"Semalam Padma tidak pernah ada, Viona. Sejak awal akulah yang ada di sana dan berpura-pura sebagai Padma. Aktingku benar-benar meyakinkan, bukan? Buktinya kamu percaya aku adalah Padma dan menelan mentah-mentah semua ucapanku." Alfie menyunggingkan senyum miring.Mulut Viona menganga, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari sana. Hanya ada embusan napas kasar karena perempuan itu tidak percaya dengan ucapan Alfie.Sandiwara katanya? Apanya yang sandiwara?Melihat Viona yang tercengang dengan manik bergoyang gelisah, Alfie tak kuasa menahan tawanya.Lelaki itu membalikkan tubuhnya lalu tertawa terbahak-bahak. Terdengar begitu puas karena berhasil mengelabui Viona yang malang.Setelah puas tertawa, Alfie kembali berbalik dan melempar tatapan mencemooh pada Viona yang masih terperangah tanpa mampu mengatakan apa-apa."Kamu benar-benar percaya Padma mencintaimu sejak delapan tahun yang lalu ? Hahaha. Seharusnya kamu melihat ekspresimu sekarang, Viona. Kamu betul-betul terlihat konyol
Tadinya dia tidak ingin mengambil keputusan ini karena dia masih ingin menemani Padma. Tetapi setelah tahu semalam hanyalah sandiwara, Viona membulatkan tekadnya.Dia tidak bisa terus menerus tinggal serumah bersama seorang iblis seperti Alfie. Seumur hidup terlalu lama untuk tinggal bersama lelaki yang salah.Lagipula tidak ada yang harus dia takutkan sekarang. Mandala sedang dalam perjalanan bersama Tirta dan keluarganya ke tempat yang aman.Sementara itu, dia juga akan membawa Sabda dengan bantuan Mandala. Rencananya sudah matang. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk mengeksekusinya.Masalah pengacara, dia berencana untuk menghubungi saudara ipar Biru-dosennya-yang berprofesi sebagai pengacara. Tidak ada kata untuk mundur sekarang.Dia lebih baik mati daripada melanjutkan hidup bersama Alfie."Kamu sangat percaya diri, hm?" geram Alfie yang kembali kesal karena Viona kian berani menentangnya."Tentu saja. Aku yakin hakim pasti akan mengabulkan gugatanku. Kamu selalu melakukan KD
Malam itu, Viona langsung mengemasi bajunya ke dalam tas besar. Beruntung baju-bajunya tidak terlalu banyak karena sebagian besar masih ada di rumahnya yang lama.Bukan hanya mengemas bajunya, Viona juga mengemas sebagian besar baju Sabda karena bayi itu akan ikut bersamanya.Dia memang berencana kabur malam ini. Mandala sudah berjanji akan mengirim orang untuk menjemputnya di depan rumah. Dia tahu lelaki itu tidak akan ingkar janji.Viona sengaja membawa Sabda juga karena dia tidak bisa meninggalkannya di sini. Bagaimana kalau Alfie menyakitinya? Tidak! Viona tidak akan mengambil resiko itu.Sesekali Viona menoleh ke tempat tidur untuk meyakinkan Sabda masih tidur pulas. Bibirnya refleks melengkungkan senyum melihat bayi itu terlelap dalam posisi miring sambil memeluk guling mungilnya.Setelah itu Viona kembali berkutat dengan tas dan baju, sampai suara ketukan di pintu menghentikan aktivitasnya. Viona bangkit dan menatap pintu kamarnya dengan penuh antisipasi.Apa Alfie menyusulnya
Viona mengerjap. Tanpa dia sadari air matanya ikut bergulir di pipi, yang dengan cepat dia usap. Siapa yang sedang mengigau ini? Padma atau Alfie? Karena igauan itu terdengar begitu pilu.Entah Alfie atau Padma yang sedang mengigau, dia pasti mengalami kesedihan dan kesepian yang teramat dalam sehingga meminta Cyntia-yang sudah tiada untuk membawanya pergi."Cyntia...." Kepala Padma bergerak-gerak gelisah hingga handuk kecil yang ada di dahinya nyaris terjatuh, "Kakak rindu."Suara serak Padma terdengar sangat menyayat hati. Membuat Viona ikut merasakan luapan emosi yang begitu kuat.Konon katanya, orang yang mengigau sedang mengalami tekanan emosi atau stress. Bisa jadi, hal-hal yang dia igaukan berkaitan dengan masalah atau tekanan yang sedang dialami.Apa itu artinya Padma sedang merindukan adik kandungnya yang sudah tiada? Atau Padma merasa marah dan kecewa terhadap seseorang atau sesuatu?Jadi sudah pasti yang sedang mengigau sekarang adalah Padma. Karena tidak mungkin Alfie yang
Viona merasa begitu labil, Keputusannya terus berubah-ubah. Di satu sisi, dia merasa iba pada Alfie dan merasa kata-katanya terlalu jahat.Tetapi di sisi lain, dia tidak bisa melupakan kekejaman Alfie padanya selama beberapa bulan terakhir. Dia hanya ingin hidup tenang sambil membesarkan Sabda dan janin yang ada dalam kandungannya.Itu impian yang normal, bukan?"Aku sudah kenyang." Suara dingin dan serak itu terdengar lagi.Viona tersentak kaget lalu mengambil mangkuk dari tangan Alfie dan bangkit untuk membawanya ke dapur. Namun langkahnya terhenti ketika suara Alfie terdengar lagi."Apa kamu akan kembali lagi ke sini?""Apa kamu ingin aku kembali?" Viona balas bertanya tanpa membalikkan tubuhnya.Butuh waktu lebih dari satu menit sampai terdengar jawaban singkat Alfie dengan nada ketus yang khas. "Terserah."Viona mengulum senyum lalu beranjak ke dapur. Dia kira hanya perempuan yang mengatakan 'terserah', ternyata lelaki kejam seperti Alfie juga bisa mengatakan kata keramat itu.Sa
Alfie membiarkan Padma 'bangun' setelah membuatnya 'tidur' sejak dua hari yang lalu. Dengan begitu, Padma tidak bisa mencegah apa yang dia lakukan di depan orang Tirta di rumah sakit.Meski begitu, Padma tahu semua hal yang terjadi tadi malam karena dia menceritakannya saat mandi tadi. Alfie mengatakan betapa beraninya Viona meminta cerai dan mengancam jika tidak dikabulkan."Menikmati apa?" balas Alfie sinis."Perhatian dari Viona. Kamu lihat, kan, dia tidak seburuk yang kamu pikirkan,"Alfie melempar senyum mencemooh. Lewat pantulan di cermin, dia seolah bisa melihat raut Padma yang muram. Dia tahu host-nya itu lelah mengingatkannya untuk tidak terus-terusan menyiksa Viona.Padma bahkan menyarankan Alfie untuk mengabulkan permintaan Viona dengan menceraikannya. Yang tentu saja tidak akan dia lakukan!Semalam dia bahkan sudah mengancam Viona dengan membawa nama Sabda. Jika Viona waras, dia tidak akan berani menggugat cerai dirinya."Sok tahu!" desis Alfie. "Hanya karena semalam aku l
Sang supervisor memberanikan diri mengangkat kepala dan menatap sepasang mata kelam milik bos besarnya, lalu meneguk ludah dengan susah payah. Mendadak suasana ruangan ini terasa lebih dingin dari sebelumnya.Suaranya terdengar bergetar ketika menjawab, "Viona mengundurkan diri mulai hari ini, Pak.""Mengundurkan diri?" ulang Alfie lambat, yang dijawab anggukan oleh sang supervisor."Dia mengundurkan diri lewat telepon dan langsung mengatakannya pada saya, alih-alih pada pada HRD."Supervisor itu mulai meremang ketika Alfie bangkit dari duduk dan berjalan menghampirinya dengan kedua tangan di dalam saku celana. Wajahnya begitu dingin dengan sorot mata mengerikan.Dia masih ingat beberapa waktu lalu seorang pegawai di dapur The Union hampir kehilangan tangannya karena ketahuan kongkalikong dengan pemasok sayuran.Bos besar mereka bisa begitu ramah, namun sangat mengerikan jika marah. Jika tidak ada Mandala waktu itu, pegawai The Union itu pasti sudah kehilangan sebelah tangannya akibat
Saat di mobil tadi, orang kepercayaannya sudah menelepon dan mengabarkan bahwa Tirta dipindahkan kemarin malam.Sayangnya, staf rumah sakit tidak tahu informasi tentang siapa yang bertanggung jawab dan kemana Tirta dipindahkan, karena tidak ada catatan yang tersimpan dalam komputer mereka.Itu yang membuat Alfie yakin Viona pasti sudah merencanakan pelarian ini dengan baik dan ada orang yang membantunya.Viona tidak mungkin menghilang begitu saja sambil membawa Sabda dan pengasuhnya setelah memindahkan kekasih sialannya itu entah ke mana. Perempuan itu benar-benar licik!Siapa orang yang sudah berani membantu Viona dan menusuknya dari belakang?Alfie yakin siapa pun yang membantu perempuan itu, pasti mengenal dirinya dan dia adalah orang yang berkuasa. Mustahil bisa menyuap staf rumah sakit jika dia tidak punya kuasa atau uang, bukan?Dan yang ada di pikiran Alfie saat ini hanya satu. Ghina.Perempuan itu sudah memindahkan Tirta tanpa sepengetahuannya beberapa hari yang lalu. Dan buka
Terdengar helaan napas yang begitu berat dari seberang. Viona tidak tahu apa yang membuat Alfie begitu lama mengatakan jawabannya. Tetapi anehnya dia tetap menunggu."Aku menyukaimu, Viona. I really do. Butuh waktu lama bagiku untuk mendefinisikan perasaan ini. Kamu sendiri sudah tahu bahwa segala hal tentangmu adalah rasa yang baru."Ada jeda lagi. Sementara Viona membeku di kursi begitu mendengar pernyataan Alfie."Tapi kemudian aku sadar satu hal, aku terpacu untuk berubah menjadi lebih baik setelah mengenal kamu. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya."Aku bahkan tidak peduli jika seluruh dunia membenciku. Tapi aku sangat marah ketika kamu mengatakan muak dengan sikapku. Aku tidak ingin kamu memandangku seperti itu. Aku ingin kamu memandangku sebagai lelaki yang baik, Didit."Suara Alfie terdengar bergetar dan entah kenapa Viona makin merasakan kesepian, kesendirian dan kesedihan yang Alfie tanggung."Aku benar-benar serius saat mengatakan aku tidak suka melihatmu dengan
Kepalang tanggung. Meski tidak mengerti mengapa mulutnya mengucapkan ajakan untuk menikah lagi, Tetapi Alfie tidak bisa mundur sekarang.Kalimat itu mungkin terdengar impulsive bagi Alfie, tetapi setelah mengatakannya secara langsung di hadapan Viona, sakit di kepalanya mendadak menguap.Begitu juga dengan gelombang kemarahan yang membakar dirinya, kini mendadak surut begitu saja. Berganti dengan harapan semoga Viona mau kembali padanya.Viona mengerjap, lalu menggeleng beberapa kali sebagai tanda dia tidak percaya dengan ucapan Alfie. "Dan kamu pikir aku akan mengiakan permintaanmu?""Kenapa tidak? Sabda membutuhkanmu dan aku.... membutuhkanmu juga." Lidah Alfie terasa kelu saat mengucapkan tiga kata terakhir yang baru saja keluar dari mulutnya."Kita tidak harus menikah, Al." Viona mendesah lelah. "Pernikahan kita yang kemarin adalah sebuah bencana. Kamu terus menyakitiku dan aku makin benci padamu. Tidak bisakah kita tetap seperti ini?"Kalimat itu menohok Alfie hingga dia sempat m
Alfie terperangah.Tadi sore dia baru mendapatkan kabar dari pengacaranya bahwa gugatan perceraian yang dia ajukan dikabulkan oleh hakim. Secara hukum mereka resmi bercerai hari ini.Seharusnya Viona tidak tahu karena Alfie sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Dia juga tidak pernah datang ke persidangan. Lalu siapa yang memberitahu Viona?"Pengacaramu yang memberitahuku." Viona menjawab pertanyaan yang belum sempat terlontar dari mulut Alfie. Dia bisa melihat kebingungan di wajah Alfie."Di mata agama dan hukum, kita sudah bukan suami istri lagi. Aku berhak dekat dan pergi dengan siapa pun juga. Jadi, berhenti mengancamku atau mengatakan aku adalah milikmu. Aku benar-benar muak dengan sikapmu, Al."Viona berbalik lalu meninggalkan Alfie yang masih mematung di depan gedung. Tetapi langkahnya terhenti ketika Alfie kembali mencekal lengannya, lalu menariknya pergi dari sana."Alfie, lepas!" Viona mencoba melepaskan cekalan tangan Alfie. "Kamu menyakitiku, Al!"Tak ada yang terjadi. Jang
Puluhan menit kemudian, mereka sampai di tempat resepsi. Pelataran parkir tampak dipenuhi oleh deretan mobil mewah, yang menunjukkan sang penyelenggara acara berasal dari kalangan berada."Shall we?"Viona menatap lengan Mandala yang disodorkan padanya. Atas dasar kesopanan, Viona menyelipkan tangannya di lengan Mandala sebelum melangkah masuk menuju lobi.Setelah masuk ke bagian dalam gedung, Mandala langsung mengajak Viona untuk bertemu dengan keluarganya yang duduk di area VVIP yang khusus diperuntukkan untuk keluarga.Pada keluarganya, Mandala mengenalkan Viona sebagai personal assistant. Tetapi Viona bisa menangkap pandangan berbeda yang dilayangkan keluarga Mandala, terutama kedua orang tuanya.“PA atau pacar, Mandala?" goda ibunya yang sejak tadi tak berhenti memandangi Viona dengan wajah semringah."PA, Ma," jawab Mandala sabar meski dia sudah mengatakannya tiga kali. "Daripada aku terus ditanya sama orang-orang kenapa aku kondangan sendirian, lebih baik aku ajak Viona.""Ya,
Pertengkaran dengan Alfie benar-benar merusak suasana hati Viona di sisa hari itu.Dia paham Alfie sangat bermasalah dengan emosi. Si Sumbu Pendek itu mudah meledak jika ada hal yang berjalan di luar keinginannya. Tetapi, apa dia harus selalu mengancam agar keinginannya terpenuhi?Belum lagi pilihan katanya sangat ambigu dan membuat Viona harus berpikir keras sepanjang sore. Sejak kapan dia adalah milik Alfie? Bukankah mereka sudah bercerai?"Ada masalah?"Suara Mandala membuyarkan lamunan Viona, yang tanpa sadar mematung di depan deretan gaun yang tergantung di rak. Perempuan itu menoleh dengan seulas senyum yang dipaksakan."Tidak ada, Pak," balasnya singkat."Kamu yakin? Sejak tadi kamu sering melamun."Senyum Viona kian lebar. Dia mengenyahkan berbagai macam gejolak dalam pikirannya dan mengangguk untuk meyakinkan Mandala. "Saya hanya memikirkan pekerjaan, Pak."Mandala mendekat lalu mengambil satu gaun yang sejak tadi menarik perhatiannya. Gaun peach selutut model off-shoulder de
Setelah itu dia keluar dan menuju ruangan Mandala. Ada yang harus dia tanyakan pada lelaki itu karena Mandala-lah yang pernah berkunjung ke aparteman Fira saat perempuan itu sakit.Begitu sampai di ruangan Mandala, dia mendengar lelaki itu sedang bicara pada Viona. Lewat pintu yang tidak tertutup rapat, Alfie bisa menangkap percakapan itu."Viona, nanti malam kamu ada acara?"Viona yang tengah mengecek jadwal Mandala untuk satu minggu ke depan sontak menoleh pada lelaki itu. "Tidak ada, Pak. Ada yang bisa saya bantu?""Kalau begitu temani saya ke resepsi pernikahan sepupu saya, ya? Saya tidak nyaman kalau datang sendiri. Selain itu ada beberapa vendor yang bekerja sama dengan Lion Capital yang diundang."Menganggap itu adalah bagian dari pekerjaannya sebagai PA, Viona mengangguk hormat. "Apa baju untuk nanti malam sudah disiapkan?""Belum. Nanti sore jadwal saya kosong, kan?"Viona melihat ke organizer-nya lalu mengangguk."Kalau begitu nanti sore temani saya memilih jas, ya. Sekalian
Alfie tidak langsung menjawab. Dia memajukan bar stool-nya hingga lutut mereka bersentuhan.Viona sontak memundurkan tubuh karena terlalu dekat dengan Alfie.Namun Alfie lebih dulu menarik lengannya hingga wajah mereka nyaris bersentuhan. Viona meneguk ludah gugup begitu mata kelam Alfie memakunya, lalu turun ke bibir dan berhenti di sana.Viona haya bisa memandang Alfie dengan waspada. Jaga-jaga kalau lelaki itu mendadak menciumnya tanpa aba-aba seperti beberapa hari yang lalu."Mungkin karena aku mulai mengenalmu,” balas Alfie sangat pelan hingga Viona sempat berpikir dia salah dengar. "Kamu tidak seburuk yang aku kira. Selama ini... aku mungkin sudah salah menilaimu."Suasana yang begitu lengang di dapur membuat Viona bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang berdegup lebih kencang dari biasanya. Pengakuan Alfie yang sudah lama dia tunggu akhirnya tercetus juga dari mulut lelaki itu."Kalau begitu tarik semua tuduhanmu tentang aku!" tuntut Viona. "Termasuk tuduhan bahwa aku tidu
Kesal pada dirinya sendiri karena tak kunjung bisa mengenyahkan bayang-bayang Alfie, Viona mematikan TV lalu bangkit dan beranjak menuju kamar.Namun baru dua langkah, dia mendengar suara dari arah ruang tamu. Sepertinya ada yang membuka pintu depan. Tubuh Viona seketika menegang.Hal pertama yang terlintas dalam benaknya adalah suara itu adalah perampok yang mencoba masuk ke rumah ini. Tetapi dia kemudia ingat bahwa rumah ini punya penjagaan yang sangat ketat.Ada dua pengawal yang berjaga di depan. Ditambah security yang berjaga di pos keamanan yang ada di depan pagar. Seharusnya tidak ada perampok yang bisa menerobos masuk.Jika bukan perampok, lalu siapa?Viona baru akan berpikir tentang apa yang harus dia lakukan saat sebuah suara berat dan serak yang familiar menyapa telinganya."Viona, kamu baik-baik saja?"Viona tersentak. Dia mengerjap saat melihat Alfie berjalan ke arahnya dengan tergesa. Dia tidak salah lihat, kan? Bukankah seharusnya Alfie masih ada di Bandung?"Are you ok
Persetan! Kalau dengan membayangkan Viona bisa membuatnya bergairah dan turn on, maka dia akan melakukannya. Alfie benar-benar butuh pelampiasan malam ini.Tepat saat celananya meluncur turun, ponsel Alfie yang tadi dilempar Darla ke atas tempat tidur berdering nyaring.Mengabaikan Darla yang baru saja akan menyenangkan miliknya, Alfie bergerak menuju tempat tidur lalu menyambar benda pipih itu dengan tidak sabar. Siapa tahu Viona yang meneleponnya.Darla yang sudah terlanjur bergairah, mengikuti Alfie dan mendorongnya ke tempat tidur agar dia bisa melanjutkan 'pekerjaannya'."Ada apa?" sapa Alfie kasar karena panggilan itu bukan berasal dari Viona melainkan pengawal yang dia utus untuk mendampingi perempuan itu."Nona Viona sudah sampai di rumah sejak jam delapan malam, Tuan. Tetapi ada sebuah mobil yang mengikuti kami."Alis Alfie bertaut. "Kamu memotret plat mobilnya?""Tidak, Tuan. Mobil itu berada cukup jauh dari mobil kami, tapi saya yakin dia mengikuti kami. Begitu kami masuk g