Share

Chapter 2

Penulis: RinduPurnama
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-12 14:40:09

Acara pernikahan telah usai. David dan Raya telah sah menjadi suami dan istri. Sintia duduk di pojokan, tak hentinya menghapus air mata yang turun ke pipinya. Raya tahu hati Sintia tulus mendoakannya hari ini. Tidak seperti Pakde Suroso dan Bude Rani yang selalu tersenyum palsu. Senyum yang memperlihatkan kepuasan telah mendapatkan sesuatu.

            “Hari ini kamu cantik sekali, Raya,” puji Sintia tadi pagi ketika mereka berdua di sebuah kamar. Sintia sendiri yang memoles wajah Raya dengan make up. Gadis yang berusia setahun lebih muda dari Raya itu memang jago berdandan.

            Raya tersenyum. “Makasih…”

            Ia bangkit dari duduknya dan berkaca di depan cermin besar. Ia memakai kebaya putih sederhana yang kemarin baru ia beli dengan Sintia. Rambutnya disanggul modern dengan beberapa helai rambut menjuntai di bagia kanan dan kiri pipinya. Lipstik warna merah yang dipakaikan Sintia menambah segar auranya hari ini.

            “Kau memang cantik, mirip sekali dengan ibumu dulu,” begitulah almarhum ayahnya dulu selalu memujinya.

            Sekarang yang memujinya telah tiada. “Ayah, apakah ayah melihatku dari surga? Anakmu ini sekarang akan menikah,” batin Raya.

            Semua yang hadir di acara sakral tersebut sudah beranjak pulang. Sintia juga ikut pulang bersama orangtuanya, sebelum pergi ia berpesan pada Raya, “Jaga diri baik-baik dan semoga bahagia, Raya.”

            Raya hanya bisa mengangguk, melepaskan anggota keluarganya. Sekarang ia sendiri di rumah asing ini. Ia bagaikan seorang tahanan yang sekarang tidak bisa lepas dari jeruji besi. Dalam lubuk hatinya, ia ingin segera dibawa saja ke rumah David, ia merasa tidak nyaman berada satu atap dengan Nyonya Kinasih.

            “Mari ikut saya, kita bicara sebentar,” kata Nyonya Kinasih saat Raya masih di ambang pintu rumah. Melihat lurus ke jalan Raya, walaupun taxi yang ditumpangi Pakde, Bude, dan Sintia sudah menghilang di kelokan jalan.

            Raya mengikuti Nyonya Kinasih menuju ke sebuangan ruangan luas yang dipenuhi dengan buku dan map-map tebal. Rupanya itu ruang kerja. Nyonya Kinasih mempersilakan ia duduk di sofa hitam, dan wanita angkuh itu duduk di kursi di belakang meja kerjanya.

            “Raya, sekarang kamu telah sah menjadi bagian dari keluarga kami…” suaranya datar, dengan muka tanpa ekspresi. “Mungkin ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan di benakmu terkait pernikahan ini.”

            Raya diam, ia menatap Nyonya Kinasih perlahan.

            “Ada beberapa hal yang perlu kamu tahu tentang pernikahanmu dengan David. Dan mungkin Pak Suroso sudah menjelaskan sedikit padamu sebelum kamu menikah.” Jeda sebentar. “Memang tidak ada yag gratis di dunia ini, Raya. Begitu pula dalam pernikahan ini.”

            “Saya tahu, Nyonya. Saya digunakan Pakde Suroso untuk menebus hutang beliau pada Nyonya.” Raya angkat bicara.

            Nyonya Kinasih menyunggingkan senyum sinis, “Menurutmu hanya itu?”

            Raya mengangguk.

            Nyonya Kinasih tertawa, “Hutang Pakdemu itu bukan apa-apa untuk saya, Raya. Saya tidak akan bangkrut jika Pakdemu tidak membayar hutang itu.”

            Raya menengadahkan wajahnya, menatap Nyonya Kinasih dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk dalam benaknya. Adakah hal lain yang disembunyikan Pakde Suroso?

            “Saya akan jawab pertanyaan di benakmu itu,” ujar Nyonya Kinasih. “Hutang itu bukan satu-satunya. Ada hal penting lain menyangkut keluarga saya, dan itu harus segera dituntaskan.”

            Raya semakin penasaran.

            “Kau tahu kan siapa keluarga ini?”

            Raya tahu, dan siapa orang yang tidak tahu keluarga Darmawan? Pemilik perusahaan tekstil terbesar kedua di Indonesia. Ayah Nyonya Kinasih, adalah pendiri perusahaan itu. Dan sekarang jatuh ke tangan Nyonya Kinasih sendiri, karena memang anak tunggal satu-satunya. Tapi setahu Raya, David tidak ikut menggeluti profesi yang sama dengan Mamanya. Ia malah bekerja di salah satu bank swasta, ya… walau bagi Raya posisinya di bank itu tidak bisa dikatakan main-main.

            “Saya sebagai orang yang memegang kendali perusahaan ini, punya tanggung jawab besar untuk selalu menjaga nama baik perusahaan. Dan saya sebagai orangtua David punya tanggung jawab untuk menjaga nama baik anak saya.”

            Nyonya Kinasih beranjak dari duduknya, berpindah berdiri di dekat jendela besar berhordeng putih yang terbuka. “Mungkin kamu belum pernah mendengar berita buruk tentang anak saya. Tapi jika kamu ke luar sudah banyak bermunculan berita negatif tentang David.”

            Berita negatif? Pikir Raya. Orang seramah itu punya berita negatif?

            “Raya, tujuan saya menikahkan kamu dengan David karena dia adalah seorang gay!”

            Raya terhenyak. Bagai disambar petir di siang bolong. Gay? David seorang gay? Lantas dia menikah dengan seorang laki-laki yang…. Ah, Raya merasa sangat jijik sekali!

            “G… Ga…. Gay?” ucap Raya terbata-bata.

            Nyonya Kinasih menatap Raya seraya mengangguk. “Kau tahu kan arti gay? David itu tidak normal. Dia tidak mungkin suka dengan perempuan. Saya sering mendapat info dari pembantu rumah tangga di rumahnya, ia sering membawa pulang laki-laki ke rumah. Berganti-ganti. Dan hal itu sudah menyebar, Raya. Saya takut nasib perusahaan akan terpengaruh karena berita itu.”

            Raya meghempaskan tubuhnya ke sofa. Kenyataan pahit apalagi yang akan dia hadapi? Terjawab sudah kenapa Pakdenya yang mata duitan itu tidak menjodohkan David dengan Sintia, dan malah memilih dirinya untuk dinikahkan dengan David.

            “Jadi, Raya,” ucap Nyonya Kinasih datar. “Alasan Pakdemu memberikan kamu kepada saya untuk menikah dengan David bukan karena hutang-hutang itu. Tapi saya membeli kamu dengan uang yang lebih besar dari hutang Pakdemu itu, agar kamu bisa mengembalikan nama baik anak saya di mata orang-orang.”

            Langit serasa jatuh di atas kepala Raya. Jadi, Pakde Suroso mendapatkan uang jauh lebih besar dari Nyonya Kinasih? Sekarang ia harus seumur hidup bersama seorang laki-laki gay?

            “Raya, saya minta tinggallah bersama David, bukan untuk menyembuhkannya, tapi paling tidak kamu membantu nama baik keluarga saya,” kata Nyonya Kinasih pelan dan dalam. “Tapi saya minta maaf, jika David tidak bisa menjadikanmu istri yang sempurna. Dan maaf lagi, saya tidak ingin orang-orang tahu kalau David menikahi keluarga dari sopir saya. Pesta pernikahan yang sebenarnya akan kita laksanakan di Bali bulan depan. Bersiaplah!”

            Ciut hati Raya mendengar perkataan Nyonya Kinasih. Semua terasa seperti mimpi. Ia harus menjalani semua ini sendirian. Sakit hatinya mengingat pakde dan bude yang telah tega menjerumuskannya pada lembah kesengsaraan tanpa ujung. Perih hatinya mengingat mereka menikmati uang hasil dari mengorbankan dirinya.

            “Kenapa harus saya?” tanya Raya pelan. Wajahnya masih menunduk, memerah menahan tangisan.

            “Setahu saya kamu setuju dengan pernikahan ini. Karena saya memberikan uang pada gadis yang mau menikahi David,” jawab Nyonya Kinasih. “Saya tidak tahu ternyata Pak Suroso menyimpan semua ini tanpa memberitahumu.”

            Raya menangis. Kenapa Pakde Suroso menjebak dirinya?

            “Tidak ada gunanya kamu menangis, Raya.” Sambung Nyonya Kinasih. “Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang kau istri sah David. Mau tidak mau perjanjian saya dengan Pak Suroso sudah dilaksanakan. Jika kalian main-main dengan saya, saya bisa membuat kalian semua menderita selamanya!"

            Raya menengadah. Menatap mata Nyonya Kinasih dalam-dalam. “Saya lakukan ini, Nyonya! Saya akan lakukan jika ini bisa membuat keluarga saya baik-baik saja!”

            Nyonya Kinasih tersenyum simpul. “Sebenarnya kau gadis yang baik. Kau tahu sedang dimanfaatkan olehnya, tapi kau tetap menjaga keluargamu.”

            Raya kembali menunduk. Bagaimanapun benar yang dikatakan Nyonya Kinasih, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah berpasrah kepada keadaan ini. Sebersit pertanyaan muncul di benaknya, apa yang akan dilakukannya setelah ini?

***

           

                       

           

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Magdalena marion
lanjutkan lagi author.kereeen.. semoga raya tak terus tersakiti si suroso itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 3

    “Selamat datang di rumah…” ujar David ketika pintu rumahnya terbuka. Dari balik pintu muncul seorang perempuan baruh baya, tersenyum riang melihat Raya. “Kenalin ini Mbok Siti,” ujar David. “Beliau yang mengurus rumah ini.” “Selamat sore Nyonya….” “Raya,” jawab Raya cepat seraya mengulurkan tangannya. “Nama saya Raya, Mbok.” “Nyonya Raya,” jawab Mbok Siti tersenyum. “Cantik sekali.” Raya tersenyum simpul. “Ayo masuk,” ujar David kemudian. Raya mengangguk mengikuti David masuk. Mbok Siti membantu Raya membawakan salah satu tas yang berisi pakaian dan keperluan Raya. Rumah berlantai dua bergaya minimalis yang sangat cantik. Dicat warna putih susu dengan dekorasi rumah yang senada dengan warna catnya. Dalam hati Raya suka gaya rumah ini, sesuai dengan rumah yang diimpikannya ketika berumah tangga nanti. Bukankah sekarang ia sudah mulai memasuki pintu rumah tangga? Ah, Raya jijik tiba-tiba mengingat perkat

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-12
  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 4

    “Ah, Nyonya tidak seharusnya memasak begini,” ujar Mbok Siti mencoba mengambil sutil dari tangan Raya yang digunakannya untuk membola-balik gulai dalam wajan. “Gak apa-apa, Mbok,” jawab Raya. “Di rumah bude dulu setiap hari saya yang masak.” “Ya, tapi nanti saya dimarahi Tuan David kalau tahu Nyonya Raya yang setiap hari masak.” Raya menggeleng. “Gak kok, Mbok. Tenang saja.” Mbok Siti pasrah, lantas beranjak mencuci piring kotor di kitchen sink. Selama hampir dua minggu Raya tinggal di rumah ini, dialah yang memasak semua hidangan. Bangunnya selalu pagi, bahkan kadang lebih pagi dari Mbok Siti. Ia cekatan dan terampil. Menyiapkan sarapan, membantu Mbok Siti mengepel, bahkan kadang ia yang mencuci pakaian. David tahu hal tersebut, dilapori Mbok Siti tentu saja. Dengan bijaksana ia menegur Raya. “Raya, kamu boleh membantu Mbok Siti. Tapi jangan semua pekerjaan kamu yang kerjakan. Mbok Siti laporan sama saya, beliau

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-12
  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 5

    Mau tak mau Raya kembali bertemu dengan Nyonya Kinasih. Tapi seperti yang diperkirakan Raya, perempuan itu hanya diam tak peduli dengan kehadiran dirinya. Tapi Raya juga tak peduli, ia asyik bercengkrama dengan Sintia. Di pesawat pun mereka duduk berdua. Setelah menikah baru kali ini Raya bisa sedikit lega, paling tidak ada teman yang menemaninya. Bukannya David tidak mengizinkan ia bertemu dengan sepupunya, tapi Sintia sibuk mengurusi skripsi, Raya tidak mau menganggu konsentrasinya. Baru kali ini Raya pergi ke Bali. Begitu juga Sintia. Mereka sangat takjub akan keindahan panorama Bali yang indah. Apalagi pesta pernikahan Raya dan David akan dilaksanakan di tepi pantai. Mirip dengan pesta pernikahan selebritis. Raya tertegun. Kenapa nasib membawanya bagaikan Cinderella. Kenapa hal-hal indah yang hanya dapat disaksikannya lewat televisi, kini benar-benar nyata di depannya. Haruskah ia bahagia? Tidak. Ini bukan kenyataan bagi Raya. Ini semua semu. Dirinya bukan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-12
  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 6

    Suara dering ponsel menghentakkan Raya dari tidurnya. Kaget. Sambil mengerjapkan mata ia mengambil sumber bunyi itu dari nakas. “Ha… Halo,” kata Raya parau. “Raya!” pekik suara di seberang. Raya menjauhkan ponsel dari telinganya, memastikan nama yang tertera di layar. Sintia. “Ada apa, Sin?” tanya Raya seraya memejamkan mata. “Aduh! Gila kamu, ya! Ini sudah hampir pukul sepuluh pagi!” pekik Sintia kesal. Raya tersentak. Kembali dilihatnya layar ponsel. Pukul sepuluh kurang lima menit. Kenapa ia bangun kesiangan? David menggeliat. Mengerjapkan matanya sebentar lalu tersenyum pada Raya. Satu hal yang Raya sadari kini, mereka tidur tanpa mengenakan apapun! “Halo! Kok ngalamun sih, Ya!” teriak Sintia. “I… iya, nanti aku telepon lagi. Aku mandi dulu,” Raya cepat-cepat menutup teleponnya. Raya memijit pelipisnya. Ingatannya telah kembali utuh. Tadi malam merupakan hal paling manis yang ia rasakan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 7

    “Hey, Suroso!” pekik Nyonya Kinasih setelah sampai dalam kamarnya. “Rencana yang kita lakukan sepertinya tidak sesuai dengan prediksimu!” Suara di seberang menjawab, “Apa maksud, Nyonya?” “Kau mengatakan antara David dan Raya tidak akan mungkin ada perasaan satu sama lain!” “Benar, Nyonya. Saya jamin! Apalagi melihat kelainan yang ada dalam diri Tuan David.” Nyonya Kinasih memijit-mijit kepalanya yang tidak pening itu. “Besok siang sepulang saya dari sini saya tunggu kamu di ruang kerja saya!” “A… Ada apa, Nyonya?” suara panik Pak Suroso dari seberang. “Kau akan tahu besok!”*** David membopong Raya setelah menutup pintu kamar hotel dengan kasar. “Ih, kamu kenapa, Vid!” pekik Raya. “Malu jika ada orang melihat!” David tertawa. “Nyonya David, siapa yang akan melihat kita. Di kamar ini hanya ada kita berdua sekarang!” Raya meng

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 8

    Nyonya Kinasih menggebrak meja kerjanya. Suaranya berdentum keras sehingga membuat Pakde Suroso sedikit tersentak kaget. Lelaki lebih setengah abad itu mundur selangkah, takut wanita di depannya akan melakukan hal yang sama lagi.“Saya rasa mereka hanya beradu akting saja, Nyonya,” Pakde Suroso angkat bicara. “Saya yakin tidak ada perasaan sama sekali diantara mereka berdua.”Nyonya Kinasih menggeleng seraya menjawab, “Kau tahu, ketika berangkat ke Bali sikap mereka biasa saja. Aku akan percaya mereka hanya berakting kalau ketika pulang mereka juga akan bersikap biasa. Tapi ini tidak begitu, di pesawat bahkan di bandara mereka sangat mesra. Berpelukan dan bergandengan seperti tidak bisa dipisahkan!”Pakde Suroso diam.“Apakah Bali membuat mereka berdua jatuh cinta? Apakah Raya bisa menyembuhkan David?” tanya Nyonya Kinasih seperti pada dirinya sendiri.“Ah, saya rasa tidak, Nyonya ….”“Atau ….” Potong Nyonya Kinasih cepat. “Kau memang sengaja memberikan Raya padaku agar mereka berdua

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-25
  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 9

    “Mulai besok aku ada rapat ke luar kota, Ya,” kata David pagi itu di meja makan.Raya mengangguk. Menuangkan jus jeruk ke gelas kaca dengan perlahan. Sarapan sudah siap di meja makan, Raya memasak nasi goreng daging sapi. Mbok Siti libur dua hari ini, anaknya yang sulung melahirkan kemarin, beliau sibuk menjaga anaknya tersebut.“Mungkin sekitar lima hari aku tidak di rumah,” kata David seraya menyendokkan nasi ke mulutnya. “Kau tidak apa-apa sendirian? Kau berani?”Raya kembali mengangguk. “Jangan khawatir. Aku bukan anak kecil yang penakut.”David tersenyum, membelai rambut istrinya itu dengan lembut.“Berarti nanti sore saja kita tengok cucu Mbok Siti,” kata Raya. “Pumpung kamu masih di rumah, jadi bisa menemaniku.”“Okay.”“Mamamu kemarin kenapa menyuruhmu datang ke kantornya?” tanya Raya. Hal ini ingin ditanyakannya sedari kemarin, tapi tadi malam ia kecapekan dan ketiduran ketika menunggu David lembur.“Oh, itu,” balas David. “Biasa. Menyuruhku untuk menggantikan beliau di kant

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-26
  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 10

    “Gimana? Sudah enakan badannya?” tanya David dari telepon. Raya menggeliat, kembali bergelung dalam selimut. Sudah dua hari David pergi ke luar kota, tapi sejak saat itu dirasakannya badannya tidak enak.“Asam lambungku naik sepertinya,” jawab Raya setelah menguap. “Tadi malam aku sudah minum obat asam lambung.”“Terus sudah enakan?” tanya David khawatir.Raya menggeleng seraya menjawab, “Belum.”“Janji ya nanti kamu bakal pergi ke dokter,” pinta David. “Jangan sampai sakit, apalagi aku masih tiga hari di sini. Setelah selesai janji aku langsung pulang.”“Iya, Vid,” jawab Raya. “Tadi aku sudah telepon Sintia, dia mau kok pergi ke dokter denganku. Nanti sore aku ke dokter langgananku.”“Kok nanti sore?” sergah David.“Sintia ada bimbingan skripsi sampai siang,” jawab Raya sambil duduk. “Gak apa-apa, kok. Aku bukan sakit parah, cuma sedikit gak enak badan.”Terdengar David menghela nafas panjang. “Ya, sudah. Tapi kalau sampai siang ini sakitnya semakin parah kamu pergi ke rumah sakit de

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27

Bab terbaru

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 23

    “Sabun mandi?” Andra mengambil sebuah sabun mandi dari rak, memperlihatkan pada Raya yang tengah mendorong troli yang hampir penuh dengan belanjaan.“Boleh,” jawab Raya tersenyum. “Sabun di rumah hampir habis.”Mereka berjalan pelan, menyusuri rak-rak supermarket yang berderet, penuh dengan barang-barang kebutuhan sehari-hari.“Yasmin gak nitip pengen dibelikan apa begitu?” tanya Andra melihat deretan snack untuk anak-anak di sampingnya.“Gak ada,” jawab Raya sambil menggelengkan kepala.“Yasmin itu persis sama kamu,” Andra berkata seraya tersenyum kecil.“Apanya?” Raya melebarkan mata karena penasaran.“Sederhananya…”Raya mencubit lengan Andra. “Sebagai perempuan memang harus begitu, hemat dan efisien. Jangan terlalu boros, membeli yang tidak terlalu dibutuhkan.”Andra mencibir. Raya memang seorang perempuan yang sangat sederhana, berbeda dengan mantan-mantan kekasihnya dulu yang selalu memanfaatkan hubungan mereka dengan suka meminta barang-barang mahal. Selama berpacaran dengannya

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 22

    Udara siang ini cukup suram. Mendung bertengger menguasai angkasa, angin sesekali berhembus kencang menghempaskan helaian daun-daun akasia di depan kafe. Sebentar lagi hujan pasti turun dengan lebat.Raya tidak suka hujan.Hujan selalu mengingatkan pada kematian ayahnya. Hujan juga selalu mengingatkan kejadian buruk enam tahun lalu ketika ia diusir oleh David. Terlunta-lunta dengan gerimis rapat di terminal bis. Tak tahu kemana tujuannya. Hatinya ngilu mengingat hal-hal tersebut. Ia suka cuaca cerah, tanpa mendung, panas, dan langit yang biru. Hal itu membuat suasana hatinya juga ikut cerah, sakit yang timbul-tenggelem di hatinya paling tidak bisa tersamarkan.“Pesanannya, Bu,” seorang pelayan perempuan manis memindahkan sepiring nasi goreng keju dan segelas es teh manis dari nampan ke meja.Raya tersenyum, berterimakasih pada pelayan kafe itu sebelum ia beranjak meninggalkan Raya.Jam-jam makan siang begini tidak biasanya ia makan sendirian di luar kantor. Biasanya Raya membawa bekal

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 21

    Andra menutup pintu kamar Yasmin perlahan lalu berjalan menuju Raya yang duduk menekuri segelas kopi di meja makan. Raya memang penyuka kopi, itulah yang diketahui Andra semenjak mereka bertemu. Pagi hari dimulai dengan kopi, siang dengan kopi, dan menutup hari juga dengan kopi. Raya akan lebih rileks jika meminum segelas kopi, katanya semua syarafnya yang semula tegang menjadi kendur. Dan mulai saat itu juga Andra yang tidak suka kopi menjadi pencinta kopi juga.“Kopi ….” Raya mengerling ke secangkir kopi yang telah dibuatkannya untuk Andra.“Thanks,” jawab Andra seraya duduk di samping Raya.Mereka diam, sibuk dengan kopinya masing-masing.“Maafkan aku karena tadi mematikan ponsel, Ya….” Andra membuka percakapan setelah hangatnya air kopi membasuh kerongkongannya.“Aku yang minta maaf, aku takut kamu marah karena David yang menemaniku.”Andra tersenyum simul. “Aku tidak marah. Malah seharusnya aku berterimakasih pada David karena mau menemanimu menjemput Raya dan mengantarkanmu kemb

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 20

    Rama menghampiri Raya di meja kerjanya. Ia duduk di hadapan Raya yang sibuk dengan komputernya. Raya melihatnya sekilas tanpa mengatakan sepatah kata pun.“Sintia ingin bertemu denganmu,” Rama memulai pembicaraan pelan.“Kau mengatakan padanya kalau aku kembali?” Raya bertanya tanpa mengalihkan pandangannya.“Tentu saja!” jawab Rama seraya menghempaskan badannya ke kursi. “Apa kau tidak ingin bertemu dengannya? Semalaman dia menangis ketika ku beritahu bahwa kau bekerja di kantor yang sama denganku.”Raya menghela nafas. “Aku akan ke rumahmu nanti….”Rama mengeryitkan kening. “Apa kau tahu alamat rumahku dan Sintia?”“Aku tahu semua tentang kalian. Tapi kalian yang tidak tahu apa-apa tentangku,” jawab Raya kali ini dengan menatap Rama.“Rupanya pacar barumu itu punya kuasa, ya ….” Kata Rama seraya menyilangkan kakinya.“Apa pedulimu?”“Kenapa kau sampai menjalin hubungan dengan Andra? Sementara David di sini seperti orang gila mengharapkanmu?” Rama bertanya tajam tapi dengan suara aga

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 19

    Andra tersenyum ketika Raya membuka pintu kantor. Laki-laki perlente itu berdiri di samping Range Rover hitam miliknya. Ia mengenakan celana jeans warna biru dan kemeja atasan putih yang tak dimasukkan dengan lengan digulung ke siku. Rambutnya bermodel curtain haircut yang diterpa semilir angin sore, menambah aura terpancar dari wajahnya. Aura seorang CEO perusahaan besar. Seorang CEO muda yang bisa jatuh hati pada gadis beranak satu dan tidak punya apa-apa seperti Raya. Sungguh hati manusia yang aneh! “Sudah lama?” tanya Raya. Andra menggeleng, menggaet pinggang Raya ke dekatnya lantas mendaratkan ciuman panas ke bibir kekasihnya itu. “Hey! Malu dilihat orang!” jerit Raya celingukan. Berciuman di tempat umum bukan sesuatu yang disenangi Raya. Andra terkekeh kecil, membukakan pintu untuk Raya. “Sudah makan?” tanya Raya ketika mobil yang mereka tumpangi sudah melaju membelah hiruk-pikuk Jakarta. “Belum,” jawab Andra. “Tadi setelah dari kantor aku langsung jemput kamu.” “Aku ka

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 18

    Yang dilihat dari David wanita yang berdiri di hadapannya ini bukanlah Raya yang ia kenal enam tahun lampau. Raya yang ia kenal adalah wanita bersahaja yang tidak pernah kenal make up komplit di wajahnya, tapi Raya sekarang ini kebalikannya. Ia memakai bedak, eye shadow, eye liner, lipstik dengan warna yang ia senadakan dengan blush on di pipinya. Rambut Raya yang dulu tergerai panjang, sekarang dipotong bob di bawah kuping. Pakaiannya pun kali ini lebih aduhai, ia memakai kemeja pink berpotongan sesuai lekuk tubuh, dengan rok span hitam selutut yang juga dapat mempertegas pantatnya yang aduhai.Ini bukan Raya!Raya yang dulu selalu senang jika David memeluknya ketika ia pulang kerja. Tapi Raya yang ingin dengan gesit menepis pelukan tiba-tiba David ketika ia membuka pintu tadi.“Maaf, Pak, ini kantor!” katanya tegas. Tidak ada secuil pun hasrat atau kerinduan terpancar dari wajah perempuan yang dulu begitu mencintainya itu.“Kau darimana selama ini?” pertanyaan David parau menahan se

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 17

    “Stop Andra! Hentikan!” jerit Raya tapi dengan suara yang diturunkan oktafnya. Mendengar jeritan Raya tidak membuat Andra berhenti menciumi leher kekasihnya itu. Nafasnya kian memburu, suara jeritan Raya bagaikan bisikan merdu di telinganya. Ia ingin semakin dalam menjelajahi tubuh Raya yang kini dengan erat dipeluknya. “Nanti Yasmin bangun!” Raya coba keluar dari dekapan Andra. “Raya sudah tidur sejak tadi,” jawab Andra seraya tersenyum nakal. “Tidak ada alasan menolakku malam ini.” Raya mendengus kesal karena tak bisa menolak. Tapi kekesalannya kian sirna, begitu tiap inci tubuhnya tak lepas dari ciuman dan belaian yang Andra berikan. Nafasnya kian memburu, suara desahan kian membuat Andra brutal untuk semakin menjamahnya. Hingga akhirnya kedua belah pihak sama-sama mendapatkan apa yang mereka inginkan. “Lagi?” tanya Andra menggoda di sela nafasnya yang ngos-ngosan. “Capek!” Raya melotot seraya meletakkan kepalanya di dada bidang Andra. Ia memeluk tubuh lelaki itu, lelaki yang

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 16

    Hari berganti, bulan berlalu, tak terasa enam tahun terlewati tanpa ada kabar sedikit pun dari Raya.***David meletakkan map di meja kerjanya. Pekerjaan terakhir yang mampu ia selesaikan hari ini. Ia melirik arloji, sudah hampir jam lima sore. Ia menggeliat, meluruskan urat-uratnya yang menegang. Beberapa hari ini kesibukan luar biasa, bahkan keinginannya untuk pergi memancing dengan Rama akhir pekan kemarin berujung gagal.“Mau pulang duluan, Bro?” Rama tiba-tiba masuk menyerahkan beberapa map.“Rencananya begitu,” jawab David datar. “Atau kamu mau ikut denganku hari ini? Kita ke bar dulu?” David memasang senyum memancing.Rama mengibaskan dua tangannya. “Tidak!” jawabnya tegas. “Istriku bisa marah jika selama dua hari berturut-turut aku tidak segera pulang ke rumah!”David tergelak. “Sintia memang pemarah.”Rama duduk di kursi di depan David. Melihat tajam ke arah sahabatnya itu.“Why?” tanya David mencoba tersenyum. “Adakah yang salah?”“Cobalah membuka hati, Vid,” jawab Rama pela

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 15

    “Apa yang Bapak lakukan pada Raya!” teriak Sintia setengah menangis. Bapaknya yang sedang makan di ruang makan bersama ibunya terkejut bukan alang kepalang.“Eh, kamu itu gak sopan!” hardik ibunya. “Datang-datang teriak gak jelas! Bapakmu itu capek, tadi habis ngantar majikannya ke airport. Pulang-pulang malah anaknya ngomel begitu!”“Bapak fitnah Raya, kan?!” Sintia menggebrak meja.“Eh, kamu itu ngomong apa?” tanya Pakde Suroso berlagak tak tahu. “Asal menuduh kamu, ya!”“Minta maaf sama Bapakmu! Raya terus yang kamu bela. Sebenarnya ada apa dengan Raya?” ibunya menimpali.“Bapak sama Ibu itu sebenarnya tahu yang sebenarnya. Hanya berlagak bodoh, kan?” Sintia berkata sengit.Pakde Suroso menatap anak semata wayangnya itu. Rencananya rupanya telah berhasil, tapi dia tidak mempertimbangkan tentang putrinya ini. Pasti keadaan Raya pergi dari rumah akan tercium Sintia.“Bapak gak tahu apa-apa,” jawab Pakde Suroso datar. “Beneran!”“Bapak bohong!” elak Sintia. “Raya tadi telepon aku, dia

DMCA.com Protection Status