selamat siang, semuanya... terima kasih sudah membaca đ¤đ sampai jumpa besok lagi, siap2 kapal kita kena guncangan yes wkwkwkkw
Siang hari ini, Amaya baru saja keluar dari toilet kampus dan bertemu dengan Naira yang kebetulan juga sedang berada di sana."Dari tadi kusut amat, kenapa sih, May?" tegur Naira, berjalan di samping Amaya sekeluarnya dari sana.Amaya menghela dalam napasnya. Tak mungkin ia mengatakan betapa kesal ia semalam pada Kelvin dan itu berlanjut hingga tadi pagi. Amaya enggan bicara dengannya dan memilih untuk pergi ke kampus lebih dulu sedangkan pria itu ....Ah entahlah! Amaya tak peduli."Bete, Nai," jawab Amaya. "Gara-gara film yang dipilihin si Randy semalam?""Nggak, ada yang lebih nyebelin dari itu," jawab Amaya. Mendengus kesal setiap kali mengingat perdebatannya dengan Kelvin."Eh tapi bener 'kan kalau rumahmu tetanggaan sama orang tuanya Pak Kelvin?" tanya Naira antusias.Amaya mengangguk menjawabnya, "Iya, kenapa?""Kamu tahu nggak siapa istrinya Pak Kelvin?" tanya Naira. "Istri?""Iya, ada yang bilang kalau kemarin itu ada pesan masuk yang bisa dibaca sama mahasiswa," jawab Nai
"Nggak, saya nggak punya perasaan apapun ke dia," jawab Kelvin. "Dan saya bisa mendengarmu, Amaya. Kamu nggak perlu ngomong sekeras itu," kata Kelvin, mencoba menciptakan situasi kondusif di antara gejolak yang terlanjur tersulut ini. "Bohong kalau Pak Kelvin bisa dengar saya," tangkis Amaya. "Kalau Bapak dengar saya, udah dari kemarin-kemarin Bapak percaya kalau Caecil tuh tukang bully. Tapi nggak, 'kan?" "Amayaâ" "Dari cara ngomongnya aja udah kelihatan gimana sikap aslinya tuh cewek, tapi Anda nggak percaya sama saya." Amaya melihat kedua bahu Kelvin yang perlahan jatuh. Sepertinya pria itu lebih memilih untuk berhenti menjawab Amaya dan memutuskan untuk menjadi pendengar. "Tapi percaya atau nggak percaya itu hak Anda juga sih. Yang jelas, saya udah bilang sama dia kalau saya akan ganti tasnya." Amaya berjalan melewati Kelvin sebelum kembali berhenti dan menoleh pada pria itu. "Dan nggak pakai uang dari Anda, saya pakai uang dari Papa." Langkahnya cepat meninggalkan Kelvin,
"Bukannya Pak Kelvin udah punya istri?" celetuk salah seorang mahasiswa di antara kerumunan itu."Sampai sekarang nggak ada yang tahu itu benar atau nggak, dan nggak terbukti!" sahut yang lainnya.Selagi kerancuan informasi terjadi di antara mereka, di hadapan Amaya, ia melihat sepasang mata Kelvin yang menggelap saat pria itu mengatakan, "Lepaskan saya!" pintanya, menoleh pada Ziel yang seolah tak peduli selain hanya memiringkan kepalanya ke kiri. Amaya yang tak ingin membuat mereka bertiga semakin menjadi pusat perhatian pun memilih untuk menarik tangannya dari Kelvin."Lepas," katanya. Sentakan itu membuat Kelvin menepis sentuhan Ziel dan membuat keduanya terpaku untuk beberapa lama hingga Amaya berjalan meninggalkan mereka.Membiarkan dua pria itu saling pandang dengan manik satu sama lain yang sama tajamnya.Kelvin memutar tubuhnya, untuk sepenuhnya menghadap Ziel."Tolong jangan ikut campur," ucapnya."Saya nggak ikut campur," ralatnya. "Melihat Amaya yang keberatan ikut denga
Meski enggan ... Amaya datang bersama dengan Kelvin pada malam harinya. Ia masih sempat membeli hadiah untuk Arsen, keponakannya yang genap lima tahun hari ini. Amaya memang tak membaca pesan yang masuk silih berganti di grup chat keluarga sehingga ia tak ikut dalam kesibukan semua orang yang bersemangat untuk datang di acara ulang tahun Arsen. Bersama dengan Kelvin, ia memasuki sebuah ruangan hotel. Tak banyak tamu yang diundang, sepertinya hanya kenalan dekat Gafi dan Serena saja. Dan teman-teman sekolah bocah kecil itu. "Kenapa terlambat?" sambut sang Ibu, Riana saat melihat keduanya memasuki ruangan. "Agak macet tadi, Mam," jawab Kelvin. Tersenyum pada Riana yang alisnya berkerut, merasa ada sesuatu yang kurang baik terjadi pada anak dan menantunya. "Ya sudah ... sana sapa Arsen dulu." Menuruti ibu mertuanya, Amaya berjalan lebih dulu menuju pada Arsen. Di belakangnya Kelvin memandang bagaimana cantik gaun yang ia pilih dan bagaimana ia menata rambutnya yang dihiasi oleh
Amaya harusnya tak keberatan dengan nama siapapun yang muncul di layar ponselnya Kelvin. Hanya saja ... membaca âCaeciliaâ membuat dadanya penuh oleh rasa sesak yang tak bisa dijelaskan.Ia memalingkan wajahnya. Menyesal mengapa malah melanjutkan membaca pesan itu tadi.Benar ternyata ... mengetahui isi ponsel orang lain sama saja mencari penyakit untuk dirinya sendiri.Ia menjauh dari samping jendela untuk memeriksa ponsel miliknya, membalas pesan dari Alin atau dari teman-temanya di dalam group chat untuk sejenak mengalihkan perhatiannya.Sekitar setengah jam kemudian Kelvin kembali dengan paper bag berukuran besar yang jumlahnya tak hanya satu di tangan kanannya. Ia menyerahkan dua di antaranya pada Amaya.âYang ini isinya baju tidur,â kata Kelvin. âYang satunya bisa kamu pakai buat ganti besok pagi,â lanjutnya.âTerima kasih.âAmaya menerimanya dan membawanya pergi memasuki kamar mandi. Meninggalkan Kelvin yang berdiri di dekat tempat tidur dan menyaksikan punggungnya yang menjauh
Ziel melepas kerah jas mahasiswa tersebut sehingga mereka berlari terburu-buru. Sementara Amaya meraih ponsel dari dalam tasnya dan menjumpai beberapa pesan dari Alin serta teman-temannya yang lain. Tapi ia abaikan itu dulu, mengingat yang dikatakan oleh mereka agar melihat ke forum mahasiswa, maka Amaya dengan cepat melakukannya. Di sampingnya, sepertinya Ziel melakukan hal yang sama. Tangannya kebas dan gemetar saat ia mendapatkan kebenaran bahwa apa yang dikatakan oleh mereka bukanlah sebuah kebohongan. Alasan mengapa tatapan mereka begitu jijik, atau saat mereka menanyakan âBerapa harga Amaya semalamâ itu karena video panas yang diunggah di sana itu memang terlihat seperti dirinya. Tak terlihat begitu jelas wajahnya. Tetapi dari samping siluet wajah mereka mirip. Erangan wanita dan pria yang bergumul panas di atas ranjang hotel itu menjadi konsumsi semua orang, dan mereka menuduh bahwa itu adalah Amaya. âIni bukan aku, Kak Ziel,â kata Amaya, menoleh pada Ziel dengan menahan
Dengan langkah yang terasa gamang, Amaya pergi meninggalkan kampus. Ia sudah berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, tapi ini terlalu berat baginya.Dituduh menjadi pelaku akan hal yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya adalah sesuatu yang sangat menyakitkan.Apalagi ditambah dengan bentakan Kelvin yang nyaring yang seolah menyudutkannya membuatnya semakin sakit hati.Napasnya tersengal-sengal saat ia tiba di dekat gerbang dan mendengar teriakan yang datang dari belakangnya.âAmaya!âAmaya tak ingin menoleh, ia tidak ingin wajahnya yang berlumuran oleh air mata ini disaksikan oleh orang lain. âMay, tunggu sebentar!â Suara itu tiba di hadapannya diserta oleh pemiliknya, Ziel. Amaya menunduk, menyembunyikan wajahnya dari Ziel yang mengatakan, âAku antar kamu pulang ya? Aku bisa pinjam motor temankuâââNggak usah, Kak Ziel,â tolak Amaya. âMayââAmaya tak menjawab, ia gegas meninggalkan Ziel saat melihat taksi berwarna biru yang datang dari arah timur yang dengan cepat ia
Amaya tak ingin melihat Kelvin atau berbicara dengan pria itu. Pintu yang baru saja ia buka ia tutup dengan cepat begitu melihat wajahnya. Entah apa yang ingin dikatakan oleh pria itu, Amaya tak peduli. Tidak ada yang perlu mereka bicarakan, bukan? Harusnya Kelvin tak lupa bahwa ia sudah meminta Amaya untuk diam tadi. Amaya yang tadinya ingin keluar dari kamar dan mengambil minuman urung melakukan itu. Ia lebih memilih untuk menahan rasa hausnya. âMinum air kran saja nanti kalau perlu.â Lagi pula ia masih memiliki setengah botol di atas meja. Ia duduk di tepi tempat tidur, meraba perutnya yang terasa sakit karena ditendang oleh Caecil tadi. âKok jadi sakit banget begini kenapa?â gumamnya sendirian. Ia menggapai ponselnya dan membaca pesan dari Gafi yang mengatakan, [Kakak lagi di The Grand Bliss sekarang, buat cross check. Akan Kakak kabari kalau udah dapat hasilnya.] Setidaknya ... setelah ayahnya pergi, masih ada satu orang yang bisa diandalkan oleh Amaya. Masih ada tempat
Amaya mengayunkan kakinya menjauh dari samping brankar Calista pada akhirnya. Tangan kecilnya digandeng dan digenggam oleh Kelvin, mereka dengan gegas keluar melewati pintu ruangan itu agar bisa mengambil napas bebas Berada di dekat Calista memang membuat kepala rasanya ingin meleduk. "Yang barusan itu bagus banget, Sayang," puji Kelvin, sekilas mengayunkan tangan mereka dengan terus berjalan menuju ke parkiran. "Pria yang haram dimiliki, that was amazing. Aku nggak pernah ada kepikiran buat bilang begitu loh." "Tapi 'kan sebenernya aky nyontek kalimat Mas Vin?" balas Amaya. "Nyontek kalimatku?" ulangnya dengan alis berkerut. "Iya." "Aku pernah bilang begitu emangnya?" tanya Kelvin memperjelas. "Bukan soal pria yang haram dimiliki, tapi soal banyak tokoh wanita yang berusaha membuat martabat kaum kita terangkat itu," jawabnya. "Kapan aku bilang begitu?" "Mas Vin nggak ingat? Itu loh pas aku mau masuk kampus lagi, dan aku pakai baju yang kamu bilang warna-warni tapi aku mala
"Nggak, Calista!" jawab Kelvin dengan tegas, tangannya yang direngkuh dan seolah menjadi sandera wanita itu dengan cepat ia tarik. Kelvin tak peduli suaranya yang sedikit meninggi itu dapat didengar oleh orang lain yang ada di sana. Amaya hanya berdiri di dekatnya, menatap Calista dengan mata yang berair berusaha meredam amarah. "Aku udah bilang kalau kamu bisa hubungin keluarga kamu, 'kan?" tanya Kelvin dengan nada suara yang sama. "Lagian nggak ada yang serius sama lukamu ini! Kakimu nggak kenapa-kenapa." "Tapi 'kan tetep cedera?" bantahnya. "Apa salahnya ngantar orang yang udah kamu tabrak sih? Itu nggak akanâ" "Bu Calista kenapa ngotot banget kalau suamiku nabrak Anda sih?" sela Amaya. "Kita udah sama-sama lihat loh kalau nggak ada yang serius dari kejadian pagi ini. Maunya Bu Calista tuh apa? Kelvin harus nemenin Anda seharian akibat bikin luka gores yang keponakan saya aja kalau dapet luka begitu masih ngajakin papanya panjat tebing? C'mon ...." Amaya sangat geram denganny
"Ahhâsakitâ" rintih Calista seraya mengusap kakinya. "Sakit banget ...." Amaya bergeming di tempatnya saat wanita itu mengaduh kesakitan. Amaya tak ingin memiliki pikiran buruk terhadapnya, tetapi rintihannya barusan seperti dibuat agar semua orang yang mendengarnya. Beberapa orang memang datang, melihat dan memastikan sendiri apa yang terjadi pada Calista. Lebih dari satu orang yang menyebut bahwa tadi Kelvin berhenti tepat sebelum terjadi apapun. "Kayaknya tadi Mbak-nya nggak kena mobilnya deh?" tanya Bapak-bapak pemilik bengkel yang ada di sebelah kiri jalan. "Ya lagian udah tahu ada mobil lewat ngapain main nyebrang aja sih?" tegur yang lainnya. Kelvin si pria dewasa yang tenang dan hati-hati dalam bertindak mencoba menenangkan mereka yang justru lebih memihak pada si pemilik mobil alih-alih pada wanita yang bersimpuh tak berdaya di tengah jalan itu. Beberapa mengenalinya sebagai dosen dari Universitas di dekat situ, karena ada mahasiswa yang juga ada di Tempat Kejadian Perka
Calista mendadak berdiri kaku saat membuka ponselnya pagi ini. Paginya selalu diawali dengan sesuatu yang mengejutkan beberapa waktu terakhir ini. Jika sebelumnya ia melihat foto Kelvin yang menggenggam tangan Amaya dengan menyebut 'I was totally hooked', pagi ini lebih dari sekadar genggaman tangan belaka. Fotonya terlihat sangat cantik, berkonsep wedding outdoor, dan Calista tahu ini adalah foto postwedding mereka. Tapi yang membuatnya shock adalah bukan hanya betapa tampannya Kelvin, melainkan apa yang ia lakukan. Pria itu tengah menunduk di depan seorang perempuan cantik dengan gaun berwarna putih yang ekornya menyapu rerumputan. Sedang duduk di bangku taman dengan keadaan bibirnya yang dicium. Meski Kelvin menutupi wajah gadis itu dengan stiker hati, tapi orang gila mana yang tak tahu bahwa itu adalah Amaya? Seolah sengaja menaburi garam di atas lukanya, pria itu membuat dunia tahu bahwa hatinya telah berhenti pada Amaya. [@kelvinindra__ 'Forever be yours, the one and only
Agar bibirnya yang terus mengerucut itu berhenti, atau agar yayasan yang menaungi berdirinya kampus itu tak benar-benar dibeli oleh kakak iparnyaâGafiâKelvin berusaha melakukan sesuatu. Berpikir bahwa Calista sengaja berusaha melemahkan mental Amaya yang seperti baja itu dengan menduplikasi dirinya, Kelvin harus menegaskan bahwa pernikahannya dengan Amaya tak bisa diganggu gugat oleh siapapun juga. Pada Sabtu pagi yang cerah ini, Amaya baru saja keluar dari rumah dan berdiri memandangi pohon tabebuya yang bunganya tak selebat sebelumnya. "Mau pergi nggak?" tanya Kelvin tiba-tiba dari belakangnya yang membuat Amaya segera menoleh. "Ke mana?" tanyanya balik. "Bikin foto postwedding," jawabnya. "Aku udah minta temanku yang punya studio buat nyiapin tempat, jadi aku harap kamu mau." "Foto postwedding?" ulang Amaya dengan kedua alis yang terangkat penuh rasa terkejutâkarena memang ia benar terkejut. "Iya." "Tiba-tiba aja?" "Hm ... udah dari lama sih ngerencanainnya, cuma kayaknya a
âKelvin?â panggil sebuah suara manis yang datang dari belakang Kelvin. Ia menoleh ke belakang dan melihat Amaya yang berjalan bersama dengan Alin dan Randy serta disusul oleh Naira di belakangnya. Meminimalisir terjadinya kesalahpahaman yang bisa saja terjadi antara mereka, Kelvin dengan cepat mengayunkan kakinya mendekat pada Amaya. Tapi, Calista tak mengizinkannya begitu saja. âKelvin!â panggilnya dengan suara mengiba. Lorong sunyi itu membuat suaranya menggema. Tapi, Kelvin tak menjawabnya. Ia bahkan tak menoleh saat meraih pergelangan tangan Amaya dan menariknya untuk pergi dari sana. Memilih untuk mencari jalan lain. Tak ada yang bicara, teman-teman Amaya yang ada di belakangnya pun juga terdiam untuk tak memperkeruh suasana hingga mereka tiba di kantin. Barulah saat itu Kelvin mengakhiri âlomba diam-diamanâ itu dengan mengatakan, âKalian pesanlah, saya yang akan bayar.â âEââ Randy yang mendengarnya terlebih dulu memberi reaksi. âEâsungkan sih sebenernya, tapi mungkin kare
âPikirkan dengan matang sebelum kamu bertindak,â lanjut Arsha. âKecuali kamu mau berakhir sama kayak si Hakim Rasyid itu, aku persilakan kamu melakukan apapun sesuka hatimu. Tapi nanti kalau kamu hancur, hancurlah sendiri.â Arsha menutup kalimatnya dengan rahang yang menggertak. Ia memalingkan wajah dan mengayunkan kakinya pergi meninggalkan meja milik Calista. Punggungnya lambat laun menghilang selagi Calista merapikan rambutnya agar senantiasa cantik. Ia tatap pantulan wajahnya pada cermin kecil yang ada di atas meja, wajah yang terlihat gugup setelah mendengar semua kalimat bernada penjelasan dari Arsha soal apa yang terjadi sebelum ia masuk ke tempat ini. âHarusnya aku cari tahu dulu nggak sih apa aja riwayat anak itu?â gumam Calista dalam hati. âDidengar dari penjelasan Arsha ... emang kayaknya dia tengil juga, dan tahan banting. Mentalnya itu kayak bukan mental anak-anak.â Calista membasahi bibir berlipstick matte miliknya dengan lidah, rasanya mendadak kering saat ia mengi
Rasanya ... justru Arsha yang malu melihat tingkah Calista itu. Wanita itu adalah sepupu istrinya, yang secara tak langsung mereka memiliki hubungan keluarga, bukan? Arsha sudah melihatnya sejak tadi pagi apa saja yang dilakukan olehnya. Ia berganti pakaian yang hampir sama dengan yang kemarin dilihatnya dikenakan oleh Amaya. Sepertinya ia membelinya secara online dengan sistem beli sekarang kirim sekarang jugaâpengiriman instanâsehingga ia bisa mendapatkannya dengan cepat. Pagi tadi Arsha masih sempat melihatnya mengenakan pakaian berwarna kuning tetapi pada jam makan siang ini ia telah berganti dress broken white. Arsha tak tahu apa yang tengah dipikirkannya, tapi sepertinya ia harus memberi sepupunya Kaluna itu sebuah teguran. Arsha berjalan memasuki ruang dosen di mana Calista berada dan menghampirinya. Keadaan di dalam sedang tak begitu ramai sehingga ia lebih memilih untuk bicara di sini. âBisa stop sekarang?â ucap Arsha langsung pada pokok persoalan. Yang merasa diajak
Sepertinya ... bukan hanya postingan di sosial media milik Kelvin yang membuat kampus pagi ini menjadi heboh. Calista yang masih berdiri di sanaâdan mengabaikan rasa sakit atau kesemutan pada kakinya sebab ia telah terlalu lama berdiriâmendengar seorang dosen yang ia kenal sebagai Lucy mengatakan pada Andrew, "Gokil banget Kelvin semalam." Mendengar nama 'Kelvin' disebutkan tentu saja membuat kedua telinga Calista berdiri. 'Kelvin?' ulangnya dalam hati. 'Ngapain dia emang semalam?' Ia akan menemukan jawabannya sebentar lagi jika ia terus menguping di sana. Dan itu benar .... "Sumpah iya! Manis banget tuh kulkas berjalan kalau lagi di rumah. Zoom meeting malah istrinya minta pangku." "Clingy wife and Cool Husband banget nggak sih mereka?" sahut dosen lain yang bernama Sonya. "Kalian sebelumnya denger nggak Amaya bilang 'Laptop terus akunya kapan' gitu?" Louise ikut menimpali dari tempat ia duduk. "Denger," jawab yang lainnya hampir bersamaan. "Itu 'kan sebelum dia minta pangku