Joana yang sedang bersama dengan Rian, menghampiri sang Ibu yang baru saja keluar. Ia memdorong pelan kursi rodanya sendiri, ia membiarkan sang suami yang masih terhenyak dalam pemikirannya. Biarlah ia tenang terlebih dahulu."Ma, Mbak Riri mana?" tanya Joana pelan.Bu Jeni menghela napas pelan, "Riri istirahat dikamar, tadi dia sempat mengalami kram diperutnya.""Astaga! Terus gimana keadaannya sekarang Ma?" tanya Joana panik."Sudah lebih baik Na, tadi sudah dipanggilkan dokter keluarga Pratama.""Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu. Tapi kok bisa tiba tiba kram Ma?" tanya Joana."Kata dokter karena terlalu emosi dan juga setres Jo."Deg'Jangan jangan karena ulah Bu Dara tadi?' tanya Joana dalam hati.Joana terlarut dalam lamunannya, sementara Bu Dara semakin cemas memikirkan Riri yang ternyata anak kandung dari besannya. Ia masih terduduk ditempatnya, wajahnya menerawang jauh lurus ke depan. Ia berharap semua ini hanyalah mimpi belaka. Namun apalah daya karena semua itu adalah k
FlashbackKevin yang sedang berada dirumahnya, bermain game diponselnya seorang diri. Ia memang sangat pendiam dan cenderung tidak punya banyak teman, sehingga hari libur seperti ini ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermain ponsel. Ia hanya mempunyai beberapa teman saja, bahkan bisa dihitung dengan jari. Salah satunya adalah Jihan itu, tetangga sekaligus anak dari sahabat Maminya.Drt drtPonsel Kevin Bergetar karena terdapat panggilan masuk, ia mendengus sebal melihat nama yang tertera dilayar ponselnya 'Jihan'."Ck ck ck, mengganggu saja." gumam Kevin, namun pria itu tetap mengangkatnya.[Ada apa?] tanya Kevin ketus.[Tolonggg....Tolong aku Vin....] teriak Jihan disebrang.[Becanda loe gak lucu, ganggu orang ngegame aja!] rutuk Kevin.[Hiks hiks, aaaaaaaaaa.....] teriak Jihan.[Han, loe kenapa? Jawab Han, loe dimana?] tanya Kevin panik karena mendengar teriakan Jihan.[Hiks hiks, Vin tolongin aku. Aku takut!][Tenang, Han....Sekarang loe kasih tahu gue loe dimana?]Setelah mend
Pagi hari Joana keluar dari dalam kamarnya, ia memghampiri meja makan yang ternyata sudah ada Riri disana bersama Kevin dan anaknya. Joana langsung saja ikut bergabung bersama mereka tanpa basa basi, ia masih menggunanakan kursi rodanya."Mbak, Vin...." ucap Joana."Hai, Jo. Mau sarapan? Ayo ayo gabung.""Mbak Riri gimana keadaannya?""Sudah jauh lebih baik, kamu sendiri gimana?""Alhamdulillah Mbak.""Oh, ya kok tumben sendiri. Suami kamu mana Jo?" tanya Kevin."Mmmhh, Mas Rian pulang tadi malam Vin."HeningMereka melanjutkan sarapan paginya dengan tenang, usai sarapan mereka meninggalkan meja makan. Hanya Joana yang masih setia disana.Bu Jeni menghampiri Joana yang terlihat sedang melamun, wajahnya terlihat masam. Padahal ini masih pagi, tapi entah lah apa yang membuat gadis itu kesal pagi pagi begini."Kenapa Jo, mukanya ditekuk aja." ucap Bu Jeni."Eh, Mama. Ngagetin aja, gak apa apa kok Ma.""Kamu gak bisa bohongin Mama, Jo. Kamu sudah hidup bersama Mama sejak kecil sayang."Jo
Setelah selesai membersihkan meja makan, Bu Dara masuk ke dalam kamarnya. Ia menggunakan kamar tamu, awalnya ia ingin menggunakan kamar pribadi karena dirumah itu ada dua kamar pribadi. Tapi Joana melarangnya, dengan alasan kamar yang satunya kotor belum dibersihkan yang sudah rapi dan bersih hanya kamar utama yang ditempati Joana dan Rian dan kamar tamu.Bu Dara bermain ponsel, berselancar didunia maya miliknya. Walaupun sudah tua tapi ia tidak ingin ketinggalaan informasi informasi yang up to date. Tanpa disadari olehnya kini sang anak sudah pulang ke rumah.Ceklek"Assalamu'alaikum." seru Rian yang melangkah ke dalam rumahnya.Tubuhnya dslam keadaan lemah letih lesu, akibat kemarin malam ia tidak bisa tidur. Ditambah banyak pekerjaan kantor yang menumpuk yang harus segera diselesaikan, ia menjatuhkan bobot tubuhnya disofa terlebih dahulu untuk menenangkan diri sejenak.Kepalanya terasa sedikit pusing, perutnya keroncongan. Cacing cacing dalam perutnya sudah berdisco ria, ingin sege
Joana sudah lelah dan rasanya sangat percuma sekali jika ia harus meladeni keduanya. Percuma Joana mau menjelaskan sebegaimanapun itu bentuknya, Rian tidak akan percaya. Biarlah bukti itu yang akan membungkam mulut suaminya itu yang sudah keterlaluan."Dasar tidak tahu diri, belum juga sehari disini sudah buat masalah aja." gerutu Joana."Suami brengs*k, seenaknya saja memakiku. Memang siapa dia, tidak tahu kejadian yang sebenarnya malah berani bentak bentak orang lain."Setelah kepergian Joana, Rian menatap fokus pada layar ponselnya. Disana terdapat beberapa foto dan video yang dikirim oleh istrinya, tak menunggu waktu lama ia langsung saja mengunduh file itu.Sedangkan Bu Dara masih saja mengoceh, memaki menantunya yang sudah meninggalkan meja makan tersebut."Memang dasar menantu kurang ajar, makin lama makin ngelunjak aja jadi orang!"Rian fokus menatap foto foto yang dikirimkan oleh istrinya, benar saja disana menampilkan ada masakan yang sudah dipindahkan ke piring piring. Ria
Pagi hari Joana membuka mulai membuka matanya, ia meregangkan otot ototnya terlebih dahulu kemudian menelisik seluruh sudut kamarnya. Ia baru ingat jika semalam ia tidur sendiri didalam kamar itu, mengingat kejadian semalam membuat Joana kembali kesal. Tidak ingin terlalu lama memikirkan hal itu, Joana memuyuskan untuk beranjak dari tempat tidur. Ia bergegas ke kamar mandi.Dua puluh menit Joana menghabisman waktu didalam kamar mandi dengan berendam, guna merilekskan tubuhnya. Ia telah berpakaian rapi, hari ini ia akan pergi ke butik milik Ibunya. Setelah selesai Joana langsung keluar dari kamar, miris sekali ketika ia memperhatikan keadaan rumahnya yang sudah sangat kotor. Padahal Kemarin masih terlihat baik baik saja, tapi ia tidak perduli terus saja melangkahkan kaki Melewati meja makan yang sudah pasti masih kosong tidak ada makanan apapun disana.Selama Joana berada di rumah sakit, Bu Jeni telah mengutus seseorang untuk membantu membersihkan rumah anaknya itu. Sehingga tidak begi
Sore itu Joana sudah pulang dari butik Bu Jeni, tadi dissna ia tidak bertemu dengan Riri. Kata sang Ibu, Riri masih memerlukan banyak waktu istirahat sehingga ia tidak pergi kemana mana. Dia juga belum pulang ke rumah keluarga pratama, katanya karena ada bibit bibit pelakor yang masih stanby dirumah itu. Jadi ia memilih tidak pulang kesana dulu karena takut kandungannya terjadi sesuatu.Sebenarnya Joana penasaran, siapa yang dimaksud Bu Jeni dan Riri yang disebut bibit pelakor itu. Namun yah, gampang lain waktu saja ia bisa berkunjung kesana jika Riri sudah pulang ke kediaman Pratama.Rian memasuki kamar mereka dan melihat Joana yang sefang membersihkan wajahnya. Joana hanya melirik Rian dari pantulan cermin didepannya itu, ia masih kesal dengan suaminya dan juga Ibu mertuanya."Aku mau bicara denganmu." ucap Rian."Katakan saja, aku akan mendengarnya." jawab Joana santai."A-aku mau minta maaf soal kejadian semalam....."Krik....Krik...KrikJoana hanya bergeming sambil terus membersi
Pada akhirnya Joana mau diajak untuk negosiasi, setelah Rian terus saja membujuknya dan berjanji akan bersikap lebih tegas dan tidak memihak sebelah. Ia berulang kali meminta maaf pada sang istri atas kesalahan yang telah dilakukannya karena kejadian tadi dan juga kemarin malam.Namun sebenarnya, Rian juga bingung. Ia tidak tega membiarkan Ibunya sendirian, adiknya juga belum pulang dari luar kota, duhhh benar benar bingung sekali.Tapi apa mau dikata, setengah jam mereka mencoba untuk berdamai. Namun Rian tetap tidak memperbolehkan Joana maupun Bu Dara untuk pergi dari sana, egois memang. Padahal ia tahu jika sang Istri tidak bisa akur dengan Ibunya, lalu kenapa.masih ngotot untuk menyatukan mereka dalam satu atap?Joana yang sudah sangat geram dan kesal terhadap suaminya itu, akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah. Ia pulang ke rumah orang tuanya, entah keputusannya benar atau salah yang jelas untuk saat ini ia butuh tempat untuk menenangkan diri. Mungkin dengan ditempat orang t