terima kasih sudah membaca ya đ€ jangan lupa tinggalkan komentar dan mampir ke RAHASIA HATI: TERPERANGKAP MENJADI ISTRI KEDUA CEO DINGIN âșïž terima kasih
"Jangan merasa bersalah atau bahkan merasa gagal," ucap Kelvin saat ia melepas Amaya dari dekapannya. "Nggak apa-apa kalau belum berhasil. Lagian kita juga baru aja ngerencanain itu, 'kan? Dan perlu kamu ingat iniâ" Kali ini, Kelvin tak lagi berdiri. Postur tubuhnya yang tegap dan tinggi hilang saat pria itu berlutut di depan Amaya. Sementara tangan kiri Amaya masih memegang botol kaca, Kelvin Meraih tangan kanan istri kecilnya itu dan ia letakkan di pipinyaâseolah meminta Amaya untuk menyentuhnya. "Berhasil sekarang atau nanti, atau bahkan sekalipun itu nggak berhasil, aku nggak ada masalah," lanjutnya dengan suara baritonnya yang hangat dan membuat debaran memenuhi dada Amaya. "Aku nggak pernah menuntutmu, Amaya. Aku mencintaimu karena kamu adalah dirimu, bukan karena kamu harus melakukan A, atau nggak bisa melakukan B, nggak seperti itu." Tak ada yang tak membuat Amaya berdebar, satu demi satu kalimatnya membuat Amaya merasa bahwa seperti itulah harusnya cinta terjadi, tanpa s
Sepertinya ... bukan hanya Amaya saja yang terkejut, tapi Kelvin juga. Dari samping prianya duduk, Amaya bisa melihat Kelvin yang kedua alisnya terangkat. Sepasang matanya membola dan bibirnya sedikit terbuka dengan kehadiran Calista. Tamu undangan lain yang satu meja dengan Amaya memberi reaksi yang sama. Mereka tercenung untuk beberapa saat sebelum Amaya berdeham dan menjawab lebih dulu wanita itu. âBu Calista di sini juga?â tanyanya, sehingga Kelvin dan orang-orang yang ada di sekitarnya terjaga dari keterkejutan mereka. âUdah dari tadi atau baru masuk, Vin?â tanya Calistaâpadahal yang menanggapi tadi adalah Amaya. Bukankah dari sini saja sudah jelas apa tujuannya datang ke meja ini? Untuk menarik perhatian Kelvin! Itu jawabannya. Baik, mulai sekarang Amaya tak akan bicara. Biar Kelvin yang mengambil alihnya. âBarusan,â jawab Kelvin akhirnya. âKamu udah pulang dari Kanada ternyata.â âUdah lama sih.â âSelamat menikmati acaranya kalau gitu.â Calista melambai kecil pada Kelv
Biasanya, seorang wanita yang berhasil menangkap buket bunga harus menjadi orang selanjutnya yang dinikahi oleh kekasih mereka. Amaya tahu betul bahwa Calista tengah ingin memainkan psikologi Kelvin dengan memposisikannya di tempat tersudut. Dalam keadaan seperti ini, di antara ratusan pasang mata yang menjadikan mereka sebagai pusat perhatianâdan demi menjaga agar seseorang tidak kena maluâmaka si pihak yang tersudut akan memilih untuk menurut, sehingga mau tak mau Kelvin harus menerima buket bunga hasil tangkapan Calista itu. Live music dan hingar-bingar yang semula terjadi di sekitar Amaya seakan terserap, menciptakan ballroom besar itu menjadi hening selain beberapa suara yang menunggu jawaban Kelvin. Salah seorang dari dua pembawa acara yang ada di resepsi Arsha serta Kaluna mendekat pada Kelvin yang hanya bergeming. Sekujur tubuh Amaya rasanya kebas, matanya perih dan berair menatap Calista serta atribut serba hijaunya yang sangat ingin ia cakar dengan garpu di tangannya ini
Amaya mengikuti langkah kaki Kelvin setelah prianya itu lebih dulu mengambilkan tas miliknya, sebuah aksi yang sepertinya sengaja dibuat Kelvin untuk menunjukkan pada semua orang bahwa ini bukan lagi menjadi tempat yang nyaman untuknyaâatau lebih wajar disebut muak! Amaya tak mengatakan apapun sekeluarnya mereka dari pintu ballroom yang terperangkap dalam hening. Kelvin bahkan masih tidak bicara saat mereka tiba di parkiran hotel dan masuk ke dalam sedan miliknya kemudian mengemudikannya menjauh dari sana. Amaya hanya terus memandangnya dari samping, ingin mengajaknya bicara tetapi sepertinya ia masih membutuhkan lebih banyak waktu untuk berdiam sehingga Amaya juga mengunci bibirnya. Ia memikirkan sesuatu agar mood buruk prianya itu kembali baik. Saat ia melihat mini market beberapa jarak di hadapannya, Amaya memintanya untuk menepi. âBisa berhenti dulu di mini market itu nggak?â tanyanya memberanikan diri. âBisa,â jawab Kelvin singkat. Kelvin menepikan mobilnya di depan mini m
âTapi, gimana soal yang pernah kita omongin waktu itu?â tanya Kelvin setelah tawa di antara mereka perlahan menjadi lirih. âApa?â tanya Amaya balik. âResepsi, Sayang,â jawabnya mengalihkan pembicaraan ke topik lain. âKamu setuju nggak kira-kira?â âAku sih mau-mau aja, tapi coba besok kita bilang ke Mama sama Papa dulu,â usul Amaya. âAku juga belum bilang itu ke Kak Gafi sama Kak Rena.â âMenurut kamu, mereka bakalan setuju nggak?â Amaya mengangguk lebih dari satu kali. âSetuju aja sih kayaknya. Bagi Mama Riana dan Papa Rajendra itu adalah momen buat ngumpulin semua rekan sama kenalannya karena Mas Vin satu-satunya anak mereka, âkan?â âKalau beneran setuju, kamu mau kayak gimana kira-kira?â Amaya mengangkat sekilas kedua bahunya. âBelum ada pandangan sih ... mungkin kayak Kak Gafi dulu?â âAdat Jawa pagi, modern malam?â sambung Kelvin setelah mengingat seperti apa dulu pernikahan Gafi dan Serena. âIya. Mas Vin sekalipun kadang ngomongnya suka pedes, tapi kalau lagi mode
Kaluna masuk ke dalam ruang ganti di dalam hotel dengan keadaan hati yang tak karuan rasanya. Jika sebelumnya ia berjalan dengan anggun, kali ini tidak sama sekali. Ia mengangkat bagian depan gaun pengantin dengan model ball gown itu dengan sedikit gegas dan gusar. âPelan-pelan, Nona,â ucap salah seorang staf dari make up artist yang menyambut kedatangannya dan memintanya untuk duduk di kursi yang menghadap ke cermin untuk dibantu dilepaskan aksesoris di rambutnya. Kaluna mendorong napasnya dengan kasar, ia menoleh pada salah seorang perempuanâtemannya yang mengenakan pakaian bridesmaidâsetelah sedikit tenang dan memintanya melakukan sesuatu. âBisa tolong panggilin Calista nggak, Rin?â Temannya yang dipanggil âRinâ itu mengangguk tak keberatan. âBisa,â jawabnya seraya meletakkan ponsel milik Kaluna di atas meja yang ada di hadapannya. âIni HP-mu, tunggu bentar, jangan marah-marah loh tapi, Lun ....â âNggak janji!â jawab Kaluna dengan sedikit ketus. âYang sabar ....â
Sudah saatnya kembali ke kesibukan kampus, Amaya sebagai mahasiswa dan Kelvin sebagai dosen. Tapi mungkin ada yang sedikit membedakannya mulai semester ini. Kelvin tak lagi menjadi dosen mata kuliah Amaya, melainkan dosen yang lain. Tak apa ... mereka juga masih bisa bertemu di kampus, mereka bahkan menghabiskan banyak waktu di rumah juga, bukan? Pagi ini di dalam ruang gantiâKelvin seringnya menyebut begitu sehingga Amaya turut mengatakannya demikian padahal anak-anak muda sekarang akan menyebutnya sebagai walk in closetâAmaya sudah selesai bersiap. Ia dengan dress di bawah lutut yang ia kenakan, ia pilih yang warnanya broken white, baju yang dibelikan oleh Kelvin saat mereka berbulan madu di Kanada. Jika biasanya Amaya akan menyiapkan setelan jas lengkap untuk Kelvin pergi ke Rajs Holdings sebagai kepala konsultan, pagi ini Amaya menyiapkan yang tak terlalu formal untuk suaminya itu pergi ke kampus. Kelvin ia pilihkan jas broken white dengan kemeja putih. Tapi setelah ia siapk
"Sekalipun kita nggak satu fakultas, tapi sepertinya saya akan sering ke sini karena saya ada kenalan di fakultas ini," kata Calista. "Saya duluan, have a good day." Amaya melihat wanita itu berjalan melewatinya, membuat Amaya dan teman-temannya yang mengikuti pandang ke mana perginya Calista pun dibuat bingung. Wanita itu lambat laun menjauh, suara kakinya yang terbalut oleh stiletto tak lagi terdengar sementara Amaya mendengus dengan kesal. 'Astaga,' batinnya. 'Siapa kenalan yang dia maksudkan di fakultas ini? Arsha? Kelvin?' "Siapa, May?" tanya Alin yang datang dari samping kanan Amaya. "Sepupunya Bu Kaluna." "Siapa Bu Kaluna ?" "Istrinya Pak Arsha," jawab Amaya. "Kalian kenal?" Naira ikut penasaran. "Kenal sebatas kenal aja, Namanya Bu Calista. Aku nggak suka sama sikapnya yang agak lain." "Bukannya udah kelihatan ya?" tanya Randy. "Sorryâmaksudku bukan bermaksud nggak sopan dan mau ngatain dosen baru. Tapi ... bajunya itu agak ... sedikit terbuka." "Emangnya
Amaya membiarkan tiga sahabatnya itu memeluknya secara bersamaan. Isak tangis Alin dan Naira sebab rindu terdengar sementara Randy tak bersuara. Tapi saat mereka saling melepaskan, Amaya bisa melihat sepasang matanya yang memerah. âKangen banget,â kata Alin menyusul ucapan dari Naira yang menyebutkan bahwa ini sudah bulan ke enam mereka tak saling berjumpa. âAku tanya ke Pak Gafi di kantor apa beliau nggak akan datang ke sini,â kata Randy. âKalau mau pergi, aku bilang saya sama dua teman saya mau barengan. Dan ternyata beliau malah minta kami cuti biar hari ini bisa datang.â âSerius?â tanya Amaya, menoleh ada Gafi yang tersenyum sementara ketiga temannya itu mengangguk membenarkannya. Perlu diketahui, Alin dan Naira bekerja di Rajs Holdingsâperusahaan milik keluarganya Kelvin. Keduanya menjadi tax accountant, dengan Alin yang belakangan ia dengar sedang dipromosikan untuk naik jabatan sementara Naira menjadi ketua tim. Randy ada di Hariz Corp, posisinya sudah lumayan tinggi. Ota
Amaya hendak melangkah menjauh setelah mengatakan itu, tapi ia tak bisa pergi begitu saja sebab Kelvin merengkuh pinggangnya agar mereka berdiri seperti sebelumnya. Prianya itu menunduk, dan berbisik, "Aku mencintaimu, Amaya." Kecupan sekali lagi jatuh di bibirnya. Senyum merekah saat mereka kemudian menoleh pada Amora yang menangis dan memanggil, "Mama ...." Bocah kecil itu tengah terduduk di atas rerumputan, tengah dibantu oleh si Abang agar bangun. "Nggak apa-apa, Adek ... ayo bangun," kata Keegan lalu mengusap lutut Amora sebelum merdeka menoleh pada Amaya yang bertanya, "Kenapa, Sayang-sayangnya, Mama?" "Amora jatuh, Mama," jawab Keegan. "Nggak apa-apa, 'kan? Udah ditolong Kakak?" Amora mengangguk meski bibirnya masih tertekuk dan pucuk hidungnya yang memerah. "Kalau begitu bisa berhenti sebentar lari-lariannya?" pinta Amaya yang disambut anggukan oleh si kembar. "Bisa." Maka setelah itu Amaya melihat Keegan dan Amora yang berjalan bergandengan tangan, di atas jogging tr
Vancouver, Canada. Tiga tahun kemudian. .... Amaya menggandeng tangan kecil masing-masing di sebelah kiri dan kanannya saat berjalan keluar dari mobil yang ia berhentikan di tepi jalan. Mereka tengah menunggu seseorang keluar dari pintu gerbang itu untuk berjumpa dengannya. "PAPA!" seru suara manis bocah kecil di sebelah kanan dan kiri Amaya secara bersamaan. Mereka melambaikan tangannya pada pria dengan coat panjang warna hitam yang berlari keluar dari pintu gerbang. Kelvin. Pria itu adalah Kelvin. "TWINS!" balas Kelvin tak mau kalah antusiasnya. Ia berlutut seraya merentangkan kedua tangannya, sehingga Amaya melepas 'twins' yang baru saja dikatakan oleh Kelvin itu dan mereka memeluknya. Dua bocah kecil itu adalah Keegan dan Amora, anak kembarnya yang telah lahir dan tumbuh menjadi kembar sepasang yang tampan dan cantik. Keegan Yezekail dan Amora Amarilly, tentu dengan nama keluarga Amaya dan Kelvin di belakangnya, Hariz-Asgartama. Janin kembar yang hari itu
Meski disembunyikan, atau sebesar apa usaha Amaya dan Kelvin menutupi tentang resepsi pernikahan mereka, tapi tetap saja fotonya bocor! Tak hanya resepsi pada pagi hari saja, tapi juga resepsi yang diselenggarakan pada malam hari. Semesta seperti ingin berbagi kebahagiaan itu pada semua orang. Foto-foto mereka yang manis menghiasi forum mahasiswa selama beberapa hari, dari Sabtu, Minggu hingga Senin pagi hari ini. Seseorang menghela dalam napasnya kala ia menggulir layar ponselnya, foto Kelvin yang tampak meneteskan air mata seperti baru saja membuatnya memberikan sebuah pengakuan bahwa pria itu mencintai Amaya sangat besar. Ziel, pemuda itu adalah Ziel, yang duduk di bangku taman yang tak jauh dari lapangan futsal di kampus. Seorang diri, sebelum sebuah suara datang dari samping kanannya dan ikut duduk di sana. "Bang Ziel," sapanya. Wajahnya muncul dan membuat Ziel sekilas melambaikan tangan padanya. "Ya, Randy. Aku pikir nggak masuk kamu tadi," balasnya. "Ngapain nggak masu
Amaya merasa hatinya sedang tak karuan sekarang melihat Kelvin yang menjatuhkan air mata. Saat manik mereka bertemu, Amaya melihat betapa pria itu sangat tulus meletakkan seluruh perasaannya dan seolah menunggu agar hari ini tiba. Gafi tersenyum saat memandang keduanya bergantian sebelum ia memindah tangan Amaya pada Kelvin. Pembawa acara meminta agar Gafi kemudian memberikan ruang dan tempat untuk kedua pengantin yang tengah berbahagia. Amaya tak bisa memalingkan wajahnya, ia terpesona, terperangkap pada Kelvin saat pria itu terus menatapnya dengan teduh. Gerakan bibirnya yang tanpa suara sedang mengatakan, âCantik sekali.â Dan tentu saja itu diketahui oleh semua orang yang hadir di sana dan itu membuat tubuh Amaya meremang. Apalagi saat pembawa acara mengatakan, âBapak-Ibu tamu undangan sekalian, sepertinya kedua mempelai kita ini sudah tidak sabar untuk mengatakan apa yang mereka rasakan selama ini,â ujarnya. âMari kita dengarkan terlebih dahulu sepatah dua patah kata dari m
Kelvin menghela dalam napasnya saat ia menunduk, memastikan bahwa groom boutonniere yang tersemat di dadanya benar dalam keadaan yang rapi.âVin?â panggil sebuah suara yang tak asing di telinganya sehingga ia mengangkat kepalanya dengan cepat.Ia menjumpai Gafi yang muncul di dekat pintu berdaun dua di dalam kamar hotelnya entah sejak kapan.Kelvin yang melamun, atau memang kedatangannya yang memang tanpa suara?Entahlah ... yang jelas ia memang ada di sini bersamanya, dan mungkin memang sengaja menemuinya.âKak Gaf?â balasnya seraya menunjukkan senyuman.âGugup?ââBanget,â jawabnya. Tak menemukan kata lain untuk menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang ini selain gugup.Gugup untuk bertemu Amaya, gugup untuk melihatnya dalam balutan gaun pengantinnya yang cantik.Gugup, karena ia bisa saja tak bisa menahan diri nanti dan mencium Amaya secara tiba-tiba.âSetelah ini, aku akan membawa Amaya buat ketemu sama kamu, Vin,â ucap Gafi mula-mula. âAku sudah pernah bilang ini ke kamu. Tapi
âApa ini, May?â tanya Randy sembari mengambil salah satu kotak susu yang ada di hadapan Amaya. Karena Amaya terlambat mencegahnya, dan karena memang gerakan Randy sangat cepat, Amaya akhirnya membiarkannya saja. âKok ... susu ibu hamil?â tanya Alin dengan nada bicara yang lirih. Yang barangkali hanya mereka saja yang bisa mendengarnya. âKita mau dapat keponakan?â sahut Naira yang disambut anggukan dari Amaya. âAlasan kenapa resepsinya dimajuin tuh karena itu,â aku Amaya dengan jujur. Randy hampir melompat kesenangan jika Alin tak mencegahnya. Ia juga hampir berteriak jika Naira tak mengisyaratkan agar ia sebaiknya diam dan tetap menjaga mulutnya itu terkunci rapat. "Demi apa, demi apa kita bakalan punya keponakan?" Heboh, seperti biasanya dan Amaya dibuat terharu dengan mereka yang turut senang dengan kabar yang ia berikan ini. "Maaay! Kamu bakalan jadi hot mommy dong?" Naira sepertinya sudah membayangkan terlalu jauh. Mereka saling pandang untuk menyetujui ungkapan itu sebe
Mengetahui bahwa sorakan itu ditujukan untuknya, Amaya dengan cepat menurunkan ponselnya. Ia menggigit bibirnya, malu karena Kelvin benar-benar tak sungkan lagi menunjukkan hubungan mereka yang telah menjadi rahasia umum bahwa mereka memang menikah. Antusias itu rupanya menjadi bahan bakar bagi semua mahasiswa untuk mengikuti bincang santai tersebut. Pembicara yang dimaksudkan Kelvin lalu datang, beliau adalah seorang pengusaha yang mengatakan perjalanan bisnisnya lebih dari dua puluh tahun untuk bisa berjaya hingga hari ini yang salah satu landasannya adalah stabilitas sistem keuangan. Barangkali bukan hanya pembicaranya saja yang memang sudah berpengalaman, tapi bagaimana cara hostnya memancing agar beliau menyampaikan informasi, sepak terjangnya dalam dunia bisnis. Aah ... atau ini hanya perasaan Amaya saja yang sangat senang bisa melihat Kelvin seperti itu? Mungkin tahun ini adalah gilirannya menjadi host karena tahun sebelumnya Lucy lah yang bertugas. Dan mendengar dari
Amaya mengangguk saat pipinya terasa panas. "Padahal mau kasih kejutan nanti pas kita bahas soal resepsi yang mau dibikin maju," jawab Amaya. "Tapi si bocil Arsen ini malah tahu duluan." Amaya memandang pada Arsen yang ada di pangkuan Kelvin dan tersenyum menunjukkan barisan giginya. "Dari mana kamu tahu kalau Aunty May mau punya baby, Sen?" Kali ini Kelvin yang bertanya. "Cuma asal ngomong aja, Uncle Vin," jawabnya. "Soalnya tadi Arsen lihat Aunty May ngusap perut, persis kayak mamanya teman Arsen yang juga lagi hamil." Ia sekali lagi meringis sementara kabar gembira itu tentu saja disambut dengan senang hati oleh Gafi dan Serena. "Selamat ya ...." kata Serena. Amaya memandang Gafi yang hanya terdiam. Mata mereka bertemu, di kedua sudut netra kakak lelakinya itu, Amaya bisa melihat butiran bening yang barangkali sedang sekuat tenaga coba ia tahan agar tak jatuh. Melihatnya seperti itu membuat Amaya kembali terenyuh. Matanya bicara lebih banyak bahwa ia bahagia, dengan tak bi