisah-kisah yang terjadi dalam mimpi. Pelan, Shaila melepas tangan Ezra yang masih memeluknya dari belakang. Ia ingin beranjak pergi dari rumah sakit pagi-pagi sekali, sebelum Ez
Tak percaya dengan apa yang dia dengar. Ezra merasa kalut. Pikirannya dipenuhi tanya mengapa dengan teganya Shaila mengatakan kata-kata yang membuat hatinya hancur berkeping-keping.Cinta yang sudah mulai tumbuh dan menguasai hatinya. Cinta yang sudah mengakar dalam hatinya hanya untuk Shaila seorang. Cinta yang tak bisa ia gantikan dengan apapun. Cinta yang mencintai seutuhnya. Kini cinta itu juga yang menorehkan luka pada hatinya.Air mata menetes tak tertahan dari kelopak mata Ezra. Pandangannya tak lepas dari Shaila yang berlalu menaiki anak tangga.Shaila yang masuk kedalam kamar langsung menutup pintu dan menyandarkan tubuhnya pada pintu. ia menangis sejadi-jadinya. Air mata tak terbendung membasahi pipinya."Maafkan aku!" bisik hatinya sambil menangis
Perlahan Ezra membuka mata. Ia baru tersadar dari pingsannya. Pikiran tentang Shaila yang tiba-tiba meninggalkannya masih mengusik ketenangan jiwa lelaki yang terkulai lemah itu. Ketenangannya hanya ada pada kehadiran Shaila di sisinya. Lantas, ia duduk dan mengambil kotak cincin dari saku celananya. Ia menatap cincin itu, cincin pernikahan yang ia berikan pada Shaila. Dan kini cincin itu kembali berada di genggamannya."Kenapa kamu lakukan ini padaku, Shaila?" Air matanya tak terasa mengalir. Dadanya terasa sangat sesak seperti ingin mati saat ini juga.Tiba-tiba Jian Li datang. Dia merasa dirinya menang dari Shaila. Dia sudah kembali normal dan bisa berjalan seperti orang biasa setelah melakukan operasi pemasangan kaki robot di Jepang.Harapan Jian Li terhadap Ezra melambung kembali setelah ia memiliki kaki robot itu. Tentu saja Direktur Han melakukan sem
"Pergilah! Aku ingin sendiri." Sorot mata Ezramenunjukkan kekesalan. Sekuat mungkin menahan nada suara, meredam amarah yang mulai membara."Pergilah...! Pergi!!!" Teriak Ezra tak mampu mengendalikan emosi karena Jian Li masih berdiri disamping ranjangnya. Jian Li tersentak. Kaki kirinya mulai goyah menahan keseimbangan kaki kanan yang tiba-tiba terasa sakit efek bekas operasi kaki robotnya. Seharusnya dia beristirahat dalam beberapa bulan. Namun ambisinya untuk memiliki Ezra membutakan segala hal, hingga kesehatan sendiri tak berarti.Gun menarik tangan Jian Li dan menyeretnya keluar. Berusaha meredamkan suasana dengan meninggalkan Ezra dalam kesendirian. Ia paham betul watak sahabatnya yang mudah terpancing emosi ketika dirunduk masalah. Emosinya akan membeludak, dan berakhir pada episode dimana air mata akan mengalir penuh ke
Shaila duduk terdiam di sudut kamar memeluk kedua lututnya ditemani rasa sesak yang menjalar dalam dada.Kata "Pernikahan yang berbuah sial" terus terngiang ditelinganya. Mulai dari kematian Sang Papa yang misterius, runtuhnya bisnis Ezra. Pun ia harus mundur dari pernikahan yang baru saja dibina bersama Ezra, Sang Dewa yang telah menyelamatkannya dari ambang keputusasaan. Semua berbaur dalam satu memori. Mau tak mau Shaila harus mencari jawaban atas teka-tekipuzzleyang telah menjebak skenario kehidupannya.Bayangan tentang kejahatan Raka, kekejaman Papa Dirga, keusilan Direktur Han membuat kepala Shaila pening. Untung saja dia masih mampu menjaga keseimbangan otak dan hatinya yang sudah dibentengi dengan banyak berdzikir serta membaca ayat suci al-qur'an sejak mengenal Ezra. Hingga kekuatan mengendalikan diri semakin mengokoh dalam hati Shaila. Kalau saja dia tidak punya kekuatan, mu
Tentang Raka dan Alyne."Puas kamu, puas melihatku membusuk disini?" Teriak Raka histeris ketika Alyne menemuinya dipenjara.Mukanya merah membara meluapkan kekesalan pada keluarga Hardi. Meremas rambut yang mulai gimbal tak terurus.Alyne menangis menyaksikan sikap Raka. Tak pernah ia duga akan berakhir seperti ini.Sejak awal diangkat menjadi anak Papa Hardi, Raka merasa dianggap seperti hewan peliharaan di keluarganya. Betapapun ia mengerahkan seluruh tenaganya demi keluarga Hardi. Tapi tetap, Hardi tidak memberikan Shaila kepadanya.Hingga bertemu Alyne yang berdandan mirip Shaila. Entah mata dan hatinya sudah terkunci ol
Shaila mengejar Ezra yang tengah mendekati Raka dan Alyne."Apa tujuanmu datang kesini?" tanya Shaila dengan suara gemetar. Iaberusaha menyeimbangkan langkahnya dengan Ezra yang hampir sampai di depan kamar tahanan Raka."Menurutmu, apa saya akan membiarkan orang yang telah jahat pada kita lolos begitu saja?"Setelah sampai, Ezra terdiam beberapa detik, lalu melanjutkan pembicaraannya,"Ah...bukan, maksudku jahat padaku." Ezra menjawab dengan memalingkan muka kearah lorong tahanan yang sepi.Mereka tak menyadari kehadiran Raka dan Alyne yang diam-diam memperhatikan."Hmmh,,,Kamu puas membohongi semua orang dengan kedok k
"Aku bilang, aku aborsi." Shaila mengulang perkataan yang sama, sambil berusaha menahan getaran tubuhnya. Ketahanannya hampir runtuh. Ia nyaris terkulai, sebab terpaksa mengeluarkan perktaan itu. Perkataan yang bertolak belakanh dengan kenyataan dan hati nurani.Perkataan Shaila membuat Ezra benar-benar murka. "Shaila!" teriak Ezra kencang. Ini kali pertama Ezra benar-benar marah hingga darahnya mendidih, bahkan ia mengangkat tangan kanannya ke atas.Spontan Shaila menutup mata. Dengan ikhlas dia akan menerima tamparan Ezra. Ia pantas mendapatkan tamparan itu atas mulutnya yang tak bisa di jaga.Tangan Ezra melayang sejajar dengan kepala Shaila, bukan menampar wajah. Dia memukul tembok yang menjadi sandaran Shaila. Perih di dada. Namun kebenci semakin menggunung. Rasa iba pun kembali hancur seketika. Anak yang menjadi harapannya, darah daging yang akan menjadi saksi kesuci