terima kasih sudah membaca ya đ¤ jangan lupa mampir ke RAHASIA HATI: TERPERANGKAP MENJADI ISTRI KEDUA CEO DINGIN âşď¸ terima kasih akak semua, sampai jumpa besok lagi ya đ¤ mau ngapain kita besok? xixixixi
Di rumah sakit tempat Rama dirawat pasca ia overdosis, pemuda itu tidak semurung sebelumnya. Ia tengah duduk di bangku taman yang berada tidak jauh dari kamar rawatnya dan terdiam memandang segerombolan pasien anak yang kondisinya membaik tengah bermain tak jauh darinya."Nak, ayo masuk dulu," ajak sebuah suara dari belakangnya yang membuat Rama seketika menoleh dan menjumpai wajah sang ibu, Arimbi. "Iya, Ma," jawab Rama singkat. Ia beranjak menuju ibunya yang menyambutnya dengan seulas senyum hangat. "Besok kamu udah boleh pulang kata dokter, kenapa masih suka ngelamun sih?" tanya Arimbi saat mereka memasuki kamar. "Cuma bingung habis ini ngapain," jawab Rama. "Karena rasanya nggak ada pandangan masa depan.""Seperti yang kamu bilang ke Mama dan Papa, bukannya kamu mau datang ke Jakarta lagi dan minta maaf ke Miranda?" "Benar sih.""Kamu harus bertanggung jawab buat kesalahan itu, Ram," kata Arimbi. "Kalau mau melanjutkan hidup dengan tenang, kamu harus selesaikan satu per satu.
Di kantin kampus, Randy yang terakhir duduk adalah hal yang dilihat Amaya sebelum ia menyuap makanan yang ia pesan. "Hah ...." desahan berat yang keluar dari bibir Randy membuat Amaya, Alin dan Naira serempak memandangnya. "Kenapa?" tanya mereka bertiga bahkan hampir bersamaan. "Kuliah baru juga mau semester lima, udah ditanyain nanti kalau lulus mau kerja di mana," jawab Randy sebelum mengaduk es teh manis yang ada di hadapannya. "Bukannya itu bikin kita sadar kalau dunia berjalan kayak seharusnya?" tanya Alin. "Bahkan ada yang bilang kalau yang paling sulit pas kita dewasa itu bukan ngerjain skripsi, tapi pas kita masuk di dunia kerja." "Tapi pas ada yang tanya begitu kamu jawab apaan, Ran?" tanya Naira, dibuat penasaran mengingat Randy itu banyak tidak seriusnya saat bicara santai seperti ini. "Aku jawab mau jadi bisnis konsultan." "Emang bakalan ada yang konsultasi sama kamu?" tanya Naira lagi. "Ada, kalau nggak ada aku bakal paksa dia buat mempekerjakan aku," jawab Randy p
Amaya meremas ujung jarinya saat mendengar percakapan Kelvin dan Arsha yang ada di ruang tengah berlanjut.âNih, kunci motor baruku.â Suara Arsha kembali terdengar. âKamu menang taruhannya, Vin.âAmaya yang menyembunyikan dirinya di balik pilar besar di dalam rumah Kelvin mengintip pada dua pria itu.Dengan matanya ia melihat Kelvin menerima kunci motor dari Arsha. Motor baru ia bilang.âItu bercanda atau serius?â tanya Amaya dalam hati. âTapi kalau bercanda pun emangnya boleh ya jadiin orang lain sebagai objek taruhan?âIa tidak tahu rasa sakit apa yang ada di dalam hatinya ini. Seolah ada duri-duri kecil yang tumbuh dan memenuhi semua ruang kosong di dadanya.Amaya membawa dirinya untuk pergi dari sana, langkahnya terasa gamang saat ia menaiki undakan tangga dan tiba di kamar atas.Ia meletakkan tasnya, setelah mencuci tangan ... kegiatan yang semula ia susun rapi dimulai dari menyelesaikan tugas untuk presentasi besok gagal seketika.Amaya tidak tenang, ia ingin mendengar langsung
âIstri hasil taruhan?â ulang Kelvin dengan sepasang matanya yang membola. Jemarinya yang semula menyentuh dagu Amaya pergi tetapi tatapannya justru semakin lekat. Amaya mengangguk membenarkan Kelvin, bahwa ia tak salah dengar saat dirinya menyebut âistri hasil taruhan.â âKenapa kamu tanya begitu, hm?â tanya Kelvin, alisnya yang lebat berkerut penuh rasa penasaran. âKarena pas aku pulang kemarin kamu bilang ke Pak Arsha kalau kamu menang taruhan,â jawab Amaya. âDan aku lihat kamu nerima kunci motor baru dari dia.â Kelvin mendorong napasnya, ekspresinya seperti sedang bicara, âAstaga ... kamu mendengarnya?!â âMakanya aku tanya apakah aku ini istri hasil taruhan? Bagi seorang Kelvin Indra ... apakah aku ini hanya sebatas anak kecil yang bisa dipermainkan padahal aku percaya kalau pernikahan yang kita bangun itu adalah sesuatu yang sakral.â Bibir Amaya gemetar. Angannya masih terbagi hingga sekarang. Yang didengar dan dilihatnya kemarin sangat jelas seolah Arsha seperti s
âMasuklah,â ucap Kelvin lirih seraya menyerahkan tas milik Amaya. âSelamat kuliah.âAmaya mendengus saat menerimanya dari Kelvin. Mata mereka tertaut pandang selama beberapa detik sebelum Kelvin tersenyum dan memandang rekannya yang bernama Lucy yang duduk di balik meja. Sekilas melambaikan tangan padanya sebelum akhirnya pergi meninggalkan pintu ruangan.Sementara Amaya dengan gugup masuk dan menundukkan kepalanya dihadapan Lucy seraya berujar, âMaaf terlambat, Bu Lucy,â katanya sungkan.âItâs okay, Amaya,â jawab beliau tak keberatan. âSaya juga baru masuk kok. Silakan duduk.âAmaya mengangguk kemudian menuju ke kursi kosong pada baris ke tiga dari depan.Puluhan pasang mata yang hadir di dalam kelas itu tak henti memandangnya. Sesekali bisikan terdengar, âYa nggak salah sih, dia emang cantik banget.ââKalau aku jadi Pak Kelvin juga bakalan aku kejar sampai ujung dunia,â celetuk suara mahasiswa yang datang dari belakang Amaya.Sedang yang dibicarakan merasa sangat sungkan. Amaya han
Amaya mengangkat wajahnya sehingga tertaut pandang dengan Kelvin. Kedua bahunya jatuh saat pria itu justru dengan gamblangnya mengatakan, âSaya belikan untuk kamu,â ujarnya. âAbangmu yang bilang kalau katanya kamu minta bunga Casablanca ke dia tapi belum sempat belikan.â Seratus persen sebuah kebohongan! Ia bahkan tidak pernah mengatakan pada Gafi dirinya meminta bunga Casablanca. Amaya melirik pada Arsha yang berdiri di samping Kelvin. Pria itu menunduk menahan senyum. Tahu benar bahwa apa yang dikatakan Kelvin itu hanyalah sebuah akal-akalan saja. âKamu nggak suka?â tanya Kelvin, menyadarkan Amaya yang sesaat tenggelam dalam lamunan. âS-suka,â jawab Amaya. âT-terima kasih, harusnya Kak Gafi nggak perlu ngomong begitu ke Pak Kelvin.â Akhirnya ia turut berbohong untu menyempurnakan motif. âItâs okay, saya nggak keberatan kok.â Kelvin berlalu pergi setelah mengatakan itu, diikuti oleh Arsha yang mengekor di belakangnya sebelum mereka mengambil duduk di sudut lain kantin. Meningg
â ď¸â ď¸ TRIGGER WARNING â ď¸â ď¸ Bab memuat konten yang mengandung kekerasan dan dapat memicu rasa tidak nyaman. Harap bijak dalam membaca! ââââ Amaya mencoba untuk memuntahkannya, ia merogoh mulutnya sehingga minuman beralkohol itu keluar menodai lantai. Ia meremas dadanya, merapatkan blouse yang ia kenakan sebisanya, menengadah memandang Caecil dan teman-temannya yang berdiri dengan penuh kemenangan di hadapannya. Kamera ponsel salah seorang dari mereka mengarah pada Amaya, seolah tidak boleh ada yang terlewatkan. Semua harus diabadikan. Mereka tertawa saat Amaya seperti tak bisa menopang berat kepalanya sendiri. Sekalipun ia bisa memuntahkan cairan itu dari mulutnya, tapi yang tadi dipaksa masuk oleh Caecil jelas sebagian besar masuk ke dalam perut. Dan itu perlahan memberi efek sekarang. "Lihat ini siapa nona manis yang siang bolong mabuk di toilet kampus?" tanya Caecil mengejek. Ia mendorong kepala Amaya ke belakang. "Kamu jangan ngerasa hebat setelah ini, Amaya!" kata Caecil p
Di dalam ruangan tempat berlangsungnya pertemuan antara Rajendra bersama dengan beberapa partner bisnisnya, Kelvin memandang ke arah jendela besar yang membentang di hadapannya. Saat semua orang mengambil waktu break dengan berbincang, Kelvin dibuat tidak tenang. Ia berdiri seraya menunduk, memeriksa ponselnya yang tidak mendapat balasan dari Amaya. [Sayangku, kamu udah sampai rumah belum?] Kelvin khawatir. Sepasang matanya terangkat, menjumpai gugusan mendung yang semakin kelam. Ia menghela dalam napasnya dan menoleh ke sisi kanan saat ayahnya memangil. "Vin?" "Iya, Pa?" tanggap Kelvin dengan alisnya yang berkerut. "Kenapa?" tanya Rajendra, menepuk sekilas punggungnya. "Khawatir sama Amaya, Pa," jawabnya. "Nggak bales pesanku dari tadi. Bi Mara bilang dia belum sampai rumah." Alis Rajendra ikut bertautan mendengar itu. "Udah kamu telepon belum?' "Udah, tapi nggak dijawab." Kelvin memandang sekitar sebelum kembali menatap Rajendra. "Aku nemenin Papa sampai sini ya
Amaya membiarkan tiga sahabatnya itu memeluknya secara bersamaan. Isak tangis Alin dan Naira sebab rindu terdengar sementara Randy tak bersuara. Tapi saat mereka saling melepaskan, Amaya bisa melihat sepasang matanya yang memerah. âKangen banget,â kata Alin menyusul ucapan dari Naira yang menyebutkan bahwa ini sudah bulan ke enam mereka tak saling berjumpa. âAku tanya ke Pak Gafi di kantor apa beliau nggak akan datang ke sini,â kata Randy. âKalau mau pergi, aku bilang saya sama dua teman saya mau barengan. Dan ternyata beliau malah minta kami cuti biar hari ini bisa datang.â âSerius?â tanya Amaya, menoleh ada Gafi yang tersenyum sementara ketiga temannya itu mengangguk membenarkannya. Perlu diketahui, Alin dan Naira bekerja di Rajs Holdingsâperusahaan milik keluarganya Kelvin. Keduanya menjadi tax accountant, dengan Alin yang belakangan ia dengar sedang dipromosikan untuk naik jabatan sementara Naira menjadi ketua tim. Randy ada di Hariz Corp, posisinya sudah lumayan tinggi. Ota
Amaya hendak melangkah menjauh setelah mengatakan itu, tapi ia tak bisa pergi begitu saja sebab Kelvin merengkuh pinggangnya agar mereka berdiri seperti sebelumnya. Prianya itu menunduk, dan berbisik, "Aku mencintaimu, Amaya." Kecupan sekali lagi jatuh di bibirnya. Senyum merekah saat mereka kemudian menoleh pada Amora yang menangis dan memanggil, "Mama ...." Bocah kecil itu tengah terduduk di atas rerumputan, tengah dibantu oleh si Abang agar bangun. "Nggak apa-apa, Adek ... ayo bangun," kata Keegan lalu mengusap lutut Amora sebelum merdeka menoleh pada Amaya yang bertanya, "Kenapa, Sayang-sayangnya, Mama?" "Amora jatuh, Mama," jawab Keegan. "Nggak apa-apa, 'kan? Udah ditolong Kakak?" Amora mengangguk meski bibirnya masih tertekuk dan pucuk hidungnya yang memerah. "Kalau begitu bisa berhenti sebentar lari-lariannya?" pinta Amaya yang disambut anggukan oleh si kembar. "Bisa." Maka setelah itu Amaya melihat Keegan dan Amora yang berjalan bergandengan tangan, di atas jogging tr
Vancouver, Canada. Tiga tahun kemudian. .... Amaya menggandeng tangan kecil masing-masing di sebelah kiri dan kanannya saat berjalan keluar dari mobil yang ia berhentikan di tepi jalan. Mereka tengah menunggu seseorang keluar dari pintu gerbang itu untuk berjumpa dengannya. "PAPA!" seru suara manis bocah kecil di sebelah kanan dan kiri Amaya secara bersamaan. Mereka melambaikan tangannya pada pria dengan coat panjang warna hitam yang berlari keluar dari pintu gerbang. Kelvin. Pria itu adalah Kelvin. "TWINS!" balas Kelvin tak mau kalah antusiasnya. Ia berlutut seraya merentangkan kedua tangannya, sehingga Amaya melepas 'twins' yang baru saja dikatakan oleh Kelvin itu dan mereka memeluknya. Dua bocah kecil itu adalah Keegan dan Amora, anak kembarnya yang telah lahir dan tumbuh menjadi kembar sepasang yang tampan dan cantik. Keegan Yezekail dan Amora Amarilly, tentu dengan nama keluarga Amaya dan Kelvin di belakangnya, Hariz-Asgartama. Janin kembar yang hari itu
Meski disembunyikan, atau sebesar apa usaha Amaya dan Kelvin menutupi tentang resepsi pernikahan mereka, tapi tetap saja fotonya bocor! Tak hanya resepsi pada pagi hari saja, tapi juga resepsi yang diselenggarakan pada malam hari. Semesta seperti ingin berbagi kebahagiaan itu pada semua orang. Foto-foto mereka yang manis menghiasi forum mahasiswa selama beberapa hari, dari Sabtu, Minggu hingga Senin pagi hari ini. Seseorang menghela dalam napasnya kala ia menggulir layar ponselnya, foto Kelvin yang tampak meneteskan air mata seperti baru saja membuatnya memberikan sebuah pengakuan bahwa pria itu mencintai Amaya sangat besar. Ziel, pemuda itu adalah Ziel, yang duduk di bangku taman yang tak jauh dari lapangan futsal di kampus. Seorang diri, sebelum sebuah suara datang dari samping kanannya dan ikut duduk di sana. "Bang Ziel," sapanya. Wajahnya muncul dan membuat Ziel sekilas melambaikan tangan padanya. "Ya, Randy. Aku pikir nggak masuk kamu tadi," balasnya. "Ngapain nggak masu
Amaya merasa hatinya sedang tak karuan sekarang melihat Kelvin yang menjatuhkan air mata. Saat manik mereka bertemu, Amaya melihat betapa pria itu sangat tulus meletakkan seluruh perasaannya dan seolah menunggu agar hari ini tiba. Gafi tersenyum saat memandang keduanya bergantian sebelum ia memindah tangan Amaya pada Kelvin. Pembawa acara meminta agar Gafi kemudian memberikan ruang dan tempat untuk kedua pengantin yang tengah berbahagia. Amaya tak bisa memalingkan wajahnya, ia terpesona, terperangkap pada Kelvin saat pria itu terus menatapnya dengan teduh. Gerakan bibirnya yang tanpa suara sedang mengatakan, âCantik sekali.â Dan tentu saja itu diketahui oleh semua orang yang hadir di sana dan itu membuat tubuh Amaya meremang. Apalagi saat pembawa acara mengatakan, âBapak-Ibu tamu undangan sekalian, sepertinya kedua mempelai kita ini sudah tidak sabar untuk mengatakan apa yang mereka rasakan selama ini,â ujarnya. âMari kita dengarkan terlebih dahulu sepatah dua patah kata dari m
Kelvin menghela dalam napasnya saat ia menunduk, memastikan bahwa groom boutonniere yang tersemat di dadanya benar dalam keadaan yang rapi.âVin?â panggil sebuah suara yang tak asing di telinganya sehingga ia mengangkat kepalanya dengan cepat.Ia menjumpai Gafi yang muncul di dekat pintu berdaun dua di dalam kamar hotelnya entah sejak kapan.Kelvin yang melamun, atau memang kedatangannya yang memang tanpa suara?Entahlah ... yang jelas ia memang ada di sini bersamanya, dan mungkin memang sengaja menemuinya.âKak Gaf?â balasnya seraya menunjukkan senyuman.âGugup?ââBanget,â jawabnya. Tak menemukan kata lain untuk menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang ini selain gugup.Gugup untuk bertemu Amaya, gugup untuk melihatnya dalam balutan gaun pengantinnya yang cantik.Gugup, karena ia bisa saja tak bisa menahan diri nanti dan mencium Amaya secara tiba-tiba.âSetelah ini, aku akan membawa Amaya buat ketemu sama kamu, Vin,â ucap Gafi mula-mula. âAku sudah pernah bilang ini ke kamu. Tapi
âApa ini, May?â tanya Randy sembari mengambil salah satu kotak susu yang ada di hadapan Amaya. Karena Amaya terlambat mencegahnya, dan karena memang gerakan Randy sangat cepat, Amaya akhirnya membiarkannya saja. âKok ... susu ibu hamil?â tanya Alin dengan nada bicara yang lirih. Yang barangkali hanya mereka saja yang bisa mendengarnya. âKita mau dapat keponakan?â sahut Naira yang disambut anggukan dari Amaya. âAlasan kenapa resepsinya dimajuin tuh karena itu,â aku Amaya dengan jujur. Randy hampir melompat kesenangan jika Alin tak mencegahnya. Ia juga hampir berteriak jika Naira tak mengisyaratkan agar ia sebaiknya diam dan tetap menjaga mulutnya itu terkunci rapat. "Demi apa, demi apa kita bakalan punya keponakan?" Heboh, seperti biasanya dan Amaya dibuat terharu dengan mereka yang turut senang dengan kabar yang ia berikan ini. "Maaay! Kamu bakalan jadi hot mommy dong?" Naira sepertinya sudah membayangkan terlalu jauh. Mereka saling pandang untuk menyetujui ungkapan itu sebe
Mengetahui bahwa sorakan itu ditujukan untuknya, Amaya dengan cepat menurunkan ponselnya. Ia menggigit bibirnya, malu karena Kelvin benar-benar tak sungkan lagi menunjukkan hubungan mereka yang telah menjadi rahasia umum bahwa mereka memang menikah. Antusias itu rupanya menjadi bahan bakar bagi semua mahasiswa untuk mengikuti bincang santai tersebut. Pembicara yang dimaksudkan Kelvin lalu datang, beliau adalah seorang pengusaha yang mengatakan perjalanan bisnisnya lebih dari dua puluh tahun untuk bisa berjaya hingga hari ini yang salah satu landasannya adalah stabilitas sistem keuangan. Barangkali bukan hanya pembicaranya saja yang memang sudah berpengalaman, tapi bagaimana cara hostnya memancing agar beliau menyampaikan informasi, sepak terjangnya dalam dunia bisnis. Aah ... atau ini hanya perasaan Amaya saja yang sangat senang bisa melihat Kelvin seperti itu? Mungkin tahun ini adalah gilirannya menjadi host karena tahun sebelumnya Lucy lah yang bertugas. Dan mendengar dari
Amaya mengangguk saat pipinya terasa panas. "Padahal mau kasih kejutan nanti pas kita bahas soal resepsi yang mau dibikin maju," jawab Amaya. "Tapi si bocil Arsen ini malah tahu duluan." Amaya memandang pada Arsen yang ada di pangkuan Kelvin dan tersenyum menunjukkan barisan giginya. "Dari mana kamu tahu kalau Aunty May mau punya baby, Sen?" Kali ini Kelvin yang bertanya. "Cuma asal ngomong aja, Uncle Vin," jawabnya. "Soalnya tadi Arsen lihat Aunty May ngusap perut, persis kayak mamanya teman Arsen yang juga lagi hamil." Ia sekali lagi meringis sementara kabar gembira itu tentu saja disambut dengan senang hati oleh Gafi dan Serena. "Selamat ya ...." kata Serena. Amaya memandang Gafi yang hanya terdiam. Mata mereka bertemu, di kedua sudut netra kakak lelakinya itu, Amaya bisa melihat butiran bening yang barangkali sedang sekuat tenaga coba ia tahan agar tak jatuh. Melihatnya seperti itu membuat Amaya kembali terenyuh. Matanya bicara lebih banyak bahwa ia bahagia, dengan tak bi