Bab 5 Jangan-jangan ....
Aku pun berjalan meninggalkan Mas Fathan begitu saja. Ku biarkan ia untuk berfikir dan mempertimbangkan apa yang sudah aku sampaikan barusan. Meski hati ini sakit jika harus melihat Mas Fathan satu ranjang dengan wanita lain, tapi ... di sisi lain aku juga tak bisa membiarkan suamiku terus-menerus berbuat dzolim pada orang yang notabene juga istrinya sendiri.
Setelah meninggalkan Mas Fathan aku tak lagi berselera untuk makan. Alhasil aku lebih memilih untuk pergi menuju kamar tidur ku saja dan menenangkan hati serta pikiranku.
***
Seperti biasa setelah beberapa saat usai melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslimah, aku pun melanjutkan aktivitas pagiku dengan memasak. Dan ketika aku akan memasuki dapur, saat itu juga langkahku terhenti. Sebab betapa terkejutnya aku ketika melihat Mbak Mira tengah sibuk di depan kompor yang sedang menyala.
Bukan merasa tersaingi justru aku merasa heran dengan apa yang dilakukan istri pertama Mas Fathan itu. Karena selama kami tinggal bersama aku tidak pernah melihatnya berkutat dengan area dapur kecuali sekedar cuci tangan. Jadi bagiku pemandangan di depan sana adalah hal yang tak biasa.
Karena itu pula lah aku menduga adanya kemungkinan-kemungkinan yang terjadi tadi malam. Dimana Mas Fathan benar-benar menuruti keinginan ibunya untuk tidur bersama dengan Mbak Mira. Dan apa yang aku lihat sekarang adalah hasil dari malam tersebut yang membuat wanita berusia dua tahun di atasku itu tampak bahagia dengan bersedia untuk menyiapkan sarapan anggota rumah du sini.
Dengan segala dugaanku itu lah yang seketika membuat perasaanku tak karuan. Ada rasa sedikit lega karena Mas Fathan akhirnya tak lagi mengabaikan istrinya, namun di sisi lain aku juga merasa sedih karena harus menerima suamiku untuk berbagi ranjang dengan wanita lain.
Ku hela nafasku dan mencoba menerima apa yang mungkin sudah menjadi garis takdirku. Dengan perlahan aku pun melangkahkan kakiku berjalan mendekati Mbak Mira.
"Pagi, Mbak...," sapaku dengan ramah.
Sayangnya sapaan yang aku berikan barusan malah mendapatkan respon yang diluar prediksiku. Dimana Mbak Mira terlihat begitu kesal hingga ketika dirinya melihatku ia menaruh pisau yang ada di tangannya dengan sangat kasar. Mbak Mira pun pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun.
Mendapatkan perlakuan yang demikian sontak membuatku bertanya-tanya dalam hati. Ada apa yang sebenarnya terjadi? Mungkinkah dugaanku salah hingga membuat istri pertama suamiku itu merasa kesal pagi ini? Atau malah jangan-jangan Mbak Mira tidak menyukai kehadiranku karena diriku dianggapnya telah mengganggu aktivitasnya kali ini.
Beberapa saat kemudian setelah kepergian Mbak Mira yang tanpa sebab itu, aku pun memilih untuk melanjutkan merampungkan masakan yang sudah setengah berjalan. Dan di momen itu pula lah aku mulai menyadari kalau menu sarapan hari ini adalah menu yang merupakan kesukaan Mas Fathan. Dari sini lah yang lantas membuatku semakin yakin kalau tadi malam Mas Fathan betul-betul tidur di kamar Mbak Mira. Dan karena itu lah Mbak Mira sengaja memasak untuk sarapan pagi ini guna dihidangkan pada suaminya yang juga suamiku itu.
Seketika itu lah aku mulai merasa cemburu pada wanita berkulit putih dan berambut panjang itu. Nah, meski merasa cemburu bercampur rasa sedih, keputusan yang diambil suamiku untuk memperhatikan istri pertamanya itu juga cukup membuatku lega. Karena itu artinya Mas Fathan tidak lagi mendzolimi perasaan Mbak Mira.
"Mas Fathan kemana, Bu?" tanyaku ketika aku hendak bergabung bersama Bu Joko dan Mbak Mira di meja makan.
Dengan raut wajah jengkel, dimana raut wajah tersebut pun yang hampir setiap hari ku lihat itu, Bu Joko mengatakan perihal anak satu-satunya itu. Dan hal ini juga lah yang kemudian membuatku seakan mendapatkan jawaban mengapa Mbak Mira bersikap demikian padaku tadi pagi.
"Belum pulang!" jawab Bu Joko dengan nada ketus seraya tetap menyuapi mulutnya.
"Belum pulang? Bukannya ...." Disaat ini lah ku alihkan pandanganku pada Mbak Mira yang sedang beraktivitas sama dengan ibu mertuanya itu.
Mbak Mira mendadak menghentikan makannya dan menatapku dengan sangat serius. Raut wajahnya pun tak jauh berbeda dari Bu Joko.
"Kamu ngomong apa sama suamiku tadi malam? Sampai-sampai dia beneran pergi guti aja!" ujar Mbak Mira dengan menatapku tak suka.
Mendengar pertanyaan Mbak Mira barusan tentu saja membuatku bertanya-tanya lah. Jika Mas Fathan pergi dari rumah sejak tadi malam dan tidak kembali pulang, lantas kemanakah perginya suami rahasiaku itu?
"Jawab!" bentak Mbak Mira padaku sampai-sampai aku sedikit tersentak dibuatnya.
"Aku cuma ngomong—"
"Ngomong apa?!" potong Mbak Mira seraya memukul meja makan dengan sedikit kasar.
Jelas melihat sikap Mbak Mira tersebut membuat kesabaranku kali ini otomatis berkurang. Dan disaat itu lah aku yang tadinya cukup bersabar mendadak ikut tersulut emosiku. Dengan tanpa rasa takut aku membalas perkataan Mbak Mira.
"Aku cuma ngomong apa yang menjadi keinginan ibu mertuamu!" balasku dengan suara agak meninggi.
Seketika itu Mbak Mira langsung mengalihkan tatapannya ke arah Bu Joko yang memang duduk di sebelahnya. Dengan ekspresi wajah yang sudah terlihat kesal, Mbak Mira lantas bertanya pada Bu Joko mengenai perkataanku barusan. Melihat sikap menantu kesayangannya itu seketika Bu Joko menghentikan makannya. Dengan wajah tegang membuat Bu Joko tak berani menatap kedua mata Mbak Mira.
"Permintaan apa maksudmu, Bu?" todong Mbak Mira pada Bu Joko.
Bu Joko hanya terdiam mendengar pertanyaan yang ditodongkan menantunya itu. Ia bahkan tak mengalihkan pandangannya menghadap ke Mbak Mira. Entahlah mengapa Bu Joko malah terlihat ketakutan yang mana padahal ia bisa saja menjelaskan dengan keinginannya tersebut supaya Mas Fathan bisa berduaan dengan Mbak Mira.
Atau jangan-jangan malah .....
Bab 6 Kehadiran para warga Bu Joko hanya terdiam mendengar pertanyaan yang ditodongkan menantunya itu. Ia bahkan tak mengalihkan pandangannya menghadap ke Mbak Mira. Entahlah mengapa Bu Joko malah terlihat ketakutan yang mana padahal ia bisa saja menjelaskan dengan keinginannya tersebut supaya Mas Fathan bisa berduaan dengan Mbak Mira.Atau jangan-jangan malah .....Jangan-jangan malah ... Bu Joko takut jika ia mengatakan hal yang sebenarnya akan membuat Mbak Mira curiga padanya. Tetapi, jika dipikirkan kembali aku rasa Mbak Mira tidak akan curiga. Malah bukannya seharusnya ia merasa senang karena dengan permintaan Bu Joko tersebut adalah bentuk usaha untuk menyatukan Mas Fathan dengan dirinya."I—Ibu cuma .....""Ibu cuma mau minta ke aku bilang ke Mas Fathan supaya dia mau tidur sama Mbak Mira!" potongku.Sengaja aku mengatakan hal demikian. Sebab aku penasaran dengan reaksi apa yang akan muncul dari Mbak Mira ketika aku mengatakan hal yang sebenarnya. Selain itu aku juga sudah mer
Bab 7 Fitnahan "Apa yang dikatakan Bu Yati itu benar. Kamu dan Fathan kan bukan mahrom, jadi lebih baik tidak tinggal satu rumah," ucap Pak RT yang membenarkan perkataan warganya barusan yang rupanya bernama Bu Yati.Suasana yang tadinya sudah agak tenang kini kembali mulai riuh. Sedangkan di waktu itu juga Mas Fathan tak kunjung memunculkan keberadaannya. Arghh! Apa iya suami rahasiaku itu tak mendengar keributan di rumahnya yang terus-menerus memojokkanku. Menyebalkan!"Bu!" ku alihkan pandanganku ke arah Bu Joko yang sejak tadi hanya mengunci mulutnya.Dengan tatapan tak suka Bu Joko lalu berkata, "yaaa ... yang dibilang Bu Yati itu ada benarnya."Mendengar perkataan dari Bu Joko barusan seketika membuat emosiku tersulut. Dan seharusnya aku pun tahu mengharapkan pembelaan dari ibu mertuaku itu sama saja hanya sebuah kesia-siaan. Nihil!"Iya, Rum ... Apa yang dikatakan Bu Yati itu benar. Lagian aku juga udah capek setiap hari harus ngeliat kamu deketian Mas Fathan terus," sahut Mba
Bab 8 Pamit Dan aku tahu fitnahan ini adalah perbuatan mereka. Aku percaya apa yang Bu Joko dan Mbak Mira lakukan tersebut guna mengusirku dari rumah ini dan memisahkanku dengan suamiku sendiri. Tetapi seandainya diriku memang harus meninggalkan tempat ini, aku tidak akan membiarkan mereka merusak nama baikku. Lihat saja nanti apa yang akan ku perbuat untuk membalas perbuatan mereka padaku ini.***Setelah bubarnya keributan yang ada, Mbak Mira dan Bu Joko pun ikut melengos pergi tanpa bersuara padaku. Menatap kepergian dua wanita menyebalkan itu sungguh membuatku ingin mencakar-cakar keduanya. Namun, karena kejadian ini aku betul-betul tersadar tentang sifat Mbak Mira yang sebenarnya. Dimana pada awalnya aku begitu bersimpati padanya karena nasibnya yang diham*li orang tak bertanggung jawab ditambah diperlakukan kurang baik oleh Mas Fathan. Akan tetapi setelah fitnahan ini terjadi, aku berjanji dalam hati tidak akan lagi ada rasa iba untuk dua manusia jah*t seperti mereka. Akan ku
Bab 9 Teror?"Ada apa? Kok ke sini lagi?" tanya Mas Fathan padaku.Aku tersenyum manis pada suami rahasiaku itu. Dan belum sempat menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja terdengar suara teriakan dari dalam rumah. Mas Fathan berlari masuk ke rumahnya tanpa menunggu jawaban dariku. Aku tak mempermasalahkannya karena aku tahu suami rahasiaku itu pasti khawatir setelah mendengar teriakan yang ku yakini berasal dari ibunya itu."Yes! Rencanaku berhasil!" senangku dalam hati.Benar. Aku merasa senang karena aku percaya teriakan dari dalam rumah barusan pasti berasal dari penghuninya. Dimana aku yakin Bu Joko ataupun Mbak Mira sudah terkena imbas dari apa yang sudah ku buat sebelum aku pergi meninggalkan rumah tadi pagi."Ada apa, Mbak Arum?" tanya seseibu yang tiba-tiba hadir di sebelahku. Seseibu itu celingukan ke arah dalam rumah seakan sedang mencari sesuatu. Ternyata teriakan dari dalam rumah Bu Joko juga mampu mengundang kehadiran para tetangga. Tentu saja hal ini membuatku semakin sena
Bab 10 Bagaimana Bisa?Mbak Mira mengangguk dan membenarkan pertanyaan suaminya itu. "Tapi gak sama pakaianmu, Mas," sambung Mbak Mira.Mas Fathan pun merasa heran dan bertanya-tanya mendengar perkataan Mbak Mira barusan. Ekspresi yang sama pun ditunjukkan dari para tetangga yang ada. Sedangkan aku berusaha untuk tetap tenang supaya tidak dicurigai karena sebenarnya yang terjadi sore ini adalah karena perbuatanku."Kok, bisa ya?" tanya Mas Fathan pada dirinya sendiri. Terlihat jelas raut wajah suami rahasiaku itu tengah kebingungan dengan apa yang terjadi hari ini. Karena sama-sama merasa tidak bisa memberikan penjelasan lebih lanjut membuat suasana menjadi hening sejenak. Sampailah beberapa saat kemudian aku membuka suara untuk mencairkan suasana. "Yaudahlah Mas lebih baik kita bersihkan aja baju-bajunya Ibu," ajakku.Mas Fathan menoleh ke arahku seakan menyetujui usulanku barusan. Berbeda dengan Mbak Mira yang tiba-tiba menyahut karena aku menyebut Bu Joko dengan panggilan ibu."I
Bab 11 Memperjuangkan Pernikahan?Ku tatap Mbak Mira dengan amat tajam dan berkata ,"bagaimana? Masih betah jadi istrinya Mas Fathan?" Ku sunggingkan sedikit sudut bibirku lalu berjalan meninggalkan Mbak Mira yang tampak kesal."Aaarrgggh!!" teriak Mbak Mira kesal ketika aku baru beberapa langkah menjauh darinya.***Di suatu sore, di saat aku tengah bersantai di teras rumah tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan Mas Fathan. Dari penampilannya aku menduga pasti suami rahasiaku itu baru pulang dari tempat kerjanya tanpa balik ke rumahnya lebih dahulu."Assalamualaikum.""Wa'alaikumsalam," balasku seraya meraih tangan kanan Mas Fathan lalu mencium takzim punggung tangannya."Ada apa, Mas? Kok ke sini gak ngabari dulu?" tanyaku basa-basi.Tanpa menjawab pertanyaanku lebih dulu Mas Fathan lantas memilih untuk duduk di bangku yang sebelumnya aku tempati. Mengusap wajahnya dengan agak kasar kemudian terdiam untuk beberapa saat.Ku perhatikan suami rahasiaku itu lebih seksama. Terlihat
Bab 12 Satu Rahasia TerbongkarMendengar ucapanku tersebut, lalu Mas Fathan pun terdiam sejenak. Tanpa ku duga laki-laki berstatus suamiku itu langsung memelukku seraya berkata dengan nada yang lembut."Aku akan dukung kamu."Aku tersenyum lega karena perkataan Mas Fathan barusan. Seketika itu aku pun membalas pelukan darinya.***Beberapa hari setelah keributan di rumah Bu Joko berlalu, kini hidupku menjadi sedikit lebih tenang. Apalagi sekarang ini Mas Fathan sudah membebaskanku untuk bertindak guna membersihkan namaku dan membuat ibunya masuk ke dalam jebakanku. Tak hanya itu, Mas Fathan juga bersedia membantuku jika nantinya aku membutuhkannya. Jelas karena hal ini lah yang kemudian membuatku semakin sayang pada suami rahasiaku itu.Meski begitu aku sendiri masih penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi ketika Mas Fathan berada di kamarnya saat itu. Mengapa bisa darah-darah yang aku letakkan di lemari baju milik Mbak Mira hilang tanpa meninggalkan bekas sedikitpun. Begitu juga
Bab 13 Posisi SulitTerlepas apapun tuduhan mereka padaku, aku tak lagi memedulikannya. Bagiku yang terpenting sekarang adalah menguatkan lagi mentalku untuk menghadapi Mbak Mira dan Bu Joko kedepannya. Karena aku percaya setelah kejadian ini pasti akan terjadi keributan lagi. Bahkan mungkin akan lebih seram dari ini.Budhe Sri juga akhirnya meminta para tetangga untuk pulang. Keributan kali ini betul-betul membuatku merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi nantinya. Aku takut jika pernikahan rahasia ini terbongkar, mungkin aku tidak akan mengeluarkan uang milyaran. Tetapi sebagai gantinya aku akan benar-benar berpisah dengan Mas Fathan. Astaghfirullah ... Bagaimana ini?????***Malam itu di saat aku tengah bersiap untuk tidur aku kembali teringat dengan kejadian tadi sore. Keributan antara aku dan Mbak Mira serta terkuaknya fakta jika aku tidaklah sepupuan dengan Mas Fathan benar-benar membuatku gundah. Aku betul-betul merasa tak tenang sekarang ini.Aku takut jika Mas Fathan ak
Bab 32 TAMAT"Sudah, Mas. Mau berangkat sekarang?" cetus seorang pria yang diminta Mas Fathan membantunya mengangkut barang-barang kami.Mas Fathan menoleh ke arah pria tersebut dan berkata," iya. Saya nyusul di belakang, ya.""Baik, Mas," balas pria tersebut lalu masuk ke dalam mobil.Aku dan Mas Fathan pun kembali berpamitan pada Bu Joko dan Budhe Sri. Mencium takzim tangan kanan mereka lalu mulai mengendarai sepeda motor kami dan mengikuti mobil yang memang sudah melaju beberapa menit yang lalu.***Beberapa hari berlalu...Wajah kebahagian menyelimutiku juga suamiku hari ini. Karena aku dan Mas Fathan telah diberikan amanah yang akan menjadikan kami orang tua sebentar lagi. Benar, aku hamil.Kehamilan yang dinanti-nanti ini sangatlah membuatku dan Mas Fathan tak henti-hentinya bersyukur. Bahkan, wajah berseri terus saja ditampakkan oleh suamiku itu sejak kami keluar dari ruang pemeriksaan tadi. Sungguh, rezeki yang sangat luar biasa telah kami terima hari ini."Alhamdulillah, ya,
Bab 31 Pergi"Aku tidak akan membencimu karena perbuatanmu terhadap ibuku. Simpan rahasia ini dan biarkan orang-orang menganggapku yang bersalah," kata Mas Fathan.Aku pun hanya bisa menangis di dalam pelukan suamiku itu. Aku sungguh beruntung telah menjadi bagian dari hidupnya. Walaupun aku tahu, tak seharusnya aku bersembunyi di balik punggungnya di saat aku lah yang seharusnya menerima sanksi tersebut.***Tepat ketika matahari mulai meninggi, di saat itu lah semua barang bawaan yang sudah aku dan suamiku bereskan tadi malam siap untuk diangkut. Benar, meski mendapatkan tawaran dari Bu Joko untuk kembali ke rumahnya, namun Mas Fathan lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah kontrakan yang sudah kami sewa sebelumnya."Kita tetep ngontrak dulu, ya. Lagian sayang aja udah terlanjur dibayar," kata Mas Fathan manakala aku menanyakan jawaban perihal tawaran yang diberikan Bu Joko pada kami tadi pagi.Aku hanya bisa mengangguk dan mengiyakan keputusan suamiku itu. Toh, jika diberikan pi
Bab 30 Akhir dari Permintaan MaafWalaupun Bu Joko sudah memberikan keputusan tidak akan memperpajang masalah ini, namun, sanksi sosial kemungkinan besar tak akan bisa aku hindari. Terlebih, baru sekarang ini Bu Joko menyatakan permintaan maafnya padaku atas sikapnya selama ini. Dan jika ia tahu kalau aku lah pelakunya, pasti hal ini akan membuatnya kembali membenciku. Bahkan lebih dari sebelumnya. Namun, apa yang dilakukan Mas Fathan kali ini malah membuat hatiku semakin tak kuasa. Karena sekarang aku percaya dan yakin, kalau suamiku itu sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dan setelah ini selesai, selanjutnya hubungan rumah tanggaku lah yang akan dipertaruhkan. "Ibu maafkan kamu, Fat. Ibu maaafkan kamu sekalipun kamu membun*h Ibu," ucap Bu Joko. Reflek Mas Fathan menoleh ke arah ibu angkatnya itu saking terkejutnya.Mas Fathan masih terdiam menatap Bu Joko. Entah apa yang ada di pikiran suamiku itu, namun terlepas dari itu, sepenglihatanku aku mengira kalau Mas Fathan
Bab 29 Pelakunya Adalah Aku! "Aaarrghh!!!" kesal Mas Fathan. Terlihat di waktu yang bersamaan Bu Joko yang masih terdiam itu kembali meneteskan air matanya. Di momen itu situasi betul-betul kembali menegang. Dan aku juga yakin, saat ini suamiku itu lagi-lagi merasa kecewa dan marah pada dirinya sendiri maupun pada Bu Joko. Yang padahal baru beberapa menit yang lalu, Mas Fathan sudah terlihat akan menerima permintaan maaf dari ibu angkatnya itu. Tapi ternyata .... Entahlah. Di tengah-tengah kondisi yang menegangkan itu tiba-tiba Mas Fathan menoleh ke arah Bu Joko. Dengan amarah yang masih tertahan, suamiku itu lantas bertanya pada ibu angkatnya. "Ibu yakin nggak akan memperpanjang masalah ini? Sekalipun Ibu tahu siapa pelakunya."Bu Joko mengangkat kepalanya dan menatap anak lelakinya yang sangat ia sayangi itu seraya menghapus air matanya. Dengan penuh keyakinan Bu Joko lantas menjawab bahwa ia tidak akan memperpanjang masalah ini. Sekalipun ia mengetahui siapa pelaku yang menyera
Bab 28 Mas Fathan Sebenarnya Anak ...Dari respon yang ditunjukkan Budhe Sri yang terlihat sangat marah kepada Bu Joko lantaran memberitahukan perihal status Mas Fathan? Lalu, pesan apa yang dimaksud oleh Budhe Sri dari suami Bu Joko yang memang merupakan kakak kandungnya. Mungkinkah ini semua ada hubungannya dengan status pengangkatan Mas Fathan dalam keluarga Bu Joko? Jika benar demikian ... Aiish, sungguh jelimet!! "Tunggu tunggu Ini maksudnya apa sih?" sela ku yang semakin bingung dengan keadaan.Budhe Sri mengalihkan pandangannya ke arahku. Kemudian beliau menarik napas beratnya dan mulai berbicara. Dimana beliau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan masa lalu keponakannya itu. Yang mana selama ini Mas Fathan memang anak diadopsi dari Bu Joko dan mendiang suaminya.Namun sebetulnya Mas Fathan bukan hanya sekedar anak adopsi begitu saja. sebab waktu itu kondisinya Bu Joko baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki yang mana tak selang beberapa hari kemudian bayi terseb
Bab 27 Penyesalan? "Kita lapor polisi aja, ya, Dek?" Tentu saja usulan dari Budhe Sri itu semakin membuatku panik juga ketakutan. Tapi di lain sisi aku juga tak mungkin mencegah Bu Joko kalau ia ingin mengiyakan usulan tersebut. Dan kalau sampai Bu Joko benar-benar mengiyakan usulan dari kakak iparnya itu... ah, mati lah aku! Mendapati usulan dari kakak iparnya tersebut, saat itu Bu Joko tidak langsung menanggapinya. Ia malah terdiam untuk beberapa saat seolah sedang memikirkan sesuatu. Yang mana sikapnya itu malah membuat terheran-heran. "Dek!"Bu Joko terkesiap mendengar panggilan dari Budhe Sri. "Aduuh, gimana, ya, Mbak?" Bu Joko memperlihatkan sikap kebingungan yang membuatku semakin merasa aneh. Aku bertanya-tanya dalam hati, ada apa sebenarnya? Apa yang sedang dipikirkan ibu mertuaku itu? Yang padahal kalau ia benar-benar merasa ketakutan dengan apa yang sudah menimpanya, seharusnya tanpa banyal berpikir pasti ia sudah mengiyakan usulan dari kakak iparnya itu. "Fathan m
Bab 26 Isi Pesan Secarik Kertas "Ada apa, Budhe?" tanyaku ketika sudah berhadapan dengan wanita paruh baya itu. "Itu di depan ibu kalian datang," jawab Budhe Sri yang membuatku terkejut mendengarnya. Pasalnya baru beberapa menit yang lalu, aku memikirkan tentang nasib ibu mertuaku itu, kini tanpa aku duga sama sekali, bahkan terpikirkan pun saja tidak, Bu Joko malah mendatangi rumah ini. Tentu saja hal itu membuat rasa ketakutan yang ada pada diriku semakin meningkat. Sedangkan ingin menepisnya lagi pun rasanya teramat sulit. Aku betul-betul merasa takut kalau Bu Joko datang karena mengetahui bahwa aku lah pelaku yang memasuki rumahnya tadi malam."Gak mungkin. Wanita tua itu pasti gak tau kalau aku pelakunya. Gak! Gak mungkin!!" ucapku dalam hati. Berusaha menenangkan diri sendiri dan mencoba bersikap biasa. Aku berdeham kecil. "Ibu ke sini? Tumben? Ada apa, ya, Budhe?" Aku berpura-pura tidak mengerti. "Budhe juga gak tau. Kita ke sana dulu, yuk!" ajak Budhe Sri. "Aku gak mau
Bab 25 Akhir Permainan "Tolooonggg!!!!" teriak Bu Joko kencang. Tentu teriakan Bu Joko barusan seketika membuatku panik. Aku takut kalau aksiku akan ketahuan orang. Namun, dengan cepat aku pun berusaha membungkam mulut Bu Joko dengan lakban hitam yang aku bawa. Sreeettt!!! Bu Joko masih saja mengoceh meski mulutnya sudah tertutup. Aku pun tak memedulikan hal tersebut dan memilih bergegas keluar kamar lalu menuju ruang depan. Mengintip dari balik gorden guna memeriksa keadaan di luar rumah. Dan ternyata karena teriakan Bu Joko sebelumnya membuat keadaan di luar ... masih tenang. Aku menghela napas lega. "Syukurlah. Masih aman."Karena merasa keadaan masih berpihak padaku, aku pun bergegas kembali ke kamar Bu Joko. Dimana wanita tua itu masih saja mengoceh tak jelas lantaran lakban yang tertempel di mulutnya. Melihat waktu yang kurang dari dua jam lagi memasuki waktu subuh, tanpa pikir panjang aku pun segera memulai aksi keduaku. Aksi dimana aku menyebutnya sebagai puncak dari pem
Bab 24 Suamiku Ternyata ... "Iya, kenapa? Ada masalah? Tapi, bukannya kemarin Mas bilang gak terjadi apa-apa pas di rumah ibu? Mas cuma bilang kalau ibu menerima kedatangan, Mas. Terus kalian ngobrol biasa. Iya, kan?Mas Fathan kembali menatapku. Dengan pelan lalu ia menggelengkan kepalanya yang menandakan kalau perkataanku barusan tidaklah benar adanya. Lantas, jika demikian apa yang sebenarnya terjadi antara Mas Fathan dan ibunya waktu itu? Mas Fathan menghela napas beratnya. Dengan serius lalu ia berkata yang mana membuatku tercengang saat mendengarnya. "Ibu bilang aku bukan anak kandungnya."Seketika kedua mataku membulat tak percaya mendengar kalimat yang barusan diucapkan suamiku itu. Bagaimana bisa Bu Joko berkata demikian yang padahal selama ini yang aku tahu semua surat-surat yang berkaitan dengan Mas Fathan memperlihatkan kalau Bu Joko adalah ibu kandungnya. Dari akta kelahiran sampai kartu keluarga. "Kamu gak lagi bercanda, kan, Mas?" aku menatap serius ke arah Mas Fath