Bab 1 Pernikahan Rahasia
"Fathaaaann!!!"
Terdengar teriakan yang cukup kencang memanggil nama suamiku. Siapa lagi kalau bukan Bu Joko. Wanita paruh baya yang hampir setiap hari kerjaannya hanya marah-marah. Meski begitu aku diharuskan menghormatinya karena statusnya yang mana ia adalah ibu mertuaku sendiri. Alias ibu dari suamiku.
Oke! Namaku Setiana Arum. Biasa di panggil Arum oleh keluargaku, teman-temanku juga orang-orang di sekitarku. Aku menikah dengan Mas Fathan baru sepekan yang lalu. Itu pun secara mendadak dan karena pernikahan yang tanpa direncana sebelumnya itu pula lah menjadikan statusku hanya sebagai istri siri sekaligus istri kedua dari Mas Fathan.
Tapi tenang, sehari setelah mengucapkan ijab qobul tersebut aku dan Mas Fathan langsung mengurus surat-surat pernikahan kami. Dan itu artinya aku dan suami baruku itu akan segera menjadi pasangan halal di mata negara.
Mendengar panggilan dari Ibunya, Mas Fathan bergegas untuk keluar kamar. Sayangnya belum juga melewati pintu kamar tiba-tiba saja Ibunya sudah lebih dulu mendatanginya.
Dengan wajah sadis serta tatapan jengkel Bu Joko membuka suaranya tepat di hadapan anak sulungnya itu.
"Kamu, tuh, semenjak nikah sama gadis misk*n itu jadi budek, ya!" bentak Bu Joko pada Mas Fathan.
Mas Fathan hanya terdiam mendengar Ibunya yang lagi-lagi menghinaku. Sebab, ia tahu jika ia melawan atau menyanggah ucapan Ibunya, hal itu tidak akan berarti apapun. Bu Joko akan tetap pada pendiriannya dan tidak akan mengubah sikapnya padaku.
Begitu juga dengan diriku yang sudah ke sekian kalinya terus-terusan disalahkan pun hanya bisa terdiam sembari menatap sikap arogan ibu mertuaku itu. Benar, ini bukan kali pertama aku disalahkan seperti barusan. Sebab apapun yang aku lakukan di rumah ini pastilah selalu salah di mata Bu Joko.
Awalnya aku sempat merasa sedih ketika diperlakukan demikian, namun seiring berjalannya waktu aku belajar untuk mengabaikannya. Lagipula selama Mas Fathan masih bersamaku, aku percaya suatu saat hubungan antara aku dan ibunya akan berubah ke yang lebih baik.
"Astagfirullah, Bu ... Istighfar," kata Mas Fathan mencoba menenangkan wanita yang telah melahirkannya itu.
Bu Joko yang setiap kali mencak-mencak tak jelas seperti itu dan hanya dibalas anaknya dengan diminta beristighfar pun hanya menghela napasnya secara kasar.
"Iya, ya, ya!" ucap Bu Joko dengan kesal.
"Yaudah, kenapa Ibu manggil aku? Ada yang mau dikerjain lagi?" tanya Mas Fathan pada Ibunya.
Ya, kerap sekali Bu Joko memanggil anak lelakinya itu untuk mengerjakan sesuatu. Dan karena ingin menjadi istri yang baik aku pun mendukung Mas Fathan setiap kali Ibunya itu membutuhkan bantuannya. Namun, lama-lama kesal juga diriku lantaran hampir setiap kali Mas Fathan bersamaku, entah bersantai-santai atau bahkan sedang tidur malam pun Bu Joko memanggilnya dengan berbagai alasan.
Jelas dengan sikap ibu mertuaku yang seperti itu membuatku curiga. Pasalnya ia bertindak seakan-akan tidak ingin membiarkan anaknya menghabiskan waktunya bersamaku.
"Enggak! Ibu cuma mau bilang kalau sekarang Mira lagi perjalanan pulang," kata Bu Joko yang kali ini nada bicaranya telah berbeda. Bahkan raut wajahnya terlihat lebih ceria ketika menyampaikan perkataannya barusan pada Mas Fathan.
"Apa?!"
Berbeda dengan sang ibu yang terlihat berseri, Mas Fathan malah tampak terkejut mendapati kabar yang disampaikan ibunya barusan.
Begitu juga denganku yang hanya mendengarkannya saja pun ikut terkejut. Sebab jika memang benar seseorang yang bernama Mira itu pulang, itu artinya pernikahanku dan Mas Fathan kemungkinan besar akan mulai terancam.
"Kamu siap-siap dan jemput Mira ke bandara sekarang, ya. Jangan sampai dia nunggu lama," kata Bu Joko lagi lalu berlalu meninggalkan kami.
Dengan raut wajah tak enak hati Mas Fathan kembali ke tempat duduknya tadi bersamaku. Aku tahu bagaimana perasaannya kali ini dan mengingat bagaimana status pernikahan kami dengan terpaksa aku mendukung permintaan Ibunya tadi. Mengizinkan Mas Fathan menjemput Mira.
"Pergi lah, Mas. Sumber uang Ibumu sudah pulang," godaku pada Mas Fathan.
"Kamu, tuh!" balas Mas Fathan sembari tersenyum kecil.
Dengan penuh keterpaksaan Mas Fathan beranjak dari tempat duduknya dan bersiap-siap sesuai instruksi ibunya tadi. Ia meninggalkanku dengan wajah yang tidak bersemangat.
***
"Selamat datang sayaaangku!"
Dengan raut wajah sumringah Bu Joko menyambut wanita berkaca mata hitam yang barusan datang bersama Mas Fathan. Aku yang diperlihatkan dengan pemandangan di depanku itu entah mengapa tidaklah merasa iri. Mungkin hal ini dikarenakan memang aku nya yang masih tidak begitu menyukai tabiat dari ibu mertuaku itu.
"Lama gak pulang suasana di sini sama aja, ya," kata wanita yang bernama Mira itu setelah berpelukan melepas rindu dengan Bu Joko.
"Ayo, masuk!" ajak Mas Fathan padaku yang membuatku terheran-heran.
"Lha, kok, malah ngajak aku?" batinku.
Meski merasa aneh aku tetap saja mengikuti langkah suamiku itu. Dan disaat yang bersamaan ketika aku baru memulai langkah meninggalkan dua wanita tadi, jelas terdengar di telingaku kalau Mira mengajukan pertanyaan pada Bu Joko mengenai siapa diriku.
Tetapi bukan pertanyaan dari Mira lah yang membuat batinku seketika terasa sakit. Melainkan jawaban dari ibu mertuaku itu yang sebelumnya sudah ia beritahukan kepadaku.
"Adik sepupu jauhnya Fathan."
Benar, kalimat itu lah yang menjadi jawaban Bu Joko kepada Mira. Meski merasa sakit hati dan tak terima akan statusku di rumah ini ketika adanya kehadiran dari Mira, tetapi baik aku atau Mas Fathan sendiri juga tidak bisa berbuat banyak. Adanya sebuah surat perjanjian di atas materai antara aku dan suamiku dengan Bu Joko yang hasil akhirnya aku bisa menikah dengan Mas Fathan yang membuatku mau tak mau harus menerima statusku untuk berpura-pura menjadi adik sepupu Mas Fathan. Lagipula dalam surat perjanjian tersebut tertera jelas akan ada konsekuensi yang cukup besar jika aku atau Mas Fathan berani mengungkapkan pernikahan ini ke publik.
Hal tersebut terjadi lantaran Bu Joko tidak ingin kalau Mira tahu akan adanya pernikahan kedua dari anak lelakinya itu. Bukan tanpa alasan, karena sejak awal hubungan antara aku dan Mas Fathan berlangsung Bu Joko sama sekali tidak merestui kami. Jadilah pernikahanku dengan Mas Fathan dirahasiakan dari semua orang termasuk Mira yang merupakan istri pertama Mas Fathan.
Jadi sebenarnya Mira adalah wanita yang terpaksa dinikahi Mas Fathan dua bulan yang lalu karena adanya sebuah insiden. Dimana Mira yang merupakan anak dari salah satu orang terkaya di kampung ini, ia telah dihamili mantan pacarnya yang tidak mau bertanggung jawab.
Dan Bu Joko yang tahu akan hal itu, ia mendatangi Pak Surya —ayah Mira— untuk melamarkan anak lelakinya supaya bisa menikahi Mira. Tentu saja hal itu dilakukan demi uang. Dan yang paling bikin kesal Bu Joko melakukan hal itu tanpa sepengetahuan Mas Fathan. Tentu saja Mas Fathan yang mengetahui perbuatan ibunya itu jelas marah dan tak terima. Namun, karena diiming-imingi akan diberikan restu agar bisa menikahiku alhasil Mas Fathan memaafkan dan menerima tindakan ibunya tersebut.
Awalnya aku sendiri juga tidak bisa menerima, tetapi nasi sudah menjadi bubur. Mas Fathan memberitahukan itu semua beberapa saat setelah ijab qobul yang ia ucapkan pada kakak lelakiku telah usai.
Alhasil mau tak mau aku juga harus menerimanya karena selain aku sudah terlanjur menjadi istrinya aku juga sudah kadung cinta sejak secara tiba-tiba ia datang ke rumahku dulu untuk melamarku. Padahal sebelumnya kami hanya sebatas teman biasa karena pada dasarnya Mas Fathan sendiri adalah teman dekat kakak kandungku, Mas Haris.
Di momen itu lah yang menjadi titik terberat dalam hidupku. Aku yang awal mulanya menjadi cinta pertama Mas Fathan harus terpaksa menjadi istri keduanya. Apalagi Bu Joko sendiri begitu senang mendapati anaknya menikah dengan wanita kaya yang tentunya membuatku semakin insecure.
Bab 2 Sifat Mbak MiraDi momen itu lah yang menjadi titik terberat dalam hidupku. Aku yang awal mulanya menjadi cinta pertama Mas Fathan harus terpaksa menjadi istri keduanya. Apalagi Bu Joko sendiri begitu senang mendapati anaknya menikah dengan wanita kaya yang tentunya membuatku semakin insecure.***"Kenalin, aku Mira. Istrinya Mas Fathan." Mira mengulurkan tangan kanannya padaku yang membuatku sedikit tersentak.Ku sambut uluran tangan Mira. Sembari mengulas senyum yang memang perlu dipaksa aku membalas perkataannya. "Aku Arum ... Mbak."Entahlah di saat itu aku merasa begitu berat untuk memanggil Mira dengan sebutan "mbak". Tapi, mau bagaimana lagi? Toh, pada kenyataannya memang ia adalah istri tua dari suamiku yang memang semestinya aku memanggilnya dengan lebih sopan.Di tengah makan malam yang sekaligus menyambut kepulangan Mbak Mira, tiba-tiba saja Mas Fathan menghentikan makannya karena adanya panggilan telepon. Entahlah siapa orang yang menelepon saat itu, karena Mas Fatha
Bab 3 Ancaman"Aku mau tanya sesuatu ke kamu," kata Mbak Mira dengan nada agak ketus.Ku letakkan pisau yang berada di tanganku. Dengan terbata-bata aku lantas menjawab, "ta-tanya apa, Mbak?" "Soal Mas Fathan!" kata Mbak Mira yang menatapku serius.Mendengar perkataan Mbak Mira barusan membuatku sedikit terkejut. Pertanyaan apa yang ingin ia ajukan perihal suami kami itu ? Atau jangan-jangan ia tahu akan keberadaan Mas Fathan tadi malam? Astagfirullah ... Bagaimana ini???Ku tarik nafas sebentar, mencoba menenangkan diriku supaya Mbak Mira tidak mencurigaiku."Tanya apa, Mbak?" tanyaku lagi setelah sedikit merasa tenang.Mbak Mira melipatkan kedua tangannya di atas dadanya lalu sedikit mencondongkan badannya ke arahku. "Sedekat apa kamu sama suamiku sampai dia mau menerima kamu di rumahnya? Apalagi aku lihat-lihat aku gak kerja, kan?" Aku tersenyum kecil mendengar pertanyaan Mbak Mira barusan. Sebelumnya aku sudah menduga jika ia pasti akan mengajukan pertanyaan seperti ini. Dan unt
Bab 4 Sebuah Permintaan Sampai lah beberapa saat setelah diriku lebih tenang, aku memutuskan untuk berjalan kembali masuk ke dalam kamar. Di ruang pribadiku itu barulah air mataku terjatuh membasahi kedua pipiku.Meski aku merasa yakin Mas Fathan akan tetap mencintaiku, tapi di sisi lain aku juga tahu betul kalau suamiku itu begitu menyayangi ibunya. Bahkan saking sayangnya sampai permintaan gil* untuk menikahi wanita lain yang sudah hamil pun ia lakukan. Kalau pun tidak sayang pastilah aku dan Mas Fathan bisa menikah dengan baik dan tidak akan ada surat perjanjian itu.***Karena masih merasa syok dengan ucapan Bu Joko tadi sampai-sampai membuatku tak kuasa untuk menyampaikan pesan yang sudah ku niatkan untuk Mas Fathan sebelumnya. Alhasil waktu pun berlalu begitu saja.Sampai akhirnya waktu malam pun tiba. Seperti biasa Mas Fathan tiba-tiba saja mendapatkan sebuah panggilan telepon disaat kami tengah melakukan makan malam. Dan sudah bisa ditebak, sesaat setelah Mas Fathan kembali d
Bab 5 Jangan-jangan ....Aku pun berjalan meninggalkan Mas Fathan begitu saja. Ku biarkan ia untuk berfikir dan mempertimbangkan apa yang sudah aku sampaikan barusan. Meski hati ini sakit jika harus melihat Mas Fathan satu ranjang dengan wanita lain, tapi ... di sisi lain aku juga tak bisa membiarkan suamiku terus-menerus berbuat dzolim pada orang yang notabene juga istrinya sendiri.Setelah meninggalkan Mas Fathan aku tak lagi berselera untuk makan. Alhasil aku lebih memilih untuk pergi menuju kamar tidur ku saja dan menenangkan hati serta pikiranku. ***Seperti biasa setelah beberapa saat usai melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslimah, aku pun melanjutkan aktivitas pagiku dengan memasak. Dan ketika aku akan memasuki dapur, saat itu juga langkahku terhenti. Sebab betapa terkejutnya aku ketika melihat Mbak Mira tengah sibuk di depan kompor yang sedang menyala.Bukan merasa tersaingi justru aku merasa heran dengan apa yang dilakukan istri pertama Mas Fathan itu. Karena selama
Bab 6 Kehadiran para warga Bu Joko hanya terdiam mendengar pertanyaan yang ditodongkan menantunya itu. Ia bahkan tak mengalihkan pandangannya menghadap ke Mbak Mira. Entahlah mengapa Bu Joko malah terlihat ketakutan yang mana padahal ia bisa saja menjelaskan dengan keinginannya tersebut supaya Mas Fathan bisa berduaan dengan Mbak Mira.Atau jangan-jangan malah .....Jangan-jangan malah ... Bu Joko takut jika ia mengatakan hal yang sebenarnya akan membuat Mbak Mira curiga padanya. Tetapi, jika dipikirkan kembali aku rasa Mbak Mira tidak akan curiga. Malah bukannya seharusnya ia merasa senang karena dengan permintaan Bu Joko tersebut adalah bentuk usaha untuk menyatukan Mas Fathan dengan dirinya."I—Ibu cuma .....""Ibu cuma mau minta ke aku bilang ke Mas Fathan supaya dia mau tidur sama Mbak Mira!" potongku.Sengaja aku mengatakan hal demikian. Sebab aku penasaran dengan reaksi apa yang akan muncul dari Mbak Mira ketika aku mengatakan hal yang sebenarnya. Selain itu aku juga sudah mer
Bab 7 Fitnahan "Apa yang dikatakan Bu Yati itu benar. Kamu dan Fathan kan bukan mahrom, jadi lebih baik tidak tinggal satu rumah," ucap Pak RT yang membenarkan perkataan warganya barusan yang rupanya bernama Bu Yati.Suasana yang tadinya sudah agak tenang kini kembali mulai riuh. Sedangkan di waktu itu juga Mas Fathan tak kunjung memunculkan keberadaannya. Arghh! Apa iya suami rahasiaku itu tak mendengar keributan di rumahnya yang terus-menerus memojokkanku. Menyebalkan!"Bu!" ku alihkan pandanganku ke arah Bu Joko yang sejak tadi hanya mengunci mulutnya.Dengan tatapan tak suka Bu Joko lalu berkata, "yaaa ... yang dibilang Bu Yati itu ada benarnya."Mendengar perkataan dari Bu Joko barusan seketika membuat emosiku tersulut. Dan seharusnya aku pun tahu mengharapkan pembelaan dari ibu mertuaku itu sama saja hanya sebuah kesia-siaan. Nihil!"Iya, Rum ... Apa yang dikatakan Bu Yati itu benar. Lagian aku juga udah capek setiap hari harus ngeliat kamu deketian Mas Fathan terus," sahut Mba
Bab 8 Pamit Dan aku tahu fitnahan ini adalah perbuatan mereka. Aku percaya apa yang Bu Joko dan Mbak Mira lakukan tersebut guna mengusirku dari rumah ini dan memisahkanku dengan suamiku sendiri. Tetapi seandainya diriku memang harus meninggalkan tempat ini, aku tidak akan membiarkan mereka merusak nama baikku. Lihat saja nanti apa yang akan ku perbuat untuk membalas perbuatan mereka padaku ini.***Setelah bubarnya keributan yang ada, Mbak Mira dan Bu Joko pun ikut melengos pergi tanpa bersuara padaku. Menatap kepergian dua wanita menyebalkan itu sungguh membuatku ingin mencakar-cakar keduanya. Namun, karena kejadian ini aku betul-betul tersadar tentang sifat Mbak Mira yang sebenarnya. Dimana pada awalnya aku begitu bersimpati padanya karena nasibnya yang diham*li orang tak bertanggung jawab ditambah diperlakukan kurang baik oleh Mas Fathan. Akan tetapi setelah fitnahan ini terjadi, aku berjanji dalam hati tidak akan lagi ada rasa iba untuk dua manusia jah*t seperti mereka. Akan ku
Bab 9 Teror?"Ada apa? Kok ke sini lagi?" tanya Mas Fathan padaku.Aku tersenyum manis pada suami rahasiaku itu. Dan belum sempat menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja terdengar suara teriakan dari dalam rumah. Mas Fathan berlari masuk ke rumahnya tanpa menunggu jawaban dariku. Aku tak mempermasalahkannya karena aku tahu suami rahasiaku itu pasti khawatir setelah mendengar teriakan yang ku yakini berasal dari ibunya itu."Yes! Rencanaku berhasil!" senangku dalam hati.Benar. Aku merasa senang karena aku percaya teriakan dari dalam rumah barusan pasti berasal dari penghuninya. Dimana aku yakin Bu Joko ataupun Mbak Mira sudah terkena imbas dari apa yang sudah ku buat sebelum aku pergi meninggalkan rumah tadi pagi."Ada apa, Mbak Arum?" tanya seseibu yang tiba-tiba hadir di sebelahku. Seseibu itu celingukan ke arah dalam rumah seakan sedang mencari sesuatu. Ternyata teriakan dari dalam rumah Bu Joko juga mampu mengundang kehadiran para tetangga. Tentu saja hal ini membuatku semakin sena
Bab 32 TAMAT"Sudah, Mas. Mau berangkat sekarang?" cetus seorang pria yang diminta Mas Fathan membantunya mengangkut barang-barang kami.Mas Fathan menoleh ke arah pria tersebut dan berkata," iya. Saya nyusul di belakang, ya.""Baik, Mas," balas pria tersebut lalu masuk ke dalam mobil.Aku dan Mas Fathan pun kembali berpamitan pada Bu Joko dan Budhe Sri. Mencium takzim tangan kanan mereka lalu mulai mengendarai sepeda motor kami dan mengikuti mobil yang memang sudah melaju beberapa menit yang lalu.***Beberapa hari berlalu...Wajah kebahagian menyelimutiku juga suamiku hari ini. Karena aku dan Mas Fathan telah diberikan amanah yang akan menjadikan kami orang tua sebentar lagi. Benar, aku hamil.Kehamilan yang dinanti-nanti ini sangatlah membuatku dan Mas Fathan tak henti-hentinya bersyukur. Bahkan, wajah berseri terus saja ditampakkan oleh suamiku itu sejak kami keluar dari ruang pemeriksaan tadi. Sungguh, rezeki yang sangat luar biasa telah kami terima hari ini."Alhamdulillah, ya,
Bab 31 Pergi"Aku tidak akan membencimu karena perbuatanmu terhadap ibuku. Simpan rahasia ini dan biarkan orang-orang menganggapku yang bersalah," kata Mas Fathan.Aku pun hanya bisa menangis di dalam pelukan suamiku itu. Aku sungguh beruntung telah menjadi bagian dari hidupnya. Walaupun aku tahu, tak seharusnya aku bersembunyi di balik punggungnya di saat aku lah yang seharusnya menerima sanksi tersebut.***Tepat ketika matahari mulai meninggi, di saat itu lah semua barang bawaan yang sudah aku dan suamiku bereskan tadi malam siap untuk diangkut. Benar, meski mendapatkan tawaran dari Bu Joko untuk kembali ke rumahnya, namun Mas Fathan lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah kontrakan yang sudah kami sewa sebelumnya."Kita tetep ngontrak dulu, ya. Lagian sayang aja udah terlanjur dibayar," kata Mas Fathan manakala aku menanyakan jawaban perihal tawaran yang diberikan Bu Joko pada kami tadi pagi.Aku hanya bisa mengangguk dan mengiyakan keputusan suamiku itu. Toh, jika diberikan pi
Bab 30 Akhir dari Permintaan MaafWalaupun Bu Joko sudah memberikan keputusan tidak akan memperpajang masalah ini, namun, sanksi sosial kemungkinan besar tak akan bisa aku hindari. Terlebih, baru sekarang ini Bu Joko menyatakan permintaan maafnya padaku atas sikapnya selama ini. Dan jika ia tahu kalau aku lah pelakunya, pasti hal ini akan membuatnya kembali membenciku. Bahkan lebih dari sebelumnya. Namun, apa yang dilakukan Mas Fathan kali ini malah membuat hatiku semakin tak kuasa. Karena sekarang aku percaya dan yakin, kalau suamiku itu sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dan setelah ini selesai, selanjutnya hubungan rumah tanggaku lah yang akan dipertaruhkan. "Ibu maafkan kamu, Fat. Ibu maaafkan kamu sekalipun kamu membun*h Ibu," ucap Bu Joko. Reflek Mas Fathan menoleh ke arah ibu angkatnya itu saking terkejutnya.Mas Fathan masih terdiam menatap Bu Joko. Entah apa yang ada di pikiran suamiku itu, namun terlepas dari itu, sepenglihatanku aku mengira kalau Mas Fathan
Bab 29 Pelakunya Adalah Aku! "Aaarrghh!!!" kesal Mas Fathan. Terlihat di waktu yang bersamaan Bu Joko yang masih terdiam itu kembali meneteskan air matanya. Di momen itu situasi betul-betul kembali menegang. Dan aku juga yakin, saat ini suamiku itu lagi-lagi merasa kecewa dan marah pada dirinya sendiri maupun pada Bu Joko. Yang padahal baru beberapa menit yang lalu, Mas Fathan sudah terlihat akan menerima permintaan maaf dari ibu angkatnya itu. Tapi ternyata .... Entahlah. Di tengah-tengah kondisi yang menegangkan itu tiba-tiba Mas Fathan menoleh ke arah Bu Joko. Dengan amarah yang masih tertahan, suamiku itu lantas bertanya pada ibu angkatnya. "Ibu yakin nggak akan memperpanjang masalah ini? Sekalipun Ibu tahu siapa pelakunya."Bu Joko mengangkat kepalanya dan menatap anak lelakinya yang sangat ia sayangi itu seraya menghapus air matanya. Dengan penuh keyakinan Bu Joko lantas menjawab bahwa ia tidak akan memperpanjang masalah ini. Sekalipun ia mengetahui siapa pelaku yang menyera
Bab 28 Mas Fathan Sebenarnya Anak ...Dari respon yang ditunjukkan Budhe Sri yang terlihat sangat marah kepada Bu Joko lantaran memberitahukan perihal status Mas Fathan? Lalu, pesan apa yang dimaksud oleh Budhe Sri dari suami Bu Joko yang memang merupakan kakak kandungnya. Mungkinkah ini semua ada hubungannya dengan status pengangkatan Mas Fathan dalam keluarga Bu Joko? Jika benar demikian ... Aiish, sungguh jelimet!! "Tunggu tunggu Ini maksudnya apa sih?" sela ku yang semakin bingung dengan keadaan.Budhe Sri mengalihkan pandangannya ke arahku. Kemudian beliau menarik napas beratnya dan mulai berbicara. Dimana beliau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan masa lalu keponakannya itu. Yang mana selama ini Mas Fathan memang anak diadopsi dari Bu Joko dan mendiang suaminya.Namun sebetulnya Mas Fathan bukan hanya sekedar anak adopsi begitu saja. sebab waktu itu kondisinya Bu Joko baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki yang mana tak selang beberapa hari kemudian bayi terseb
Bab 27 Penyesalan? "Kita lapor polisi aja, ya, Dek?" Tentu saja usulan dari Budhe Sri itu semakin membuatku panik juga ketakutan. Tapi di lain sisi aku juga tak mungkin mencegah Bu Joko kalau ia ingin mengiyakan usulan tersebut. Dan kalau sampai Bu Joko benar-benar mengiyakan usulan dari kakak iparnya itu... ah, mati lah aku! Mendapati usulan dari kakak iparnya tersebut, saat itu Bu Joko tidak langsung menanggapinya. Ia malah terdiam untuk beberapa saat seolah sedang memikirkan sesuatu. Yang mana sikapnya itu malah membuat terheran-heran. "Dek!"Bu Joko terkesiap mendengar panggilan dari Budhe Sri. "Aduuh, gimana, ya, Mbak?" Bu Joko memperlihatkan sikap kebingungan yang membuatku semakin merasa aneh. Aku bertanya-tanya dalam hati, ada apa sebenarnya? Apa yang sedang dipikirkan ibu mertuaku itu? Yang padahal kalau ia benar-benar merasa ketakutan dengan apa yang sudah menimpanya, seharusnya tanpa banyal berpikir pasti ia sudah mengiyakan usulan dari kakak iparnya itu. "Fathan m
Bab 26 Isi Pesan Secarik Kertas "Ada apa, Budhe?" tanyaku ketika sudah berhadapan dengan wanita paruh baya itu. "Itu di depan ibu kalian datang," jawab Budhe Sri yang membuatku terkejut mendengarnya. Pasalnya baru beberapa menit yang lalu, aku memikirkan tentang nasib ibu mertuaku itu, kini tanpa aku duga sama sekali, bahkan terpikirkan pun saja tidak, Bu Joko malah mendatangi rumah ini. Tentu saja hal itu membuat rasa ketakutan yang ada pada diriku semakin meningkat. Sedangkan ingin menepisnya lagi pun rasanya teramat sulit. Aku betul-betul merasa takut kalau Bu Joko datang karena mengetahui bahwa aku lah pelaku yang memasuki rumahnya tadi malam."Gak mungkin. Wanita tua itu pasti gak tau kalau aku pelakunya. Gak! Gak mungkin!!" ucapku dalam hati. Berusaha menenangkan diri sendiri dan mencoba bersikap biasa. Aku berdeham kecil. "Ibu ke sini? Tumben? Ada apa, ya, Budhe?" Aku berpura-pura tidak mengerti. "Budhe juga gak tau. Kita ke sana dulu, yuk!" ajak Budhe Sri. "Aku gak mau
Bab 25 Akhir Permainan "Tolooonggg!!!!" teriak Bu Joko kencang. Tentu teriakan Bu Joko barusan seketika membuatku panik. Aku takut kalau aksiku akan ketahuan orang. Namun, dengan cepat aku pun berusaha membungkam mulut Bu Joko dengan lakban hitam yang aku bawa. Sreeettt!!! Bu Joko masih saja mengoceh meski mulutnya sudah tertutup. Aku pun tak memedulikan hal tersebut dan memilih bergegas keluar kamar lalu menuju ruang depan. Mengintip dari balik gorden guna memeriksa keadaan di luar rumah. Dan ternyata karena teriakan Bu Joko sebelumnya membuat keadaan di luar ... masih tenang. Aku menghela napas lega. "Syukurlah. Masih aman."Karena merasa keadaan masih berpihak padaku, aku pun bergegas kembali ke kamar Bu Joko. Dimana wanita tua itu masih saja mengoceh tak jelas lantaran lakban yang tertempel di mulutnya. Melihat waktu yang kurang dari dua jam lagi memasuki waktu subuh, tanpa pikir panjang aku pun segera memulai aksi keduaku. Aksi dimana aku menyebutnya sebagai puncak dari pem
Bab 24 Suamiku Ternyata ... "Iya, kenapa? Ada masalah? Tapi, bukannya kemarin Mas bilang gak terjadi apa-apa pas di rumah ibu? Mas cuma bilang kalau ibu menerima kedatangan, Mas. Terus kalian ngobrol biasa. Iya, kan?Mas Fathan kembali menatapku. Dengan pelan lalu ia menggelengkan kepalanya yang menandakan kalau perkataanku barusan tidaklah benar adanya. Lantas, jika demikian apa yang sebenarnya terjadi antara Mas Fathan dan ibunya waktu itu? Mas Fathan menghela napas beratnya. Dengan serius lalu ia berkata yang mana membuatku tercengang saat mendengarnya. "Ibu bilang aku bukan anak kandungnya."Seketika kedua mataku membulat tak percaya mendengar kalimat yang barusan diucapkan suamiku itu. Bagaimana bisa Bu Joko berkata demikian yang padahal selama ini yang aku tahu semua surat-surat yang berkaitan dengan Mas Fathan memperlihatkan kalau Bu Joko adalah ibu kandungnya. Dari akta kelahiran sampai kartu keluarga. "Kamu gak lagi bercanda, kan, Mas?" aku menatap serius ke arah Mas Fath