Pukul 04.30, Smith akhirnya memutuskan untuk menelepon Janu, mengatakan agar lelaki itu lekas ke atas dalam waktu tiga menit. Jika tidak, Smith mengancam tidak akan pernah mengizinkan Janu untuk masuk ke kamarnya sampai kapan pun.
Tentu saja hal itu membuat Janu langsung berkesiap. Ia yang baru saja terlelap langsung kehilangan rasa kantuknya karena tidak ingin Smith melakukan ancamannya. Meskipun ia berkata jujur pada mertuanya saat mengatakan bahwa sofa di ruang tamu sangat nyaman dan empuk, Janu tentu tidak ingin tidur di sana selamanya. Ia tentu lebih ingin tidur di kamar yang sama dengan istrinya, sebagaimana suami istri pada umumnya.
Maka, Janu pun tergopoh-gopoh berlari menuju lantai dua mengingat banyaknya anak tangga yang harus ia tanjaki. Kini ia telah berdiri di depan kamar Smith dengan badan setengah membungkuk dan napas terengah-engah.
Klek!
Gagang pintu ditekan. Smith segera menyembul keluar setelah be
Berita tentang pernikahan Smith dan Janu yang sangat mewah terus menjadi bahan pembicaraan di kalangan mahasiswa satu jurusan. Berita itu menjadi topik paling panas sepanjang waktu dan semakin banyak orang membicarakannya. Bahkan beberapa dosen juga membicarakannya.Hari ini Janu datang ke kampus sendiri saja tanpa Smith. Smith merasa harus beristirahat karena badannya memang sedikit demam. Entah karena lelah, entah karena terkejut melihat tubuh Janu yang menggoda.Hendry meminta Janu agar ke kampus menaiki mobil Smith. Tapi Janu menolaknya dan memilih untuk menaiki motor lawasnya. Walau bagaimanapun akan terasa sangat aneh jika dirinya ke kampus dengan mengendarai mobil. Apalagi mobil Smith adalah mobil mewah yang harganya mungkin cukup untuk biaya kuliahnya sampai dengan mendapat gelar doktor.Janu meminta waktu pada Hendry untuk bisa menyesuaikan diri. Meski Janu memimpikan memiliki sebuah mobil mewah, ia merasa tidak enak jika m
Sisil memutuskan untuk mengirim pesan pada Janu bahwa dirinya ingin bertemu dan membicarakan hal penting. Ia memilih untuk menunggu iparnya itu di sebuah kafe kecil sederhana. Jika dipikirkan dengan kepala dingin setelah mengesampingkan segala kekusutan di kepala dan hatinya, Sisil kira akan sangat tidak baik jika dirinya menemui Janu di kampus sebab bisa menimbulkan kasak-kusuk yang meresahkan.Di zaman sekarang seseorang bisa dengan mudah dan tanpa beban menciptakan fitnah. Selanjutnya setelah fitnah tercetus, akan diteruskan ke banyak pihak dengan argumen yang seolah itu adalah fakta hanya dalam satu kali klik. Lantas khalayak ramai akan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran tanpa mencari tahu kebenaran sesungguhnya.Sisil memang sangat mencintai Janu. Bahkan sampai detik ini perasaan itu tidak berkurang sedikit pun. Tapi hati nurani dan akal sehatnya masih berfungsi. Jadi ia tidak akan pernah mengambil Janu dari Smith meski sangat menging
Janu bergeming. Ia sudah berusaha untuk menutupi rahasianya dengan Smith. Tapi kenyataannya, sikapnya justru membuat Sisil menjadi semakin curiga."Janu, jawab pertanyaanku dengan jujur. Apa Smith benar-benar hamil?" kata Sisil dengan suara penuh penekanan. Matanya terbuka lebar. Kentara sekali ada air yang melingkupi bola matanya hingga tampak seperti ada kaca di sana.Saking besarnya perasaan yang berkecamuk di hati Sisil, sampai membuat Sisil hampir menangis. Janu yakin, sekali saja Sisil berkedip, sudah pasti kaca-kaca di matanya akan pecah."Sisil, apa lagi yang harus aku katakan padamu? Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Smith memang hamil. Dan sebab itulah kami menikah. Kau tidak mungkin lupa saat kami membuat pengakuan untuk pertama kalinya di hadapan kalian malam itu," jawab Janu mencoba mengelak. Ia berusaha untuk meyakinkan Sisil. Tapi Janu sendiri ragu, apakah wajahnya sudah cukup meyakinkan atau belum.
Sisil dejavu. Ingatannya kembali pada waktu itu, ketika dirinya berdiri di depan pintu setelah memasuki gerbang rumah seseorang. Seseorang yang dipanggil oleh mamanya sebagai anj*ng penjaga Smith.Sudah sekian lama berlalu, Sisil menyadari satu hal, yakni keberaniannya tidak berkembang sama sekali. Ia masih sama takutnya dengan saat itu. Terlebih saat ia mengingat segala pertikaian yang pernah terjadi antara perempuan itu dengan mamanya.Sisil menelan ludah. Jari telunjuknya sudah hampir menyentuh bel. Tapi segala keraguan dan pikiran buruk membuatnya berat untuk menekan bel itu."Huuuft!" Sisil menghembuskan napas panjang. Dan ting ... tong .... Bel pun berbunyi."Sebentar ...."Telinga Sisil mengenal suara itu dengan baik. Tidak ada yang berubah sedikit pun. Membuat detak jantungnya menjadi semakin cepat.Sisil menunduk. Melihat tangan kanannya yang terbuka
Sejatinya Sisil benar-benar ingin duduk. Kakinya sudah lelah berdiri terus sedari tadi. Ia juga merasa sangat lemas karena mengalami banyak sekali guncangan batin hari ini."Tante, apa Tante tahu alasan Smith menikah dengan Janu?" tanya Sisil berusaha keras menguatkan kakinya agar tetap tegak berdiri."Tentu saja! Janu sangat mencintai Smith. Apa lagi? Apa kau pikir selama ini Janu cinta padamu? Yang benar saja. Janu tidak buta! Mata hatinya bisa memilih orang yang tepat. Dia tahu mana gadis yang berhati baik dan mana yang berhati busuk!" kata Sheira yang memberikan penekanan pada akhir kalimatnya sembari menunjukkan gestur yang memperjelas kepada siapa ucapan itu ditujukan. Memberi tamparan keras pada Sisil.Sheira memang cerdas. Rasa-rasanya terlalu sadis jika ia memukul Sisil secara langsung sebagaimana yang ia lakukan pada Sinta, lantaran pembawaan Sisil yang kalem, sopan, dan cenderung tidak membalas serangannya. Akan leb
"Bangs*t! Apa-apaan ini? Untuk apa Sisil memohon pada anj*ng penjaga itu? Ini tidak bisa dibiarkan! Aku tidak akan membiarkan perempuan itu hidup! Dia sudah membuat putriku melakukan hal memalukan! Dia harus mati!"Sinta seperti meledak hatinya melihat video tanpa suara yang menayangkan anak kesayangannya menangis, memohon-mohon di kaki Sheira. Ia tidak terima melihat Sisil diperlakukan seperti itu. Darahnya langsung mendidih dan kemarahan telah sampai di ubun-ubun.Kunjungan Sisil ke rumah Sheira memang telah ditunggu-tunggu. Jauh sebelum hal itu terjadi, Sheira telah merencanakan untuk membuat Sisil memohon dan berlutut di kakinya dengan cara apa pun. Perempuan itu meminta satpamnya untuk turut membantu melancarkan rencananya itu. Ia menyuruh satpam untuk merekam adegan menyedihkan yang dibintangi Sisil.Sheira sengaja membuat video itu tanpa suara. Ia menonaktifkan suara dari video itu supaya Sinta tidak tahu apa yang sedang mere
Hendry menggelengkan kepala. Mana mungkin ia hanya diam menunggu ketika istrinya keluar untuk keselamatan putrinya. Jadi siapa yang jantan di keluarga Sasongko jika dirinya sebagai suami hanya duduk manis di rumah saat Sinta keluar untuk menantang orang yang berbuat buruk pada keluarganya?Maka, dengan penuh kemantapan hati, Hendry memutuskan untuk mengikuti Sinta. Ia harus tahu apa yang terjadi. Hendry bahkan berpikir untuk meminta bodyguard turut serta dalam rencananya. Ia pastikan akan bertindak tegas pada mereka yang mencoba mengusik kedamaian keluarganya.Namun setelah sampai di ruang tamu, Hendry menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik sofa lantaran Sinta yang telah sampai di depan pintu juga berhenti.Satu-satunya alasan yang membuat Sinta berdiri mematung dengan wajah cemas adalah mobil merah yang melewati gerbang, memasuki halaman rumah. Tidak diragukan lagi, itu adalah mobil Sisil.Meski Sin
Smith berjalan pelan seperti singa lapar. Ia terus menatap Sinta bahkan tanpa berkedip. Tulang rahang gadis itu mengeras, menahan amarahnya melihat orang yang paling berjasa dalam hidupnya, Bibi Ipah, diperlakukan dengan sangat buruk."Smith, kemarilah nak. Jangan memandang Tante Sinta seperti itu. Haha, kau bisa membuatnya takut," kata Hendry mengingatkan dengan nada bergurau. Sejatinya ia tidak senang jika Smith menunjukkan tatapan tajam pada Sinta. Walau bagaimanapun, Sinta adalah ibu tirinya. Selain itu, terlepas dari hal tersebut, Sinta lebih tua dari Smith. Jadi sudah sepatutnya jika Smith menunjukkan rasa hormatnya."Aku sedang memandang iblis, Ayah!" kata Smith menggeretakkan giginya."Smith, apa yang kau katakan? Kau tidak boleh berbicara seperti itu. Dengarkan Ayah, kau harus belajar mengendalikan lisanmu saat berbicara pada orang yang lebih tua. Sekarang, minta maaflah pada Tante Sinta," tegur Hendry lagi.