"Tapi bukankah Padma adalah suamimu? Dia lebih berhak dari Tirta, Viona." Suara itu muncul begitu saja dari dalam benaknya."Tapi Viona sendiri yang berjanji untuk setia pada Tirta" Satu suara lain menimpali."Seandainya Tirta bangun, apakah dia bisa menerima Viona yang sudah hamil dengan lelaki lain? Apa dia bisa menerima pernikahan Viona dengan Padma?"Pertarungan antara sisi baik dan buruk dalam benaknya membuat kepala Viona pening. Rasa penyesalan membuat dadanya sesak sekaligus mual di saat yang sama.Dia benar-benar frustrasi dan tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Posisinya benar-benar rumit saat ini.Di tengah kebingungannya, mendadak terdengar suara denting ponsel dari dalam ransel Viona. Dia bergegas mengambil benda pipih itu, lalu terkesiap saat melihat satu pesan yang masuk dari orang tua Tirta[Nduk, Bapak sama Ibu sudah dalam perjalanan ke tempat kos Tirta Nanti kamu ke sana juga, ya. Ibu bawa keripik belut sama geplak kesukaan kamu.]Ponsel Viona nyaris melunc
"Semuanya sudah kamu bereskan?" tanya Alfie pada orang kepercayaannya, yang pagi ini datang ke kantor untuk melapor."Sudah, Tuan. Jasad selingkuhan Nyonya Besar sudah disingkirkan. Kamar itu juga sudah disterilkan. Tidak akan ada orang yang tahu pernah terjadi pembunuhan di sana."Alfie mengetuk-ngetukkan jarinya di meja.Raung kesakitan Ghina masih terngiang-ngiang dengan jelas dan itu membuatnya sangat puas. Meski tentu saja itu tidak sebanding dengan kekejamannya pada Padma sewaktu kecil."Lalu pihak hotel dan keluarga lelaki peliharaan Ghina?""Mereka juga sudah dibungkam. Tidak akan ada yang berani membicarakan kasus ini lagi. Sepertinya Nyonya Besar juga sudah memberikan uang tutup mulut yang cukup besar pada pihak hotel."Tentu saja Ghina akan berusaha untuk menutupi skandalnya. Image-nya sebagai sosialita dan istri seorang anggota dewan harus tetap terjaga. Meski perilakunya sungguh jauh dari kata terhormat."Bagus,” gu
Viona melirik sedih pada orang tua Tirta yang terpaku di balik jendela kaca. Sejak lima belas menit yang lalu, posisi mereka sama sekali tidak berubah.Hanya ada tatapan penuh kesedihan bercampur tidak percaya saat mengetahui putra sulung mereka terbujur koma di rumah sakit selama satu bulan lebih.Meskipun sudah berkali-kali minta maaf pada orang tua Tirta karena menyembunyikan kabar ini sekian lama, Viona masih tak bisa berhenti menyalahkan dirinya.Seandainya hari itu dia langsung memutuskan Tirta karena Padma-alias Alfie-menyuruhnya, Tirta pasti tidak akan jadi sasaran kebencian dan balas dendam alter ego Padma yang kejam itu.Seandainya dia tidak menganggap remeh ancaman Alfie, Tirta pasti masih segar bugar, menyelesaikan skripsi, lalu wisuda bersamanya. Orang tua Tirta juga tidak akan sesedih sekarang.Mereka sudah mengorbankan banyak hal agar Tirta bisa kuliah di Jakarta. Besar harapan mereka agar kelak Tirta bisa sukses dan membantu mengang
Viona meneguk ludah gugup saat melihat ayah dan ibu Tirta menyambut Padma dengan ramah. Tetapi dia lega Padma tidak memperkenalkan diri sebagai suaminya. Dia tidak ingin membuat orang tua Tirta kian syok."Kami ayah dan ibu Tirta, pacar Viona,” balas Ibu Tirta tak kalah ramah. Tangannya masih menjabat tangan Padma sementara tatapannya dipenuhi kekaguma.Saat sang suami menyenggol lengannya, barulah Ibu Tirta melepaskan tangan sambil tersenyum malu-malu. Viona melongo. Bahkan perempuan paruh baya pun tidak kebal dari pesona Padma."Begitu." Padma mengangguk-angguk. Masih dengan senyum ramah yang bertahan di wajahnya. "Kalau boleh tau mengapa kalian ada di sini? Tirta sakit?"Viona sekarang yakin yang berdiri di sampingnya ini adalah Padma.Alfie tidak mungkin bersikap ramah dan simpatik. Sikap lelaki itu terlalu dingin dan tidak peduli pada orang lain. Lagipula, Alfie-lah yang mencelakai Tirta, Padma tidak tahu apa-apa tentang hal itu.
"Mas Padma gila!" sembur Viona saat Alfie menarik lengannya menuju tempat parkir.Tadinya dia menolak untuk mengikuti lelaki itu begitu melihat Ibu Tirta pingsan. Tetapi seperti biasa, Alfie menggunakan keselamatan Tirta sebagai ancaman jika dia tidak mau menurutinya.Maka dengan perasaan tidak karuan, Viona terpaksa meninggalkan Ibu Tirta yang sedang ditangani oleh perawat dan tersaruk-saruk mengikuti Padma yang menggila.Ah, dia bukan Padma. Viona yakin yang sedang menggila di hadapannya adalah Alfie-alter ego Padma.Begitu sampai di samping mobil Alfie, lelaki itu menyentak lengannya hingga Viona nyaris membentur body mobil jika tidak buru-buru menahan dengan tangannya."Aku memang gila!" Alfie mendesis di depan wajah Viona yang memerah. Dada perempuan itu bergerak naik turun menahan gelombang kemarahan yang menjalar dalam dirinya."Kamu tahu aku gila, tapi kamu tetap bermain-main denganku. Kamu pikir aku tidak akan tahu kamu memindahkan
"Are you okay?" Mandala menggeser kursinya lebih dekat dengan kepala Viona. Perutnya terasa mencelos saat melihat Viona ambruk setengah jam yang lalu.Mandala adalah orang pertama yang Viona lihat saat dia sadar. Disusul dengan kepalanya yang sangat berat dan nyeri di sekujur tubuhnya.Pada perawat yang menanganinya di UGD, Mandala meminta untuk dilakukan pemeriksaan di sekujur tubuh untuk memastikan apakah ada luka, lebam, memar atau sejenis itu.Dia tidak bisa diam saja jika sampai Alfie melakukan kekerasan fisik pada Viona. Perawat mengatakan tidak ada luka atau hal-hal yang mencurigakan.Mandala justru mendengar kabar yang lebih mengejutkan, Viona hamil.Mandala yakin itu adalah anak Alfie, bukan Padma. Masalahnya, dia juga tahu alter ego Padma itu sangat membenci bayi.Itu sebabnya Alfie tak pernah menyentuh Sabda sekali pun dan memilih menikahi Viona agar bisa menjadi ibu sambung yang merawat Sabda dengan penuh kasih layaknya ibu kandung."Siapa yang membawaku ke sini, Mas?" Vio
"Tapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, Mas. Mereka masih sangat terpukul."Jantung Viona terasa seperti diremas-remas melihat pemandangan pilu itu. Dia berbalik lalu menatap Mandala yang terlihat sedang sibuk memikirkan sesuatu."Apa aku bisa minta tolong? Hanya Mas Mandala yang bisa melakukan ini untukku."Mandala mengerjap. Rasa iba mendadak menelusup dalam dadanya melihat Viona yang tampak begitu ringkih dan rapuh. "Apa yang bisa aku lakukan untukmu?"Viona benar-benar berharap dia tidak minta tolong pada orang yang salah. Tetapi dia tidak tahu pada siapa lagi dia bisa menyandarkan harapan untuk masalah ini."Ini tentang Tirta. Bisakah Mas Mandala memindahkan Tirta ke tempat yang aman? Tempat yang tidak akan pernah bisa dilacak oleh Alfie?"Mata Mandala membulat.Seolah belum cukup, Viona melanjutkan ucapannya. "Dan satu lagi. Ini tentang Sabda."***Bik Sari yang semula sedang menyiram tanaman di halaman depan, langsung membanting selangnya begitu saja ke rumput, lalu mengha
"Semalam Padma tidak pernah ada, Viona. Sejak awal akulah yang ada di sana dan berpura-pura sebagai Padma. Aktingku benar-benar meyakinkan, bukan? Buktinya kamu percaya aku adalah Padma dan menelan mentah-mentah semua ucapanku." Alfie menyunggingkan senyum miring.Mulut Viona menganga, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari sana. Hanya ada embusan napas kasar karena perempuan itu tidak percaya dengan ucapan Alfie.Sandiwara katanya? Apanya yang sandiwara?Melihat Viona yang tercengang dengan manik bergoyang gelisah, Alfie tak kuasa menahan tawanya.Lelaki itu membalikkan tubuhnya lalu tertawa terbahak-bahak. Terdengar begitu puas karena berhasil mengelabui Viona yang malang.Setelah puas tertawa, Alfie kembali berbalik dan melempar tatapan mencemooh pada Viona yang masih terperangah tanpa mampu mengatakan apa-apa."Kamu benar-benar percaya Padma mencintaimu sejak delapan tahun yang lalu ? Hahaha. Seharusnya kamu melihat ekspresimu sekarang, Viona. Kamu betul-betul terlihat konyol
"Bahkan selama seminggu terakhir aku tidak pernah hal-hal lain selain kamu, Viona. Dengan Darla pun, hubunganku benar-benar profesional. Meski dia mengirim sinyal, aku anggap itu sebagai rasa penasaran karena dulu aku batal menidurinya."Viona masih tidak habis pikir bagaimana bisa Alfie mengalami disfungsi ereksi, padahal beberapa menit yang lalu dia menjerit-jerit karena ulah lelaki itu?Entahlah. Tidak perlu dipikirkan juga. Malah bagus, kan? Kini hanya dia yang bisa merasakan performa Alfie yang luar biasa dan membuatnya nyaris pingsan.Mantap jaya!"Dulu teman tidurku memang selalu berganti. Tetapi setelah bertemu kamu, semuanya berubah total. Tidak ada lagi yang menarik selain kamu, karena kamu adalah candu untukku, ma cherie.""Maaf," Viona menggumam dengan kepala tertunduk. "Aku sudah mengamuk tanpa bertanya lebih dulu.""Tidak masalah," balas Alfie lalu terkekeh pelan. "Lagipula tinjumu sama sekali tidak terasa. Aku bahkan merasa seperti digelitiki."Untuk pertama kalinya set
Alfie tertawa sebentar sebelum bergerak pelan. Tetapi itu tidak bertahan lama.Alfie mulai kehilangan kendali saat merasakan milik Viona mencengkeramnya dengan kuat. Dia mengentak dengan keras dan kasar. Memuaskan rasa laparnya pada Viona yang seakan tak pernah berakhir.Meja yang menjadi tempat duduk Viona bahkan sampai berderit karena goncangan yang begitu cepat dan kasar di atasnya. Viona sendiri hanya bisa mengalungkan tangannya di leher Alfie dan susah payah bernapas untuk menerima dorongan keras dari Alfie.Alfie berkali-kali mengumpat. Rasanya terlalu hebat untuk bisa dia jabarkan hingga dia tidak bisa mengendalikan diri lagi. Sisi liarnya mengemuka ke permukaan, seolah Viona-lah yang menekan tombol on dalam dirinya.Alfie mendorong dengan keras dan sejauh-jauhnya hingga tubuh Viona berguncang hebat dalam pelukannya. Perempuan itu berteriak kecil dengan napas terengah, yang terdengar seperti melodi yang merdu di telinga Alfie.Tangan Viona mencakar punggung Alfie yang dipenuhi
Masih dengan bara kemarahan yang menguasai dirinya, Viona menatap Alfie nyalang. "Darlal Kamu main gila dengan dia, kan? Tadi aku bertemu Darla di lobi hotel dan dia bilang baru kembali dari kamarmu, Kalian juga makan malam—"Mendadak telinga Alfie terasa tuli. Aroma vanilla yang sedari tadi menyerang penciuman membuatnya tak bisa menahan diri lagi.Dengan satu tangannya yang bebas, dia meraih dagu Viona dan menyambar bibirnya sebelum perempuan itu memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya.Alfie menggeram kasar begitu bibirnya kembali merasakan kelembutan bibir Viona yang manis dan hangat setelah seminggu lebih dia hanya bisa membayangkannya dalam angan-angan.Alfie masih bisa merasakan Viona yang berusaha melepaskan diri dengan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari dari pagutannya.Namun akhirnya Viona tidak berkutik saat satu tangan Alfie bergeser ke belakang tengkuk dan menahannya dengan keras.Digigitnya bibir tipis itu, diisapnya dengan keras seb
Mandala susah payah menahan tawa karena rasanya tidak etis menertawakan orang yang sedang menahan tangis karena terlalu marah.Viona sama saja seperti Savannah, yang terlalu cepat menyimpulkan bahkan sebelum mencari tahu kebenarannya.Padahal apa susahnya bertanya? Toh bertanya itu tidak dilarang."Masalah nggak akan selesai kalau kamu terus mengedepankan asumsi dibanding fakta. Pastikan dulu kebenarannya pada Alfie, atau kamu akan menyesal karena mengambil kesimpulan yang salah"Aku nggak mau ketemu dia." Viona menggeleng sambil mengusap bulir bening yang membasahi pipinya."Jangan buat perjalanan jauh kamu ke sini jadi sia-sia, Viona. Kita tidak tahu mengapa Darla ada di sini. Kita juga tidak tahu apa dia benar-benar makan malam berdua dengan Alfie di sini, sedangkan Mindi juga menginap di hotel ini."Kita bahkan tidak tahu apakah dia benar-benar ke kamar Alfie berdua saja, atau itu hanya karangan Darla. Ada banyak hal yang belum kita ketahui dengan pasti sekarang," ujar Mandala sab
Viona meremas tangannya dengan gugup.Dalam beberapa menit lagi dia akan bertemu dengan Alfie, tetapi jantungnya sudah bertalu-talu kencang sejak pesawat yang dia tumpangi mendarat di bandara.Kira-kira bagaimana reaksi Alfie saat melihatnya? Apa Alfie akan marah karena dia tiba-tiba ada di sini tanpa pemberitahuan? Apa Alfie akan menyuruhnya pergi seperti kemarin-kemarin?"Rileks, Vi." Mandala seolah mengerti kegelisahan Viona karena sejak tadi perempuan itu terlihat gugup. "Bertemu dengan Alfie tidak semengerikan itu."Aku khawatir Alfie marah, Sikap dia, kan, nggak bisa diprediksi "Viona berterus terang. Dia menggigit bibir bawahnya untuk meredakan kepanikan yang kian bergejolak dalam dirinya.Saat tiba di bandara tadi, dia sempat merias wajahnya sebentar di kamar mandi agar terlihat lebih cantik-harapannya, sih, begitu- ketika bertemu Alfie.Dia bahkan merasa sangat bersemangat karena sebentar lagi akan bertemu Alfie setelah seminggu lebih menjalani perang dingin yang membuat dada
Semoga saja otaknya menemukan alasan yang cemerlang agar Alfie tidak menelannya hidup-hidup."Good." Mandala mengangguk puas lalu mengajak Mindi keluar dari restoran untuk menyusul Alfie sebelum lelaki itu marah lagi.Mereka langsung meluncur menuju kantor Guzman yang ada di sebuah bangunan bersejarah yang bertebaran di Paris. Lelaki itu mengucapkan selamat datang dan langsung mengajak mereka ke ruang rapatSelagi Mindi asyik mengamati detail arsitektur di dalam gedung itu, Alfie dan Mandala memulai pembicaraan serius tentang rencana Guzman yang ingin membuka The Union di kota ini.Mindi sendiri tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena seluruh pembicaraan itu dilakukan dengan menggunakan bahasa Prancis yang tidak die pahami.Mindi justru lebih tertarik mengamati Darla-asisten pribadi Guzman-yang tak kalah cantiknya dengan Savannah, keponakan Mandala. Darla bukan hanya cantik, tetapi juga sangat fashionable.Diam-diam Mindi melihat dirinya yang terbalut dalam setelan blazer abu-
Mindi mengusap tengkuknya seraya meringis canggung. "Iya. Saya baru tahu Pak Mandala punya keponakan bule."Terkadang dia merasa ngeri pada Alfie. Bosnya itu sering kali bisa membaca pikirannya dengan tepat. Apa dia punya kemampuan seperti cenayang?Dengan menggunakan mobil milik Savannah, mereka meluncur menuju Ritz Carlton yang akan menjadi tempat menginap Mandala, Alfie dan Mindi selama mereka ada di ParisSepanjang perjalanan, Savannah yang mengemudikan mobil sibuk menjelaskan café atau restoran yang hype di Paris, event pagelaran fashion pria dan haute couture yang akan digelar, dan hal-hal menarik lainnya.Savannah baru berhenti bicara saat Mandala berdeham keras, "Savie, kepala Om pusing mendengar kamu mengoceh tanpa henti."Savannah mengerucutkan bibir lalu menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "Dasar orang tua!"Setibanya di hotel, mereka berpisah di depan kamar masing-masing dan akan bertemu lagi saat makan malam di restoran. Sementara Savannah ikut masuk ke kamar Man
Viona juga bingung. Kalau Paris yang dituju Mandala adalah Pantai Parangtritis Yogyakarta yang sering disingkat 'Paris', dia tentu tidak akan bingung sebab bisa langsung berangkat untuk mengantar titipan Utami.Sayangnya, Paris yang dituju Mandala adalah ibukota negara Prancis yang berjarak belasan ribu kilometer dari Jakarta, dan hanya bisa ditempuh dengan perjalanan udara."Bagaimana kalau kamu antar saja ke Paris, Dit? Tante yang akan membiayai akomodasinya. Kan sekalian bisa antar berkas untuk Mandala juga. Daripada nanti dia bingung?"Viona melongo. Dia kira Utami bercanda. Tetapi perempuan paruh baya itu langsung mengakhiri panggilan setelah memintanya datang ke rumah untuk mengambil apa saja yang harus diantar pada Mandala."Mbak, kita sudah sampai,” tegur sopir begitu melihat Viona justru termangu di kursi belakang."Eh, itu... tolong antar saya ke rumah orang tuanya Pak Mandala, Pak Aris." Viona menyebut alamat kediaman Utami. Beruntung dia masih ingat dengan jelas segala det
Untuk pertama kalinya sejak satu minggu terakhir, Bik Sari melihat wajah Viona yang berseri-seri. Dan tak urung rasa ‘keponya' mencuat karena pagi ini Padma justru berangkat ke Paris."Mbak Viona nggak sedih ditinggal ke Paris selama satu minggu?" celetuk Bik Sari dengan nada sambil lalu agar tidak terkesan 'kepo'.Padahal dia memang 'kepo' akut.Biasanya kan pengantin baru akan terlihat sedih jika ditinggal pasangannya bekerja ke luar kota atau luar negeri. Tetapi Viona terlihat santai meski tidak ikut mengantar ke bandara karena Padma melarangnya."Nggak, Bik. Kan Mas Padma juga kerja di sana," jawab Viona sambil menyuapi Sabda.Sejak dia mulai bekerja lagi, bayi itu bangun lebih awal hingga dia bisa mengajaknya bermain dulu dan menyuapinya sebelum berangkat."Kirain Bibik, Mbak Viona ikut ke Paris juga. Sekalian hanimun gitu, Mbak. Siapa tahu pulang dari sana Sabda punya adik."Viona hanya tertawa lepas. Tawa yang akhirnya bisa keluar setelah seminggu terkungkung dalam perasaan mur