"Tidak bisa! Sabda tidak boleh keluar dari rumahku." Alfie bersikeras. "Lagipula kamu tidak punya pekerjaan untuk bisa menghidupi Sabda dengan layak. Akan kamu beri apa dia? Air tajin?"Viona kembali mendesah panjang. Dia memang belum punya penghasilan berhubung dia masih pengangguran.Dari sekian puluh lamaran yang dia kirimkan pada berbagai perusahaan, belum ada satu pun panggilan wawancara untuknya. Untuk hal yang satu itu, dia tidak bisa mengelak.Tadinya, Viona akan meminta hak asuh Sabda setelah dia mendapatkan pekerjaan dengan gaji memadai. Tetapi setelah melihat Sabda sakit seperti ini, dia tidak bisa menunggu lebih lama."Kalau begitu izinkan aku menjenguk Sabda sesukaku." Viona mencoba menawar. Hanya itu pilihan terakhir yang dia punya. "Kamu tidak ingin Sabda terus sakit karena merindukanku, kan?""Dia tidak merindukanmu.""Buktinya dia langsung tenang begitu aku datang,” balas Viona telak. Menghadapi seorang lelaki dengan ego setinggi langit diperlukan strategi khusus deng
Urusan di Surabaya tidak berjalan lancar seperti yang Padma harapkan. Alih-alih menerima kedatangannya dan Mandala, keluarga korban mengusimya saat itu juga.Bantuan yang hendak diserahkan pun, ditolak mentah-mentah hingga Padma tak punya pilihan selain pergi dari rumah itu dengan perasaan gelisah.Sedangkan penyelidikan dari rekaman CCTV belum membuahkan hasil. Tidak ada yang mencurigakan di dapur hari itu. Pesanan pelanggan dimasak dan diantarkan sesuai SOP yang berlaku.Semua pegawai yang bekerja di dapur, termasuk head chef, sudah dimintai keterangan dan sejauh ini belum ada yang dijadikan sebagai tersangka.Kasus ini belum menemui titik terang, tetapi efek yang ditimbulkan sudah luar biasa. Dari cabang The Union yang tersebar di sepuluh kota, enam di antaranya sudah mengalami penurunan drastis hari ini.Dari rumah korban meninggal, Padma dan Mandala mengunjungi korban yang kritis di rumah sakit. Satu diantaranya sudah melewati masa kritis. Sedangkan dua lainnya yang belum ada per
Viona meregangkan tubuhnya yang terasa pegal setelah menggendong Sabda. Bayi itu sudah lebih tenang dan bisa diletakkan di atas tempat tidur setelah suhu tubuhnya terus menurun."Mbak Viona jalan-jalan dulu saja biar nggak bosan," nasehat Bu Retno yang iba melihat Viona yang terlihat lelah karena terus menggendong Sabda seharian ini.Bayi itu sama sekali tidak mau lepas dari Viona dan selalu menolak saat dia mencoba menggendongnya. Jadilah Viona hampir tidak bisa istirahat dengan tenang."Iya, Bu. Saya mau ke kantin dulu, ya. Mau cari kopi biar nggak ngantuk."Bu Retno tertawa kecil lalu mengangguk pada Viona yang berjalan keluar kamar. Suasana di luar kamar cukup sejuk karena hujan baru saja berhenti.Sambil berjalan menuju kantin rumah sakit, Viona menghirup dalam-dalam aroma petrikor yang menguar di udara dan bercampur dengan aroma karbol. Rasanya cukup menenangkan.Sebuah panggilan yang menyerukan namanya membuat langkah Viona terhenti. Dia memutar tubuh dan mendapati Mandala berj
Sepanjang perjalanan ke kantor, Padma sudah membayangkan bagaimana wajah Devita dan seperti apa penampilannya.Apa dia glamor seperti dan suka berdandan seperti Ghina? Atau justru tipikal pegawai kantoran dengan style membosankan?Begitu sampai di kantor dan berhadapan langsung dengan Ghina, Padma baru sadar perempuan paruh baya itu sama sekali tidak sama seperti bayangannya."Selamat malam, saya Padma." Padma mengulurkan tangan yang disambut Devita dengan senyum hangat dan mata berkaca-kaca."Saya Devita."Devita sama sekali jauh berbeda dengan Ghina atau ibu rumahan yang pernah Padma temui.Segala hal yang melekat di tubuhnya memang benda-benda bermerek dengan harga yang fantastis, tetapi sikap perempuan itu sangat membumi.Senyumnya hangat dan tulus tanpa tatapan meremehkan seperti yang sering Ghina layangkan pada orang yang baru ditemui. Perempuan paruh baya itu juga sangat jauh dari kata membosankan.Devita juga masih terlihat sangat menarik meski usianya tak lagi muda dan kilat
Jawaban atas pertanyaan Padma adalah gelengan muram. "Mas Arya memblokir semua akses komunikasi hingga saya tidak bisa memberitahunya tentang kehamilan saya."Padma terkulai lemas. Jadi dia memang benar punya saudara tiri seperti yang diberitakan oleh media? Kenapa baru sekarang dia mengetahui hal ini?"Waktu itu karir politiknya baru dimulai dan dia juga baru diserahi tampuk kepemimpinan di perusahaan milik ayahnya. Kalau kabar ini terendus oleh media, karinya pasti langsung kandas."Itu sebabnya dia selalu dikawal ke mana-mana hingga saya tidak bisa mendapat kesempatan untuk bicara."Wajah Devita terlihat tegar. Bahkan nada bicaranya tetap tenang selama cerita itu meluncur dari bibirnya. Tetapi hatinya masih terasa sakit ketika teringat apa yang terjadi puluhan tahun lalu.Dengan hati sesak, Devita melanjutkan ceritanya. "Saya melahirkan anak kembar beberapa bulan kemudian, dan sampai sekarang Mas Arya belum tahu apa yang terjadi.""Itu artinya ibu saya juga tidak tahu?"Devita meng
“Aku akan membunuhnya. Aku akan meledakkan kepalanya hingga hancur.""Aku mohon jangan bunuh dia, Al. Balas dendam hanya akan menimbulkan masalah baru. Kita hanya harus bicara pada Khadafi.""Kamu pikir aku akan diam saja setelah tahu Khadafi adalah dalang di balik pembunuhan Yuanita? Pembunuh suruhannya hampir membunuh Viona juga, for God's sake!" Alfie meraung tak terima."Dia bahkan sengaja menjadi tetangga Viona, Padma. Dia adalah psikopat yang sebenarnya. Aku yakin dia juga dalang di balik kebakaran yang terjadi di Bandung dan keracunan konsumen kita di Surabaya."Padma menghela napas panjang lalu mengusap wajahnya yang muram"Mungkin dia menganggap aku adalah anak beruntung karena dibesarkan papa dengan penuh kasih sayang. Dan bukan salah Khadafi jika dia berpikir seperti itu."Selama ini pencitraan papa di depan publik nyaris sempurna. Dia selalu membanggakanku dalam setiap wawancara. Seolah aku adalah anak kebanggaannya. Seakan pernikahannya sangat bahagia. Padahal itu semua h
"Ya, semuanya bohong demi menunjang reputasinya di depan publik. Bahkan jika ada wartawan meliput ke rumah kami, papa sudah wanti-wanti dari jauh-jauh hari agar saya dan mama mengatakan hal yang baik-baik saja.”Padma menunduk. Sementara Devita memijat pelipisnya dengan satu tangan sambil mendesah berat. Apa yang terungkap malam ini benar-benar menjadi pukulan berat bagi semuanya."Papa bahkan tidak pernah mendukung cita-cita saya sebagai chef. Saya susah payah mencari sponsor dan bekerja paruh waktu di Prancis untuk bisa memenuhi kebutuhan saya di sana."Padahal papa selalu mengatakan 'bangga' karena saya berhasil menjadi chef andal dan memiliki start up kuliner di usia muda. Tetapi ini semua hanya kebohongan belaka."Sekarang mereka berdua tahu, tragedi ini bermula dari Arya yang tidak pantas disebut sebagai suami dan ayah. Karena lelaki itu juga, ada nyawa yang terbuang sia-sia dan begitu banyak penderitaan yang ditimbulkan."Saya tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah at
"Apa kamu selalu melakukan ini?"Viona yang tengah mengobati luka di buku-buku tangan Alfie sontak mendongak. "Melakukan apa?"Alfie menunjuk dengan dagunya. "Mengobati luka orang lain dengan telaten."Viona kembali meniup luka Alfie yang baru saja dia bersihkan sebelum menutupnya dengan perban. Tadi dia sempat menemui perawat dan meminta peralatan untuk membersihkan luka.Alfie kembali merasakan desir di dada saat Viona meniup lukanya dengan telaten.Apa luka memang harus ditiup seperti itu? Entahlah. Tetapi rasanya nyaman juga. Mungkin Alfie harus sering membuat luka di tangan agar Viona bisa meniupnya.Alfie menggeleng. Buru-buru mengusir pemikiran yang sungguh aneh dan tidak masuk akal itu. Ada apa, sih, dengan otaknya ini? Sejak kemarin sepertinya sedikit eror."Setahuku, ini yang dilakukan orang normal, Al. Membantu orang lain yang membutuhkan bantuan.""Apa menurutmu aku butuh bantuan?"Pertanyaan itu kembali membuat Viona mendongak. Alfie menatapnya lekat, tetapi kali ini tida
Air mata langsung bergulir di wajah Rosma. "Maaf, Mbak. Rasanya aku nggak mau hidup lagi setelah membuat Mbak Viona kecewa," ujarnya parau."Ya Tuhan!" seru Viona tertahan. "Bukankah kita sudah sepakat untuk menganggap semuanya selesai? Apa kamu tidak memikirkan perasaan ibu dan adik-adikmu?"Viona benar-benar tidak mengerti mengapa Rosma senekat ini. Padahal setelah keluar dari rumah, dia masih berkomunikasi secara rutin dengan Rosma.Viona kira Rosma baik-baik saja dan mulai melanjutkan hidup karena gadis itu selalu terdengar ceria jika dia menelepon.Isak tangis Rosma masih terdengar. Viona menghela napas keras lalu beranjak mendekat dan mengusap kepala gadis itu."Bagi sebagian orang yang depresi dan punya masalah yang begitu berat, bunuh diri jadi jalan keluar agar terbebas dari penderitaan yang mereka tanggung."Tapi kamu masih punya saya untuk diajak bicara. Kamu anggap saya apa? Tolong, Ros, jangan lakukan hal-hal seperti ini lagi. Keluargamu di Medan sangat membutuhkan kamu.
Viona baru sadar kalau Alfie dan Padma seperti dua orang yang terjebak dalam satu tubuh. Keduanya memiliki kepribadian yang benar-benar bertolak belakang.Bahkan sejak Alfie masih menaruh dendam di awal pernikahan mereka yang pertema, lelaki itu sudah menunjukkan sikap posesifnya dengan mengatakan, "Aku tidak suka berbagi istri".Wajar jika sekarang dia juga melakukan hal yang sama, apakagi lelaki itu terang-terangan sudah menyatakan cintanya.[Cemburunya pada Padma sama seperti dia cemburu pada lelaki lain yang mendekati kamu. Dan itu mungkin terjadi karena dia menempatkan Padma sebagai orang lain yang bisa 'merebut' kamu dari dia.[Atau kemungkinan lain, dia bisa saja merasa tidak cukup layak untuk kamu jika dibanding Padma yang lebih 'manusiawi'. Sebenarnya ini bisa kamu ketahui kalau kalian mau deep talk. Saya sendiri sudah bicara pada Alfie, tetapi belum berhasil.]Pesan terakhir dari sang terapis-lah membuat Viona dilanda kegamangan selama berhari-hari, bahkan hingga detik ini.
"Kamu baik-baik saja?"Viona tersentak ketika merasakan tepukan di bahunya. Dia menoleh dan mendapati Mandala sedang menatapnya tajam. Rupanya dia melamun di tengah-tengah rapat yang sangat penting."Maaf, Pak," balas Viona cepat dengan raut sesal di wajahnya.Mandala menggeleng tanda tak suka lalu memberi isyarat agar mencatat Viona mencatat poin-poin penting yang sedang disampaikan Alfie. Viona mengangguk lalu buru-buru meraih notes-nya.Bukan hal yang mudah untuk memfokuskan pikirannya pada Alfie yang sedang bicara di depan, tanpa teringat pada betapa rumitnya hubungan mereka dalam lima hari terakhir.Alfie benar-benar merealisasikan ucapannya.Sejak pagi itu, dia tidak pernah pulang ke rumah. Lelaki itu hanya akan muncul di kantor pada momen tertentu, dan membiarkan Padma mengambil alih sisanya.Di rumah, jangan harap Alfie akan muncul. Hanya ada Padma di samping Viona dan Sabda. Bukannya Viona tidak senang akan kehadiran Padma, tetapi dia merasa ada yang hilang dalam dirinya seja
Saat membuka mata, rasa sakit menghantam kepala Viona hingga dia mengerang pelan. Tak hanya itu, perutnya juga bergolak hebat.Dengan tergesa Viona menyibak selimut, lalu berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya di toilet. Ini pasti karena bergelas-gelas wine yang dia minum semalam. Seharusnya dia memang tidak menyentuh minuman itu.Setelah merasa perutnya tak lagi terasa mual, Viona menekan tombol flush lalu berdiri dengan tubuh sedikit limbung.Dia membasuh wajahnya di wastafel dan terkejut saat menyadari dirinya sudah memakai sehelai kaus putih kebesaran yang bisa dipastikan bukan miliknya. Kaus kebesaran itu menjulur sampai menutupi setengah pahanya.Wajah Viona memanas.Pasti Padma yang memakaikan kaus ini setelah pergulatan mereka semalam. Dia mengigit bibir dan merasakan desiran di dadanya saat mengingat apa yang terjadi antara dirinya dan Padma.Sambil mengulum senyum, Viona keluar dari kamar mandi. Dia kembali terkejut saat melihat sesosok lelaki tampan yang suda
Viona kembali menuang wine ke dalam gelas dan menghabiskannya dalam beberapa tegukan karena cegukannya tidak kunjung berhenti.Dia lantas memicingkan mata pada Padma karena pandangannya mulai mengabur. "Kamu pasti mau mengerjaiku lagi, kan, Al? Aku tahu kamu sedang menyamar menjadi Mas Padma seperti dulu. Kali ini aku tidak akan tertipu, Al. Hik!"Ah, sial! Kenapa cegukan ini tidak mau berhenti? Dan kenapa tubuhnya terasa gerah juga? Padahal mereka sedang di rooftop dan udara malam ini cukup dingin."Aku bukan Alfie, Viona. Ini benar-benar aku." Padma meraih kedua bahu Viona agar perempuan itu percaya padanya.Viona terkekeh dengan wajah makin memerah dan tatapan yang sayu. "Kamu bohong... kamu bohong," racaunya. "Kamu pasti hanya ingin mengerjaiku, kan? Kali ini aku tidak akan tertipu, Al."Padma berdecak halus. Dia tahu Alfie memang pernah menyamar menjadi dirinya, lalu mengatakan hal yang sama persis seperti yang dia katakan tadi.Alfie bahkan mengarang cerita bahwa dia menyukai Vi
"Kita merayakan rumah baru ini. Ayo kita buat banyak kenangan baru yang indah bersama-sama." Padma mengangkat gelas dan membenturkannya ke gelas Viona pelan. "Cheers!""Cheers." Viona menyesap perlahan wine di gelasnya. Rasanya sama persis seperti yang pernah diberikan oleh Alfie malam itu."Dance with me?"Viona tersentak begitu menaruh gelasnya yang sudah kosong ke atas meja. Dia menatap bingung pada tangan Padma yang terulur padanya.Belum sempat dia bertanya, suara musik klasik sudah mengalun lembut dari ponsel Padma yang diletakkan di atas meja. Padma mengedip. "Ayolah, kamu belum pernah dansa denganku, kan?"Viona meraih uluran tangan Padma, lalu bangkit dan mengikuti lelaki itu menuju area kosong di samping meja makan. Dadanya berdebar penuh antisipasi saat Padma merengkuh pinggangnya dengan lembut.Sebenarnya apa yang Padma inginkan? Kenapa sikapnya sangat tidak biasa?Orang bilang cinta pertama tak akan pernah pudar.Viona pikir itu omong kosong karena buktinya dia bisa menci
Suara itu berbeda. Bukan Alfie, tetapi Padma Bahu Viona sedikit terkulai meski senyum masih bertahan di wajahnya."Hai, Mas. Maaf, aku ketiduran." Viona merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena tanpa sadar dia tertidur di sofa ruang tamu saat menunggu Alfie pulang."It's okay. Kamu pasti capek. Maaf ya, aku nggak bantu kamu." Padma mengusap kepala Viona lembut lalu duduk di sampingnya.Viona mengerjap lalu tersenyum kikuk. "Mas Padma kan kerja. Lagipula, petugas jasa pindahannya juga cekatan. Jadi aku nggak merasa capek sama sekali."Rasanya sangat aneh berhadapan dengan Padma yang hangat, setelah sekian lama dia menghadapi Alfie, yang sikapnya jauh berbeda."Mas Padma udah pulang dari tadi?" Viona mengalihkan rasa gugup yang tiba-tiba merasukinya. Entah kenapa dia merasa sorot mata Padma sedikit berbeda dari biasanya."Lumayan.""Kenapa nggak membangunkan aku?"Padma kembali tersenyum. Alih-alih menjawab pertanyaan Viona, dia justru mengamati perempuan itu dengan lekat hing
Mengingat Padma adalah lelaki yang sangat supel dan punya banyak teman. Berbeda jauh dengan Alfie yang eksklusif dan nyaris tidak punya teman selain Mandala."Bibik kurang tahu, Mbak. Mbak Viola juga nggak pernah ke rumah ini lagi. Mbak Viona pernah ketemu lagi?"Viona menggeleng. Terakhir kali dia bertemu Viola adalah di pesta itu. Padma juga tidak pernah mengatakan apa-apa, selain minta maaf atas kelakuan sepupu jauhnya itu.Pantas saja Viola tampak begitu marah saat bertemu dengannya hingga menyiramnya dengan air got dan menuduhnya yang tidak-tidak.Lalu apa yang akan terjadi jika keluarga Padma tahu tentang pernikahan ini? Viona tidak berani membayangkannya meski cepat atau lambat mereka semua pasti akan tahu.Semoga saja Viola sudah melupakan apa yang terjadi di masa lalu hingga tidak perlu ada drama lagi saat mereka bertemu nanti. Siapa yang bisa menyangka keluarga Padma ternyata sangat rumit?"Sejak kapan Bik Sari tahu Rosma suka Mas Padma?" Viona kembali bertanya berhubung dia
Pagi ini Viona terbangun tanpa Alfie di sampingnya.Setelah semalam membuatnya merana, Alfie menghilang lagi entah ke mana. Dia baru kembali satu jam kemudian, lalu tidur di sampingnya dan memeluknya seolah tidak terjadi apa-apa.Dan pagi ini sepertinya lelaki itu berangkat ke Bandung lebih awal tanpa membangunkannya lebih dahulu. Meninggalkan perasaan yang sangat tidak nyaman saat Viona terbangun pagi ini.Dengan hati masygul dan kepala berat karena hasratnya yang tidak tuntas, Viona bangkit dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi. Hari ini ada banyak hal yang harus dikerjakan karena mereka pindahan.20 menit kemudian, dia turun ke lantai satu dan langsung menuju kamar Sabda. Ternyata bayi itu masih tidur pulas sambil memeluk guling ulatnya.Viona memutuskan ke dapur dan menyiapkan makanan untuk Sabda agar bayi itu bisa langsung makan setelah bangun tidur nanti.Bik Sari yang sedang mengemas beberapa barang di dapur berkali-kali mencuri pandang pada Viona yang tampak murung. Jiwa '